Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah Dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana Ke Sektor Pertanian Di Indonesia

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH
DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA
KE SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

DENDY SEPTINDO

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor
Pertanian di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Dendy Septindo
NIM H54110014

ABSTRAK
DENDY SEPTINDO. Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan
Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Pertanian di Indonesia.
Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI dan DENI LUBIS.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrumen moneter
syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor pertanian dari tahun
2009 sampai 2014 dengan menggunakan metode VAR/VECM yang dinalisis
melalui Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD). Hasil penelitian pada model konvensional menunjukkan
bahwa suku bunga SBI dan suku bunga kredit berpengaruh negatif signifikan dalam
jangka panjang serta suku bunga PUAB memiliki pengaruh positif signifikan
terhadap kredit pertanian. Disamping itu, hasil penelitian pada model syariah
menunjukkan bahwa bonus SBIS dan ERP berpengaruh negatif signifikan terhadap
pembiayaan pertanian serta bagi hasil PUAS berpengaruh signifikan negatif

terhadap pembiayaan pertanian. Berdasarkan hasil FEVD, SBI memiliki pengaruh
yang besar terhadap kredit pertanian dibandingkan dengan PUAB dan SBK pada
model konvensional sedangkan pada model syariah SBIS memiliki pengaruh yang
lebih kecil dibandingkan dengan ERP dan PUAS.
Kata kunci: Impulse renponse Function, Kredit/Pembiayaan Pertanian, Instrumen
Moneter syariah dan konvensional, Variance Decomposition
ABSTRACT
DENDY SEPTINDO. The effect of Islamic and Conventional Monetary Instrument
towards Agriculture Fund Distributions. Supervised by TANTI NOVIANTI and
DENI LUBIS.
This study aimed to analyze the effect of sharia and conventional
monetary instruments to the distribution of agricultural sector funds from 2009 to
2014 and using VAR / VECM which analysed through Impulse response Function
(IRF) and the Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Results of research
on the conventional models, shows that the SBI interest rate and lending interest
rates (SBK) significantly negative effect and interbank rates (PUAB) have a
significant positive effect on agricultural credit. In addition, the results of research
on the sharia model indicates that the SBIS and ERP significant negative effect on
agricultural financing and PUAS significant negative effect on agricultural finance.
Based on the FEVD results , SBI has a considerable effect on the agricultural credit

compared with SBK and interbank rates (PUAB) on the conventional models
whereas the models of sharia, SBIS have a smaller effect than the ERP and PUAS.
Keyword: Agricultural credit and agricultural Financing, Impulse response
Function, Islamic and Conventional Monetary Instrumens, Variance
Decomposition

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH
DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA
KE SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

DENDY SEPTINDO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional
terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Pertanian”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu ekonomi,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
instrumen moneter konvensional dan syariah terhadap penyaluran dana pada sektor
pertanian.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua
penulis yaitu Ayah Edwar dan Ibu Marweli atas segala do’a dan dukungan yang
diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang kakak
penulis Yoke Oktaviandi dan Eldo Satria yang memberikan dukungan dalam
pengerjaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si dan Bapak Deni Lubis S.Ag, M.A selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran,

waktu dan motivasi dengan sabar sehingga penulis dapat menyelsaikan
skripsi ini.
2. Bapak Irfan Syauqi Beik, Ph.D dan Bapak Salahuddin El Ayyubi, Lc, M.A
selaku dosen penguji pada ujian skripsi yang memberikan saran dan
masukan pada penelitian ini.
3. Dosen, staf dan seluruh civitas akademika Departemen IE FEM IPB yang
memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi untuk penulis.
4. Teman-teman dari Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan dan
Ilmu Ekonomi Syariah yang telah memberikan saran, masukan, dan bantuan
dalam pengerjaan skripsi ini.
5. Keluarga besar Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang Bogor (IPMM
Bogor) terutama kepada Rahmad Fadli, Irma Bismark, Ajeng Praharti,
Gustimona, Wahyu Arisya, Keluarga IKMS dan IKMS 48 yang selalu
mendukung dan selalu mengingatkan penulis dalam pengerjaan skripsi.
6. Teman-teman kosan wisma hijau Ahmad Haris, Ibrahim, Noorul Amin,
Shofiyanto, Ilfa hidayat, Praditya Riskyanto yang selalu memberi dukungan
dan motivasi untuk penulis.
7. Rekan-rekan Hubungan Eksternal BEM FEM IPB yaitu bunga, linda,
wilson, ayu, solihin, elita.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Bogor, Maret 2016
Dendy Septindo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian


6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Transmisi Moneter

7

Islamic Financing chanel

8

Instrumen Moneter

8

Kebijakan Moneter Islam


9

Kebijakan Moneter Ganda

10

Teori Preferensi Likuiditas

11

Bank Syariah dan Bank Konvensioanal

12

Pembiayaan dan Kredit Pertanian

15

PUAB dan PUAS


16

Equivalent rate pembiayaan dan Suku bunga

17

Penelitian Terdahulu

17

Kerangka Pemikiran

18

Hipotesis

20

METODE


20

Jenis dan Sumber Data

20

Metode Analisis

20

Analisis Data

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

25

Perkembangan SBI dan SBIS

25

Penyaluran Kredit dan Pembiayaan Pertanian

26

Suku bunga Kredit dan Equivalent Rate Pembiayaan

27

Suku bunga PUAB dan Bagi Hasil PUAS

28

Uji Stasionaritas Data

29

Uji Lag Optimum

30

Uji stabilitas VAR

31

Uji Kointegrasi

31

Hasil Estimasi VECM

32

Impulse Response Function

34

Variance Decomposition

37

SIMPULAN DAN SARAN

40

Simpulan

40

Saran

40

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

58

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Perkembangan Jumlah BUS, UUS , dan BPRS
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Variabel Penelitian
Hasil Uji Stasionaritas Data Pada Level

3
14
18
28

Hasil Uji stasionaritas Data Pada First Difference

30

Perhitungan Lag Optimum
Hasil Johansen Cointegration Test pada Model I
Hasil Johansen Cointegration Test pada Model II
Estimasi VECM Kredit Pertanian
Estimasi VECM Pembiayaan Pertanian

