Analisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor properti di indonesia

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH
DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA
KE SEKTOR PROPERTI DI INDONESIA

MIRSAD AWAWIN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke
Sektor Properti di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014

Mirsad Awawin
NIM H14100034

iv

ABSTRAK
MIRSAD AWAWIN. Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional
terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG
NURYARTONO.
Penelitian ini menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional
terhadap penyaluran dana ke sektor properti melalui perbankan syariah dan konvensional
dari Januari 2008 hingga Desember 2013 dengan menggunakan metode VAR/VECM
yang dianalisis melalui Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD). Hasil penelitian menunjukkan instrumen moneter konvensional

yang diwakili oleh suku bunga SBI dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh
SBIS secara signifikan berpengaruh negatif terhadap pembiayaan properti baik melalui
perbankan syariah maupun perbankan konvensional. Berdasarkan hasil simulasi IRF
guncangan moneter akan berpengaruh dengan cepat pada pembiayaan Properti dari
perbankan syariah dan kredit Properti dari perbankan konvensional. Akan tetapi, kredit
Properti dari perbankan konvensional akan lebih cepat stabil dibandingkan dengan
pembiayaan Properti dari perbankan syariah. Berdasarkan hasil FEVD, SBI dan SBIS
memiliki pengaruh yang besar pada jalur pembiayaan perbankan syariah dan memiliki
pengaruh yang kecil pada jalur kredit perbankan konvensional. Hal ini mengindikasikan
peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit dan
peran SBIS yang semakin signifikan dalam transmisi moneter melalui jalur pembiayaan.
Kata kunci : Mekanisme transmisi moneter, Kredit/Pembiayaan Properti, Impulse
Response Function, Variance Decomposition.

ABSTRACT
MIRSAD AWAWIN. The Impact of Islamic and Conventional Monetary Instruments
towards property fund distributions. Supervised by NUNUNG NURYARTONO.
This study analyse the impact of Islamic and Conventional Monetary Instruments
towards property funding held by Islamic and Conventional Banking from January 2008
to December 2013 using VAR/VECM which analysed through Impulse Response

Function (IRF) and Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). The result shows
Conventional Monetary Instruments which represented by interest rate of SBI and Islamic
Monetary Instruments which represented by fee of SBIS significantly affect to property
funding negatively, which held by both Islamic and Conventional Banking. As the result
of IRF simulation, monetary shocks can affect rapidly on property funding from Islamic
and conventional Banking. Despite, property funding from Conventional Banking will be
more stable than Islamic Banking. SBI and SBIS are more likely affect to property
funding held by islamic banking than conventional banking, according to the result of
FEVD. The result indicates that the significant role of SBIS is more effective to monetary
transmission through funding than the role of SBI.
Keywords: The Mechanism of Monetary Transmission, Property Funding, Impulse
Response Function, Variance Decomposition.

ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH
DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA
KE SEKTOR PROPERTI DI INDONESIA

MIRSAD AWAWIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan
skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan
Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia” ini

merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih tulus penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing skripsi
yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam
penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen penguji utama
dan Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P, M.Si selaku dosen penguji dari
Komisi Pendidikan atas kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan skripsi ini.
3. Kedua orang tua penulis, yakni Aswardi dan Dismalyeni serta kedua
adik penulis Yuni Kartika dan Muhammad Ikhsan Alfadillah atas segala
doa dan dukungan yang selalu dicurahkan.
4. Saudara seperjuangan hidup Maya Sasmita, Ibrohim, dan Muhammad
Deni Ramadhan yang selalu bersemangat dan tidak pernah bosan dalam
memberikan doa dan motivasi.
5. Rekan seperjuangan bimbingan skripsi Luqman Aziz, Andri Sukrudin,
Ahmad Azhari Pohan, Fatimah Zachra Fauziah, Masyitoh Al Kautsar,
dan Nana Rodiana atas dorongan semangat dan bantuan selama
penulisan skripsi ini.

6. Sahabat seperjuangan gerakan sosial Inovasi untuk Indonesia Sigit,
Rizal, Azka, Delly, Kautsar, Maya, Astri, dan sahabat lainnya yang
banyak menanamkan value.
7. Sahabat seperjuangan eksternal Ranger X-Tion FORMASI FEM IPB
2013 Ulfah, Rahmi, Mpit, dan Sanjoyo yang selalu mengingatkan
kebaikan
8. Sahabat seperjuangan kampus Ksatria Jakpus BEM KM IPB 2013 Dede
Rahmat, Fikria Ulfa, Elvira, Dara, Riki, Fikri, Riswan, Laras, Noeng,
Siska, dan Tuti yang selalu memberikan semangat tulus
9. Sahabat seperjuangan kuliah keluarga Ilmu Ekonomi 47, khususnya
prodi ESP 47.
10. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kelanjutan
studi ekonomi Islam sehingga ekonomi Islam dapat terus bertumbuh di Indonesia.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014
Mirsad Awawin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA
METODE DAN PENELITIAN

5

14

Jenis dan Sumber Data

14

Metode Analisis Data

14

Pengolahan Data

15

Model Penelitian

17

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


18

Gambaran Umum

18

Hasil Estimasi Model VECM

22

Implikasi Estimasi Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional
terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Properti di Indonesia
33
SIMPULAN DAN SARAN

