Aktivitas Antimikroba Kapang Endofit Bar 1.5 Dari Bakau Merah (Rhizophora Stylosa) Dengan Media Pertumbuhan Yang Berbeda

AKTIVITAS ANTIMIKROBA KAPANG ENDOFIT BAR 1.5
DARI BAKAU MERAH (Rhizophora stylosa) DENGAN MEDIA
PERTUMBUHAN YANG BERBEDA

ADILA SABILIILAIKA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas
Antimikroba Kapang Endofit BAR 1.5 dari Bakau Merah (Rhizophora stylosa)
dengan Media Pertumbuhan yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 30 Agustus 2015

Adila Sabiliilaika
NIM C34110057

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
ADILA SABILIILAIKA. Aktivitas Antimikroba Kapang Endofit BAR 1.5 dari
Bakau Merah (Rhizophora stylosa) dengan Media Pertumbuhan yang Berbeda
Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan SAFRINA DYAH
HARDININGTYAS.
BAR 1.5 merupakan kode isolat kapang yang terdapat pada daun
Rhizhophora stylosa yang berasal dari Perairan Barru, Sulawesi Selatan. Tujuan
penelitian ini adalah membandingkan aktivitas antimikroba dari kapang BAR 1.5
dengan menggunakan media kultur yang berbeda. Biomassa miselia dari

perlakuan media PDB lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan media hagem,
nilai pH media kultur pada masing-masing perlakuan berada pada kisaran pH 4-5.
Aktivitas antimikroba dari ekstrak media kultur PDB hari 15 kultivasi
memberikan hasil terbaik terhadap E.coli, P. aeruginosa, C. maltosa, B. subtilis
dan S.aureus dengan diameter zona hambatan sebesar 12,47±0,26 mm. Hasil uji
bioautografi menunjukkan ekstrak kapang BAR 1.5 memiliki fraksi aktif yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri B subtilis karena mengandung senyawa
aktif yaitu terpenoid, polifenol dan flavonoid.
Kata kunci: Antimikroba, hagem, kapang BAR 1.5, PDB, Rhizhophora stylosa

ABSTRACT
ADILA SABILIILAIKA. Antimicroba Activity of BAR 1.5 Endophytic Fungi
from Bakau Merah (Rhizophora stylosa) with Different Growth Medium
Supervised by KUSTIARIYAH TARMAN and SAFRINA DYAH
HARDININGTYAS.
Bar code 1.5 is code of isolates fungi contain in leaves Rhizhophora
stylosa derived from Barru district waters, South of Sulawesi. The aimed of this
research was to compare the activity of antimicrobial by culture medium extract
from fungi BAR 1.5 with different of culture medium. Micellium biomass with
PDB medium treatment was higher than Hagem medium treatment, pH value for

each treatment were 4-5. Antimicroba activity from PDB culture medium extract
in 15 days cultivation give the best result to E.coli, P. aeruginosa, C. maltosa,
B. subtilis and S.aureus with diameter of inhibit zone are 12.47±0,26 mm. The
bioautography test showed that extract of BAR 1.5 fungi have active fractions that
can inhibit B. subtilis growth cause contains active compounds are terpenoid,
polyfenol, and, flavonoid.
Keywords: Antimicroba, fungi BAR 1.5, hagem, PDB, Rhizophora stylosa

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKTIVITAS ANTIMIKROBA KAPANG ENDOFIT BAR 1.5
DARI BAKAU MERAH (Rhizophora stylosa) DENGAN MEDIA

PERTUMBUHAN YANG BERBEDA

ADILA SABILIILAIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi

:

Nama

NIM
Program Studi

:
:
:

Aktivitas Antimikroba Kapang Endofit BAR 1.5 dari
Bakau Merah (Rhizophora stylosa) dengan Media
Pertumbuhan yang Berbeda
Adila Sabiliilaika
C34110057
Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Kustiariyah Tarman SPi MSi
Pembimbing I

Safrina Dyah Hardiningtyas SPi MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul Aktivitas Antimikroba Kapang Endofit BAR 1.5 dari Bakau
Merah (Rhizophora stylosa) dengan Media Pertumbuhan yang Berbeda. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Dr Kustiariyah SPi MSi dan Safrina Dyah Hardiningtyas SPi MSi selaku
dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan
kepada penulis.
2 Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil

Perairan.
3 Dr Desniar SPi MSi selaku dosen penguji pada sidang akhir.
4 Dr Ir Agus M. Jacoeb Dipl-Biol selaku dosen perwakilan komisi
pendidikan THP.
5 Ayah, Mama, Annisa Miladina dan M. Hafidz Al-Fikri yang senantiasa
mendoakan dan memberikan motivasi.
6 Ibu Ema, Paqih, Ibu Nunung, Mbak Dila dan Bapak Eman, serta kakakkakak pascasarjana (kak Alif, kak Nabila, kak Zia, kak Yulia, kak Abas,
kak Diah), dan kakak-kakak THP angkatan 47 (Kak Nisa, Kak Zeta, kak
Fajri) yang telah membantu dan membimbing penulis selama penelitian di
laboratorium.
7 Teman-teman seperjuangan yang tergabung dalam “Paguyuban
Laboratorium Mikrobiologi” (Konita, Mada, Ayumi, Atika, Titin, dan
Sizu) atas kebersamaannya selama penulis melakukan penelitian, bantuan
dan motivasinya.
8 “Keluarga Cemara” (Eki, Gesti, Annisa Ulfa, Rere, Fianita, Aulia, Aziza,
Intan, Navisa, Aisyah, Bramantyo dan Bagja), serta keluarga besar THP 48
atas segala suka-duka selama penulis menempuh perkuliahan, segala
bantuan dan motivasinya.
9 “Keluarga Jamets” serta kedua sahabatku Linda dan Wulan atas doa dan
motivasinya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.

