Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Senyawa Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Buah Bakau Merah (Rhizophora stylosa)

PENGARUH FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN
SENYAWA BIOAKTIF DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
BUAH BAKAU MERAH (Rhizophora stylosa Griff.)

DHIO ANUGRAH PRATAMA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Fermentasi
terhadap Kandungan Senyawa Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Buah Bakau
Merah (Rhizophora stylosa Griff.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Dhio Anugrah Pratama
NIM C34100072

* Perlimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
DHIO ANUGRAH PRATAMA. Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan
Senyawa Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Buah Bakau Merah
(Rhizophora stylosa Griff.). ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh fermentasi terhadap
kandungan senyawa bioaktif dan aktivitas antioksidan pada buah bakau merah
(Rhizophora stylosa). Fermentasi buah bakau dilakukan dengan penambahan ragi
dan garam. Pengamatan dilakukan pada minggu ke 0, 2, 4, 6 dan 8. Komponen
bioaktif yang terkandung dalam fermentasi buah bakau adalah steroid,saponin,
dan tanin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi buah bakau

meningkatkan aktivitas antioksidan pada minggu ke- 0 hingga minggu ke- 8. Hasil
uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menunjukan toksisitas rendah
dengan nilai LC50 antara 200 ppm hingga 700 ppm pada seluruh minggu
pengamatan.
Kata kunci: antioksidan, buah bakau, fermentasi, komponen bioaktif, toksisitas.

ABSTRACT
DHIO ANUGRAH PRATAMA. The Influence of Fermentation to Bioactive
Compounds and Antioxidant Activity of Red Fruit Mangrove
(Rhizophora stylosa Griff.). ELLA SALAMAH and SRI PURWANINGSIH.
The aim of this research was to determine the influence of fermentation to
bioactive compound and antioxidant activity of red mangrove fruit
(Rhizophora.stylosa Griff.). Red mangrove fruit was fermented by added yeast
and salt. In this study, the data were conducted in week of 0, 2, 4, 6, and 8. The
bioactive compounds detected in fermented extract of fruit mangrove were steroid,
saponin, and tannin. The result showed that fermented extract of red mangrove
fruit increased antioxidant activity in week 0 until week 8. The toxicity Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT) showed low toxicity with LC50 value were between
200 ppm until 700 ppm in whole week.
Keywords: antioxidant, bioactive compound, fermentation, fruit mangrove,

toxicity.

PENGARUH FERMENTASI TERHADAP KANDUNGAN
SENYAWA BIOAKTIF DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
BUAH BAKAU MERAH (Rhizophora stylosa Griff.)

DHIO ANUGRAH PRATAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi


: Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Senyawa Bioaktif
dan Aktivitas Antioksidan Buah Bakau Merah
(Rhizophora stylosa)
Nama
: Dhio Anugrah Pratama
NIM
: C34100072
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dra Ella Salamah, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala,
atas berkat rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan
judul Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Senyawa Bioaktif dan Aktivitas
Antioksidan Buah Bakau Merah (Rhizophora Stylosa). Skripsi ini merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dra Ella Salamah, MSi dan Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi.
2. Dr Desniar SPi MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
pengarahan dalam penyusunan skripsi.
3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
5. Ayah, Ibu tercinta dan keluarga besar yang telah memberikan semangat,
dukungan moril, materi serta cinta yang luar biasa kepada penulis.
6. Teman Laboratorium Biokimia (Risvan, Mahisha, Dhio, Indah, Anisa), Bejo,
Tebe, Mayang, Anastasia, Zeta, Emilia, dan seluruh keluarga besar THP 47
atas segala bantuan, doa, semangat, dan dukungan yang telah diberikan.

7. Teman Smanda (Egi, Dicky, Bayu, Hilman, Ade, Rayhan, Fahmy) atas
semangat, dukungan, bantuan, dan doa yang telah diberikan.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, 19 November 2014

Dhio Anugrah Pratama

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Masalah .......................................................................................... 2
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................ 2
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 2

METODE PENELITIAN ..................................................................................... 3
Waktu dan Tempat ........................................................................................... 3
Bahan dan Alat ................................................................................................. 3
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 3
Karakterisasi Buah Bakau (Rizophora stylosa) ............................................ 4
Preparasi sampel ........................................................................................... 4
Fermentasi..................................................................................................... 4
Uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (Meyer et al. 1982) .................... 5
Uji aktivitas antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2009) ................................. 5
Uji fitokimia (Harborne 1987) ...................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 7
Karakteristik Buah Bakau Merah (Rhizophora stylosa)................................... 7
Toksisitas Filtrat Fermentasi Buah Bakau Merah (Rhizophora stylosa) .......... 8
Aktivitas Antioksidan Filtrat Fermentasi Buah Bakau Merah
(Rhizophora.stylosa)......................................................................................... 9
Komponen Aktif Filtrat Fermentasi Buah Bakau Merah (Rhizophora stylosa) 12
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 17
Kesimpulan ....................................................................................................... 17
Saran ................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

LAMPIRAN ......................................................................................................... 21
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 26

DAFTAR TABEL

1 Hasil pengukuran morfometrik buah bakau merah (Rhizophora stylosa) .........
2 Hasil uji toksisitas filtrat fermentasi buah bakau merah
(Rhizophora stylosa) ..........................................................................................
3 Hasil uji aktivitas antioksidan filtrat fermentasi buah bakau merah
(Rhizophora stylosa) ..........................................................................................
4 Hasil uji fitokimia filtrat fermentasi minggu ke- 8 buah bakau merah
(Rhizophora stylosa) ..........................................................................................