35

Simpulan

35


Saran

35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

58

x

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah, dan BPRS
Tahun 2008-2013
2 Jenis dan Sumber Data Penelitian
3 Rujukan Model Penelitian
4 Model Penelitian
5 Hasil Uji Stasioneritas Data
6 Perhitungan Lag Optimum
7 Stabilitas sistem Vector Autoregression
8 Hasil Johansen Cointegration test Model I
9 Hasil Johansen Cointegration test Model II
10 Hasil Granger Causality Test
11 Hasil Estimasi VECM Model I
12 Hasil Estimasi VECM Model II

3
14
17
18
23
23
24
25
25
26
26
27

DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan sektor konstruksi yang mencakup properti tahun 20082013
2 Pangsa kredit properti terhadap total kredit periode Desember 2008Desember 2013
3 Skema Transmisi Kebijakan Moneter jalur Pembiayaan
4 Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
5 Kurva Permintaan dan Penawaran Uang
6 Konsep Real Estate, Properti Riil, dan Properti Individu
7 Kerangka Pemikiran
8 Perkembangan SBI dan SBIS periode Januari 2008- Desember 2013
9 Perkembangan Kredit Properti
10 Perkembangan Pembiayaan Properti
11 Perbandingan porsi penyaluran dana ke sektor properti bank syariah
dan konvensional periode Januari 2008- Desember 2013
12 Perbandingan Suku Bunga dan Bagi Hasil periode 2008-2013
13 Analisis impulse response function (IRF) persamaan LNCRD
14 Analisis impulse response function (IRF) persamaan LNPYD
15 Variance decomposition (%) LNCRD
16 Variance decomposition (%) LNPYD

1
2
6
7
8
9
13
19
20
20
21
22
28
30
32
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Data yang digunakan
Hasil Uji Stasioneritas Variabel
Hasil Analisis VAR/VECM Model I
Hasil Analisis VAR/VECM Model II

37
39
43
50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia mencatat bahwa sektor properti memainkan peran yang sangat vital
di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara
sedang berkembang namun juga di negara maju. Negara maju seperti Amerika
telah menjadikan sektor properti sebagai motor penggerak perekonomian
negaranya, yaitu sebagai pemicu percepatan pertumbuhan ekonomi khususnya di
sektor riil. Menurut Wuryandani et all (2005), sektor properti merupakan
indikator seberapa aktifnya kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung di suatu
negara. Sektor properti memiliki efek pelipat gandaan (multiplier effect) dengan
mendorong naiknya berbagai kegiatan di sektor-sektor lain yang terkait seiring
meningkatnya kegiatan di bidang properti. Kebutuhan akan produk properti akan
terus meningkat sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi. Dengan
demikian, meningkatnya kegiatan di bidang properti menandakan mulai
membaiknya perekonomian suatu negara, terutama negara berkembang seperti
Indonesia.
Sektor properti memiliki peran yang penting dalam perekonomian
Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh sekitar 6 persen pada
tahun-tahun terakhir ini sangatlah ditunjang oleh pertumbuhan sektor riil salah
satunya yaitu sektor konstruksi yang mencakup properti. Berdasarkan data BPS
(2013), sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 6.349.487 jiwa atau 5,6
persen dari total angkatan kerja. Berdasarkan Gambar 1, pertumbuhan sektor
konstruksi yang mencapai rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 7,8 persen
mampu menyumbang sebesar 10,78 persen dari total Produk Domestik Bruto
(PDB) atau sebesar 907,27 triliun rupiah. Nilai ini tentunya belum optimal dan
menjadi peluang emas mengingat penduduk Indonesia pada tahun 2013
diperkirakan berjumlah 250 juta jiwa, yang menjadikan kebutuhan akan properti
khususnya perumahan akan semakin besar. Begitu juga dengan permintaan
terhadap apartemen, pusat perbelanjaan, perkantoran serta bangunan-bangunan
komersial lainnya juga akan mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja akan
berimplikasi pada pertumbuhan sektor properti yang nantinya akan mempengaruhi
kegiatan ekonomi dan perkembangan ekonomi nasional.
Milyar Rupiah

1000000
800000
600000

PDB Sektor
Konstruksi

400000
200000
0

Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)

Gambar 1. Pertumbuhan sektor konstruksi yang mencakup properti tahun
2000- 2013

2

Pada kenyataannya perkembangan sektor properti di Indonesia sangat
berkaitan erat dengan sektor perbankan. Salah satu sumber utama pembiayaan
sektor properti berasal dari perbankan. Pembiayaan perbankan terhadap proyek
properti pun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat terhadap portofolio
kredit perbankan. Berdasarkan data SEKI (2013), penyaluran kredit properti
sampai dengan desember 2013 mencapai Rp 471,96 triliun dengan pertumbuhan
mencapai 26,54 persen. Gambar 2 menunujukan kredit Properti memberikan
kontribusi sebesar 14,33 persen dari total outstanding kredit bank umum yang
bernilai Rp 3.292,87 triliun, dimana nilai kredit properti ini terus bertumbuh sejak
tahun 2008.
16
14

Persen

12
10
8
6
4

Pangsa Kredit Properti
terhadap Total Kredit

2
0

Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI), 2013 (diolah)