Bogor, Agustus 2015
Adila Sabiliilaika

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Perumusan Masalah....................................................................................... 2
Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
Manfaat Penelitian......................................................................................... 3
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 3
METODE PENELITIAN ................................................................................... 3

Bahan ............................................................................................................ 4
Alat ............................................................................................................... 4
Prosedur Penelitian ........................................................................................ 4
Analisis Data ................................................................................................. 7
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 7
Pertumbuhan Kapang BAR 1.5 dengan Media yang berbeda ......................... 7
Ekstrak Kapang BAR 1.5 .............................................................................. 9
Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kapang BAR 1.5 ......................................... 11
Hasil Uji Bioautografi dan Kromatografi Lapis Tipis................................... 15
Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Kapang BAR 1.5 ........................................... 16
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 16
Kesimpulan ................................................................................................. 16
Saran ........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17
LAMPIRAN .................................................................................................... 21
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... 27

DAFTAR TABEL
1 Rendemen ekstrak etil asetat kapang BAR 1.5 ................................................. 10
2 Hasil uji bioautografi ekstrak BAR 1.5 pada bakteri Bacillus subtilis ............... 15

3 Hasil skrinning fitokimia ekstrak etil asetat kapang BAR 1.5 ........................... 16

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian ........................................................................5
2 Morfologi kapang BAR 1.5 umur 7 hari pengamatan secara makroskopis
dan mikroskopis perbesaran 400x .......................................................................7
3 Kurva pertumbuhan dan perubahan pH kapang BAR 1.5 dengan
perlakuan perbedaan media kultur ......................................................................8
4 Media kultur kapang BAR 1.5 setelah fermentasi pada media PDB dan
Hagem ............................................................................................................. 10
5 Aktivitas antibakteri ekstrak media kultur kapang BAR 1.5 pada media
PDB dan media Hagem pada bakteri E. coli (a), P. aeroginosa (b), S.
aureus (c), B. subtilis (d) dan Candida maltosa (e) ........................................... 12
6 Kromatogram ekstrak etil asetat kapangBAR 1.5 PDB dan Hagem di
bawah Sinar UV  254 nm dan 366 nm ............................................................ 14
7 Hasil uji bioautografi ektrak etil asetat kapang BAR 1.5 media PDB dan
Hagem pada bakteri Bacillus subtilis ................................................................ 15

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3
4

Komposisi media yang digunakan .................................................................... 23
Kultur kapang BAR 1.5 .................................................................................... 23
Hasil uji antibakteri ekstrak kapang BAR 1.5 ................................................... 24
Hail uji fitokimia .............................................................................................. 26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir
dengan garis pantai mencapai 81.000 km. Kekayaan sumberdaya alam pesisir
tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove yang didukung dengan komponen
abiotiknya. Luasan ekosistem mangrove di dunia mencapai 75% dari total
keseluruhan garis pantai. Giri et al. (2011) menyebutkan ekosistem hutan
mangrove terluas di dunia ditempati oleh Indonesia (22,6 %; 3,112,989 ha) dan
diikuti oleh Australia (7,1%; 977,975 ha), dan Brazil (7%; 962,683 ha). Kekayaan
mangrove tersebut seringkali dimanfaatkan sebagai sumber obat tradisional oleh
masyarakat setempat, karena dipercaya memiliki aktivitas bioaktif tertentu
diantaranya sebagai antimikroba, antijamur, antitumor, antivirus, insektisida dan
antileukimia (Soetarno 2000). Salah satu jenis tumbuhan mangrove yang memiliki
karakteristik sebagai obat tradisional adalah Rhizophora stylosa.
R. stylosa memiliki nama lokal bakau merah, bako-kurap, slindur, tongke
besar, wako dan bako. Tumbuhan ini banyak tersebar di Taiwan, Malaysia,
Filipina, sepanjang Indonesia, Papua Nugini dan Australia tropis (FAO 2000).
Karakteristik tumbuhan ini diantaranya kulit kayu halus, akar tunjang, daun
berkulit dengan bintik teratur di lapisan bawah, serta menghasilkan buah berwarna
merah kecoklatan dengan lentisel banyak. Penelitian Akhyar (2010) melaporkan
bahwa ekstrak akar dan buah R. stylosa dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Vibrio harveyi. Penelitian Wulandari (2014) melaporkan bahwa ekstrak buah
R. stylosa dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Salmonella typhimurium
penyebab diare. Beberapa kajian tersebut menunjukkan R. stylosa sebagai salah
satu sumber bahan baku yang potensial digunakan untuk keperluan farmasi.
Penggunaan tumbuhan induk secara berlebihan akan berdampak pada
kelestarian tumbuhan tersebut. Cara efektif yang dapat digunakan untuk
mengefisiensikan sumber senyawa bioaktif dari tumbuhan tanpa mengganggu
kelestarian tumbuhan tersebut yaitu dengan menggunakan mikroba endofit yang
berasosiasi dengan tumbuhan. Mikroba endofit adalah mikroorganisme yang
hidup di dalam jaringan tanaman, tanpa merugikan tanaman inangnya. Mikroba
endofit dapat berupa kapang atau bakteri yang diperoleh dari bagian dalam
tumbuhan. Kapang endofit mampu menghasilkan sejumlah senyawa bioaktif yang
sama dengan tumbuhan inangnya disebabkan oleh transfer genetik dari tanaman
inang ke dalam kapang endofit (Radji 2005). Beberapa penelitian telah banyak
mengkaji potensi dari komponen bioaktif yang dihasilkan oleh kapang endofit.
Sahara (2014) melaporkan bahwa kapang RS3 yang diisolasi dari tanaman sarang
semut (Hydnophytum formicarum) memiliki potensi sebagai antihiperglikemik.
Penelitan Pavithra et al. (2012) menunjukkan kapang endofit dari tanaman tulsi
(Ocimum sp.) memiliki aktivitas enzim diantaranya amilase, protease dan
tirosinase serta potensial digunakan sebagai antibakteri.
Saat ini Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor telah memiliki isolat–isolat kapang dari
daun R. stylosa, yang diisolasi di perairan Barru, Sulawesi Selatan namun