30
31
32
32
33

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Pertumbuhan PDB Sektor Pertanian
Pangsa Pasar Kredit Bank Umum
Pangsa Pasar Kredit dan Pembiyaan Pertanian
Skema Transmisi Kebijakan Moneter
Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Kurva Permintaan Uang
Kerangka Pemikiran
Perkembangan SBI dan SBIS
Kredit Pertanian Perbankan Konvensional
Perkembangan Pembiayaan Pertanian
Perbandingan Suku Bunga dan Equivalent Rate Pembiayaan
Perbandingan Suku Bunga PUAB dan Bagi Hasil PUAS
Analisis Impulse Response Function Model I
Analisis Impulse Response Function Model II
Analisis Variance Decomposition Function Model I
Analisis Variance Decomposition Function Model I

1
2
5
7
11
12
19
26
26
27
28
29
35
36
38
39

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Uji Stasionaritas Variabel
2 Hasil Uji Estimasi VECM Model I
3 Hasil Uji Estimasi VECM Model II

43
47
52

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan nasional. Peran ini dapat dilihat jumlah tenaga kerja yang diserap
oleh sektor pertanian, luas lahan yang digunakan untuk pertanian dan kontribusi
sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik 2014, tenaga kerja di sektor pertanian berjumlah 38 973
033 orang atau sebesar 33.99 persen dari total angkatan kerja. Dari segi luas lahan,
sektor pertanian memanfaatkan lahan sebesar 71.33 persen dari seluruh luas lahan
yang ada di Indonesia (Hafidhuddin dan Syukur 2008).
Selama lima tahun terakhir, jumlah kontribusi sektor pertanian selalu berada
dalam tiga sektor yang paling berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2014, sektor yang paling
berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia yaitu sektor industri
pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran masingmasing sektor berkontribusi sebesar 23.37 persen, 15.21 persen, dan 14.26 persen.
Dilihat dari jumlahnya, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik
Bruto Indonesia juga terus bertambah dalam sepuluh tahun terakhir. Pada tahun
2003 sektor pertanian berkontribusi sebesar Rp 329.1 triliun dan pada tahun 2014
menjadi Rp 1 446.7 triliun rupiah.
1600000

Triliun Rupiah

1400000
1200000
1000000
800000

1446722
1310427
1193453
1091447
985471
857197
716656

541932
433223
364169
400000 329125

600000
200000
0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Tahun

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Gambar 1 Pertumbuhan PDB Sektor Pertanian
Ketersediaan modal menjadi sebuah keharusan dalam mengembangkan
sektor pertanian. Untuk memperoleh modal, para pelaku di sektor pertanian dapat
mengajukan pembiayaan pada lembaga formal maupun informal. Salah satu
lembaga formal yang memberikan pembiayaan adalah perbankan. Berdasarkan data
Statistik Perbankan Indonesia tahun 2014 didapatkan bahwa pangsa pasar kredit
sektor pertanian dari total kredit bank umum mencapai 5.78 persen. Pangsa pasar
kredit pertanian ini meningkat sebesar 0.4 persen jika dibandingkan dengan tahun
2013. Dari data Statistik Perbankan 2014 juga diperoleh bahwa pangsa pasar kredit

2
untuk sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan mencapai 17.98 persen
dan 19.51 persen jika dibandingkan dengan pangsa pasar kredit pertanian, pangsa
pasar kedua sektor ini hampir tiga kali lipat pangsa pasar sektor pertanian.
Meskipun mengalami peningkatan namun pangsa pasar kredit sektor pertanian
masih rendah bila kita bandingkan dengan kedua sektor ini. Melihat besarnya
kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia, pangsa pasar kredit pertanian
seharusnya tidak jauh berbeda dengan sektor perdagangan dan sektor industri
pengolahan.
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
2011

2012

2013

2014

Pangsa Pasar Kredit Sektor pertanian
Pangsa Pasar Kredit Sektor industri dan pengolahan
Pangsa Pasar Kredit Sektor perdagangan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (SPI), 2014

Gambar 2 Pangsa Pasar Kredit Bank Umum Periode 2011- 2014
Rendahnya alokasi kredit untuk pertanian diduga terkait dengan strategi
penyaluran kredit perbankan yang lebih diarahkan pada kredit beresiko rendah.
Ashari (2010) menjelaskan perkembangan perekonomian yang saat ini belum stabil
mendorong perbankan untuk menyesuaikan strategi dengan lebih memfokuskan
penyaluran kredit berisiko terkendali, yaitu bersifat jangka pendek dan plafon yang
tidak terlalu besar. Kendala yang dihadapi perbankan dalam menyalurkan kredit
untuk sektor pertanian antara lain : (1) sektor pertanian sangat tergantung pada
musim sehingga dipandang mempunyai resiko tinggi, (2) tata niaga komoditas
pertanian banyak yang belum tertata sehingga harga selalu naik turun dan tidak ada
kepastian, dan (3) sebagian dana yang dihimpun di bank bersifat jangka pendek
(short term funding), sedangkan kredit pertanian sebagian besar berjangka relatif
panjang (long term loan), akibatnya ada ketidaksesuaian dalam waktu (mismatch)
antara pendanaan dan kredit. Untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian,
Pemerintah Indonesia memasukkan program bank khusus pertanian dalam rencana
kerja Kementerian Pertanian tahun 2016. Pada program kerja ini dijelaskan bahwa
bentuk kegiatan yang akan dilakukan pemerintah berupa inisiasi pendirian atau
kajian tentang bank khusus pertanian.
Indonesia menerapkan dual banking system setelah diberlakukannya UU No.
10 tahun 1998. Dual banking system adalah pengoperasian bank konvensional dan
bank syariah secara bersamaan. Terbitnya UU No. 23 tahun 1999 memberikan
tanggung jawab kepada Bank Indonesia untuk mengatur, mengawasi, dan
mengembangkan perbankan syariah di Indonesia.
Pertumbuhan bank syariah di Indonesia semakin pesat dikarenakan
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk dan layanan keuangan syariah