Gambar 2. Pangsa kredit properti terhadap total kredit periode Desember
2008-Desember 2013
Sebagian besar sumber pembiayaan perbankan berasal dari dana pihak
ketiga atau masyarakat yang biasanya disimpan dalam bentuk tabungan atau
deposito yang bersifat jangka pendek. Sementara itu, sifat kredit properti
cenderung merupakan jangka panjang Hal ini bisa menimbulkan maturity
mismatch atau ketidaksesuaian jatuh tempo, karena kredit sektor properti
umumnya berjangka panjang sedangkan sumber dananya sewaktu-waktu dapat di
tarik oleh masyarakat. Hal ini akan menyebabkan terganggunya likuiditas
perbankan yang berdampak pada pembiayaan yang disalurkan. Ketergantungan
terhadap pembiayaan dari perbankan inilah yang membuat perkembangan sektor
properti di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan bank/lembaga
keuangan, otoritas moneter Negara (Bank Indonesia), serta lebih jauh lagi
dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi negara secara keseluruhan (Murtiningsih,
2009). Oleh karena itu, pembiayaan sektor properti menjadi sangat bergantung
pada instrumen moneter khususnya SBI yang berhubungan langsung dengan
likuiditas perbankan.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun
1999, Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan sistem moneter
ganda pada sistem perekonomiannya yakni sistem moneter syariah dan

3

konvensional. Hal ini membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan
lembaga keuangan syariah di Indonesia. Mulai tahun 2002 bermunculan bank
syariah, unit usaha syariah (UUS) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS)
yang tersebar di seluruh Indonesia dengan tren yang meningkat dan diprediksi
akan terus bertambah sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1. Munculnya Bank
Muamalat Indonesia pada tahun 2002 mendorong bertumbuh kembangnya
perbankan syariah. Perkembangan bank syariah yang semakin pesat menjadikan
perbankan syariah sebagai salah satu lembaga keuangan yang memainkan peran
yang semakin besar dalam perbankan nasional.
Tabel 1 Perkembangan jumlah bank syariah, unit usaha syariah, dan BPRS tahun
2008-2013
Kelompok Bank

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Bank Umum Syariah (BUS)

5

6

11

11

11

11

Unit Usaha Syariah (UUS)

27

25

23

24

24

23

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
131
138
Total Jumlah Kantor BUS, UUS, DAN
BPRS
1024 1223
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia, 2013

150

155

158

163

1763

2101

2663

2929

Penerapan sistem moneter ganda di Indonesia juga mendorong Bank
Indonesia melahirkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen
moneter pelengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh
perbankan konvensional. SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan
prinsip syariah. SBIS yang berdasarkan akad Ju’alah mulai digunakan sebagai
instrumen moneter sejak tahun 2008 yang menggantikan peran Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia (SWBI). Sebagai instrumen moneter, SBI dan SBIS memilki jalur
transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi
besarnya pembiayaan dan penyaluran kredit kepada sektor riil.
Penyaluran dana ke sektor properti melalui perbankan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, salah satunya faktor eksternal yaitu instrumen moneter. Hal inilah
yang menjadi salah satu alasan bahwa penelitian mengenai pengaruh instrumen
moneter syariah dan konvensional terhadap pembiayaan properti di Indonesia
penting untuk dilakukan karena akan mempengaruhi tindakan perbankan
konvensional maupun syariah dalam menyalurkan dananya ke sektor properti.
Selain itu, hadirnya SBIS dengan prinsip syariah sebagai instrumen moneter
pelengkap SBI diharapkan lebih efektif dalam meningkatkan penyaluran dana
perbankan ke sektor properti. Untuk menjawab ekspektasi tersebut, penelitian ini
akan menganalisis secara kuantitatif pengaruh instrumen moneter terhadap
pembiayaan properti di Indonesia.
Rumusan Masalah
Peran sektor properti yang cukup besar dan prospektif terhadap
perekonomian Indonesia membuat sektor ini menjadi perhatian penting yang
harus didukung dan di fasilitasi terutama dalam hal pembiayaan. Sumber

4

pembiayaan sektor properti yang selama ini cukup didominasi pembiayaan
perbankan dihadapkan dengan sifat kredit properti yang cenderung jangka
panjang. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi perbankan mengingat
sebagian besar sumber dana perbankan berasal dari pihak ketiga atau masyarakat
yang bersifat jangka pendek sehingga terjadi maturity mismatch yang
menyebabkan terganggunya likuiditas perbankan. Kebutuhan terhadap
pembiayaan perbankan inilah yang menjadikan perkembangan sektor properti
sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan otoritas moneter, salah satunya
transmisi kebijakan moneter khususnya SBI yang berhubungan langsung dengan
likuditas perbankan. Dilihat dari sisi perbankan, instrumen moneter menjadi
faktor eksternal yang memengaruhi penyaluran kredit perbankan. Oleh karena itu,
pembiayaan perbankan ke sektor properti yang efektif akan terwujud apabila
transmisi moneter berjalan dengan baik dimana sektor keuangan yang
digambarkan melalui perbankan dapat menyalurkan dana ke masyarakat dan
menggerakkan perekonomian secara riil.
Berdasarkan fenomena tersebut, penerapan mekanisme transmisi moneter
ganda sejak tahun 1992 dengan penggunaan sistem moneter syariah dan
konvensional secara bersamaan akan menimbulkan pengaruh dari instrumen
moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana dari perbankan,
termasuk dalam pemberian kredit atau pembiayaan properti. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis instrumen moneter manakah yang lebih
berpengaruh dalam penyaluran dana ke sektor properti di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit
properti di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan
properti di Indonesia?
3. Bagaimanakah perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan
konvensional dalam penyaluran dana ke sector properti di Indonesia?
Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap
kredit properti di Indonesia.
2. Mengidentifikasi pengaruh instrumen moneter syariah terhadap
pembiayaan properti di Indonesia.
3. Membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan
konvensional dalam penyaluran dana ke sektor properti di Indonesia.