2
demikian beberapa diantaranya belum dilakukan kajian terhadap aktivitas
metabolit sekundernya, salah satunya yaitu kapang dengan kode BAR 1.5.
Kapang BAR 1.5 diduga memiliki aktivitas dalam menghambat bakteri dan jamur.
Penelitian Mouafi et al. (2014) menunjukkan bahwa ekstrak daun R. stylosa dapat
menghambat pertumbuhan E. coli, S. aureus, B. subtilis, Penicillium digitatum,
Fusarium oxysporium dan Candida albicans.
Infeksi menjadi salah satu penyebab utama penyakit di dunia termasuk di
Indonesia. Temperatur yang tropis dengan kelembaban tinggi di Indonesia
menyebabkan mikroba dapat tumbuh dengan subur. Infeksi dapat disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme antara lain virus, jamur, protozoa, dan bakteri. Secara
umum penyakit infeksi dapat disembuhkan dengan menggunakan antibiotik.
Antibiotik atau antimikroba merupakan suatu substansi kimia yang berasal dari
mikroorganisme yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bahkan
membunuh mikroba lain. Antibiotik alami salah satunya dapat berasal dari kultur
kapang. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang diproduksi sebagai
sistem pertahanan terhadap perubahan kondisi lingkungan pada media
pertumbuhannya dan perlindungan terhadap serangan bakteri dan jamur patogen
inangnya. Penelitian Tarman (2011) menemukan bahwa kapang KT19 yang
diisolasi dari habitat pasir pantai di wilayah Malang, Jawa Timur dapat
menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri diantaranya S. aureus, B. subtilis,
P. aeruginosa dan E. coli.
Semua organisme hidup termasuk kapang, memerlukan nutrien untuk
mendukung pertumbuhannya. Nutrien berupa unsur atau senyawa kimia
digunakan sel sebagai konstituen kimia penyusun sel. Nutrien tersebut diperoleh
dari subtrat atau media pertumbuhannya. Kultivasi kapang skala laboratorium
umumnya menggunakan media pertumbuhan diantaranya Potato Dextrose Broth
(PDB), Potato Dextrose Yeast (PDY), dan Potato Dextrose Agar (PDA). Media
lain yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kapang salah satunya yaitu media
hagem. Komposisi media hagem ini terdiri dari KH2PO4, MgSO4. 7H2O, FeCl3,
glukosa, malt extract, dan aquades. Media hagem memiliki pH mendekati netral
yaitu 7-7.5 (Helmholz et al. 1999). Menurut Gandjar et al. (2006) nutrien yang
dibutuhkan kapang diantaranya karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium,
magnesum, natrium, kalsium, nutrien makro dan vitamin. Media hagem
mengandung sebagian besar nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang.
Nutrien yang lengkap tersebut diharapkan dapat menunjang pertumbuhan kapang,
serta memberikan pengaruh dalam produksi metabolit yang dihasilkan kapang.
Kajian terhadap potensi kapang BAR 1.5 perlu dilakukan untuk mengetahui
pertumbuhan dan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang dari media
kultur yang berbeda, khususnya akvitas antibakteri terhadap bakteri patogen pada
manusia.

Rumusan Masalah
Kajian terkait pemanfaatan daun R. stylosa menunjukkan adanya aktivitas
antimikroba. Kapang BAR 1.5 yang diisolasi dari daun R. stylosa diduga memiliki
potensi yang sama terhadap aktivitas antimikroba sama seperti tumbuhan
inangnya. Media pertumbuhan sebagai sumber nutrien bagi kapang merupakan

3
salah satu faktor penentu pertumbuhan kapang. Media hagem digunakan sebagai
perbandingan dengan media PDB yang merupakan media umum untuk kultivasi
kapang. Perbedaan komposisi media diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan metabolit sekunder yang dihasilkan kapang BAR 1.5, khususnya terhadap
aktivitas antimikroba.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan potensi antimikroba kapang
endofit tumbuhan bakau R. stylosa (BAR 1.5) dengan menggunakan media kultur
berbeda.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai perbedaan
kemampuan kapang endofit tumbuhan bakau R. stylosa (BAR 1.5) sebagai
antimikroba pada media kultur yang berbeda serta senyawa bioaktif yang berperan
dalam aktivitas antibiotik.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kultivasi kapang endofit tumbuhan
bakau R. stylosa (BAR 1.5) selama 18 hari dengan perlakuan perbedaan media
kultur. Ekstraksi media kultur dari masing-masing perlakuan selanjutnya
dilakukan pengujian aktivitas antimikroba terhadap lima mikroba uji. Ekstrak
yang memberikan hasil terbaik dari uji aktivitas antimikroba kemudian dilakukan
pengujian bioautografi dengan salah satu bakteri yang memberikan sensitifitas
terbesar terhadap ekstrak. Fraksi aktif yang berperan dalam aktivitas antimikroba
selanjutnya dilakukan pengujian fitokimia menggunakan pereaksi semprot.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan Mei
2015 bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Proses evaporasi dilakukan di Laboratorium Terpadu, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pengujian Fitokimia dilakukan di Laboratorium
Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia
Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.

4
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah isolat kapang
koleksi Dr. Kustiariyah Tarman , SPi MSi yang diisolasi dari tumbuhan bakau
R. stylosa dengan kode BAR 1.5. Media pertumbuhan yang digunakan yaitu
Potato Dextrose Agar (PDA) (BD company), Potato Dextrose Broth (PDB) (BD
company) dan media Hagem. Komposisi media yang digunakan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Bahan yang digunakan untuk analisis antimikroba meliputi media
Nutrient Agar (NA) (oxoid), Nutrient Broth (NB) (oxoid), media Mueller Hinton
Agar (MHA) (oxoid), akuades, bakteri Gram-positif (S. aureus dan B. subtilis),
Gram-negatif (E. coli dan P. aeruginosa), dan khamir (Candida maltosa). Bahanbahan kimia lain yaitu etil asetat p.a, n-heksana, diklorometana, anisaldehid asam
sulfat, amonia, plat silika F254 60, dan kloromfenikol.

Alat
Alat yang digunakan yaitu clean bench (Thermo Scientific 1300 Series A2),
oven, autoklaf (Yamato SM52), shaker, refrigerator, spektrofotometer (UV Vis
UV-2500), inkubator (Yamato IS900), rotary vacuum evaporator (Heidolph
VV2000), vortex mixer, pipet mikro (Eppendorf), pH meter, timbangan digital
(Sartorius TE214S), incubator (Binder) dan penggaris (1 mm).

Prosedur Penelitian
Metode penelitian terdiri dari kultivasi kapang BAR 1.5 yang disertai
pengukuran pH kultur, ekstraksi media kultur, uji aktivitas antimikikroba, uji
bioautografi dan fitokimia dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Kultivasi Kapang (Artanti et al. 2011)
Kultivasi kapang melalui dua tahap, yaitu prekultur dan kultur massal.
Prekultur bertujuan agar kapang dapat beradaptasi terlebih dahulu terhadap media
pertumbuhannya. Prekultur dilakukan dengan cara memindahkan isolat kapang
endofit ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi 50 mL media PDB dan Hagem.
Setelah itu media berisi kapang diinkubasi pada suhu ruang selama 1 minggu.
Kultur massal dilakukan dengan mengambil sebanyak 5% inokulum kapang
endofit yang telah diprekultur kemudian dipindahkan ke dalam 200 mL media
PDB dan Hagem untuk selanjutnya diinkubasi selama 18 hari dalam kondisi
digoyang (shaking) dengan kecepatan 120 rpm. Kultur massal pada media PDB
dan Hagem masing-masing dilakukan dua kali ulangan. Pemanenan biomasa
kapang dilakukan setiap 3 hari. Proses tersebut disertai dengan pengukuran nilai
pH media kultur.
Proses pemanenan dilakukan dengan filtrasi menggunakan kertas saring
sehingga diperoleh miselia dan media kultur. Miselia kapang tersebut selanjutnya
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40 oC selama 24 jam. Bobot miselia
kering diperoleh dari berat kertas saring berisi miselia setelah pengovenan