7
8
10
12

DAFTAR GAMBAR


1 Diagram alir prosedur penelitian .......................................................................
2 Gambar pengukuran morfometrik buah bakau merah (Rhizophora stylosa) ....
3 Struktur kimia alkaloid (Sumber: Robinson 1991) ...........................................
4 Struktur kimia flavonoid (Sumber: Harborne 1987) .........................................
5 Struktur kimia steroid (Sumber: Sirait 2007) ....................................................
6 Struktur kimia fenol hidrokuinon (Sumber: Harborne 1987) ............................
7 Struktur kimia saponin (Sumber: Sirait 2007)...................................................
8 Hasil identifikasi buah bakau merah (Rhizophora stylosa) ...............................
9 Hasil uji Meyer ..................................................................................................
10 Hasil uji Wagner ..............................................................................................
11 Hasil uji flavonoid, tanin, dan saponin ............................................................

4
7
13
14
15
16
16
22

24
24
25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Identifikasi buah bakau merah (Rhizophora stylosa) ........................................
2 Filtrat fermentasi buah bakau merah (Rhizophora stylosa) ...............................
3 Foto fermentasi buah bakau merah (Rhizophora stylosa) .................................
4 Hasil uji fitokimia buah bakau merah (Rhizophora stylosa) .............................
5 Hasil uji antioksidan buah bakau merah (Rhizophora stylosa) .........................

22
23
24
24
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman bakau di Indonesia merupakan tanaman yang terbanyak di dunia,
baik dari segi kuantitas area (±42.550 km2) maupun jumlah spesies (±45 spesies).
Noor et al. 2006 menyatakan secara umum keberlangsungan hidup tanaman ini
cukup tinggi karena menghasilkan bunga dan buah sepanjang tahun, namun
terdapat beberapa spesies yang keberlangsungan hidupnya kecil. Tanaman bakau
mempunyai banyak manfaat, mulai dari manfaat ekologi sampai dengan sebagai
sumber pangan dan obat. Sejumlah spesies tanaman bakau secara turun-temurun
digunakan sebagai obat dan saat ini ekstraknya telah terbukti menyembuhkan
penyakit pada manusia dan hewan termasuk penyakit yang disebabkan oleh
bakteri, fungi dan virus (Akhyar 2010).
Tanaman bakau mempunyai beberapa spesies yang salah satunya adalah
tanaman bakau merah (Rhizophora stylosa). Zulkarnaen et al. 2012 menyatakan
Rhizophora stylosa termasuk famili Rhizophoraceae. Spesies ini dalam bahasa
Indonesia disebut bakau merah, dalam bahasa jawa disebut juga dengan “tanjang
lanang”. Tumbuhan ini memiliki daun berbentuk lonjong dan runcing pada
ujungnya dan terdapat bintik-bintik hitam pada bagian belakang daunnya, kulit
batang berwarna keabuabuan, dan memiliki bunga sebanyak 4 pasang. Tumbuhan
Rhizophora stylosa merupakan salah satu jenis tumbuhan yang keberadaannya
melimpah di kawasan pulau-pulau bagian timur Indonesia. Rhizophora stylosa
telah dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional sebagai obat-obatan untuk
berbagai penyakit. Di India digunakan sebagai terapi penyakit diabetes, dan diare.
Ekstrak beberapa spesies dari genus ini telah dilaporkan memiliki aktivitas
antibakteri, dan aktivitas antiinflamasi.
Kemampuan tanaman bakau untuk dijadikan sebagai sumber pangan yang
bergizi dan dijadikan sebagai obat tentunya karena terdapat kandungan senyawa
bioaktif dalam tanaman bakau tersebut. Rohaeti et al. (2010) melaporkan bahwa
buah bakau memiliki beberapa senyawa komponen bioaktif, yaitu flavonoid,
saponin, tanin, dan triterpenoid yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan.
Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi
resiko terhadap penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung koroner.
Karakter utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya untuk menangkap
radikal bebas.
Fermentasi dapat meningkatkan aktivitas antioksidan yang terdapat dalam
suatu bahan (Aruben 2010). Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses
terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim
yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin 2010). Fermentasi merupakan
proses yang relatif murah yang pada hakikatnya telah lama dilakukan oleh nenek
moyang kita secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah biasa
dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain.
Perlu dilakukan penelitian dengan cara fermentasi buah bakau
Rhizophora stylosa agar dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dan bisa
dimanfaatkan sebagai sumber pangan bergizi, suplemen atau obat-obatan serta
mengetahui kandungan senyawa bioaktif dan aktivitas antioksidan pada buah

2

bakau Rhizophora stylosa agar kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada
buah bakau tersebut tetap tinggi untuk dikonsumsi. Hal tersebut dilakukan untuk
memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang pengaruh fermentasi
terhadap kandungan senyawa bioaktif dan aktivitas antioksidan buah bakau
Rhizophora stylosa dan meningkatkan daya guna dari tanaman bakau agar dapat
dipakai secara luas oleh masyarakat.

Perumusan Masalah
Pemanfaatan buah bakau jenis Rhizophora stylosa oleh masyarakat sebagai
bahan pangan dan sebagai obat tradisional belum maksimal. Penelitian tentang
pengaruh fermentasi pada buah bakau Rhizophora stylosa dapat mempengaruhi
kandungan senyawa bioaktif dan aktivitasnya yang terdapat pada buah bakau
tersebut.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi
tentang pengaruh fermentasi terhadap kandungan senyawa bioaktif dan aktivitas
antioksidan buah bakau merah (Rhizophora stylosa). Tujuan khusus yang ingin
dicapai adalah mentukan kandungan senyawa bioaktif menggunakan uji fitokimia
setelah fermentasi, menentukan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH
setelah fermentasi, dan menentukan toksisitas buah bakau menggunakan metode
Brine Shrimp Lethality Test setelah fermentasi.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada
masyarakat luas mengenai pengaruh fermentasi dari buah bakau merah
(Rhizophora stylosa) terhadap kandungan senyawa bioaktif dan aktifitasnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah proses fermentasi buah bakau
merah (Rhizophora stylosa), kandungan senyawa bioaktif, aktivitas antioksidan,
dan toksisitas buah bakau merah (Rhizophora Stylosa).

