Efektivitas ekstrak batang Pisang Ambon Musa paradisiaca untuk pengendalian infeksi Saprolegnia sp. pada larva Ikan Gurame Osphronemus gouramy

EFEKTIVITAS EKSTRAK BATANG PISANG AMBON
Musa paradisiaca UNTUK PENGENDALIAN INFEKSI
Saprolegnia sp. PADA LARVA IKAN GURAME
Osphronemus gouramy

NADIA AULIA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul „Efektivitas Ekstrak
Batang Pisang Ambon Musa paradisiaca untuk Pengendalian Infeksi Saprolegnia
sp. pada Larva Ikan Gurame Osphronemus gouramy‟ adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Nadia Aulia
NIM C14100049

ABSTRAK
NADIA AULIA. Efektivitas Ekstrak Batang Pisang Ambon Musa paradisiaca
untuk Pengendalian Infeksi Saprolegnia sp. pada Larva Ikan Gurame
Osphronemus gouramy. Dibimbing oleh SRI NURYATI dan RAHMAN.
Fase larva ikan gurame merupakan masa kritis terhadap infeksi cendawan,
seperti cendawan jenis Saprolegnia sp. Beberapa tanaman memiliki daya
antiseptik seperti tanaman pisang ambon. Penelitian ini bertujuan untuk menguji
efektivitas ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca) dalam mengurangi
infeksi Saprolegnia sp. pada larva ikan gurame (Osphronemus gouramy) melalui
media pemeliharaan. Larva gurame umur 8 hari (panjang larva 0,5+0,03 cm)
dipelihara pada akuarium berukuran 25x25x25 cm dengan padat tebar 8 ekor/L.
Media pemeliharaan diberi ekstrak batang pisang ambon dosis 0; 0,08; 0,12 dan
0,16 g/L selama 25 hari. Uji tantang dilakukan selama 14 hari dengan pemberian

spora Saprolegnia sp. kepadatan 104 sel/mL dan tetap diberi ekstrak batang pisang
ambon selama masa uji tantang berlangsung. Perlakuan dosis 0,16 g/L
memberikan kelangsungan hidup sebesar 100% yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan kontrol positif setelah uji tantang.
Kata kunci: Osphronemus gouramy, Musa paradisiaca, Saprolegnia sp., larva.

ABSTRACT
NADIA AULIA. Effectivity of Banana Stem Extract Musa paradisiaca to Control
Saprolegnia sp. Infection on Giant Gouramy Larvae Osphronemus gouramy.
Supervised by SRI NURYATI and RAHMAN.
Larvae stage of giant gouramy is a critical period due to fungal infection,
like Saprolegnia sp infection. There are some plants have antiseptic compound
like banana (Musa paradisiaca). This research aims to examine the effectiveness
of the banana stem extract (Musa paradisiaca) to reduce the infection of
Saprolegnia sp. on giant gouramy larvae through immersion. Eight-day old
gouramy larvae (0.5±0.03 cm length) were reared in an aquarium measuring
25x25x25 cm with density 8 fry/L. Rearing media were given banana stem extract
0; 0,08; 0,12; and 0,16 g/L doses during 25 days. Challenge test performed during
14 days which infection of Saprolegnia sp. with spore density 104 cells/mL given
and still given banana stem extract during chalange test. The treatment dose of 4%

gives 100% survival at the higher compared positive control after the challenge
test.
Keywords: Osphronemus gouramy, Musa paradisiaca, Saprolegnia sp., fry.

EFEKTIVITAS EKSTRAK BATANG PISANG AMBON
Musa paradisiaca UNTUK PENGENDALIAN INFEKSI
Saprolegnia sp. PADA LARVA IKAN GURAME
Osphronemus gouramy

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Efektivitas Ekstrak Batang Pisang Ambon Musa paradisiaca untuk
Pengendalian Infeksi Saprolegnia sp. pada Larva Ikan Gurame
Osphronemus gouramy
Nama
: Nadia Aulia
NIM
: C14100049

Disetujui oleh

Dr. Sri Nuryati, SPi. MSi.
Pembimbing I

Rahman, SPi.MSi.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segenap rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi
dengan judul „Efektivitas Pemberian Ekstrak Seduh Batang Pisang Ambon Musa
paradisiaca untuk Pencegahan Infeksi Saprolegnia sp. pada Larva Ikan Gurame
Osphronemus gouramy‟ dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April 2014 hingga Mei 2014 bertempat di Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Ayahhanda Gimis Topa dan ibu Retno Watiningsih., serta adik tercinta
Miftah atas doa dan dukungannya.
2.
Ibu Dr. Sri Nuryati S.Pi., M.Si. dan Bapak Rahman S.Pi., M.Si. selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis.
3.