3
serta dukungan penuh dari pemerintah sejak hadirnya industri keuangan syariah di
Indonesia. Pada Tabel 1 diperoleh bahwa perkembangan bank syariah memiliki
trend yang terus meningkat dan diprediksi akan terus bertambah. Berdasarkan data
Statistik Perbankan Indonesia tahun 2014, jumlah bank syariah pada tahun 2009
adalah 169 dan pada tahun 2014 menjadi 198 atau dalam lima tahun terakhir
meningkat sebesar 17.16 persen. Peningkatan jumlah bank umum syariah tertinggi
terjadi pada tahun 2010, terdapat lima bank umum syariah yang didirikan yaitu
Bank Mega Syariah, Bank Victoria Syariah, BCA Syariah, Bank Jabar Banten
Syariah, dan Maybank Syariah. Pada tahun 2014, berdiri satu bank umum syariah
baru yaitu Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah (BTPN Syariah). Sampai
saat ini, perkembangan bank syariah semakin pesat dan menjadikan bank syariah
sebagai salah satu lembaga keuangan yang memiliki peran semakin besar dalam
perekonomian nasional.
Tabel 1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank
Pembiayaan Syariah Tahun 2009-2014
Kelompok Bank
2009
2010 2011 2012 2013
2014
Bank Umum Syariah
6
11
11
11
11
12
Unit Usaha Syariah

25

23

24

24

23

22

Bank Pembiayaan syariah

138

150

155

158

163

164

Total Jumlah Bank Syariah

169

184

190

193

197

198

Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia, 2014

Perkembangan perbankan syariah secara lebih lanjut dapat dilihat dari
jumlah aset, dana pihak ketiga dan pembiayaan. Berdasarkan data Statistik
Perbankan Syariah (SPS) tahun 2014 diperoleh bahwa jumlah aset bank syariah
mencapai 272.34 triliun rupiah, pembiayaan sebesar 199.33 triliun rupiah dan DPK
tumbuh mencapai 217.86 triliun rupiah. Perkembangan industri perbankan syariah
menyebabkan transmisi kebijakan moneter tidak hanya memengaruhi bank
konvensional tapi juga memengaruhi bank syariah, sehingga Bank Indonesia
memiliki tanggung jawab untuk menjalankan operasi moneter konvensional dan
syariah. Hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan
sistem moneter ganda pada sistem perekonomiannya, yaitu penerapan sitem
moneter konvensional dan syariah secara bersamaan. Penerapan sistem moneter
ganda ini dilandasi oleh UU Bank Sentral No. 23 tahun 1999.
Sistem moneter ganda di Indonesia mendorong Bank Indonesia juga
menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter
pelengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini digunakan oleh
perbankan konvensional. SBIS merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme transmisi
moneter dengan prinsip syariah. SBIS telah diterbitkan oleh Bank Indonesia sejak
tahun 2008 berdasarkan akad Jua’lah. Instrumen moneter ini diterbitkan untuk
menggantikan instrumen moneter syariah sebelumnya yaitu Sertikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI). Aturan tentang SWBI dan SBIS dijelaskan pada DSN MUI
nomor 36 pada tahun 2002 dan DSN MUI Nomor 64. Perbedaan mendasar terdapat
pada akad yang digunakan, pada SWBI digunakan akad wadi’ah sedangkan pada

4
SBIS digunakan akad ju’alah. Pada instrumen SWBI dengan akad wadi’ah, Bank
Indonesia tidak menetapkan imbalan pasti atas penempatan SWBI, namun Bank
Indonesia hanya memberikan imbalan secara sukarela. Pada instrumen moneter
SBIS dengan akad ju’alah, Bank Indonesia wajib memberikan imbalan dengan nilai
yang telah ditetapkan atas penempatan dana pada SBIS, karena penempatan dana
pada SBIS merupakan bentuk partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank
Indonesia dalam pengendalian moneter. Sebagai instrumen moneter, SBI dan SBIS
memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil yang mana instrumen ini akan
memengaruhi besarnya pembiayaan dan penyaluran kepada sektor riil.
Penyaluran dana ke sektor pertanian melalui perbankan dipengaruhi oleh
berbagai faktor salah satunya faktor eksternal yaitu instrumen moneter. Hal inilah
yang menjadi salah satu alasan bahwa penelitian mengenai pengaruh instrumen
moneter syariah dan konvensional terhadap pembiayaan pertanian di Indonesia
penting dilakukan karena akan memengaruhi tindakan perbankan konvensional
maupun perbankan syariah dalam menyalurkan dana ke sektor pertanian. Selain itu,
hadirnya SBIS sebagai instrumen moneter yang berprinsip syariah diharapkan lebih
efektif dalam meningkatkan penyaluran dana perbankan ke sektor pertanian. Untuk
menjawab ekspektasi tersebut, penelitian ini akan mengalisis secara kuantitatif
pengaruh instrumen moneter terhadap pembiayaan pertanian di Indonesia.
Perumusan Masalah
Peran sektor pertanian yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia membuat sektor ini menjadi salah satu sektor yang perlu difasilitasi
terutama dalam permodalan, perluasan usaha dan keberlanjutannya. Lembaga yang
dapat berperan dalam permodalan pada sektor pertanian adalah bank. Bank
merupakan lembaga yang menggerakan perekonomian secara riil. Hal ini dijelaskan
melalui fungsi perbankan sebagai financial intermediarie, yang mana fungsi bank
sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia tahun 2014, pangsa pasar
kredit pertanian sebesar 5.78 persen, nilai ini masih jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan kredit pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang
mencapai 19.5 persen dan pangsa pasar kredit sektor industri pengolahan yang
mencapai 17.9 persen. Pada pembiayaan perbankan syariah, pangsa pasar
pembiayaan pertanian mencapai 2.85 persen dan jauh lebih kecil jka dibandingkan
dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 12.15 persen dan
sektor industri pengolahan yang mencapai 6.67 persen. Meskipun kontribusi sektor
pertanian tergolong besar terhadap PDB Indonesia, namun proporsi pembiayaan
dan kredit pertanian yang disalurkan sangat kecil jika dibandingkan dengan sektor
lain.
Pangsa pasar kredit dan pembiayaan pertanian dalam periode penelitian tidak
mengalami pertumbuhan yang besar. Pangsa pasar kredit pertanian perbankan
konvensional dari tahun 2009 sampai tahun 2010 mengalami penuruan dari 5.38
persen menjadi 5.15 persen. Pada tahun 2010 sampai tahun 2014, pangsa pasar
kredit pertanian mengalami peningkatan, namun peningkatan pangsa pasar kredit
pertanian kurang dari satu persen. Pangsa pasar pembiayaan pertanian perbankan
syariah dari tahun 2009 sampai tahun 2012 mengalami penurunan dari 2.84 persen
menjadi 1.57 persen. Pada tahun 2012 sampai tahun 2014 pangsa pasar pembiayaan