5
dikurangi berat kertas saring awal kosong. Hasil perhitungan tersebut digunakan
untuk penentuan kurva pertumbuhan kapang, sedangkan media kultur kapang
yang diperoleh kemudian diekstraksi.
Kapang BAR 1.5

Kultivasi kapang dengan media PDB dan
Hagem ( shaking 18 hari)
Pemanenan setiap 3 hari
Penyaringan

Miselia

Pengovenan

Penimbangan

Biomassa kering

Kurva pertumbuhan

Media kultur

Pengukuran pH kultur
Ekstraksi dengan etil asetat 1:1

Filtrat hasil ekstraksi

Evaporasi

Ekstrak
Uji antimikroba
Ekstrak terpilih

Uji bioautografi dan fitokimia menggunakan KLT

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Ekstraksi Senyawa Bioaktif Hasil Kultivasi
Ekstraksi dilakukan pada media kultur kapang dengan waktu panen yang
berbeda. Ekstraksi media kultur menggunakan metode maserasi. Metode maserasi
digunakan untuk mengekstraksi sampel yang relatif mudah rusak oleh panas.
Sebanyak 70 mL media kultur diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat dengan
perbandingan 1:1. Media yang telah dilarutkan dalam etil asetat selanjutnya
dibiarkan dalam kondisi shaking selama 3x24 jam tanpa proses pemanasan.

6
Pemisahan media kultur dengan hasil ekstrak etil asetat dilakukan dengan corong
pisah. Ekstrak didiamkan beberapa saat sampai fase antar kedua media kultur dan
ekstrak etil asetat memisah dengan jelas. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40 oC sehingga
diperoleh ekstrak dalam bentuk pasta. Suhu ini digunakan agar ekstrak tidak
kehilangan senyawa aktif yang tidak tahan panas.
Uji Aktivitas Antimikroba (Moorothy et al. 2007)
Mikroba yang digunakan pada uji aktivitas antimikroba adalah B. subtilis,
P. aeruginosa, E. coli, S. aureus dan Candida maltosa. Peremajaan mikroba uji
dilakukan dengan mengambil satu ose biakan mikroba untuk diinokulasikan ke
dalam media NA, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Mikroba
tersebut selanjutnya diinokulasi kembali pada media NB dan diinkubasi pada suhu
37 oC selama 18-24 jam. Kultur mikroba diukur kekeruhannya secara turbidimetri
menggunakan spektrometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm hingga
mencapai OD 0,5-0,8.
Sebanyak 20 μL mikroba uji ditambahkan ke dalam media MHA steril.
Media MHA yang mengandung mikroba uji dihomogenisasi menggunakan vortex
kemudian dituang pada cawan petri steril secara aseptis. Media MHA tersebut
didiamkan hingga memadat. Selanjutnya dibuat lubang (sumur) secara aseptis
dengan diameter 6 mm (seragam). Ekstrak kapang endofit dimasukkan ke dalam
lubang dengan jumlah yang berbeda yaitu 0,5 mg; 1 mg; 2 mg beserta kontrol
positif dan kontrol negatif. Kontrol positif menggunakan antibiotik jenis
kloramfenikol sedangkan kontrol negatif menggunakan pelarut etil asetat. Cawan
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam dan dilakukan pengukuran zona
hambat yang terbentuk menggunakan penggaris (mm). Masing-masing perlakuan
ekstrak dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Daya hambat zat antimikroba diukur
dengan cara mengurangi diameter zona hambat yang terbentuk dengan diameter
lubang (sumur). Hasil dinyatakan sebagai rata-rata ulangan yang disertai standar
deviasi.
Uji Bioautografi dan Fitokimia dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT)
Uji bioautografi dilakukan terhadap ekstrak media kultur dari media hagem
dan PDB dengan waktu panen yang menghasilkan diameter zona hambat terbesar
pada uji aktivitas antimikroba. Uji bioautografi menggunakan plat alumunium
dengan silika gel G60 F254 Merck. Plat tersebut kemudian dikeringkan di dalam
oven pada suhu 105 oC selama 10 menit. Penotolan ekstrak dilakukan
menggunakan pipa kapiler hingga membentuk lingkaran kecil, kemudian plat
dimasukkan ke dalam gelas yang telah berisi eluen. Eluen yang digunakan adalah
campuran diklorometana, etil asetat, dan n-heksana dengan perbandingan 2:3:1
(Ukhty 2015). Plat disandarkan dan dibiarkan hingga eluennya naik mencapai
garis batas, setelah itu plat diangkat dan dibiarkan kering.
Proses tersebut dilakukan terhadap dua plat KLT. Salah satu plat digunakan
untuk pengamatan noda yang dihasilkan di bawah lampu UV pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm, sementara plat KLT lain digunakan untuk uji
bioautografi. Uji bioautografi dilakukan dengan meletakkan plat yang telah
dieluensi dalam cawan petri steril, kemudian di atas plat tersebut dituangkan

7
media MHA yang telah dicampur dengan suspensi mikroba uji dan dibiarkan
memadat. Mikroba uji yang digunakan merupakan mikroba yang memilki
sensitivitas tertinggi terhadap ekstrak pada uji aktivitas antimikroba. Selanjutnya
dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam dan pengamatan zona hambat
yang terbentuk.
Uji fitokimia dilakukan dengan penyemprotan dengan suatu pereaksi pada
plat KLT yang telah dikeringkan dengan eluen terpilih. Pereaksi yang digunakan
diantaranya uap amonia, FeCl3, dan anisaldehid asam sulfat. Uap amonia
digunakan untuk mendeteksi senyawa flavonoid, hasil positif dapat dilihat dari
adanya bercak berwarna kuning atau kuning coklat. Pereaksi FeCl3 digunakan
untuk mendeteksi senyawa polifenol, hasil positif dapat dilihat dari adanya bercak
berwarna hitam. Pereaksi anisaldehid asam sulfat digunakan untuk pengujian
senyawa terpenoid/steroid, hasil positif dapat dilihat dari adanya bercak berwarna
ungu-merah atau ungu (Wagner 1996).