Ibu Ir. Yani Hadiroseyani MM. selaku dosen penguji tamu dan Ibu Dr.
Dinamella Wahjuningrum SSi., MSi. selaku wakil komisi pendidikan.
4.
Ibu Ir. Iis Diatin MM. selaku pembimbing akademik.
5.
Teman seperjuangan Enrika Lidiawati yang telah menemani dan membantu
selama penelitian.
6.
Teman-teman kesayangan Bear, Chibi, D‟compex, T-Quess, L9, B26, LKI
Warrior, BDP 47, DB5K, dan Cassie yang telah memberikan sejuta rasa.
7.
Bapak Ranta dan Bapak Enda atas bantuannya selama ini kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Nadia Aulia

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
METODE ........................................................................................................2
Prosedur Penelitian ..................................................................................... 2
Parameter Penelitian dan Analisis Data ...................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................6
Hasil........................................................................................................... 6
Pembahasan ............................................................................................. 10
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 13
Kesimpulan .............................................................................................. 13
Saran ........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13
LAMPIRAN .................................................................................................. 14
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 16

DAFTAR TABEL
1.
2.

3.
4.

Rancangan perlakuan perendaman ekstrak batang pisang Ambon ................... 5
Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur selama pemeliharaan ................... 6
Pengamatan ciri cendawan Saprolegnia sp. .................................................... 7
Hasil perhitungan total koloni cendawan di media pemeliharaan pada masa
uji tantang ...................................................................................................... 9
5. Kisaran kualitas air pada media pemeliharaan larva ikan gurame .................. 10

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

Morfologi cendawan Saprolegnia sp. ............................................................. 7
Kelangsungan hidup larva ikan gurame selama pemeliharaan ......................... 7
Pertumbuhan panjang larva ikan gurame selama pemeliharaan ....................... 8

Dinamika kematian larva ikan gurame selama pemeliharaan .......................... 9
Larva ikan gurame yang terinfeksi cendawan ................................................. 9

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.

Contoh perhitungan dosis pengenceran ekstrak batang pisang ambon .......... 15
Contoh perhitungan kepadatan spora ........................................................... 15
Contoh perhitungan total koloni cendawan .................................................. 15
Gambar morfologi cendawan ...................................................................... 16
Gambar total koloni cendawan .................................................................... 16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan gurame (Osphronemus gouramy) merupakan komoditas perikanan air
tawar asli Indonesia unggulan KKP. Seiring sistem budidaya yang telah maju,

permintaan akan komoditas ini semakin meningkat. Target produksi ikan ini
menurut DPJB KKP (2013) untuk tahun 2014 telah naik menjadi 49.000 ton lebih
tinggi dibandingkan tahun 2013 yaitu 46.000 ton. Kelebihan yang dimiliki ikan
gurame sehingga sangat prospektif untuk dibudidayakan adalah harga yang relatif
stabil bahkan cenderung meningkat dan mudahnya dalam pembagian segmen
usaha seperti segmen usaha pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Kendala
yang sering dihadapi oleh pembudidaya ikan gurame terutama pada fase
pembenihan adalah kematian larva gurame yang berasosiasi dengan infeksi
cendawan.
Salah satu cendawan yang menginfeksi larva gurame adalah jenis cendawan
Saprolegnia sp. yang termasuk dalam Oomycetes dan merupakan patogen utama
pada ikan air tawar (Noga 2000). Penyakit ini dapat dijumpai dengan ciri
terdapatnya lesi pada sel-sel mukosa dan peradangan serta terdapat miselium
seperti kapas yang tumbuh pada permukaan tubuh ikan (Noga 2000). Infeksi
Saprolegnia sp. pada larva akan menyebabkan rendahnya tingkat hidup yang
menjadi kendala utama dalam melakukan kegiatan budidaya. Masalah tersebut
perlu diusahakan pemecahannya dengan menggunakan bahan anticendawan yang
efektif.
Penggunaan produk pengobatan yang mempengaruhi lingkungan saat ini
sangat dibatasi. Negara-negara maju telah melarang penggunaan bahan antibiotik,