5
pertanian meningkat menjadi 2.85 persen. Dari tahun 2009 sampai tahun 2014,
pangsa pasar pembiayaan pertanian hanya meningkat sebesar 0.01 persen.
7.00
6.00

Persen

5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
2009

2010
Bank Syariah

2011

2012

2013

2014

Bank Konvensional

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia (SPI), 2014

Gambar 3 Pangsa Pasar Pembiayaan dan Kredit Pertanian Periode Januari 2009 –
Desember 2014
Kecilnya pangsa pasar pembiayaan dan kredit pertanian kemungkinan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya faktor eksternal yaitu instrumen
moneter. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh instrumen moneter
konvensional dan syariah terhadap penyaluran dana pada sektor pertanian dengan
menggunakan teori mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit
dan pembiayaan. Menurut Warjiyo (2004), ketika Bank Indonesia melakukan
operasi moneter untuk mencapai sasaran operasionalnya, bank-bank melakukan
transaksi dipasar uang untuk mengelola likuiditasnya. Interaksi ini tidak hanya
memengaruhi perkembangan suku bunga dipasar uang tapi juga besarnya dana yang
dialokasikan bank untuk kreditnya.
Pada sektor pertanian, perbankan menyalurkan dana melalui kredit dan
pembiayaan yang bersifat jangka panjang. Hal tersebut menjadi masalah tersendiri
bagi perbankan, mengingat sebagian besar sumber dana yang ada di perbankan
merupakan dana yang dihimpun dari masyarakat dan bersifat jangka pendek,
sehingga terjadi mismatch (ketidaksesuaian waktu) yang menyebabkan
terganggunya likuiditas perbankan. Untuk mengatasi gangguan likuiditas pada bank,
maka bank melakukan transaksi pada instrumen moneter dan pasar uang antar bank
untuk mengelola likuiditasnya.
Berlakunya sistem perbankan ganda di Indonesia menyebabkan otoritas
moneter memiliki tanggung jawab untuk menjaga kestabilan moneter dan sinergi
dari kedua sistem untuk meraih kesejahteraan bersama (Ascarya 2012).
Berdasarkan penerapan mekanisme tersebut, berarti terdapat pengaruh instrumen
moneter konvensional dan syariah terhadap penyaluran dana di perbankan,
termasuk kredit dan pembiayaan pertanian.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit
pertanian di Indonesia?

6
2. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan
pertanian di Indonesia?
3. Bagaimana perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan
konvensional dalam penyaluran dana pada sektor pertanian di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit
pertanian di Indonesia.
2. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter syariah terhadap
pembiayaan pertanian di Indonesia.
3. Membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan
konvensional dalam penyaluran dana ke sektor pertanian di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan masukan bagi
pemerintah, masyarakat dan kalangan akademisi:
1. Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam
pengambilan kebijakan khususnya dalam mengembangkan sektor pertanian
melalui perbankan.
2. Perbankan dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam
menjalankan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.
3. Kalangan akademisi dapat menjadikan referensi dalam melakukan
penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh instrumen
moneter konvensional dan syariah terhadap pengembangan sektor pertanian
Indonesia. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua yaitu
instrumen moneter konvensional dan instrumen moneter syariah. Instrumen
moneter konvensional direpresentasikan oleh suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) dan instrumen moneter syariah direpresentasikan melalui bonus Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS). Terdapat dua model dalam penelitian ini yaitu
model konvensional dan syariah.
Pada model syariah, variabel dependen yang digunakan adalah pembiayaan
pertanian dan pada model konvensional variabel yang digunakan kredit pertanian.
Variabel independen model syariah yaitu SBIS, PUAS dan Equivalent Rate
Pembiayaan, sedangkan pada model konvensional dikgunakan variabel SBI, PUAB,
dan suku bunga kredit. Periode waktu yang diambil dalam penelitian ini adalah
perekonomian Indonesia dari Januari 2009 sampai dengan Desember 2014.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Transmisi Moneter Melalui Jalur Kredit
Transmisi moneter adalah mekanisme bekerjanya kebijakan moneter
sampai memengaruhi sektor riil. Mishkin (2008) menjelaskan bahwa jalur
mekanisme transmisi moneter dapat terjadi melalui beberapa jalur, yaitu jalur efek
suku bunga tradisional (traditional interest effect), jalur efek harga aset (other asset
price effect) dan jalur kredit (credit view). Transmisi moneter melalui jalur kredit
terbagi lagi atas lima bagian yaitu penyaluran bank (bank lending channel), jalur
neraca (balance sheet channel), jalur tingkat harga yang tidak diantisipasi
(unanticipated price level channel), dan jalur efek likuiditas rumah tangga
(household liquidity effect).
Mekanisme transmisi moneter melalui pinjaman bank (credit view) muncul
untuk menangani masalah informasi asimetrik pada pasar keuangan. Pada jalur
kredit, transmisi moneter memengaruhi penyaluran dana pada perbankan serta
neraca perusahaan dan rumah tangga. Penyaluran dana pada perbankan (bank
lending channel) berangkat dari analisis bahwa bank memiliki peran penting dalam
sistem keuangan karena dapat menangani masalah informasi asimetrik pada pasar
kredit maka peminjam hanya dapat mengakses kredit melalui bank. Berdasarkan
asumsi tidak ada substitusi sempurna diantara bank dengan sumber dana lain, maka
saat terjadi ekspansi moneter yang akan meningkatkan cadangan perbankan dan
deposit bank, maka akan meningkatkan ketersediaan dan kuantitas pinjaman
perbankan yang tersedia. Berdasarkan asumsi bahwa peminjam bergantung pada
pinjaman perbankan untuk membiayai aktivitasnya, maka peningkatan peminjam
pada perbankan akan meningkatkan investasi. Secara skematik, transmisi kebijakan
moneter melalui jalur pembiayaan perbankan dijelaskan pada gambar 4 berikut :
Ekspansi kebijakan moneter : cadangan dan deposit bank
bank

investasi

ketersediaan pinjaman dari

output

Sumber: Mishkin (2008)