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Agustus 2014.
Identifikasi sampel bertempat di Herbarium Bogoriense, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian Biologi, Cibinong, Bogor. Karakterisasi
dan preparasi sampel bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Proses evaporasi, uji fitokimia, uji aktivitas antioksidan,
dan uji toksisitas bertempat di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bakau merah
(Rhizophora stylosa) yang diperoleh dari Pulau Untung Jawa, Kecamatan
Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Jakarta.
Bahan yang digunakan untuk fermentasi adalah akuades, garam, dan ragi. Bahan
yang digunakan untuk uji fitokimia meliputi pereaksi Wagner pereaksi Meyer,
pereaksi Dragendroff, kloroform, anhidrat asetat, asam sulfat pekat, serbuk
magnesium, amil alkohol, air panas, larutan HCl 2 N, etanol 95%, larutan FeCl 3
5%, peraksi Molisch, asam sulfat pekat, pereaksi Benedict, pereaksi Biuret dan
larutan Ninhidrin 0,10%. Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan
adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhdrazyl metanol, dan vitamin C sebagai kontrol
positif. Bahan yang digunakan untuk uji toksisitas adalah larva udang Artemia
salina dan air laut steril.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, talenan, toples besar
dan kecil, panci, wadah, gelas ukur, batang pengaduk, labu takar, sumur uji,
lampu TL, aerator, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, penangas air, corong gelas,
sudip, pipet tetes, pipet volumetrik, micropipette, EpochTM Microplate
Spectrophotometer, inkubator dan vortex.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu identifikasi dan
karakterisasi buah bakau merah (Rhizophora stylosa) dengan pengukuran
morfometrik, preparasi sampel, fermentasi menggunakan ragi dan larutan garam,
uji toksisitas filtrat fermentasi, uji antioksidan filtrat fermentasi, dan uji fitokimia
filtrat fermentasi dengan aktivitas antioksidan tertinggi. Diagram alir prosedur
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

4

Buah bakau merah (Rhizophora stylosa)

Karakterisasi

Preparasi sampel
(Pengupasan kulit dan pemotongan)

Fermentasi
buah bakau

 Morfometrik (30 buah)
 Morfologi

Filtrat fermentasi

Analisis :

1. Uji Toksisitas
2. Uji Antioksidan
3. Uji Fitokimia

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Karakterisasi Buah Bakau (Rizophora stylosa)
Karakterisasi terdiri dari identifikasi dan pengukuran morfometrik. Sampel
buah bakau merah (Rhizophora stylosa) didapatkan langsung dari pohon dan
dibawa menggunakan trashbag ke laboratorium. Buah bakau dipilih sebanyak
30 buah selanjutnya dilakukan pengukuran morfometrik meliputi pengukuran
panjang, lebar, dan bobot dari buah bakau merah (Rhizophora stylosa).
Preparasi sampel
Buah bakau yang telah diidentifikasi dan diukur morfometriknya, lalu
dipreparasi. Persiapan bahan baku untuk proses fermentasi dilakukan dengan
membuang kulit luar buah bakau yang masih segar. Bahan yang telah dibuang
kulitnya lalu dipotong-potong sekitar 1cm.
Fermentasi
Fermentasi ini mengacu pada Tri dan Agusto, (1990) yang telah
dimodifikasi. Sampel ditimbang sebanyak 500 g. Sampel direndam dengan
akuades sebanyak 1,6 L hingga melewati batas permukaan sampel di dalam toples
besar selama 12 jam agar dapat melunakkan sampel tersebut. Sampel yang telah
direndam direbus selama 2 jam untuk melunakkan sampel agar komponen zat
yang terdapat pada sampel mudah untuk dikeluarkan. Air rebusan dipisahkan dari

5

sampel buah bakau dan dimasukkan kembali ke dalam toples lalu ditambah garam
20%. Buah bakau yang telah direbus, dipisahkan, ditiriskan dan diberi ragi tape
5% untuk memecah pati yang terdapat pada sampel menggunakan enzim dari ragi
tape tersebut, lalu disimpan pada suhu kamar selama 5 hari. Buah bakau yang
sudah diberi ragi dimasukkan kembali ke dalam toples yang berisi larutan garam
dan dilakukan fermentasi selama dua bulan. Gambar dapat dilihat pada
Lampiran.3. Filtrat diambil pada minggu ke 0, 2, 4, 6, 8 lalu dilakukan evaporasi
dengan rotary evaporator untuk analisis uji fitokimia, uji antioksidan, dan uji
toksisitas.
Uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (Meyer et al. 1982)
Persiapan larva Artemia salina dengan menetaskan telur larva selama
48 jam sebelum dilakukan uji. Penetasan dilakukan dengan cara merendam telur
tersebut dalam air laut di dalam wadah yang diberi suplai oksigen dari aerator dan
diberi penerangan dengan lampu TL 20 Watt.
Pelaksanaan uji dilakukan dengan memasukkan larva ke dalam sumur uji
dengan empat kelompok perlakuan yang berisi larutan 50, 100, 500, dan
1000 ppm dari filtrat hasil fermentasi minggu ke 0, 2, 4, 6, 8 dari
Rhizophora stylosa. Masing-masing sumur uji berisi 10 ekor larva dan volume
akhir setiap sumur sebesar 2 ml. Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan.
Inkubasi dilakukan selama 24 jam, selanjutnya dihitung jumlah larva yang mati.
Nilai LC50 diperoleh dengan cara menghitung menggunakan rumus y = a + bx.
Nilai a dan b diperoleh dengan perhitungan menggunakan rumus regresi linier
berdasarkan data dari titik konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh
merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva.
Uji aktivitas antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2009)
Aktivitas antioksidan diukur dengan metode DPPH yang mengacu pada
penelitian Salazar-Aranda et al. (2009). Pengujian aktivitas antioksidan ini
menggunakan filtrat fermentasi buah bakau yang telah dipekatkan kemudian
dilarutkan dalam etanol p.a. Konsentrasi campuran filtrat hasil fermentasi dan
etanol yang digunakan dalam penelitian ini antara lain 0,5 ppm, 2,5 ppm,
12,5 ppm, 62,50 ppm, dan 312,5 ppm. Kontrol positif menggunakan asam
askorbat (Vitamin C) dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan
10 ppm.
Larutan blanko dengan konsentrasi 125 μM dibuat menggunakan kristal
DPPH yang dilarutkan dalam etanol p.a. Proses pembuatan larutan DPPH
dilakukan dalam kondisi terlindung dari cahaya matahari. Pengujian aktivitas
antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel yang digunakan dalam
mereduksi radikal bebas DPPH. Kontrol positif menggunakan larutan asam
askorbat 100 ppm yang dibuat dengan cara melarutkan kristal asam askorbat pada
etanol p.a. Larutan DPPH dengan konsentrasi 125 μM diambil sebanyak 100 μL
dan ditambah dengan 100 μL ekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam microplate
yang telah disiapkan. Campuran larutan tersebut dihomogenkan dan diinkubasi
pada suhu 37 0C selama 30 menit. Serapan yang dihasilkan diukur dengan
menggunakan EpochTM Microplate Spectrophotometer pada panjang gelombang
517 nm.