formalin, dan malachite green yang dapat mempengaruhi lingkungan. Penelitian
etnobotani banyak dilakukan sekarang ini untuk menggali potensi pengunaan
bahan alami. Salah satu bahan alami yang familiar di masyarakat adalah batang
pisang. Tanaman pisang adalah tanaman tropis yang berbuah sekali sepanjang
hidupnya, sehingga batang pisangnya akan menjadi limbah yang tidak
termanfaatkan. Menurut Prasetyo (2008), batang pisang ambon (Musa
paradisiaca) merupakan salah satu limbah yang tidak termanfaatkan akan tetapi
berguna bagi kesehatan. Priosoeryanto dkk (2006) berpendapat bahwa dalam
ekstrak batang pisang ambon mengandung saponin, tanin dan flavonoid. Selain itu,
batang pisang ambon juga mengandung isoflavon (Karadi 2011), fitoaleksin dan
asam salisilat (Widono 2003) yang dapat menghambat pertumbuhan cendawan.
Penggunaanya pada ikan telah dilakukan oleh Efrianti (2013), yang
mengaplikasikan pemberian dosis ekstrak batang pisang ambon 0,12 g/L pada
media pemeliharaan dapat meningkatkan survival rate larva ikan gurame
mencapai 93,3%. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa larva gurame yang
direndam ekstrak batang pisang ambon menjadi lebih tahan terhadap infeksi
cendawan Aphanomyces sp.
Sejauh ini belum diteliti lebih lanjut mengenai keefektifan ekstrak batang
pisang ambon terhadap kekebalan tubuh ikan, terutama terhadap infeksi cendawan
Saprolegnia.sp. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menguji kemampuan

2
ekstrak batang pisang ambon dalam menekan infeksi Saprolegnia sp. pada larva
ikan gurame.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis ekstrak batang pisang
ambon yang tepat dalam meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan gurame
pascainfeksi cendawan Saprolegnia sp. melalui media pemeliharaan.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2014 bertempat di
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Lingkungan Akuakultur
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Materi Uji
Materi uji berupa larva ikan gurame, batang pisang ambon, dan spora
cendawan Saprolegnia sp. Larva ikan gurame yang digunakan berumur 8 hari dan
diperoleh dari petani yang berada di daerah Ciomas, Bogor. Larva ikan gurame uji
memiliki panjang awal 0,5±0,03cm. Batang pisang Ambon diperoleh dari daerah
Cibereum, Bogor untuk kemudian diubah dalam bentuk serbuk dan diekstraksi
dengan akuades steril. Cendawan Saprolegnia sp. didapatkan dari larva ikan
gurame yang terinfeksi cendawan selama masa pemeliharaan.

Prosedur Penelitian
Persiapan Wadah
Persiapan wadah meliputi pencucian akuarium dan tandon, penyusunan
akuarium, serta setting aerasi. Akuarium berukuran 25x25x25 cm terlebih dahulu
dicuci dengan menggunakan sabun lalu dibilas dengan air hingga bersih. Dinding
akuarium didesinfeksi dengan menggunakan klorin 30 ppm dan dikeringkan
selama 24 jam. Akuarium yang telah kering diisi air yang berasal dari tandon
hingga mencapai ketinggian 17 cm dengan volume air 10 liter.
Pemasangan sistem aerasi menggunakan blower, selang aerasi, dan batu
aerasi. Aerasi yang digunakan sebanyak 15 titik sesuai dengan kebutuhan
akuarium yang tersedia. Akuarium yang telah diisi air selanjutnya diaerasi kuat
selama 24 jam sebelum digunakan untuk pemeliharaan.