Gambar 4 Skema Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit
Kebijakan moneter melalui jalur kredit bertujuan untuk mendorong
investasi dari sisi supply yang direpresentasikan oleh bank sebagai lembaga
intermediasi. Bank Indonesia dapat melakukan kontraksi dan ekspansi moneter
dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga kebijakan (BI rate) dalam proses
trasmisinya. Kebijakan ini akan memengaruhi sisi liabilitas (kewajiban) bank yang
didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK) yaitu dana masyarakat yang disimpan di
perbankan. Ketika ekonomi memanas, Bank Indonesia melakukan kontraksi
moneter dengan menaikkan BI rate. Kebijakan ini akan menyebabkan jumlah uang
yang beredar di masyarakat akan turun sehingga DPK juga ikut turun. Penurunan
DPK akan mengakibatkan penurunan ketersediaan dana yang siap disalurkan
perbankan, salah satunya dalam bentuk kredit. Perbankan akan cenderung
menaikan suku bunga dana seperti tabungan dan deposito untuk meningkatkan

8
DPK, sehingga berakibat pada kenaikan suku bunga kredit. Permintaan terhadap
kredit baru cenderung turun karena suku bunga kredit meningkat dan menyebabkan
investasi turun dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Islamic Bank financing Channel
Terdapat enam jalur transmisi kebijakan moneter pada ekonomi
konvensional antara lain jalur uang, jalur kredit, jalur suku bunga, jalur nilai tukar,
jalur harga asset dan jalur ekspektasi. Pada ekonomi islam belum ditemukan teori
baku mengenai mekenisme transmisi kebijakan moneter begitu pula dengan jalurjalurnya. Penelitian mengenai jalur transmisi kebijakan moneter syariah sebagian
besar masih mengkaji jalur pembiayaan bank syariah (pada ekonomi konvensional
disebut jalur kredit). Penelitian dalam bidang ini telah dilakukan diantaranya oleh
Rusydiana (2009), Ascarya (2010) dan Sukmana, Raditya dan Salina (2010).
Konsep mengenai Islamic Bank Financial Channel menyerupai konsep
bank landing channel dalam ekonomi konvensional, namun pada teori ini yang
menjadi subjek adalah bank syariah dan yang menjadi objek adalah pembiayaan
bank syariah. Sukmana, Raditya dan Salina (2010) merupakan upaya awal untuk
mengetahui transmisi moneter melalaui jalur pembiayaan bank syariah di Malaysia
terhadap pertumbuhan ekonomi yang dirumuskan sebagai berikut IPI = f (IF, ID,
ONIGHT). IPI merupakan industrial production index sebagai proksi pertumbuhan
ekonomi/output, IF adalah pembiayaan perbankan syariah, ID adalah dana pihak
ketiga perbankan syariah, ONIGHT merupakan suku bunga overnight di pasar uang
antar bank sebagai proksi kebijakan moneter.
Penelitian serupa juga dilakukan Ascarya (2010) dengan tujuan untuk
mengetahui adanya transmisi kebijakan moneter pada jalur pembiayaan melalui
perbankan syariah di Indonesia dengan tujuan akhir kebijakan moneter, yaitu
pertumbuhan ekonomi dan kestabilan nilai uang. Pada penelitian ini dirumuskan
teori transmisi melalui jalur pembiayaan sebagai berikut IPI = f (IFIN,
IDEP,PUAS,SBIS) dan CPI= (IFIN,IDEP,PUAS,SBIS). IPI merupakan industrial
production index sebagai proksi pertumbuhan ekonomi, CPI merupakan consumer
price index sebagai proksi inflasi, IDEP merupakan dana pihak ketiga perbankan
syariah, PUAS adalah suku bunga harian di pasar uang antar bank syariah, dan SBIS
adalah imbal hasil sertifikat bank Indonesia syariah yang merupakan indikator
kebijakan moneter. Terdapat perbedaaan indikator moneter pada penelitian yang
dilakukan oleh Ascarya dan Sukmana. Sukmana menggunakan suku bunga harian
di pasar uang sebagai indikator moneter sedangkan Ascarya menggunakan bonus
SBIS sebagai indikator moneter.
Instrumen Moneter
Bank Indonesia memiliki beberapa instrumen moneter dalam melakukan
kebijakan moneter yaitu Operasi Pasar Terbuka (OPT) atau Open Market Operation,
Giro Wajib Minimun (GWM), Fasilitas Diskonto, dan intervensi Mata Uang Asing.