Analisis Data
Analisis data diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan dari percobaan
yang dilakukan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis secara
deskriptif menggunakan standar defiasi dari dua kali ulangan yang ditunujukan
dalam hasil berupa tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Kapang BAR 1.5 dengan Media yang Berbeda
Kapang BAR 1.5 merupakan kapang yang diisolasi dari daun R. stylosa
yang berhabitat di perairan Barru, Sulawesi Selatan. Kapang ini memiliki
karakteristik warna putih, hifa menyebar dengan tepian berserat menyerupai akar,
permukaan hifa agak kasar, dan bagian bawah berwarna putih-kecoklatan.
Morfologi kapang BAR 1.5 dapat dilihat pada Gambar 2.

A
B
Gambar 2 Morfologi kapang BAR 1.5 umur 7 hari (A) pengamatan secara
makroskopis dan (B) secara mikroskopis perbesaran 400 kali.

8
Pertumbuhan isolat kapang dihitung berdasarkan berat kering miselia
kapang yang diambil pada selang waktu 3 hari selama 18 hari waktu inkubasi
(Lampiran 2). Kurva pertumbuhan kapang BAR 1.5 dan perubahan pH yang
dihasilkan dari masing-masing media yang digunakan dapat dilihat pada Gambar
3.

Gambar 3 Kurva pertumbuhan ( media Hagem, media PDB) dan perubahan pH
media kultur ( media Hagem, media PDB) kapang BAR 1.5 selama
18 hari waktu kultivasi.
Fase logaritmik kapang BAR 1.5 pada perlakuan media PDB terdapat pada
waktu kultivasi hari ke-0 sampai dengan hari ke-9, kemudian memasuki fase
stasioner pada waktu kultivasi hari ke-9 sampai dengan hari ke-15, setelah itu
memasuki penurunan masa sel dan memasuki fase kematian pada kultivasi hari
ke-18. Sementara itu pada perlakuan media hagem, fase logaritmik kapang
terdapat pada waktu kultivasi hari ke-0 sampai dengan hari ke-9, setelah itu
memasuki fase stasioner pada waktu kultivasi hari ke-9 sampai dengan hari ke-12,
dan memasuki fase kematian pada kultivasi hari ke-12 sampai dengan hari ke-18.
Penurunan kecepatan tumbuh terjadi karena keterbatasan unsur-unsur
pertumbuhan setelah digunakan pada fase sebelumnya. Menurut Gandjar et al.
(2006) terdapat enam fase pertumbuhan kapang, antara lain: (1) fase lag, yaitu
fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan enzim untuk mengurai
substrat; (2) fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah sehingga fase
lag menjadi fase aktif; (3) fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah
sel dan peningkatan aktivitas sel; (4) fase deselerasi, yaitu ketika sel-sel kurang
membelah; (5) fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel
yang mati relatif seimbang; dan (6) fase kematian dipercepat, jumlah sel yang
mati atau tidak aktif lebih banyak dibandingkan sel yang masih hidup.
Kurva pertumbuhan kapang BAR 1.5 pada media PDB dan hagem tidak
menunjukan adanya fase lag karena sebelum kultivasi dilakukan prekultur selama
7 hari. Prekultur bertujuan agar kapang dapat beradaptasi pada media yang akan
digunakan sehingga mendorong pertumbuhan kapang pada kultur massal
selanjutnya. Selama masa prekultur ini kapang BAR 1.5 diduga mulai memasuki
fase lag padaa perlakuan media PDB dan hagem.

9
Media PDB menghasilkan bobot biomassa kapang yang lebih tinggi
dibandingkan media hagem. Bobot biomassa tertinggi pada media PDB sebesar
1,727±0,53 gram yang dihasilkan pada kultivasi hari ke-15, sedangkan pada media
hagem sebesar 0,728±0,06 gram yang dihasilkan pada kultivasi hari ke-9.
Komposisi nutrien pada media PDB diduga lebih cocok untuk pertumbuhan
kapang BAR 1.5 karena mineral yang terdapat pada media hagem belum dapat
digunakan secara optimal oleh kapang untuk menunjang pertumbuhannya.
Sementara itu dilihat dari segi komposisi karbon dan nitrogen (C/N) pada media
PDB terdapat dextrose dan pati kentang yang menjadi sumber karbon bagi kapang
serta asam amino sebagai sumber nitrogen (Rahman et al. 2011), sedangkan pada
media hagem hanya terdapat sumber karbon yang dipenuhi dari malt ekstrak dan
glukosa. Hal tersebut menyebabkan
Faktor penentu pertumbuhan kapang salah satunya adalah pH substrat. Hal
tersebut disebabkan enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai substrat sesuai
dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Rentang pH optimum pertumbuhan kapang
yaitu 4-7 (Gandjar et al. 2006). Selama kultivasi 18 hari pH media kultur tidak
mengalami perubahan, kecuali hari ke-18 pada perlakuan media PDB terjadi
penurunan dari nilai pH 5 menjadi 4. Penurunan pH disebabkan pembentukan
asam organik hasil dari metabolisme glukosa (Trihardiningrum 2004).

Ekstrak Kapang BAR 1.5
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif dari suatu bahan
menggunakan pelarut dengan tujuan untuk mendapatkan komponen aktif tertentu.
Ekstraksi dilakukan pada media kultur kapang BAR 1.5. Pemilihan media kultur
karena senyawa yang ingin diperoleh pada proses ekstraksi ini adalah metabolit
sekunder yang merupakan hasil ekstraselular dari metabolisme kapang
(Gandjar et al. 2006). Penelitian Tarman et al. (2013) menunjukkan ekstrak media
kultur memiliki persentase rendemen ekstrak yang lebih banyak serta aktivitas
antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak biomassa kapang.
Ekstraksi media kultur kapang BAR 1.5 menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etil asetat. Etil asetat digunakan karena memiliki polaritas sedang
(semipolar) sehingga mampu melarutkan senyawa yang bersifat non polar sampai
polar. Selain itu, etil asetat tidak bercampur dengan media kultur (air) sehingga
mudah dipisahkan dengan media (Nursid et al. 2010). Maserasi tergolong
ekstraksi dingin. Proses pengekstrakan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan pada temperatur kamar. Ekstraksi media kultur dilakukan
sebanyak 3x24 jam dengan tujuan agar senyawa aktif dapat terekstraksi secara
sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 24 jam agar kultur media dan pelarut
yang bercampur menjadi jenuh. Menurut Melliawati dan Harni (2009) penjenuhan
tersebut sebagai jembatan agar terjadinya pemindahan senyawa metabolit ke
pelarut.Kenampakan media kultur kapang BAR 1.5 sebelum proses ekstraksi
dapat dilihat pada Gambar 4.