5

Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan masukkan bagi
pemerintah, masyarakat, dan kalangan akademisi:
1. Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam mengambil
kebijakan moneter, khususnya dalam mengembangkan sektor properti melalui
perbankan.
2. Masyarakat dapat mengetahui peran perbankan syariah dalam mengembangkan
sektor properti
3. Kalangan akademisi dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi dalam
melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh instrumen
moneter syariah dan konvensional terhadap perkembangan sektor properti di
Indonesia. Instrumen moneter yang digunakan terbagi dua menjadi instrumen
moneter konvensional dan syariah, instrumennya yaitu bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), kredit properti
perbankan konvensional, dan pembiayaan properti perbankan syariah . Sedangkan
periode waktu yang diambil dalam studi kasus ini adalah perekonomian Indonesia
dari Januari 2008 sampai dengan Desember 2013.

TINJAUAN PUSTAKA
Transmisi Moneter
Transmisi moneter adalah mekanisme bekerjanya kebijakan moneter
sampai memengaruhi sektor riil. Mishkin (2009) menjelaskan bahwa jalur
mekanisme transmisi moneter dapat terjadi melalui beberapa jalur, yaitu jalur
efek suku bunga tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset
lain (other asset price effect) dan jalur kredit (credit view).
Mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit (credit view) muncul
untuk menangani masalah asimetri informasi pada pasar keuangan. Pada jalur ini,
transmisi moneter memengaruhi penyaluran dana pada perbankan serta neraca
perusahaan dan rumah tangga. Terkait pengaruhnya terhadap penyaluran dana
dari perbankan (bank lending channel), berangkat dari analisis bahwa bank
memiliki peran penting dalam sistem keuangan karena dapat menangani masalah
informasi asimetrik pada pasar kredit maka peminjam hanya dapat mengakses
pasar kredit melalui bank. Berdasarkan asumsi tidak ada subtitusi sempurna
diantara bank dengan sumber dana lain, maka saat terjadi ekspansi moneter yang
meningkatkan cadangan perbankan dan deposit bank maka akan meningkatkan
ketersediaan dan kuantitas pinjaman perbankan yang tersedia. Berdasarkan

6

asumsi peminjam tergantung pada pinjaman perbankan untuk membiayai
aktifitasnya, maka peningkatan pinjaman pada perbankan akan meningkatan
investasi. Secara skematik, transmisi kebijakan moneter melalui jalur pembiayaan
perbankan diperlihatkan pada Gambar 3 berikut:
Ekspansi kebijakan moneter: cadangan dan deposit bank
bank

Investasi

ketersediaan pinjaman dari

Output (Y)

Sumber: Mishkin (2009)

Gambar 3. Skema Transmisi Kebijakan Moneter jalur Pembiayaan
Kebijakan moneter melalui jalur kredit bertujuan untuk mendorong
investasi dari sisi supply yang direpresentasikan oleh bank sebagai lembaga
intermediasi. Dalam proses transmisinya, Bank Indonesia dapat melakukan
kontraksi dan ekspansi moneter dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga
kebijakan (BI Rate). Kebijakan ini akan memengaruhi sisi liabilitas (kewajiban)
bank yang didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK) yaitu dana masyarakat yang
disimpan di perbankan. Ketika ekonomi memanas, Bank Indonesia melakukan
kontraksi moneter dengan menaikkan BI Rate. Kebijakan ini akan menyebabkan
jumlah uang beredar di masyarakat akan turun sehingga mengakibatkan jumlah
DPK juga ikut menurun. Penurunan DPK akan mengakibatkan penurunan
ketersediaan dana yang siap disalurkan oleh perbankan, salah satunya dalam
bentuk kredit. Untuk meningkatkan DPK perbanakan akan cenderung menaikan
suku bunga dana seperti tabungan dan deposito sehingga berakibat pada kenaikan
suku bunga kredit. Permintaan terhadap kredit baru cenderung turun karena suku
bunga kredit yang meningkat dan menyebabkan investasi turun dan
memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Instrumen Moneter
Instrumen moneter adalah alat kebijakan moneter yang digunakan untuk
memengaruhi sektor riil. Dalam menjalankan kebijakan moneter Bank Indonesia
memiliki beberapa instrument moneter yaitu Operasi Pasar Terbuka (OPT), Giro
Wajib Minimum (GWM), Fasilitas Diskonto, dan Intervensi Mata Uang Asing.
Instrumen moneter menggunakan Operasi Pasar Terbuka dilaksanakan
dengan melangsungkan kegiatan jual beli surat berharga oleh bank sentral yang
pada gilirannya akan memengaruhi tingkat suku bunga. Operasi ini memiliki dua
aktivitas di dalamnya, yaitu jual dan beli surat-surat berharga termasuk Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Kedua
instrumen ini menjadi instrumen utama dalam kebijakan moneter. Menurut
Sugiyono (2003), hal ini dilandaskan Bank Indonesia yang memiliki SBI dalam
jumlah yang memadai untuk mengeksekusi keputusan kontraksi atau ekspansi
moneter. Selain itu, SBI memenuhi tiga syarat utama likuiditas surat berharga
yakni dapat diperjualbelikan dalam operasi pasar terbuka dan diterbitkan secara
kontinyu serta tersedia setiap saat.
Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang

7

rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek. SBI diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam
Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sedangkan peraturan Bank Indonesia nomor
10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah menyatakan bahwa
SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek
dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad
Ju’alah. Kedua instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen
Operasi Pasar Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir
kestabilan nilai rupiah dan tingkat inflasi.
SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas
mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Akad Ju’alah merupakan jenis akad
dimana pihak Bank Indonesia (Ja’il) memberikan sejumlah bonus (ju’ul) kepada
bank syariah (Maj’ullah) karena dianggap telah membantu Bank Indonesia dalam
melaksanakan kebijakan moneter (mahall al-‘aqd). Di dalam prakteknya, yaitu
saat Bank Indonesia akan melakukan transaksi lelang SBIS maka Bank Indonesia
akan mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan kebijakan
moneternya yaitu akan menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat. Maka
bank syariah yang akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan
tertentu. Jumlah nominal Ju’ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh Ja’il yang
ditetapkan saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak.
Menurut Muslim (2008), perubahan pada tingkat suku bunga SBI
diharapkan mampu memberi pengaruh pada tingkat suku bunga kredit sebab
tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bonus Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) nantinya akan digunakan sebagai proksi bagi kebijakan
moneter. Dengan kata lain tingkat suku bunga SBI dijadikan barometer untuk
menentukan tingkat suku bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman akan
merepon perubahan tersebut.

Sumber: Ascarya (2012)

Gambar 4. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Bertumbuh kembangnya perbankan syariah menjadikan transmisi
kebijakan moneter tidak hanya memengaruhi perbankan konvensional saja namun
juga memengaruhi perbankan syariah karena mekanisme transmisi juga dapat

8

melewati jalur syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas
hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil
atau margin. Gambar 4 menjelaskan dalam rangka mencapai tujuan akhir
kebijakan moneter yaitu pengendalian output dan inflasi, instrumen moneter
syariah yang menggunakan bagi hasil atau margin dan instrumen moneter
konvensional yang menggunakan suku bunga akan mempengaruhi kredit dan
pembiayaan melalui suku bunga pinjaman dan bagi hasil atau margin pembiayaan.
Dengan demikian, menurut Ascarya (2012) dalam sistem moneter ganda, interest
rate pass-through lebih tepat disebut policy rate pass-through, dimana policy rate
untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk
syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin.
Teori Preferensi Likuiditas
Teori Preferensi Likuiditas menyatakan bahwa tingkat bunga menyesuaikan
untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Jika M adalah
penawaran uang dan P adalah tingkat harga maka M/P adalah penawaran dari
keseimbangan uang riil. Teori ini mengasumsikan adanya penawaran uang riil
yang tetap dan menegaskan bahwa tingkat bunga adalah sebuah determinan dari
berapa banyak uang yang ingin dipegang oleh masyarakat. Alasannya adalah
bahwa tingkat bunga adalah biaya peluang (opportunity cost) dari memegang
uang, yaitu biaya yang harus ditanggung karena memegang sebagian asset dalam
bentuk uang (yang tidak mendapatkan bunga) atau dalam deposit atau obligasi.
Ketika tingkat bunga naik, orang-orang ingin memegang uang dalam jumlah yang
lebih sedikit. Hal ini menunjukan bahwa fungsi permintaan uang riil dipengaruhi
oleh suku bunga (Mankiw, 2007).
Berdasarkan Gambar 5, tingkat bunga akan menyesuaikan untuk
menyeimbangkan pasar uang dimana jumlah uang riil yang diminta sama dengan
jumlah yang ditawarkan. Apabila tingkat bunga diatas keseimbangan maka jumlah
uang riil yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta. Orang-orang yang
memegang kelebihan penawaran uang akan berusaha untuk mengubah sebagian
diantaranya menjadi deposito atau obligasi. Bank-bank dan penerbit obligasi yang
lebih suka membayar tingkat bunga yang lebih rendah akan merespon kelebihan
uang dengan mengurangi tingkat bunga sehingga tingkat bunga akan bergerak
kembali menuju keseimbangan, begitu juga sebaliknya.

Sumber: Mankiw, 2007

Gambar 5. Kurva Permintaan dan Penawaran Uang

9

Properti
Properti adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dijadikan objek
kepemilikan. Sementara Properti riil diartikan sebagai kepentingan, keuntungan,
dan hak-hak yang menyangkut kepemilikan tanah dan bangunan beserta perbaikan
yang menyatu terhadapnya (Rafitas dalam Murtiningsih, 2005). Properti terbagi
menjadi:
a. Aset berwujud (Tangible Property) yang terdiri dari:
1. Real Property yang terdiri dari tanah, bangunan dan prasarana, serta
pengembangan lainnya.
2. Personal Property terdiri dari mesin dan peralatan, kendaraan, peralatan
kantor, fixtures dan furnitures serta building equipment.
b. Aset tak berwujud (Intangible Property) yang terdiri dari goodwill,
personal guarantee, francises, trademark, patent, dan copy right.
c. Surat-surat berharga (Marketable Securities)yang terdiri dari saham,
tabungan dan promissary notes.
Dalam perkembangannya, bangunan dalam bisnis properti berdasarkan
penggunaannya dibagi atas:
1. Bangunan Komersial yang terdiri dari bangunan perkantoran, ruko,
pertokoan, serta hotel dan motel.
2. Bangunan Perumahan yang terdiri dari rumah tinggal dan
kondominium/apartemen.
3. Bangunan Industri yang terdiri dari industri berat, industri ringan dan
gudang, gudang dan kantor, pergudangan, dan industrial parks.
4. Bangunan Fasilitas Umum yang terdiri dari rumah sakit, perguruan
tinggi, gedung-gedung pemerintah, dan SPBU/ pom bensin.
5. Bangunan Hiburan yang terdiri dari bioskop, lapangan golf, museum,
sarana olahraga, convention center, dll.
Gambar 6 menjelaskan mengenai konsep/hubungan antara real estate,
properti riil, dan properti individu.