9
Berikut penjelasan mengenai instrumen moneter yang digunakan oleh Bank
Indonesia:
a. Operasi Pasar Terbuka.
Operasi Pasar Terbuka adalah kegiatan jual beli surat berharga oleh
bank sentral yang akan memengaruhi tingkat suku bunga. Operasi ini
memiliki dua aktivitas didalamnya, yaitu jual beli surat-surat berharga
termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS). Kedua instrumen ini digunakan sebagai instrumen utama
dalam kebijakan moneter. Hal ini dikarenakan bank Indonesia memiliki SBI
dalam jumlah yang memadai untuk mengeksekusi kebijakan kontraksi dan
ekspansi yang diambil setelah mempertimbangkan tekanan terhadap inflasi.
SBI juga memenuhi tiga syarat utama likuiditas surat berharga yang dapat
diperjualbelikan dalam operasi paar terbuka dan diterbitkan secara
berkelanjutan serta tersedia setiap saat (Sugiyono, 2003)
b. Giro Wajib Minimum
Giro Wajib Minimum merupakan ketentuan bank sentral yang
mewajibkan bank untuk memelihara sejumlah alat likuid dalam rekening
gironya pada bank Indonesia (Warjiyo, 2008). Giro wajib minimum
ditetapkan sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancar bank. Semakin
kecil persentase tersebut maka semakin besar kemampuan bank
memanfaatkan cadangannya untuk diberikan kepada masyarakat dalam
bentuk pinjaman dan begitu juga sebaliknya.
c. Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah fasiltas kredit yang diberikan oleh bank
Indonesia kepada bank dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh bank
Indonesia (Warjiyo, 2008). Dengan penetapan diskonto yang tinggi
diharapkan bank akan mengurangi permintaan kredit pada bank sentral yang
akibatnya akan mengurangi jumlah uang yang beredar.
d. Intervensi Mata Uang Asing
Intervensi mata uang asing adalah kebijakan bank sentral untuk
memengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual
beli valuta asing atau cadangan devisa. Apabila bank sentral ingin
mengetatkan likuiditas rupiah di pasar uang, bank sentral akan menjual
cadangan devisanya.
Kebijakan Moneter Dalam Kajian Islam
Sistem moneter dan kebijakan moneter sudah dimulai oleh bangsa Quraisy
walaupun masih dalam bentuk sederhana. Kahalifah Umar memerintah Islam pada
634-644 M terdapat beberapa kebijakan yang dilakukan pada masa tersebut.
Beberapa kebijakan moneter yang diterapkan oleh Umar antara lain :
1. Islam melarang segala sesuatu yang akan berdampak pada bertambahnya
gejolak dalam daya beli dan ketidakstabilan nilai uang, misalnya :
a. Mengharamkan perdagangan uang, yaitu Mengharamkan riba fadhl.
b. Mengharamkan penimbunan.
c. Pengawasan ketat terhadap inflasi serta penyelesaian dampak-dampak
inflasi.
2. Larangan bermuamalah dengan uang uang palsu.

10
3. Melindungi
inflasi
dengan
menghimbau
masyarakat
untuk
menginvestasikan uang, sederhanana dalam belanja, serta melarang
berlebih-lebihan dan menghambur-hamburkan uang.
4. Penyatuan moneter melalui percetakan dirham sesuai dengan ketentuan
islam, yaitu sebesar enam daniq.
Sektor moneter berperan sebagai penyokong sektor riil dalam sudut pandang
Islam. Uang dan perbankan sebagai bagian dari sistem moneter harus digunakan
untuk mencapai tujuan-tujuan utama sosio ekonomi Islam (Chapra 1997). Tujuan
tersebut antara lain :
1. Kesejahteraaan ekonomi yang luas berdasarkan full employment dan tingkat
pertumbuhan optimum.
Pertubuhan ekonomi dalam sudut pandang Islam adalah :
a. Pertumbuhan ekonomi tidak boleh dicapai melalui produksi barang dan
jasa yang tidak penting atau secara moral dipertanyakan.
b. Tidak boleh memperlebar jurang antara yang miskin dan kaya dengan
jalan mendorong konsumsi yang tidak habis.
c. Tidak boleh membahayakan generasi sekarang ataupun generasi
mendatang dengan mendegradasikan moral mereka atau lingkungan
fisik.
2. Keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan dan
kesejahteraan, salah satunya melalui mekanisme zakat.
3. Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange
dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam
penanggungan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil.
4. Mobilisasi dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan satu
cara yang menjamin pengembalian yang adil bagi semua pihak yang terlibat.
5. Mewujudkan jasa-jasa lain.
Mobilisasi tabungan dan investasi tidak hanya diperlukan bagi hal yang
bersifat produktif saja, namun juga utuk mengembangkan pasar uang primer
dan sekunder, mewujudkan jasa perbankan lain, dan mememuhi kebutuhan
akan keuangan non-inflonationary bagi pemerintah.
Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia
Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia Sebagai pengakuan utang berjangka
waktu pendek. SBI diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam
Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sedangkan peraturan Bank Indonesia nomor
10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menyatakan
bahwa SBIS adalah surat berharga dalam jangka waktu pendek dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad Ju’alah. Kedua
instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar
Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai
rupiah dan tingkat inflasi.
SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka efektivitas mekanisme
moneter dengan prinsip syariah. Akad ju’alah merupakan jenis akad yang mana

11
pihak Bank Indonesia (ja’il) memberikan sejumlah bonus (ju’ul) kepada bank
syariah (maj’ullah) karena dianggap telah membantu Bank Indonesia dalam
melaksanakan kebijakan moneter (mahall al-‘aqad). Saat akan melakukan transaksi
lelang SBIS maka akan diumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan
kebijakan moneter yaitu menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat. Bank
syariah sebagai maj’ullah akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan
tertentu. Jumlah nominal ju’ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh ja’il yang
ditetapkan saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak.

Sumber: Ascarya (2012)
Gambar 5 Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Transmisi kebijakan moneter tidak hanya memengaruhi perbankan
konvensional saja namun juga memengaruhi perbankan syariah, karena mekanisme
transmisi juga dapat melalui jalur syariah. Penggunaan instrumen moneter dalam
kebijakan moneter ganda dijelaskan oleh Ascarya (2012), bahwa instrumen
kebijakan moneter tidak hanya terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tapi
juga dapat menggunakan bagi hasil atau margin. Dalam sistem moneter ganda,
interest rate pass-through lebih tepat disebut dengan policy rate pass-through, yang
mana policy rate untuk konvensional adalah suku bunga, sedangkan policy rate
untuk syariah menggunakan bagi hasil atau margin.
Teori Prefensi Likuiditas
Teori Preferensi Likuiditas menyatakan bahwa tingkat bunga menyesuaikan
untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang, jika M adalah
keseimbangan uang dan P adalah tingkat harga maka M/P adalah penawaran dari
keseimbangan uang riil. Teori ini mengasumsikan adanya penawaran uang riil yang
tetap dan menegaskan bahwa tingkat bunga adalah sebuah determinan dari berapa
banyak uang yang ingin dipegang oleh masyarakat. Alasannya adalah bahwa
tingkat bunga adalah biaya peluang (opportunity cost) dari memegang uang, yaitu
biaya yang harus ditanggung karena memegang sebagian aset dalam bentuk uang
(yang tidak mendapatkan bunga) atau dalam deposito atau obligasi. Ketika tingkat
bunga naik, orang-orang ingin memegang uang dalam jumlah yang lebih sedikit.