10

H3

H6

H9 H12 H15 H18
( A)

H3

H6

H9

H12
(B)

H15

H18

Gambar 4 Media kultur kapang BAR 1.5 setelah fermentasi pada media (A) PDB
dan (B) Hagem.
Kenampakan media kultur BAR 1.5 pada Gambar 4 menujukkan adanya
perubahan warna media kultur selama waktu kultivasi. Perlakuan media PDB
mengalami perubahan warna dari kuning bening menjadi coklat kemerahan
seiring lamanya waktu kultivasi, sedangkan media hagem yang berwarna putih
kekuningan tidak mengalami perubahan warna yang begitu signifikan. Perubahan
warna pada kedua media kultur berkaitan dengan rendemen ekstrak yang
dihasilkan oleh kapang BAR 1.5 selama fase pertumbuhannya. Warna media
kultur yang dihasilkan semakin pekat seiring bertambahnya rendemen ekstrak.
Nilai rendemen ekstrak masing-masing media kultur disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Rendemen ekstrak etil asetat kapang BAR 1.5
Media
Waktu panen (hari)
Rendemen (%)
PDB
3
0,029
6
0,038
9
0,034
12
0,079
15
0,139
18
0,127
Hagem
3
0,025
6
0,055
9
0,100
12
0,092
15
0,050
18
0,042
Rendemen ekstrak media kultur PDB memiliki persentase yang lebih besar
dibandingkan media kultur Hagem. Persentase rendemen tertinggi pada media
PDB sebesar 0,139% terdapat pada waktu kultivasi hari ke-15 yang menunjukkan
akhir fase stasioner, sedangkan pada media Hagem rendemen tertinggi sebesar
0,1% terdapat pada waktu kultivasi hari ke-9 yang merupakan akhir fase
logaritmik. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan antara bobot miselia
dengan jumlah rendemen ekstrak yang dihasilkan, dimana rendemen ekstrak
tertinggi pada masing-masing perlakuan terdapat pada waktu kultivasi yang
menghasilkan bobot miselia terbesar (Gambar 3). Penelitian Melliawati dan Harni
(2009) yang menunjukkan pada saat kapang mencapai jumlah tertinggi

11
diperkirakan senyawa metabolit sekunder yang terakumulasi juga mencapai
maksimal sehingga rendemen ekstrak yang dihasilkan akan lebih besar. Selain
bobot biomassa, faktor lain yang mempengaruhi jumlah rendemen ekstrak
diantaranya jumlah pelarut, suhu ekstraksi, ukuran partikel, jenis pelarut, dan
waktu ekstraksi (Bustan et al. 2008).

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kapang BAR 1.5
Aktivitas antimikroba diuji menggunakan metode difusi sumur agar. Metode
difusi sumur agar merupakan metode yang banyak digunakan untuk pengujian
antibakteri karena relatif lebih sederhana dalam pengerjaannya. Kontrol positif
yang digunakan yaitu kloramfenikol. Kloramfenikol tergolong antibiotik dengan
spektrum luas yang aktif terhadap banyak bakteri dari Gram-positif dan Gramnegatif (Pelczar dan Chan 2008). Kontrol negatif yang digunakan adalah etil
asetat. Penggunaan etil asetat sebagai pembanding untuk melihat pengaruh pelarut
untuk pengenceran ekstrak terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan
ekstrak. Pengujian dilakukan pada ekstrak media kultur terhadap 5 mikroba yang
mewakili bakteri Gram-positif (S. aureus dan B. subtilis), Gram-negatif (E. coli
dan P. aeruginosa), dan khamir (C. maltosa). Hasil uji aktivas antimikroba dari
ekstrak kapang BAR 1.5 dapat dilihat pada Lampiran 3.
Aktivitas antimikroba berhubungan dengan metabolit sekunder yang
diproduksi oleh kapang endofit pada fase pertumbuhannya. Metabolit sekunder
diproduksi secara ekstraselular oleh kapang sebagai pertahanan terhadap kondisi
lingungan yang tidak sesuai (Gandjar et al. 2006). Srikandace et al. (2007)
menambahkan bahwa keterbatasan sumber nutrisi utama seperti karbon dan
nitrogen menyebabkan terjadinya pelepasan zat-zat hasil proses katabolisme yang
merupakan metabolit sekunder. Pengujian dilakukan selain untuk melihat daya
hambat ekstrak terhadap bakteri uji, juga untuk melihat pengaruh waktu kultivasi
terhadap aktivitas antimikroba dari ekstrak. Aktivitas antimikroba ekstrak media
kultur kapang PDB dan Hagem dapat dilihat pada Gambar 5.
Secara keseluruhan terlihat bahwa aktivitas antimikroba meningkat pada
akhir fase eksponensial atau memasuki fase kematian (Gambar 5). Diameter zona
hambat tertinggi pada media PDB sebesar 12,47 mm terdapat pada waktu
kultivasi hari ke-15 yang merupakan akhir fase stasioner, sedangkan pada media
hagem sebesar 10,17 mm terdapat pada waktu kultivasi hari ke-9 yang merupakan
akhir fase logaritmik. Penelitian Melliawati dan Wulandari (2008) menunjukkan
bahwa produksi metabolit sekunder dihasilkan oleh kapang pada akhir fase
eksponensial atau awal fase stasioner hingga akhir fase kematian dimana pada saat
tersebut sumber nutrisi mulai terbatas. Metabolit sekunder yang berperan dalam
penghambatan pertumbuhan mikroba menurut Rayner (1991) dihasilkan oleh
kapang endofit sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap serangan bakteri dan
jamur patogen bagi inangnya.