Sumber: Sidik (2000)

Gambar 6. Konsep Real Estate, Properti Riil, dan Properti Individu

10

Pembiayaan dan Kredit Properti
Berdasarkan Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008,
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa transaksi bagi hasil, sewa menyewa, jual beli atau pinjam meminjam
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan pihak yang lain
mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana tersebut untuk
mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah,
tanpa imbalan atau bagi hasil.
Ascarya (2007) menjelaskan bahwa kebutuhan pembiayaan properti dapat
dipenuhi dengan berbagai cara, antara lain:
1. Bagi hasil dengan akad musyarakah mutanaqisah, yaitu pembiayaan
dengan cara bank syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset
yang diinginkan nasabah. Aset tersebut kemudian disewakan kepada
nasabah. Bagian sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan
pembelian porsi aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga pada
periode waktu tertentu (saat jatuh tempo), aset tersebut sepenuhnya
telah dimiliki oleh nasabah.
2. Jual beli dengan akad murabahah, yaitu pembiayaan dengan cara bank
syariah membelikan aset yang dibutuhkan nasabah dari supplier
kemudian menjual kembali kepada nasabah dengan mengambil margin
keuntungan yang diinginkan. Selain mendapat keuntungan margin,ban
syariah juga hanya menanggung resiko yang minimal. Sementara itu,
nasabah mendapatkan kebutuhan asetnya dengan harga yang tetap.
3. Sewa dengan akad ijarah muntahiya bittamlik, yaitu pembiayaan
dengan cara bank syariah membelikan aset yang yang dibutuhkan
nasabah kemudian menyewakannya kepada nasabah dengan perjanjian
pengalihan kepemilikan di akhir periode dengan harga yang disepakati
di awal akad. Dengan cara ini bank syariah tetap menguasai
kepemilikan aset selama periode akad dan pada waktu yang sama
menerima pendapatan dari sewa. Sementara itu, nasabah terpenuhi
kebutuhannya dengan biaya yang dapat diperkirakan sebelumnya.
Akad murabahah merupakan akad yang paling luas penggunaannya karena
mudah diterapkan dan beresiko kecil, sehingga tidak mengherankan jika porsi
terbesar portofolio bank syariah menggunakan akad murabahah. Namun
demikian, akad bagi hasil merupakan akad yang dipercaya lebih mencerminkan
esensi bank syariah untuk mendorong kelancaran usaha produktif di sektor riil
sehingga seharusnya menjadi akad utama pembiayaan pembiayaan bank syariah.
Berdasarkan Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak pinjam
meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
sejumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

11

Berdasarkan Definisi Bank Indonesia, kredit properti diberikan dalam
bentuk kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi. Kredit investasi
dan kredit modal kerja diberikan kepada pengembang untuk proses pembangunan
proyek properti, sementara kredit konsumsi diberikan kepada masyarakat sebagai
konsumen dari produk-produk properti. Dilihat dari komposisinya, kredit properti
terbagi menjadi kredit konstruksi, kredit real estate, dan kredit kepemilikan rumah
atau apartemen (KPRA). Kredit konstruksi umumnya diberikan kepada kontraktor
atau para usahawan untuk membangun perkantoran, mall, ruko, dan pusat bisnis
lainnya. Kredit real estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun
kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan kredit KPRA diberikan kepada
perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah atau apartemen.
Suku Bunga dan Profit Loss Sharing
Suku bunga adalah salah satu komponen utama dalam kebijakan ekonomi
konvensional yang berarti biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas
pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas
investasinya. Sedangkan bagi hasil adalah komponen terpenting dalam sistem
moneter syariah dan merupakan cerminan dari kinerja sektor riil. Dengan adanya
sistem bagi hasil maka distribusi kekayaan dan pendapatan akan semakn merata
sehingga sektor riil akan tumbuh (Ayuniyyah, 2010).
Pada bank syariah terdapat dua jenis keuntungan yang didapat dari
pembiayaan yang diberikan, yaitu margin keuntungan dan bagi hasil. Margin
keuntungan adalah persentase tertentu yang ditetapkan oleh perbankan syariah
terhadap produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contract atau akad
bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun
waktu seperti murabahah, ijarah, salam, dan istisna. Sedangkan bagi hasil adalah
nisbah yang ditetapkan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis
Natural Uncertainty Contract atau akad bisnis yang tidak memberikan kepastian
pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktunya seperti musyarakah
dan mudharabah (Karim, 2010).
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit atau
pinjaman sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan
oleh Rusydiana (2009), yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi SWBI yang
ditetapkan Bank Indonesia maka akan semakin rendah pembiayaan yang
dilakukan oleh perbankan syariah. Selain itu terdapat hubungan yang negatif
antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan
penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika Bank
Indonesia menaikan suku bunga maka akan memicu perbanakan konvensional
untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Oleh karena itu,
daya saing perbankan syariah akan turun dan menjadi kurang kompetitif.
Hasil yang berbeda ditunjukan dalam penelitian yang dilakukan Ramadhan
(2012), yang menyimpulkan SBI dan SBIS memiliki pengaruh yang negatif