6

Presentase penghambat aktivitas radikal bebas (%inhibisi) diperoleh dari
nilai absorbansi sampel. Persamaan regresi diperoleh dari hubungan antara
konsentrasi sampel dan persen inhibisi. Nilai konsentrasi penghambat aktivitas
radikal bebas sebanyak 50% (IC50) dihitung dengan menggunakan persamaan
regresi linear yaitu y = ax+b. Nilai IC50 diperoleh dengan memasukkan y = 50
serta nilai a dan b yang telah diketahui.
Uji fitokimia (Harborne 1987)
Pengujian kandungan senyawa bioaktif yang terkandung dalam filtrat hasil
fermentasi ini dilakukan secara kualitatif dengan metode uji fitokimia yang
meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, fenol hidrokuinon, dan tanin.
Uji alkaloid
Sebanyak 0,05 g ekstrak ditambah beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian
diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer,
dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer
terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan
endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorf.
Uji flavonoid
Sebanyak 0,05 g ekstrak ditambahkan serbuk magnesium 0,10 mg dan
0,40 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan
volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Warna merah,
kuning atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya
flavonoid.
Uji saponin
Saponin dideteksi dengan uji busa pada 0,05 g ekstrak dalam air panas.
Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang setelah ditambahkan 1 tetes
HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.
Uji steroid
Sebanyak 0,05 g filtrat hasil fermentasi dilarutkan dalam 2 ml kloroform,
10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Larutan berwarna merah
yang terbentuk untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau,
menunjukkan reaksi positif.
Uji fenol hidrokuinon
Sebanyak 1 g filtrat hasil fermentasi ditambahkan dengan 20 ml etanol 70%.
Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes
larutan FeCl3 5%. Warna hijau atau hijau biru yang terbentuk menunjukkan
adanya senyawa fenol dalam bahan.
Uji Tanin
Sebanyak 1 g filtrat hasil fermentasi ditambahkan ke dalam 100 ml air panas
kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambah
FeCl3 1%. Hasil positif ditandai munculnya warna hijau kehitaman.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Buah Bakau Merah (Rhizophora stylosa)
Buah bakau Rhizophora stylosa termasuk salah satu famili Rhizophoraceae.
Famili Rhizophoraceae merupakan salah satu famili tumbuhan yang sebagian
besar tumbuh di daerah pesisir pulau-pulau di Indonesia. Famili Rhizoporaceae
terdiri dari 11 spesies yang semua anggotanya terdiri dari atas pohon meliputi,
Bruguiera
cylindrica,
B.exaristata,
B.
gymnorrhiza,
B.sexangula,
Ceriops decandra, C. tagal, Kandelia candel, R. apiculata, R. mucronata, dan
R. stylosa. Tumbuhan Rhizophora stylosa merupakan salah satu jenis tumbuhan
yang keberadaannya melimpah di Indonesia. Buah bakau yang digunakan pada
penelitian ini diperoleh dari Pulau Untung Jawa, Kecamatan Kepulauan Seribu
Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Jakarta. Sampel diidentifikasi
untuk dilihat spesiesnya agar sampel yang digunakan pada penelitian ini benar
yaitu buah Rhizophora stylosa. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengukuran morfometrik buah bakau disajikan pada Gambar 2.

Lebar

Panjang hipokotil
Panjang total
Gambar 2 Gambar pengukuran morfometrik buah bakau merah
(Rhizophora stylosa)
Sebanyak 30 buah bakau digunakan untuk pengukuran morfometrik. Hasil
pengukuran morfometrik buah bakau merah (Rhizophora stylosa Griff.) disajikan
dalam Tabel 1
Tabel 1 Hasil pengukuran morfometrik buah bakau merah (Rhizophora stylosa)
No
1
2
3
4
5

Parameter
Panjang hipokotil
Panjang total
Berat hipokotil
Berat total
Diameter (lebar)

Nilai
30,51 ± 1,96 (cm)
33,23 ± 1,96 (cm)
24,14 ± 3,67 (gram)
31,53 ± 4,07 (gram)
0,93 ± 0,17 (cm)

Nilai (*)
28,75 cm
30,00 cm
0,50 cm

Keterangan: data diperoleh dari 30 sampel buah bakau
*Setyawan et al. (2014)

Buah bakau yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bakau
Rhizophora stylosa yang telah matang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Setyawan et al. (2014) yang menyatakan buah bakau merah (R. stylosa) yang
sudah matang memiliki panjang hipokotil 28,75 cm dan panjang total 30 cm.

8

Menurut FAO (2007), buah bakau merah (R. stylosa) yang sudah matang
memiliki hipokotil lurus dengan panjang sekitar 20-35 cm dan bisa juga mencapai
54 cm. Perbedaan ukuran morfometrik ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Sukardjo (1984) menyatakan setiap tipe mangrove yang terbentuk berkaitan erat
dengan faktor habitatnya, di antaranya tanah, genangan air pasang, salinitas, erosi,
penambahan lahan pesisir, fisiografi, kondisi sungai dan aktivitas manusia.