12

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Gambar 5 Aktivitas antimikroba ekstrak media kultur kapang BAR 1.5 pada media
Hagem dan PDB pada bakteri E. coli (a), P. aeroginosa (b), S. aureus (c),
B. subtilis (d) dan Candida maltosa (e).
Hasil uji aktivitas antimikroba yang diperoleh menunjukkan B. subtilis
dapat dihambat dengan baik oleh ekstrak kapang karena memiliki zona
penghambatan yang relatif lebih besar dari mikroba uji lain, yaitu sebesar
12,47 mm untuk media PDB dan 10,17 mm untuk media Hagem. Menurut

13
Pandet et al. (2014) terdapat empat kategori antimikroba berdasarkan diameter
zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak kasar suatu senyawa, yaitu kategori
lemah (≤5 mm), sedang (5-10 mm), kuat (10-20 mm) dan sangat kuat (≥20 mm).
Aktivitas antimikroba yang terbentuk oleh ekstrak kapang BAR 1.5 dikategorikan
memiliki daya hambat yang kuat. Perbedaan masing-masing zona hambat
dipengaruhi oleh sensitivitas bakteri. Tingkat sensitivitas terhadap senyawa
antimikroba diduga disebabkan perbedaan komponen pada dinding sel kedua jenis
bakteri, seperti jumlah peptidoglikon (adanya reseptor, pori-pori, dan lipid), sifat
ikatan silang, dan aktivitas enzim autolitik. Komponen tersebut merupakan faktor
yang menentukan penetrasi, pengikatan, dan aktivitas senyawa antimikroba
(Jawetz 1998). B. subtilis termasuk dalam golongan bakteri Gram-positif. Bakteri
Gram-Positif memiliki struktur dinding sel yang berlapis tunggal dan relatif lebih
sederhana sehingga memudahkan senyawa antimikroba untuk masuk ke dalam sel
(Pelczar dan Chan 2008).
Mekanisme kerja senyawa antimikroba menurut Jawetz et al. (2001) yaitu
dengan cara mengubah permeabilitas membran sel, menghambat pengangkutan
aktif melalui membran sel, menghambat sintesis dinding sel, sintesis protein,
sintesis asam nukleat dan proses metabolisme. Mekanisme kerja antimikroba
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain komponen yang terkandung di dalam
antimikroba, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, dan sifat mikroba (Pelczar
dan Chan 2008). Hasil terbaik pada pengujian aktivitas antimikroba ditunjukkan
oleh ekstrak kapang BAR 1,5 dengan kultivasi hari ke-15 pada media PDB dan
hari ke-9 pada media Hagem. Ekstrak tersebut selanjutnya digunakan untuk
pengujian kromatografi lapis tipis, uji bioautografi serta skrining fitokimia.

Hasil Uji Bioautografi dan Kromatografi Lapis Tipis
Uji bioautografi merupakan pengujian untuk menemukan suatu senyawa
antimikroba dengan cara melokalisasi aktivitas antimikroba tersebut dalam suatu
kromatogram (Rahalison et al. 1994). Metode ini memanfaatkan pengerjaan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kromatografi Lapis Tipis adalah metode
pemisahan senyawa berdasarkan kecepatan migrasi atau rasio distrubusi dari
komponen campuran fase diam dan fase gerak. Bioautografi dapat
dipertimbangkan karena paling efisien untuk mendeteksi komponen antimikroba,
sebab dapat melokalisir aktivitas meskipun senyawa aktif tersebut dalam bentuk
senyawa kompleks dan dapat pula diisolasi langsung dari komponen yang aktif
(Akhyar 2010).
Penelitian ini menggunakan diklorometana:etil asetat:n-heksana dengan
perbandingan 2:3:1 sebagai fase gerak. Pemilihan jenis eluen ini didasarkan
kombinasi pelarut terbaik pada pengujian kromatografi ekstrak etil asetat media
kultur kapang endofit tanaman pesisir terong pongo (Ukhty 2015). Fraksi berupa
bercak atau noda akan tampak apabila dilihat pada sinar UV  254 nm dan 366
nm, kemudian diukur nilai Retardation factor (Rf). Kromatogram ekstrak etil
asetat kapang BAR 1.5 yang tampak pada perlakuan media PDB dan Hagem dapat
dilihat pada Gambar 6.

14

Rf 0,96
Rf 0,86
Rf 0,75
Rf 0,5
Rf 0,34
Rf 0,27
Rf 0,12
Rf 0,06

A

Rf 0,95
Rf 0,87
Rf 0,74
Rf 0,56
Rf 0,19

Rf 0,06

B

C

D

Gambar 6 Kromatogram ekstrak etil asetat kapang BAR 1.5 (A) PDB di bawah
Sinar UV  254 nm (B) PDB di bawah Sinar UV  366 nm (C) Hagem
di bawah Sinar UV  254 nm (D) Hagem di bawah Sinar UV  366 nm.
Gambar 6 menunjukkan perlakuan media PDB memiliki delapan spot
yang terlihat pada kromatogram sedangkan perlakuan media hagem memiliki
enam spot. Kapang BAR 1.5 diduga menghasilkan senyawa aktif yang lebih
banyak pada media PDB dibandingkan media Hagem. Nilai Rf yang terdeteksi
pada kromatgram menunjukkan adanya senyawa bioaktif yang terkandung pada
ekstrak. Nilai Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi lapis tipis. Nilai
ini menunjukkan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram
yang diidefiniskan sebagai perbandingan antara jarak yang ditempuh senyawa
dengan jarak yang ditemput pelarut (Akhyar 2010). Menurut Sastrohamidjojo
(1991) selain jenis eluen yang digunakan, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
Rf pada kromatografi lapis tipis, diantaranya kemurnian eluen, struktur kimia
senyawa, sifat penyerap, tebal dan kerapatan lapisan penyerap, derajat kejenuhan,
jumlah totol ekstrak yang digunakan, dan suhu.
Hasil yang diperoleh dari pemisahan senyawa menggunakan KLT
kemudian dilakukan pengujian bioautografi untuk melihat fraksi aktif yang
memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis. Metode
bioautografi yang digunakan adalah bioautografi agar overlay. Keuntungan
menggunakan metode ini menurut Kusumaningtyas et al. (2008) karena hanya
membutuhkan ekstrak dengan jumlah yang sedikit dan dapat digunakan untuk
bioassay yang mengarah pada isolasi senyawa aktif. Selain itu, agar overlay yang
berada di bawah kromatogram efektif mencegah lempeng kromatogram bergeser
sehingga kromatogram dapat menempel dengan sempurna. Profil hasil uji
bioautografi ekstrak kapang BAR 1.5 disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 7.