3
Persiapan Ikan Uji
Larva ikan gurame terlebih dahulu diadaptasi di akuarium perlakuan selama
3 hari dengan kepadatan 8 ekor/Liter. Larva ikan gurame diberi pakan berupa
cacing sutera (Tubificida) secara ad libitum dengan feeding frequency sebanyak 2
kali yaitu pagi hari pukul 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB.
Pembuatan dan Pemberian Ekstrak Batang Pisang
Bagian batang pisang ambon dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan
dengan menggunakan oven bersuhu 40˚C selama 2 hari. Batang pisang ambon
yang telah kering dihaluskan dengan penggiling hingga menjadi bubuk dan
disimpan dalam wadah yang kedap udara.
Proses ekstraksi dilakukan dengan cara menyeduh serbuk batang pisang
ambon dalam akuades steril. Akuades steril terlebih dahulu dipanaskan didalam
penangas air hingga suhu 50˚C lalu serbuk batang pisang ambon dimasukkan dan
diaduk. Campuran antara bubuk batang pisang ambon dan akuades didiamkan
selama 15 menit pada suhu 50˚C (Wahjuningrum dkk 2008). Hasil seduhan
disaring menggunakan saringan (500µm) agar mendapatkan ekstrak berupa cairan
yang siap digunakan.
Proses ekstraksi dibuat berdasarkan dosis yang dipakai dalam perlakuan
dengan pembuatan larutan stok yaitu 2, 3, dan 4% (w/v). Larutan stok 2% dibuat
dengan menimbang 2 gram bubuk batang pisang dan dilarutkan dalam 100 mL
akuades steril. Ekstrak batang pisang yang telah siap diambil sebanyak 4mL/L
untuk 1 L dalam air media pemeliharaan dan dituang dalam media pemeliharaan.
Dosis ekstrak batang pisang yang berada pada media pemeliharaan akan menjadi
0,08 g/L sesuai dengan prinsip pengenceran. Lampiran perhitungan terdapat pada
Lampiran 1. Hal yang sama dilakukan untuk larutan stok dosis 3 dan 4%.
Penyediaan Suspensi Spora dan Identifikasi Cendawan
Prosedur penyediaan suspensi spora cendawan dan identifikasi dilakukan
secara aseptik. Media tumbuh untuk cendawan adalah media GYA (Glucose Yeast
Agar) yang telah ditambah antibiotik Chlorampenicol untuk mencegah
kontaminasi bakteri. Komposisi media yang digunakan adalah, akuades 1 L,
glukosa 5 g, yeast ekstrak 2,5 g, phyto gel 150 g, dan Chlorampenicol 1 g.
Sampel berupa larva ikan gurame yang terinfeksi cendawan, dicuci
terlebih dahulu dengan akuades. Larva ikan gurame yang telah dicuci kemudian
ditanam pada media GYA. Selanjutnya cawan inokulan disegel dengan plastik
wrap dan dinkubasi pada suhu ruang 28oC. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan
terhadap pertumbuhan cendawan yang telah diisolasi, apabila cendawan tersebut
tumbuh maka dilakukan pemurnian isolat dengan menanam kembali pada media
GYA tanpa antibiotik.
Cendawan yang telah berhasil tumbuh, ditanam pada media air kolam
steril yang telah diautoklaf sebelumnya, sebanyak 100 mL dalam erlenmeyer,
dengan memotong hifa cendawan menjadi potongan kecil 3x3 mm sebanyak 25
potong secara aseptik. Setelah ±15 jam, hifa yang telah berkembang, dicuci
dengan akuades steril sebanyak tiga kali, kemudian diamati menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 40x100 kali untuk penentuan jenis cendawan.
Penentuan jenis cendawan berdasarkan bentuk hifa dan proses sporulasi dilakukan
menurut Noga (2000).