Toksisitas Filtrat Fermentasi Buah Bakau Merah (Rhizophora stylosa)
Buah bakau merah (Rhizopohora stylosa) difermentasi menggunakan ragi
dan larutan garam. Filtrat fermentasi buah bakau merah (Rhizopohora stylosa)
selanjutnya dilakukan analisis uji toksisitas, uji antioksidan, dan uji fitokimia.
Filtrat fermentasi ini diambil pada minggu ke 0, 2, 4, 6, dan 8. Terjadi perubahan
kenampakan warna pada minggu ke- 0 hingga minggu ke- 8. Warna filtrat
fermentasi buah bakau merah pada minggu ke- 0 terlihat sangat keruh dan
berwarna keputihan yang disebabkan oleh ragi yang ditambahkan pada filtrat
fermentasian, namun dengan semakin bertambahnya waktu fermentasi warna
filtrat fermentasi buah bakau merah ini semakin bening atau tidak keruh hingga
minggu ke- 8. Kenampakan filtrat fermentasi buah bakau merah dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Toksisitas adalah kemampuan suatu molekul atau senyawa kimia dalam
menimbulkan kerusakan pada bagian yang peka di dalam maupun di bagian luar
tubuh makhluk hidup. Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati
aktivitas farmakologi suatu senyawa. Uji toksisitas menggunakan metode
brine shrimp lethality test (BSLT) terhadap larva Artemia salina dilakukan untuk
mengamati tingkat kematian larva Artemia salina yang disebabkan oleh ekstrak
kasar sampel. Aktivitas sitotoksik yang ditemukan dalam uji BSLT menunjukkan
senyawa tersebut memiliki potensi sebagai senyawa antikanker dan antitumor
baru (Peteros & Mylene 2010). Meyer et al. (1982) menyatakan bahwa tingkat
kematian atau mortalitas dari larva udang selanjutnya dianalisis probit untuk
menentukan LC50 (lethal concentration 50%), yaitu konsentrasi yang
menyebabkan kematian populasi larva Artemia salina sebesar 50% dari populasi
total. Metode BSLT dipilih karena metode ini sering digunakan untuk praskrining
terhadap senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak karena sederhana, cepat,
mudah, murah, dapat dipercaya, dan hasilnya representatif. Hasil uji toksisitas
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji toksisitas filtrat fermentasi buah bakau merah
(Rhizophora stylosa)
Mortalitas %

Perlakuan
Minggu keMinggu keMinggu keMinggu keMinggu ke-

0
2
4
6
8

50
20
6,67
0
0
13,33

100
46,7
23,33
10
6,67
20

500
53,3
36,67
30
26,67
43,33

1000
83,3
73,33
73,33
73,33
56,67

LC50
(ppm)
211,33
502,86
603,38
625,68
700,49

Kategori
Toksik rendah
Toksik rendah
Toksik rendah
Toksik rendah
Toksik rendah

9

Hasil uji toksisitas menunjukan bahwa LC50 filtrat hasil fermentasi buah
bakau paling rendah terdapat pada minggu ke- 0 yaitu sebesar 211,33 ppm.
Semakin lama waktu fermentasi maka nilai LC50 semakin tidak toksik. Perlakuan
pada minggu ke- 0 hingga minggu ke- 8 terjadi peningkatan nilai LC50. LC50 pada
minggu ke- 8 memiliki nilai tertinggi yaitu 700,49 ppm. Kategori toksik pada
fermentasi buah bakau merah disemua perlakuan ini tergolong toksik rendah. Hal
ini sesuai menurut McLaughlin et al. (1998) yang mengatakan, senyawa dengan
LC50 ≤ 30 ppm dinyatakan sangat toksik, LC50 antara 31-200 ppm dinyatakan
toksik, LC50 antara 201-1000 ppm dinyatakan toksik rendah, dan nilai LC50 >1000
ppm dinyatakan tidak toksik. Hasil pada penelitian ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Diastuti dan Suwandri (2009) yang menunjukan bahwa nilai LC50 dari
ekstrak kloroform buah bakau Rhizophora sebesar 744,31 ppm dan dikategorikan
sebagai golongan toksik rendah.
Tamat et al. (2007) menyatakan bahwa ekstrak tersebut termasuk golongan
tidak toksik maka kemungkinan dapat dikembangkan untuk tujuan yang luas,
misalnya sebagai suplemen atau bahan baku kosmetika, sedangkan apabila
termasuk golongan senyawa toksik maka kemungkinan dapat dikembangkan
sebagai bahan baku obat.

Aktivitas Antioksidan Filtrat Fermentasi Buah Bakau Merah
(Rhizophora.stylosa)
Pengertian senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron atau
reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi
berkembangnya radikal bebas melalui reaksi oksidasi. Antioksidan bekerja dengan
cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksigen
sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat. Radikal bebas
merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil dan tidak memiliki
pasangan elektron pada orbit terluarnya. Ketidakstabilan ini disebabkan atom
tersebut hanya memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan.
Pembentukan senyawa radikal bebas tidak hanya terjadi dari proses kimia dalam
tubuh, akan tetapi bisa terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal
namun sifatnya dapat berubah menjadi radikal. Antioksidan bekerja berdasarkan
mekanisme menyumbangkan satu atau lebih elektron untuk meredam radikal
bebas (Handayani & Sulistyo 2008). Astuti (2008) menambahkan radikal bebas
yang berikatan dengan molekul protein maupun lemak di dalam sel akan
menyebabkan kerusakan pada sel.
Antioksidan dapat diketahui aktivitasnya dengan menggunakan uji DPPH.
Zhang & Zhou (2013) menyatakan, aktivitas antioksidan dinyatakan dengan
presentase penghambatan (inhibisi) yang diperoleh dari nilai absorbansi blanko
dikurangi absorbansi sampel. Persen inhibisi ini didapatkan dari perbedaan
serapan antara absorban DPPH dengan serapan ekstrak yang diukur dengan
spektrofotometer. Sebagian besar senyawa antioksidan diketahui memiliki gugus
fenolat yang mudah mendonorkan radikal hidrogen kepada radikal DPPH.
Antioksidan pembanding yang digunakan adalah vitamin C sebagai
antioksidan standar yang merupakan senyawa murni sehingga penghambatan
radikal DPPH lebih efektif dengan konsentrasi yang rendah. Pengujian aktivitas