15
Tabel 2 Hasil uji bioautografi ekstrak isolat BAR 1.5 pada bakteri B. Subtilis
Perlakuan

Rf (Retardation factor)
0,12
0,5
0,75
0,56

PDB
Hagem

Diameter zona hambat (mm)
5
13
10
10

Rf1 0,56
Rf3 0,75
Rf2 0,5

Rf1 0,12

B

(A)

(B)

Gambar 7 Hasil uji bioautografi ektrak etil asetat kapang BAR 1.5 (A) media
PDB dan (B) media Hagem pada bakteri Bacillus subtilis
Gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat media kultur kapang BAR
1.5 memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri B. subtilis yang ditunjukkan
dengan adanya zona hambatan pada media agar yang telah diinokulasi dengan
bakteri tersebut. Hasil tersebut menunjukkan adanya kaitan antara jumlah fraksi
aktif dengan aktivitas antimikroba yang dihasilkan. Media PDB yang memiliki
fraksi aktif lebih banyak dibandingkan media hagem menunjukkan diameter zona
hambat bakteri yang lebih besar pada pengujian antibakteri. Kombinasi antara
ketiga fraksi aktif yang terkandung dalam ekstrak media kultur PDB diduga
memberikan kontribusi yang besar untuk menghambat pertumbuhan bakteri
dibandingkan dengan ekstrak media kultur hagem yang hanya memiliki satu fraksi
aktif saja. Fraksi aktif yang memiliki zona hambatan diduga mengandung
senyawa aktif yang berperan dalam aktivitas antimikroba, oleh karena itu
diperlukan pengujian fitokimia semprot untuk mengetahui jenis metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak.

Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Kapang BAR 1.5
Fraksi yang terlihat pada kromatogram selanjutnya dilakukan uji fitokimia
dengan metode KLT untuk melihat komponen senyawa yang terkandung dalam
masing-masing ekstrak menggunakan pereaksi semprot, diantaranya anisaldehidasam sulfat, uap amonia dan FeCl3. Hasil skrining fitokimia ekstrak etil asetat
kapang BAR 1.5 dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan kenampakan kromatogram
hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 4.

16
Tabel 3 Hasil skrining fitokimia ekstrak etil asetat kapang BAR 1.5
Pereaksi
Anisaldehid
asam-sulfat

Senyawa
Terperoid/Steroid

Perlakuan
PDB
Hagem

Uap amonia

Flavonoid

FeCl3

Polifenol

PDB
Hagem
PDB
Hagem

Hasil
+ (kuning-coklat)
+ (biru-ungu)
+ (coklat)
+ (biru-ungu)
+ ( kuning-coklat)
+ (kuning)
+ ( ungu-hitam)
+ (hitam)

Nilai Rf
0,96
0,5
0,95
0,56
0,74
0,75
0,86
0,75

Ekstrak kapang BAR 1.5 pada perlakuan media PDB memilki aktivitas
antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan media Hagem. Hal ini
diduga disebabkan adanya kombinasi senyawa yang berperan pada aktivitas
antimikroba. Fraksi aktif dari ekstrak media PDB yang terdeteksi diantaranya
steroid, poifenol dan flavonoid sedangkan, pada ekstrak media hagem hanya
terdapat satu fraksi aktif yang terdeteksi yaitu steroid. Mekanisme senyawa
antibakteri setiap senyawa bioaktif berbeda-berbeda. Menurut Cowan (1990)
mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa steroid diduga dengan cara
merusak membran sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder
yang berperan sebagai faktor pertahanan alami, seperti mencegah serangan bakteri
(Harborne 1987). Sifat antibakteri senyawa flavonoid adalah dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi protein di dalam sel. Hal tersebut disebabkan kemampuan gugus
OH pada senyawa flavonoid untuk berikatan dengan protein internal membran sel
(Scheuer 1995). Menurut Pelczar dan Chan (2008) senyawa fenol dan turunannya
dapat merusak membran sel sehingga terjadi perubahan permeabilitas sel yang
dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. Mekanisme
penghambatan tersebut menurut Jawetz et al. (2001) terjadi karena senyawa fenol
dapat berikatan dengan gugus sulfidrin dari protein. Hal tersebut menyebabkan
perubahan konfirmasi protein membran sel target. Ketidakstabilan pada struktur
protein tersebut akan menyebabkan terganggunya fungsi permeabilitas selektif,
fungsi pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein dan sel bakteri sehingga
sel kehilangan bentuk dan lisis.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ekstrak media kultur PDB memberikan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan Hagem dalam bobot miselia kapang, rendemen
ekstrak, dan aktivitas antimikroba. Aktivitas antimikroba ekstrak media kultur
PDB pada kultivasi 15 hari meunjukan hasil terbaik terhadap bakteri E.coli,
P. aeruginosa, C. maltosa, B subtilis dan S.aureus. Diameter zona hambat
tertinggi sebesar 12,47±0,26 mm terhadap bakteri B. subtilis. Ekstrak kapang
BAR 1.5 pada media PDB memiliki tiga fraksi aktif yang dapat menghambat

17
pertumbuhan bakteri B. subtilis yaitu terpenoid, polifenol dan flavonoid
sedangkan ekstrak media Hagem memiliki satu fraksi yaitu steroid.

Saran
Perlu dilakukan uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) untuk melihat
konsentrasi terendah dari antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroba,
selain itu perlu penambahan pereaksi semprot untuk uji fitokimia sehingga dapat
mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak kapang BAR 1.5.

DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2000. Mangrove Guide Book for
Southeasst Asia, Part 2 Description-Trees & Shrubs. Rhizophoraceae:
Ministry of Fisheries, Agricultural and Marine Resources. hlm: 710-711.
Akhyar. 2010. Uji daya hambat dan analisis KLT bioautografi ekstrak akar dan
buah bakau (Rhizophora stylosa Griff.) terhadap Vibrio harveyi [skripsi].
Makassar(ID): Fakultas Farmasi,Universitas Hasanuddin.
Artanti N, Tachibana S, Kardono LBS, Sukiman H. 2011. Screening of
endophytic fungi having ability for antioxidative and a-glucosidase inhibitor
activities isolated from Taxus sumatrana. Pakistan Journal of Biological
Science. 14(22): 1019-1023.
Bustan MD, Febriyani E, Halomoan P.2008. Pengaruh waktu ekstraksi dan
ukuran partikel terhadap berat oleoresin jahe yang diperoleh dari berbagai
jumlah pelarut organik (metanol). Jurnal Teknik Kimia .4(15): 16-26.
Cowan MM. 1999. Plant product as antimicrobial agents. Clinical Microbiology
Review. 12(4): 564-582.
Fajri NF. 2015. Pengaruh media pertumbuhan terhadap potensi antibakteri dan
anihiperglikemik kapang endofit tumbuhan pesisir sarang semu