4
Kepadatan spora dalam erlenmeyer ditentukan dengan cara, erlenmeyer
yang berisi air berspora hasil dari kultur sebelumnya divorteks terlebih dahulu.
Kemudian, air diambil sebanyak 20µl dengan menggunakan mikropipet dan
dituang kedalam hemacytometer. Selanjutnya kepadatan spora seluruhnya dapat
dihitung dengan mikroskop perbesaran 40x100. Perhitungan jumlah spora dapat
dilihat pada Lampiran 2. Langkah selanjutnya setelah mengetahui kepadatan spora,
suspensi air kolam steril dituang pada tabung sentrifugasi untuk dilakukan
pembilasan. Air disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit.
Selanjutnya, air dibuang dan digantikan dengan PBS sesuai dengan jumlah air
yang dibuang.
Uji tantang dengan pemberian spora sendawan pada media pemeliharaan
dilakukan setelah 25 hari masa pemeliharaan. Kepadatan spora dalam media
pemeliharaan adalah 104 cell/mL sesuai dengan Dewi (2011). Uji tantang
dilakukan selama 14 hari.
Pengamatan Total Koloni Cendawan
Total koloni cendawan dapat diketahui dengan cara, pertama air sampel dari
masing-masing akuarium diambil sebanyak 1 mL dengan tube. Kemudian air
divortex terlebih dahulu dan diambil sebanyak 50 µl dengan mikropipet untuk
selanjutnya disebar pada media GYA yang telah ditambah antibiotik. Selanjutnya
cawan inokulan disegel dengan plastik wrap dan dinkubasi pada suhu ruang 28oC
selama 3 hari. Setelah inkubasi selama 3 hari, cendawan yang tumbuh dapat
dihitung, dengan metode hitung cawan (Lampiran 3).
Pergantian Air
Pergantian air dilakukan selama 7 hari sekali selama pemeliharaan dan air
yang diganti sebanyak 50% dari volume awal air. Air dibuang dengan
menggunakan selang sipon berdiameter 1 inci hingga air yang tersisa hanya 50%
dari volume awal kemudian akuarium diisi kembali dengan air yang berasal dari
tandon hingga volume air mencapai 100%. Setelah pengisian air dilakukan
penambahan ekstrak batang pisang ambon sebanyak 50% dari dosis awal.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan, rincian dapat dilihat
pada Tabel 1 :

5
Tabel 1 Rancangan perlakuan perendaman ekstrak batang pisang Ambon
Perlakuan
KK+
0,08 g/L
0,12 g/L
0,16 g/L

Keterangan
Media pemeliharaan tidak diberi ekstrak batang pisang Ambon dan tidak
diinfeksi Saprolegnia sp.
Media pemeliharaan tidak diberi ekstrak batang pisang Ambon tetapi
diinfeksi Saprolegnia sp. konsentrasi 104 cell/mL
Media pemeliharaan diberi ekstrak batang pisang Ambon larutan stok dosis
2% dan diinfeksi Saprolegnia sp. konsentrasi 104 cell/mL
Media pemeliharaan diberi ekstrak batang pisang Ambon larutan stok dosis
3% dan diinfeksi Saprolegnia sp. konsentrasi 104 cell/mL
Media pemeliharaan diberi ekstrak batang pisang Ambon larutan stok dosis
4% dan diinfeksi Saprolegnia sp. konsentrasi 104 cell/mL

Pemberian ekstrak batang pisang ambon diberikan selama 25 hari masa
pemeliharaan. Kemudian, larva ikan gurame diuji tantang dengan pemberian spora
cendawan ke masing-masing media pemeliharaan larva ikan gurame kecuali
perlakuan kontrol negatif dengan kepadatan 104 cell/mL (Dewi 2011). Selama
masa uji tantang, media pemeliharaan larva ikan gurame tetap diberi ekstrak
batang pisang dan uji tantang diamati selama 14 hari.

Parameter Penelitian dan Analisis Data
Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate) dengan menggunakan rumus
dari Effendie (1979):
N 
SR   t  x 100%
 N0 
Keterangan:
SR = tingkat kelangsungan hidup
Nt = populasi ikan hari ke-t (ekor)
No = populasi ikan hari ke-0 (ekor)
Pertumbuhan Panjang
Pertumbuhan panjang dapat diketahui dengan cara melakukan sampling
berupa pengukuran panjang tubuh ikan. Jumlah ikan yang diukur sebanyak 10
ekor untuk setiap akuarium. Pertumbuhan panjang dihitung menggunakan rumus
dari Effendie (1979) sebagai berikut:
P = Pt -Po
Keterangan:
P = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)
Pt = Panjang rata-rata ikan pada waktu ke-t
Po = Panjang rata-rata ikan pada waktu ke-0