12

terhadap kredit perbankan konvensional dan pembiayaan perbankan syariah.
Menariknya, terdapat hubungan yang positif antara pembiayaan syariah dan SBI.
Semakin tinggi SBI akan menyebabkan kenaikan pembiayaan syariah dan
sebaliknya. Hal ini disebabkan jika bank sentral menaikkan suku bunga maka
akan memicu perbankan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik
pinjaman maupun deposito. Kenaikan suku bunga pinjaman akan mendorong
menurunnya permintaan kredit perbankan konvensional. Kondisi ini dimanfaatkan
oleh perbankan syariah dengan memberikan pembiayaan properti yang lebih besar
karena bank konvensional sebagai saingannya sedang menurunkan penyaluran
kreditnya.
Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Ayyuniah (2010) menjelaskan
bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih besar
terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen moneter syariah
karena proporsi instrument konvensional yang masih mendominasi sampai dengan
97 persen dari share perbankan nasional. Akan tetapi, instrumen moneter syariah
memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan dengan variabel moneter
konvensional karena lebih cepat menemukan titik kestabilan dibandingkan dengan
instrumen moneter konvensional. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan
moneter baik ekspansif maupun kontraktif dengan instrument suku bunga SBI
tidak mampu memengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum.
Hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter melalui jalur bank lending tidak
berlangsung di Indonesia selama periode 2001-2007.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Ascarya (2009) menjelaskan bahwa
sisi konvensional banyak memengaruhi sisi syariah dari kredit karena sistem
moneter dan keuangan Indonesia masih didominasi (97,5 persen) oleh sistem
konvensional, dan bagian yang berhubungan dengan sektor riil adalah kredit.
Suku bunga SBI memberikan dampak buruk yang setara dan permanen dengan
imbal hasil SBIS terhadap output. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Policy
Rate Pass-Through syariah dinilai belum efektif. Tidak ada keseimbangan jangka
pendek yang signifikan dan hanya PLS yang signifikan dalam kesembangan
jangka panjang. Hal ini disebabkan karena ekonomi syariah berpusat pada
aktifitas di sektor riil. Sementara itu SBIS, demi semangat perlakuan yang adil
(fair treatment) dengan konvensional, melakukan benchmark pada kebijakan suku
bunga konvensional dan nilainya sama dengan SBI.
Kerangka Pemikiran
Penerapan sistem moneter ganda di Indonesia yang dilandasi oleh Undangundang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 mendorong Bank Indonesia
menjalankan kebijakan moneter konvensional dengan prinsip suku bunga dan
kebijakan moneter syariah dengan prinsip profit dan loss sharing secara
bersamaan. Selain itu, penerapan sistem moneter ganda telah melahirkan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter perlengkap
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh perbankan
konvensional. Sebagai instrumen moneter, SBI dan SBIS memiliki jalur transmisi
tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen moneter ini akan memengaruhi

13

besarnya pembiayaan dan penyaluran kredit kepada sektor riil, termasuk sektor
properti yang salah satu sumber utama pembiayaannya berasal dari perbankan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrumen moneter
syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor properti di
Indonesia. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7, instrumen moneter yang
dimaksud adalah SBI dan SBIS. Sedangkan penyaluran dana digambarkan dengan
pembiayaan dari perbankan syariah dan kredit dari perbankan konvensional.
Sebagai saluran transmisinya, digunakan besarnya bagi hasil dan suku bunga
kredit.
Penerapan Sistem Moneter Ganda di
Indonesia
Instrumen
Moneter
Konvensional

Instrumen
Moneter
Syariah

Suku Bunga
Bank
Konvensional

Profit dan Loss
Sharing Bank
Syariah

Kredit

Pembiayaan

Kredit
Properti

Pembiayaan
Properti
Instrumen yang lebih berpengaruh
dalam penyaluran dana ke sektor
Properti

Rekomendasi Kebijakan

Gambar 7. Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Suku bunga SBI dan bonus SBIS berpengaruh negatif terhadap penyaluran
dana ke sektor Properti.
2. Pembiayaan properti dari perbankan syariah lebih cepat stabil ketika
terjadi guncangan moneter dibandingkan dengan kredit properti dari
perbankan konvensional.

14

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersifat kuantitatif berupa timeseries bulanan periode Januari 2008 sampai dengan
Desember 2013. Data diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Statistik Ekonomi
dan Keuangan Indonesia (SEKI), Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Statistik
Perbankan Indonesia Syariah (SPIS), Laporan Keuangan Bulanan Bank Umum
dan Bank Umum Syariah, dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Kategori

Variabel

Satuan

Sumber

Kredit Properti

LNCRD

Rupiah

Bank Indonesia

Pembiayaan Properti

LNPYD

Rupiah

Bank Indonesia

Suku Bunga SBI

SBI

Persen

Bank Indonesia

Bonus SBIS

SBIS

Persen

Bank Indonesia

Suku Bunga Rata-Rata Kredit

IR

Persen

Bank Indonesia

Margin Rata-Rata Pembiayaan

MARGIN

Persen

Bank Indonesia

PLS

Persen

Bank Indonesia

Profit and Loss Sharing

Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan untuk mendukung dan mencapai tujuan
penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis ekonometrika.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk memberikan
gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Analisis deskriptif dapat
dilakukan dengan menggunakan bantuan grafik, tabel dan diagram. Dalam
penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum
mengenai perkembangan SBI dan SBIS, jumlah dan porsi penyaluran dana ke
sektor properti bank syariah dan konvensional, serta suku bunga bank kovensional
dan bagi hasil bank syariah di Indonesia selama kurun waktu 2008-2013.
Analisis Ekonometrika
Metode analisis ekonometrika yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Vector Autoregression (VAR) jika data yang digunakan adalah stasioner dan tidak
terdapat kointegrasi, atau Vector Error Correction Model (VECM) jika data yang
digunakan kemudian diketahui stasioner dan terdapat kointegrasi. Analisis data
dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM mencakup tiga alat
analisis utama yaitu Granger causality test, impuls response function (IRF), dan