10

antioksidan dari filtrat fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) dilakukan dengan
lima perlakuan yaitu fermentasi pada minggu ke- 0, minggu ke- 2, minggu ke- 4,
minggu ke- 6, dan minggu ke- 8 dengan menggunakan konsentrasi 0,5 ppm,
2,5.ppm, 12,5 ppm, 62,5 ppm, dan 312,5 ppm. Intensitas perubahan warna yang
terjadi
diukur
absorbansinya
dengan
menggunakan
EpochTM
Microplate Spectrophotometer dengan panjang gelombang 517 nm yang
merupakan panjang gelombang maksimum DPPH. Hasil uji aktivitas antioksidan
fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antioksidan filtrat fermentasi buah bakau merah
(Rhizophora stylosa)
Perlakuan
Minggu ke-0
Minggu ke-2
Minggu ke-4
Minggu ke-6
Minggu ke-8
Vit C

0,5 ppm
0,47
1,93
2,32
2,54
3,93

2,5 ppm
1,54
2,08
2,46
3,31
4,09

1,25 ppm
15,76

2,5 ppm
24,63

% Inhibisi
12,5 ppm
2,23
3,08
3,31
3,78
4,85
5 ppm
50,24

62,5 ppm
3,24
4,62
7,17
7,32
7,79

312,5 ppm
6,78
7,94
10,41
11,41
13,81

10 ppm
77,83

20 ppm
86,69

Aktivitas antioksidan ekstrak buah bakau (R. stylosa) dinyatakan dalam
persentase inhibisi radikal bebas DPPH. Filtrat fermentasi buah bakau merah
(R..stylosa) pada semua perlakuan dan semua konsentrasi ini memiliki nilai
persentase inhibisi kecil, sehingga nilai IC50 dari filtrat fermentasi buah bakau
merah (R. stylosa) ini > 312,5 ppm. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
Priyanto (2012), bahwa ekstrak buah bakau Rhizophora segar tanpa proses
fermentasi memiliki nilai persentase inhibisi yang tinggi. Sebagai contoh pada
konsentrasi 62,5 ppm buah bakau memiliki persen inhibisi sebesar 42,44%
berbeda dengan filtrat fermentasi buah bakau pada penelitian ini yang hanya
mempunyai nilai persen inhibisi tertinggi sebesar 7,79% pada konsentrasi
62,5.ppm. Proses fermentasi dilakukan dalam kisaran suhu 20-30 °C
menggunakan ragi tape yang mengandung Saccharomyce cerevisiae.
Kumalasari (2011) menyatakan bahwa S.cerevisiae akan tumbuh optimal dalam
kisaran suhu
30-35 °C. Jika suhu terlalu rendah, maka fermentasi akan
berlangsung secara lambat dan sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka
Saccharomyces cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak akan
berlangsung. Hal ini yang menyebabkan dalam waktu 8 minggu filtrat fermentasi
mempunyai persen inhibisi yang masih kecil.
Fermentasi pada buah bakau merah (Rhizophora stylosa) ini termasuk
fermentasi tidak spontan, karena pada proses fermentasi ditambahkan
mikrorganisme dalam bentuk starter atau ragi, dimana mikroorganisme tersebut
akan tumbuh dan berkembang biak secara aktif merubah bahan yang difermentasi.
Berdasarkan sumber mikroorganisme, proses fermentasi dibagi 2 yaitu fermentasi
spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan, adalah fermentasi
bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme
dalam bentuk starter atau ragi, tetapi mikroorganisme yang berperan aktif dalam
proses fermentasi berkembang baik secara spontan karena lingkungan hidupnya