6
Total viable Count Fungi
Jumlah koloni cendawan dapat dihitung dengan memasukkan rumus metode
hitung cawan yang meliputi :
TCF = Jumlah koloni terhitung ×

1
Jumlah air yang disebar

Keterangan:
TCF = Total viable Count Cendawan (cell/mL)
Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati yaitu suhu, pH, DO (oksigen terlarut)
dan TAN (Tabel 1). Pengukuran parameter suhu dan pH dilakukan setiap hari, DO
diukur pada awal dan akhir pemeliharaan dan TAN diukur setiap seminggu sekali.
Tabel 2 Parameter kualitas air, satuan dan alat ukur selama pemeliharaan
Parameter
Suhu
pH
DO
TAN

Satuan
˚C
mg/L
mg/L

Alat ukur
Termometer
pH meter
DO meter
Spektofotometer

SNI (2002)
24-30
6,5-8,5
≥3
≤1

Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan program Ms.
Excel (Ms. Office 2007). Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan nilai
dari tingkat kelangsungan hidup, total koloni cendawan, pertumbuhan panjang
larva ikan gurame, hasil identifikasi penyakit dan nilai kualitas air yang disajikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Identifikasi Penyakit
Pengamatan Saprolegnia sp. dengan menggunakan mikroskop
memperlihatkan bahwa Saprolegnia sp. memiliki hifa yang transparan, bercabang,
dan tidak bersepta. Gambar preparat basah dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Lampiran 4.

7

a
b

Gambar 1 Morfologi cendawan Saprolegnia sp. (a) Spora berkumpul pada
sporangium; (b) protuberant tip
Berikut merupakan rincian pengamatan ciri cendawan yang dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3 Pengamatan ciri cendawan Saprolegnia sp.
No.
1
2

Parameter
Tipe sporangium
Tipe sporulasi

Pengamatan
Hifa menggembung
Spora berkumpul pada
sporangium

3

Tipe septa

Tidak bersepta

Literatur*
Hifa yang membengkak
Spora yang memadati
sporangium dan
memecah
Tidak bersepta

Keterangan : * literatur berdasarkan Hughes (1994) dalam Nuryati et al (2008)

Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup larva ikan gurame diperoleh dari persentase
jumlah ikan diakhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan awal
pemeliharaan. Pemeliharaan berlangsung selama 25 hari dan uji tantang dilakukan
setelahnya selama 14 hari. Berikut ini merupakan data tingkat kelangsungan hidup
larva ikan gurame selama pemeliharaan (Gambar 2).

Tingkat kelangsungan hidup (%)

100
90
80
70
60
50
40

Sebelum uji tantang

30

Setelah uji tantang

20
10
0
K-

K+

0.08

0.12

0.16

Perlakuan (g/L)

Gambar 2 Kelangsungan hidup larva ikan gurame pada akhir pemeliharaan

8
Berdasarkan Gambar 2 diperoleh bahwa perlakuan dengan dosis 0,16 g/L
selama masa sebelum uji tantang memiliki kelangsungan hidup paling tinggi
sebesar 86,7% dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Setelah masa pemeliharaan 25 hari, larva ikan gurame diuji tantang dengan
memberikan infeksi berupa pemberian spora Saprolegnia sp. pada media
pemeliharaan dengan kepadatan spora 104 cell/mL (Dewi 2011). Berdasarkan
Gambar 2 diperoleh bahwa perlakuan dengan dosis 0,16 g/L setelah akhir masa uji
tantang memiliki nilai kelangsungan hidup lebih tinggi yaitu 100% dibandingkan
perlakuan kontrol positif sebesar 62,03%.
Pertumbuhan Panjang
Pertumbuhan panjang larva ikan gurame diperoleh dari selisih panjang ikan
pada akhir pemeliharaan dan awal pemeliharaan. Pemeliharaan berlangsung
selama 25 hari. Berikut ini merupakan data pertumbuhan panjang larva ikan
gurame selama pemeliharaan (Gambar 3).
1,40