15

forecast error variance decomposition (FEVD). Adapun perangkat lunak yang
digunakan untuk proses pengolahan adalah Eviews 6.
Pengolahan Data
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam pengolahan data menggunakan
perangkat lunak Eviews 6 dengan metode VAR/VECM :
Uji Stasioneritas Data
Estimasi model ekonometrik time series akan menghasilkan kesimpulan
yang tidak berarti, ketika data yang digunakan mengandung akar unit (tidak
stasioner). Data yang mengandung akar unit (tidak stasioner) jika dimasukan
dalam pengolahan stastistik maka akan memberikan hasil estimasi yang spurious
yang ditandai oleh tingginya koefisien determinasi, R2 dan t-statistik signifikan,
tetapi penafsiran hubungannya tidak memiliki arti secara ekonomi.
Augmented dickey-fuller test (ADF test) merupakan prosedur standar, untuk
menyelidiki adanya akar unit pada data time series. Uji akar unit ADF
memerlukan estimasi regresi :


....................................................(1)

Dalam persamaan seperti ini hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : β = 0 (mengandung akar unit-series tidak stasioner)
H1 : β < 0 (tidak mengandung akar unit-series stasioner)
Jika nilai statistik ADF secara absolut lebih kecil dibandingkan nilai kritis
MacKinnon, maka H0 diterima. Dengan kata lain, Yt mengandung satu akar unit
atau data tidak stasioner. Data time series yang belum stasioner pada tingkat level
dapat dijadikan stasioner, melalui proses diferensiasi agar data menjadi stasioner.
Uji Akar-akar Unit
Uji stasioneritas akan dilakukan dengan metode ADF. Hasil series
stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar.
Sementara series nonstasioner akan berimplikasi pada dua pilihan yaitu VAR
dalam bentuk differens atau VECM.
Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi
polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua
akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai
absolutnya critical value, persamaan tersebut terkointegrasi. Dengan
demikian H0 = nonkointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H1 = kointegrasi.
Jika trace statistic>critical value, kita tolak H0 atau terima H1 yang artinya terjadi
kointegrasi. Setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui maka
tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model.
Vector Error Correction Model (VECM)
Vector Error Correction Model (VECM) adalah VAR terestriksi yang
digunakan untuk variabel yang nonstasioner tetapi memiliki potensi untuk
terkointegrasi. Dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke
jangka panjang. Menurut Firdaus (2011) model VECM secara umum adalah
sebagai berikut :


................(2)
Di mana :
= vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian
= vektor intercept
= vektor koefisien regresi
t
= time trend

= αx β’ dimana b’ mengandung persamaan kointegrasi jangka
panjang
= variabel in-level
Tx
= matriks koefisien regresi
k-1
= ordo VECM dari VAR
k
= lag
ε
= error term

17

Impuls Response Function (IRF)
Suatu metode yang digunakan untuk menentukan respons suatu variabel
endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini dikarenakan shock variabel
misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja, tetapi
ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis
atau struktur lag dalam VECM. Atau dengan kata lain IRF mengukur pengaruh
suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut
dan di masa yang akan datang.
Sementara itu, IRF bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar
lebih spesifik, yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh shock atau
guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock,
maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum.
Variance Decomposition (FEVD)
Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu
variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh
variabel-variabel lainnya adala FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur
dinamis dalam model VAR/VECM. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan
kelemahan masing-masing variabel mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun
waktu yang panjang.
FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen
yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan
menghitung persentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah
varabel akibat inovasi dalam varabel-variabel lain maka akan dapat dilihat
seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya
shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi melalui
FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi
dari variabel tertentu.
Model Penelitian
Model Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada
model penelitian Masyitha Mutiara Ramadhan (2012) :
Tabel 3. Rujukan Model Penelitian
Model

Penjabaran

I

CRDt= f ( IRt , SBIt ,SBISt )

II

PYDt= f ( MARGINt , PLSt , SBIt , SBISt )

Dimana:
CRDt
PYDt
IRt
MARGINt
PLSt
SBIt
SBISt

= Kredit UMKM Konvensional
= Pembiayaan UMKM Syariah
= Suku Bunga Rata-Rata Kredit
= Tingkat Margin Rata-Rata Pembiayaan
= Profit and Loss Sharing
= Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
= Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah

18

Merujuk pada model penelitian tersebut, model penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Model Penelitian
Model

Penjabaran

I

CRDt= f ( IRt , SBIt ,SBISt )

II

PYDt= f ( MARGINt , PLSt , SBIt , SBISt )

Dimana:
CRDt
PYDt
IRt
MARGINt
PLSt
SBIt
SBISt

= Kredit Properti Konvensional
= Pembiayaan Properti Syariah
= Suku Bunga Rata-Rata Kredit
= Tingkat Margin Rata-Rata Pembiayaan
= Profit and Loss Sharing
= Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
= Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Pada penelitian ini