11

dibuat sesuai untuk pertumbuhannya, dimana aktivitas dan pertumbuhan bakteri
asam laktat dirangsang karena adanya garam, contohnya pada pembuatan sayur
asin. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang terjadi dalam bahan pangan
yang dalam pembuatannya ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter atau
ragi, dimana mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak secara
aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan,
contohnya pada pembuatan tempe dan oncom (Suprihatin 2010).
Aruben (2010) menyatakan fermentasi menggunakan ragi dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan. Pada saat proses fermentasi dilakukan proses
penambahan ragi tape yang mengandung Saccharomyces cerevisiae dengan
kondisi anaerob. Oksigen secara tidak langsung mempengaruhi fermentasi yang
dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi aerob. Menurut Kunaepah (2008),
Saccharomyces cerevisiae tumbuh dengan baik pada kondisi aerob. Pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae menghidrolisis gula menjadi air dan CO2, tetapi
dalam keadaan anaerob gula akan diubah oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi
alkohol dan CO2. Hal ini yang menyebabkan belum optimalnya proses fermentasi
untuk meningkatkan aktivitas antioksidan pada buah bakau merah yang digunakan
karena masih terdapat kesalahan pada metode fermentasi dengan membiarkan
sampel yang diberi ragi disimpan pada kondisi anaerob.
Muhiddin et al. (2001) menyatakan Saccharomyces cerevisiae dapat
mengkonversi gula menjadi etanol karena adanya enzim invertase dan zimase.
Dengan adanya enzim-enzim ini Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan
untuk mengkonversi baik gula dari kelompok monosakarida maupun dari
kelompok disakarida. Jika gula yang tersedia dalam substrat merupakan gula
disakarida maka enzim invertase akan bekerja menghidrolisis disakarida menjadi
monosakarida. Setelah itu, enzim zymase akan mengubah monosakarida tersebut
menjadi alkohol dan CO2.
Filtrat hasil fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) pada minggu ke- 0
hingga minggu ke- 8 tidak berpotensi memiliki aktivitas antioksidan. Hal ini juga
disebabkan tidak terdapatnya senyawa-senyawa bioaktif dalam filtrat fermentasi
buah bakau merah (R. stylosa) ini seperti senyawa alkaloid, fenol hidrokuinon dan
flavonoid yang telah dilakukan melalui uji fitokimia. Senyawa – senyawa tersebut
memiliki aktivitas antioksidan. Hal ini sesuai dengan penelitian dari
Atta au rahman et al. (2001), bahwa senyawa yang berpotensi memiliki
antioksidan umumnya adalah senyawa flavonoid, alkaloid dan fenolat yang
merupakan senyawa-senyawa polar.
Aktivitas antioksidan dari sampel ditunjukkan dengan perubahan warna
pada larutan DPPH yang semula berwarna ungu pekat menjadi kuning cerah.
Hasil uji aktivitas antioksidan pada penelitian ini tidak ada perubahan warna pada
larutan DPPH dalam etanol yang semula berwarna ungu pekat menjadi kuning.
Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Andayani et al. (2008) bahwa adanya
aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan perubahan warna pada larutan
DPPH dalam etanol yang semula berwarna ungu pekat menjadi kuning. Larutan
DPPH pada penelitian ini tetap berwarna ungu dan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hal ini juga menunjukan bahwa kecilnya persen inhibisi pada filtrat
fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) pada minggu ke- 0 hingga minggu ke- 8
karena besarnya nilai IC50 yang diperoleh. Suratmo (2009) menyatakan bahwa

12

IC50 adalah konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen inhibisi
50%. Nilai IC50 yang semakin kecil menandakan bahwa sampel yang digunakan
memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dan penggunaan ekstrak dalam
menghambat 50% aktivitas radikal bebas semakin sedikit. Pendapat ini diperkuat
oleh pernyataan Molyneux (2004) bahwa semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas
antioksidannya semakin tinggi.
Qusti et al. 2010 menyatakan aktivitas antioksidan dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor yaitu varietas tanaman, kondisi tempat tumbuh, tingkat
kematangan, musim, lokasi geografis yang berbeda, jenis tanah dan jumlah sinar
matahari yang diterima. Senyawa aktif yang ada dalam tiap tanaman juga turut
mempengaruhi hasil antioksidan. Menurut Yulianto & Widyaningsih (2013)
kandungan kimia didalam tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain, perbedaan varietas, keadaan iklim, tempat tumbuh, cara pemeliharaan
tanaman, cara pemanenan, kematangan pada waktu panen, dan kondisi
penyimpanan setelah panen.

Komponen Aktif Filtrat Fermentasi Buah Bakau Merah (Rhizophora stylosa)
Uji fitokimia merupakan uji yang digunakan untuk memberikan informasi
jenis senyawa aktif yang terkandung dalam tumbuhan. Ekstraksi bahan alam
adalah ekstraksi komponen aktif yang terdapat pada bahan alam yang didasari
pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut. Analisis
fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun
atau efek bermanfaat yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem
biologi (Harborne 1987).
Filtrat fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) diuji fitokimia pada sampel
yang memiliki nilai persentase inhibisi paling besar untuk membuktikan senyawa
bioaktif yang terdapat pada filtrat fermentasi buah bakau merah (R. stylosa). Uji
fitokimia ini meliputi uji alkaloid, flavonoid, steroid, fenol hidroquinon, saponin,
dan uji tanin. Hasil uji fitokimia pada filtrat fermentasi minggu ke- 8 buah bakau
merah (R. stylosa) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji fitokimia filtrat fermentasi minggu ke- 8 buah bakau merah
(Rhizophora stylosa)

Alkaloid

Parameter
Wagner
Mayer
Dragendorf

Flavonoid
Steroid
Fenol Hidrokuinon
Saponin
Tanin
Keterangan: (+) = terdeteksi
(-) = tidak terdeteksi

Hasil
Negatif (-)
Negatif (-)
Negatif (-)
Negatif (-)
Positif (+)
Negatif (-)
Positif (+)
Positif (+)

Adanya senyawa alkaloid Wagner ditunjukan dengan endapan merah atau
jingga, Mayer ditunjukkan dengan endapan putih kekuningan, Dragendorf

13

ditunjukkan dengan endapan coklat. Adanya senyawa flavonoid ditunjukkan
dengan terbentuknya lapisan amil alkohol berwarna merah atau kuning atau
jingga. Steroid ditunjukkan dengan perubahan dari merah menjadi biru atau hijau.
Fenol hidrokuinon ditunjukkan dengan warna hijau atau hijau biru. Saponin
ditunjukkan dengan adanya busa yang stabil setelah didiamkan selama 30 menit
pada pereaksi. Tanin ditunjukkan dengan warna hijau kebiruan/hijau kehitaman
(Priyanto 2012)
Alkaloid merupakan golongan senyawa sekunder yang bersifat basa,
mengandung satu atau lebih atom hidrogen (Harborne 1987). Pengujian alkaloid
dilakukan menggunakan pereaksi pengendapan untuk memisahkan jenis alkaloid.
Pereaksi yang umum digunakan adalah pereaksi Meyer yang mengandung kalium
iodida dan merkuri klorida. Pereaksi Dragendorf mengandung bismuth nitrat dan
merkuri klorida dalam nitrit berair. Alkaloid dalam tanaman digunakan sebagai
bentuk pertahanan diri tanaman terhadap pemangsa. Alkaloid sering dijumpai
pada tumbuhan hijau pada biji, daun, ranting, buah dan kulit batang. Kadar
alkaloid yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau tidak sama pada semua jaringan dan
pada setiap tahap pertumbuhan serta lokasi geografis yang mempengaruhinya
(Robinson 1991).
Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan
biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna
dalam pengobatan, misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloid yang
terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis. Alkaloid tidak
mempunyai tata nama sistematik, oleh karena itu suatu alkaloid dinyatakan
dengan nama trivial yang beakhiran –in atau – ina. Struktur kimia alkaloid dapat
dilihat pada Gambar 3.