12
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi permintaan uang riil dipengaruhi oleh suku
bunga (Mankiw, 2007).
Berdasarkan Gambar 6, tingkat bunga akan menyesusaikan untuk
menyeimbangkan pasar uang dimana jumlah uang riil yang diminta sama dengan
jumlah yang ditawarkan. Apabila tingkat suku bunga diatas keseimbangan maka
jumlah uang riil yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta. Orang-orang
yang memegang kelebihan penawaran uang akan berusaha untuk mengubah
sebagian diantaranya menjadi deposito datau obligasi. Bank-bank penerbit obligasi
yang lebih suka membayar tingkat bunga yang lebih rendah merespon kelebihan
uang dengan mengurangi tigkat bunga sehinga tingkat bunga akan bergerak
kembali menuju keseimbangan, begitu juga sebaliknya.

Sumber: Mankiw (2007)

Gambar 6 Kurva Permintaan Uang
Teori Bank Konvensional dan Syariah
Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Seperti yang dipaparkan dalam UU
No.10 tahun 1998 bahwa fungsi dari perbankan sebagai lembaga intermediasi atau
penghubung antara sektor keuangan dan sektor riil. Pada saat ini UU No. 21 tahun
2008 digunakan sebagai landasan hukum bagi perbankan untuk beroperasi. Pada
UU ini terdapat beberapa perubahan dari UU sebelumnya yaitu penegasan
perbedaan kredit dan pembiayaan, penetapan dewan pengawas sebagai pihak
terafliasi, dan penjelasan bentuk pembiayaan oleh bank syariah.
Perbankan di Indonesia digolongkan menjadi dua yaitu bank konvensional
dan bank syariah. Bank konvensional menjalankan kegiatannya dengan
menggunakan sistem bunga. Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah
menjalankan usahanya dengan prinsip syariah. Usaha pembentukan sistem ini
didasari oleh larangan umat islam untuk menghimpun atau meminjam bunga atau
yang dikenal dengan riba. Secara bahasa riba berarti tambahan (az-zyadadah),
karena salah satu bentuk riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang
dihutangkan, ada juga yang mengartikan berbunga (an-numu), karena salah satu
bentuk riba adalah membuat harta, uang atau yang lainnya (Nawawi, 2012). Adanya
larangan ini membuat perbankan syariah hanya mengalokasikan dana pada usaha
yang dikategorikan halal.

13
Penjelasan tentang riba dalam Al-qur’an diturunkan secara bertahap. Pada
tahap pertama dijelaskan dalam Al-qur’an Surat Ar-Ruum ayat 39. Pada ayat ini
dijelaskan bahwasannya Allah SWT membenci riba dan perbuatan riba itu tidaklah
mendapat pahala di sisi Allah SWT. Pada ayat ini tidak ada petunjuk Allah SWT
yang mengatakan bahwasannya riba itu haram. Artinya ayat ini berupa peringatan
untuk tidak melakukan hal yang negatif.

َ َ ْْ َ ‫لن س فَ ي ْ بو ع ْن َ م آتيْت ْم م ْن ك ت ي‬

‫م آتيْت ْم م ْن بً لي ْ بو في أ ْمو‬
)93( َ‫فأ ل ك هم ْلم ْعفو‬

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)”. (Qs. Ar-Ruum [30]: 39)
Pada tahap kedua penjelasan riba dalam Al-qur’an dijelaskan dalam Surat
An-Nisa’ ayat 160-161. Ayat ini mengisahkan tentang orang-orang Yahudi, Allah
SWT telah mengharamkan riba kepada mereka namun mereka tetap mengerjakan
perbuatan ini.
)160( ً ‫ع ْن س يل َ كثي‬
)161( ‫ف ين م ْن م ع بً ألي ًم‬

ْ ‫أحل‬
‫ت ل ْم بص ه ْم‬
‫ف ظ ْلم من ل ين ه د ح ْمن عل ْي ْم ي‬
‫أ ْخ هم ل ب ق ْ ن و ع ْنَ أ ْكل ْم أ ْمو لن س ب ْل ل أ ْعت ْن ل ْل‬

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dank arena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah (161). Dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil, kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang
pedih”. (Qs. An Nisa [4]: 160-161)
Pada tahap ketiga penjelasan riba dalam Al-qur’an dijelaskan dalam Surat
Ali Imron ayat 130. Ayat ini menjelaskan kebiasaan orang Arab saat itu sering
mengambil riba dengan berlipat ganda. Ayat ini telah secara jelas mengharamkan
perbuatan riba, akan tetapi bentuk pengharaman ayat ini masih bersifat sebagian,
yaitu kepada kebiasaan orang saat itu yang mengambil riba dengan berlipat ganda
dari modal. Riba yang disebutkan yaitu riba dengan penambahan dari pokok modal
dari hutang yang berlipat ganda.

َ‫عف ً تقو َ لعل ْم ت ْفلحون‬

‫ل ين آمنو َ تأْكلو ل ب أضْع فً م‬

‫ي أي‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.(Qs. Ali Imron [3]: 130)

14
Pada tahap terakhir penjelasan tentang riba terdapat pada Al-qur’an Surat
Al baqarah Ayat 277dan 278. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT dengan tegas
mengahramamkan riba.