Panjang baku (cm)

1,20
1,00

,95

,97

K

0,08

1,05

1,12

,80
,60
,40
,20
,00
0,12

0,16

Dosis (g/L)

Gambar 3 Pertumbuhan panjang larva ikan gurame selama pemeliharaan
Berdasarkan Gambar 3 diperoleh bahwa perlakuan dengan dosis 0,08; 0,12
dan 0,16 g/L memberikan pertumbuhan panjang masing-masing sebesar 0,97;
1,05 dan 1,12cm serta perlakuan kontrol sebesar 0,95cm.
Pola kematian
Berikut Gambar 4 merupakan dinamika kematian larva ikan gurame selama
pemeliharaan hingga akhir uji tantang.

Tingkat kelangsungan hidup
(%)

9

100,0
80,0
K-

60,0

K+

40,0

0.08 g/L
20,0

0.12 g/L

0,0

0.16 g/L
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Hari ke-

Gambar 4 Dinamika kematian larva ikan gurame selama pemeliharaan, ( ) Hari
pertama uji tantang
Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa pada masa pemeliharaan sebelum uji
tantang pola kelangsungan hidup larva ikan gurame cenderung stabil dari hari
pertama hingga hari ke 15 dan mulai mengalami kematian setelah hari ke 16 masa
pemeliharaan. Sedangkan untuk kelangsungan hidup selama masa uji tantang
tingkat kematian larva ikan gurame terus mengalami penurunan, kecuali pada
perlakuan 0,16 g/L yang cenderung stabil.

Gambar 5 Larva ikan gurame yang terinfeksi cendawan
Gambar 5 memperlihatkan larva ikan gurame yang terinfeksi cendawan
pasca uji tantang. Pada Gambar 5, larva yang terinfeksi disekeliling tubuhnya
ditumbuhi hifa cendawan dan permukaan tubuhnya terlihat sangat gelap.
Jumlah Koloni Cendawan
Jumlah koloni cendawan diambil dari air sampel selama pemeliharaan masa
uji tantang berlangsung. Berikut merupakan tabel jumlah koloni cendawan selama
masa uji tantang (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil perhitungan total koloni cendawan di media pemeliharaan pada
masa uji tantang
Perlakuan Minggu I (cell/mL) Minggu II (cell/mL)
K0
7
K+
60
40
0,08 g/L
27
13
0,12 g/L
20
13
0,16 g/L
7
7

10
Tabel 4 terlihat bahwa, pada minggu awal masa uji tantang jumlah total
koloni cendawan yang paling sedikit adalah pada perlakuan 0,16 g/L
dibandingkan kotrol positif. Pada minggu kedua, rata-rata dari setiap perlakuan
mengalami pengurangan total koloni cendawan.
Kualitas Air
Data parameter kualitas air diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan
selama pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, pH, DO
(oksigen terlarut), dan TAN. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Kisaran kualitas air pada media pemeliharaan larva ikan gurame
Perlakuan
o

KK+
0,08 g/L
0,12 g/L
0,16 g/L

Suhu ( C)
25-30
25-29
26-29
26-29
26-29

Parameter
pH
DO (mg/L)
5,5-7,5
4,3-4,9
5,5-7,5
4,3-5,1
5,5-7
4,3-5,1
5,5-7
4,3-5,1
6-7,5
4,3-5,9

TAN (mg/L)
0,037-0,839
0,315-1,035
0,473-0,898
0,476-1,395
0,476-1,342

Tabel 5 memperlihatkan bahwa kualitas air selama masa pemeliharaan
berada di kisaran normal. Kecuali untuk parameter Total Ammonia Nitrogen,
untuk perlakuan K+; 0,12 dan 0,16 g/L kisaran maksimal mencapai lebih dari 1
mg/L.