Nikotina

Koniina

Gambar 3 Struktur kimia alkaloid (Sumber: Robinson 1991)
Filtrat fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) tidak mengandung alkaloid
karena tidak memberi hasil positif pada pereaksi Wagner, Meyer, dan Dragendorf.
Hal ini berbeda dengan penelitian Nurdiani et al. (2012) yang menyatakan bahwa
pereaksi Wagner, Meyer, dan Dragendorf memberi hasil positif yang artinya
ekstrak buah bakau memiliki kandungan alkaloid (R.mucronata) menggunakan
pelarut metanol. Hasil yang berbeda ini disebabkan pelarut yang digunakan
berbeda. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah pelarut air. Alkaloid
mudah larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air, sehingga komponen
alkaloid pada filtrat fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) tidak terdeteksi.
Hasil uji Wagner dan Meyer dapat dilihat pada Lampiran 4.
Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah,
tepung sari, dan akar. Flavonoid berperan terhadap warna dalam organ tumbuhan,

14

misalnya bunga, buah, dan daun. Flavonoid diketahui merupakan senyawa
golongan polifenol yang dikelompokan menjadi 9 kelas yaitu, antosianin,
proantosianin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, chlacone, dan aurone,
isoflavon dan flavonon. Kegunaan flavonoid bagi tumbuhan berguna untuk
menarik serangga dan binatang lain untuk membantu proses penyerbukan dan
penyebaran biji. Bagi manusia, flavonoid dalam dosis kecil bekerja sebagai
stimulan pada jantung dan pembuluh darah kapiler. Berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa senyawa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang
beragam pada berbagai jenis sereal, sayuran dan buah-buahan (Redha 2010).
Filtrat fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) tidak memiliki kandungan
flavonoid karena tidak memberikan hasil positif dengan ciri tidak terbentuknya
lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/jingga. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian Priyanto (2012) bahwa ekstrak dari buah bakau (R.mucronata)
memberikan hasil positif yang artinya memiliki kandungan flavonoid. Pelarut
yang digunakan berbeda, pelarut air tidak dapat mengekstrak dengan baik
sehingga kandungan flavonoid tidak terdeteksi. Senyawa flavonoid dapat
diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini
dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena
itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak (Harborne 1987) Hasil uji
flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 4.
Flavonoid diketahui dapat digunakan sebagai penampung atau mencegah
reaksi oksidasi enzimatis maupun oksidasi non-enzimatis hal ini berkaitan dengan
aktivitas antioksidan yang tinggi pada senyawa flavonoid. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Atta-au-rahman et al. (2001) yang menyatakan bahwa senyawa yang
berpotensi memiliki antioksidan umumnya adalah senyawa flavonoid, alkaloid
dan fenolat yang merupakan senyawa-senyawa polar. Struktur kimia flavonoid
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur kimia flavonoid (Sumber: Harborne 1987)
Flavonoid mampu dikatakan sebagai sumber antioksidan akibat
kemampuannya dalam mendonorkan atom hidrogen atau kemampuannya dalam
mengkelat logam (Redha 2010). Akhlghi dan Bandy (2009) menambahkan bahwa
flavonoid mampu mengkelat logam sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi
redoks yang menghasilkan senyawa radikal bebas Selain kemampuan dalam
menangkal radikal bebas, senyawa aktif flavonoid juga mampu menginhibisi
enzim tirosinase.
Secara umum senyawa steroid banyak terdapat dalam tumbuhan dan berasal
dari senyawa yang sama yaitu molekul isoprene. Steroid atau triterpenoid pada

15

tumbuhan berbiji umumnya dalam bentuk triterpenoid nonglikosida dan pada
tumbuhan primitif dalam bentuk triterpenoid pentasiklik (Robinson 1991). Steroid
adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang
saling bergabung. Steroid yang paling banyak adalah sterol yang merupakan
steroid alkohol. Kolesterol merupakan sterol utama pada jaringan hewan.
Kolesterol dan senyawa turunan esternya, dengan lemaknya yang berantai panjang
merupakan komponen penting dari plasma lipoprotein dan dari membran sel
sebelah luar. Membran sel tumbuhan mengandung jenis sterol lain terutama
stigmasterol yang berbeda dari kolesterol hanya dalam ikatan ganda di antara
karbon 22 dan 23. Rantai samping delapan-karbon yang terdapat dalam lanosterol
juga terdapat dalam steroid terutama dari sumber hewan, namun kebanyakan
steroid tumbuhan mempunyai satu atau dua atom karbon tambahan (Sirait 2007).
Filtrat fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) memiliki kandungan
steroid dengan ciri berubahnya warna merah menjadi berwarna hijau biru. Hal ini
sesuai dengan penelitian Priyanto (2012) bahwa ekstrak buah bakau
(R.mucronata) memiliki kandungan steroid. Struktur kimia steroid dapat dilihat
pada Gambar 5.

Sitosterol

Stigmasterol
Gambar 5 Struktur kimia steroid (Sumber: Sirait 2007)
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar. Kuinon
untuk tujuan identifikasi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon
(kuinon yang kromofor terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan
dua ikatan rangkap karbon-karbon), naftokuinon, antrakuinon dan kuinon
isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa
fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai
glikosida atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk
dimer. Dengan demikian diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon
bebasnya (Harborne 1987)
Filtrat hasil fermentasi buah bakau merah (R. stylosa) tidak memiliki
kandungan fenol hidrokuinon dengan ciri tidak terbentuknya warna hijau atau
hijau biru. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Nurdiani et al. (2012) bahwa
ek