‫) فإ َْ ل ْم ت ْفعلو فأ ْ نو‬222( ‫م بقي من ل ب َْ ك ْنت ْم م ْ منين‬
ْ
َ َ‫تظلمو‬
َ ‫َْ ت ْت ْم فل ْم ء س أ ْمو ل ْم‬

َ ‫ي أي ل ين آمنو تقو‬
َ‫سول‬
َ ‫من‬
ْ ‫بح‬
ْ ‫ت‬
)222(َ‫ظلمو‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa-sisa riba, jika memang kamu orang yang beriman. Jika kamu tidak
melakukannya, maka terimalah pernyataan perang dari Allah dan rasul
Nya dan jika kalian bertobat maka bagi kalian adalah modal-modal, kalian
tidak berbuat zalim dan tidak pula dizalimi”. (QS. Al Baqarah[2] : 278- 279)
Tabel 2 Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional
No

Perbedaan

Bank Konvensional

Bank Syariah

1

Fungsi dan kegiatan
bank

Intermediasi, jasa
keuangan

Intermediasi, manager
investasi, investor, sosial,
jasa keuangan

2

Mekanisme dan
objek usaha

Tidak anti riba dan
maysir

Anti riba dan maysir

3

Prinsip dasar operasi

-Bebas nilai (prinsip
metralis)
-Uang sebagai komoditi
-bunga

4

Prioritas pelayanan

Kepentingan Pribadi

-Tidak bebas nilai (prinsip
syariah islam)
-Uang sebagai alat tukar
dan bukan komoditi
-bagai hasil, jual beli dan
sewa
Kepentingan publik

5

Orientasi

Keuntungan

Tujuan sosial ekonomi
Islam, keuntungan

6

Bentuk

Bank komersial

Bank komersial, bank
pembangunan, bank
universal atau multi
purpose

7

Evaluasi nasabah

Kepastian
pengembalian pokok
dan bunga
(creditwhothiness dan
collateral)

Lebih hati-hati karena
partisipasi dalam resiko

8

Hubungan nasabah

Terbatas debiturkreditur

Erat sebagai mitra usaha

15
9

Sumber likuiditas
jangka pendek

Pasar uang, Bank
Sentral

Pasar uang syariah, bank
sentral

10

Pinjaman yang
diberikan

Komersial dan
nonkomersial,
berorientasi laba

Komersial dan non
komersial, berorientasi
laba dan nirlaba

11

Lembaga penyelesai
sengeketa

Pengadilan, arbiterase

Pengadilan, Badan
Arbiterase Syariah
Nasional

12

Resiko Usaha

-dihadapibersama antara
bank dan nasabah
menggunagakan prinsip
keasilan dan kejujuran
-tidak mungkin terjadi
negative spread

13

Struktur pengawas

-Resiko bank tidak
terkait langsung dengan
debitur, resiko debitur
tidak terkait langsung
dengan bank
-kemungkinan terjadi
negarive spread
Dewan komisaris

14

Investasi

Halal atau haram

Halal saja

Dewan komisaris, DPS,
DSN

Sumber : Ascarya 2006

Salah satu cara yang dilakukan oleh bank konvensional untuk menyalurkan
dana yang dihimpun adalah kredit. Kredit yang diberikan berupa kredit korporasi
atau kredit UMKM, dan pihak bank akan mendapatkan bunga atas harga uang yang
telah dipinjamkan. Sedangkan pada bank syariah cara yang digunakan untuk
menyalurkan dana yang dihimpun adalah melaui pembiayaan dan sistem yang
digunakan adalah sistem bagi hasil. Beberapa produk yang dihasilkan oleh
perbankan syariah:
1. Produk dengan prinsip jual beli antara lain murabahah, salam, dan istisna.
2. Produk dengan prinsip bagi hasil antara lain musyarakah, mudharabah dan
rahn.
3. Produk dengan prinsip sewa antara lain ijarah.
Pembiayaan dan Kredit Perbankan
Berdasarkan Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008,
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa transaksi bagi hasil, sewa menyewa, jual beli atau pinjam meminjam
berdasarkan persetujuan bank syariah dengan pihak lain mewajibkan pihak yang
dibiayai san atau diberi fasilitas dana tersebut untuk mengembalikan dana tersebut
dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.
Antonio (2001) menjelaskan bahwa pembiayaan adalah salah satu tugas
pokok dari bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut sifat penggunaannya,
pembiayaan terbagi menjadi dua:
1. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi.

16
2. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya
pembiayaan produktif dibagi menjadi dua yaitu pembiayaan modal kerja
dan pembiayaan investasi.
Berdasarkan Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan
menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga imbalan
atau pembagian hasil keuntungan.
Kredit perbankan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria :
1. Berdasarkan jangka waktunya, yaitu kredit jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang.
2. Berdasarkan tujuan penggunaan dananya, yaitu kredit modal kerja,
kredit investasi dan kredit konsumsi.
3. Berdasarkan golongan atau segmentasinya, yaitu kredit sektor UMKM
dan non-UMKM.
PUAB dan PUAS
Pasar uang antar bank merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh
perbankan dalam mengelola likuiditasnya. Transaksi di pasar uang antar bank
terjadi dikarenakan perbankan mengalami kekurangan likuiditas atau kelebihan
likuiditas. Kekurangan likuiditas pada perbankan disebabkan oleh perbedaan antara
penerimaan dan penanaman dana, sedangkan kelebihan likuiditas pada perbankan
dikarenakan dana yang dihimpun belum dapat disalurkan melalui kredit. Perbankan
yang mengalami kelebihan likuiditas dapat mengalokasikannya pada pasar uang
antar bank dan perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas dapat menggunakan
PUAB untuk meningkatkan likuiditasnya.
Pasar uang antar bank menerapkan bunga pada proses transaksinya. Nilai
suku bunga PUAB ditetapkan melalui kesepakatan antara peminjam dan pemilik
dana. Sejak tahun 2008, Bank Indonesia menetapkan suku bunga Pasar Uang Antar
Bank sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, sehingga suku bunga PUAB
tidak terlalu melebar dari acuannya (BI rate). Bank Indonesia selalu berusaha untuk
menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang sehingga
terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil melalui kebijakan moneter (operasi
pasar terbuka).
Berkembangnya perbankan dengan prinsip syariah di Indonesia
menyebabkan instrumen Pasar Uang Antar Bank tidak dapat diterapkan pada
perbankan syariah. Hal ini dikarenkan perbankan syariah tidak boleh menggunakan
sistem bunga. Instrumen Pasar Uang Antar Bank yang menggunakan prinsip
syariah (PUAS) diterbitkan untuk menjaga likuiditas perbankan syariah. Instrumen
PUAS ini diatur dalam peraturan Bank Indonesia NO.2/8/PBI/2000.

17
Equivalent Rate Pembiayaan Dan Suku Bunga Kredit
Suku bunga adalah satu komponen utama dalam kebijakan ekonomi
konvensional yang berarti biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas
pinjaman yang diterima dan m