Pembahasan
Pada penelitian ini, penyakit infeksi yang diinduksikan berupa cendawan
Saprolegnia sp. yang termasuk dalam kelas Oomycetes. Menurut Noga (2000)
Saprolegnia sp. merupakan patogen utama pada ikan air tawar. Ciri-ciri umum
Saprolegnia sp. adalah hidup diperairan tropis dengan suhu 24 oC. Saprolegnia sp.
mempunyai sporangium yang berdiameter 100µ, lebih lebar dari hifanya. Pada
ikan yang terinfeksi, Saprolegnia sp. memiliki ciri berupa benang-benang halus
berwarna putih kecoklatan, menonjol dan bundar yang bisa menginfeksi daerah
kepala, tutup insang, sirip, dan bagian tubuh lainnya (Sharma 1994). Hal yang
telah dipaparkan diatas sesuai dengan gambar preparat basah yang disajikan pada
Gambar 1 dan Lampiran 4 bahwa Saprolegnia sp. hasil identifikasi memiliki hifa
yang transparan, bercabang, dan tidak bersepta. Proses sporulasi Saprolegnia sp.
berlangsung dengan spora yang berkembang memadati hifa yang memanjang dan
menggembung, lalu sporangium akan berkumpul pada protuberant tip dan
langsung pecah tidak membentuk kista. Menurut Sharma (1994) dalam Nuryati
dkk (2009) setelah semua spora lepas, sporangium dapat berkembang menjadi
sporangium baru. Selain itu, pada tubuh larva ikan gurame yang terinfeksi,
cendawan Saprolegnia sp. tumbuh disekitar tubuh ikan dan berwarna putih
kecoklatan .

11
Pemberian ekstrak batang pisang ambon dilakukan mulai awal pemeliharaan
yaitu ketika larva berumur 8 hari hingga 40 hari. Pada penelitian ini, perlakuan
dengan dosis 0,16 g/L selama pemeliharaan sebelum uji tantang memberikan nilai
kelangsungan hidup paling tinggi yaitu sebesar 86,7% dibandingkan dengan
kontrol yang memiliki nilai kelangsungan hidup sebesar 76,25%. Secara umum,
menurut Priosoeryanto et al (2006) ekstrak batang pohon pisang mengandung
tanin, saponin dan flavonoid yang merupakan zat antimikrobial dan perangsang
pertumbuhan sel luka. Flavonoid menurut Markham (1988) mempunyai
kemampuan bereaksi dengan komponen lainnya seperti allergen, virus dan
karsinogen sehingga flavonoid berfungsi sebagai anti alergi, antikanker dan anti
inflamasi. Hal tersebut diduga sebagai zat pendukung dalam mempertahankan
kelangsungan hidup larva ikan gurame, sehingga untuk perlakuan dosis 0,08;
0,12; dan 0,16 g/L nilai kelangsungan hidup lebih besar dari perlakuan kontrol.
Selain itu, menurut penelitian Efrianti (2013) menjelaskan bahwa media
pemeliharaan larva ikan gurame yang diberi ekstrak batang pisang ambon dosis
0,12 g/L dapat memberikan kelangsungan hidup hingga 93,3%. Hal ini menurut
beliau menyimpulkan bahwa ekstrak batang pisang ambon dapat meningkatkan
kelangsungan hidup larva ikan gurame.
Setelah masa 25 hari pemeliharaan, larva ikan gurame diuji tantang dengan
pemberian spora Saprolegnia sp. kepadatan 104 spora/mL pada media
pemeliharaan (Dewi 2011). Pada masa uji tantang tersebut, media pemeliharaan
larva ikan gurame tetap diberi ekstrak batang pisang ambon sesuai perlakuan.
Pemberian ekstrak batang pisang ambon memberikan pengaruh positif terhadap
kelangsungan hidup larva ikan gurame. Pengaruh positif sangat terlihat pada
perlakuan pemberian ekstrak batang pisang ambon dengan dosis 0,16 g/L yang
memiliki nilai kelangsungan hidup 100% dibandingkan dengan kontrol positif
yang memiliki nilai 62,03%. Menurut penelitian oleh RV. Karadi dkk (2011),
ekstrak tanaman pisang mampu menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus
niger, Candida albicans, dan Candida tropicalis dikarenakan pada batang pisang
mengandung senyawa isoflavon. Isoflavon merupakan metabolit sekunder pada
tanaman pisang. Senyawa isoflavon diketahui mempunyai fungsi sebagai
fitoaleksin bagi bakteri dan jamur (Lincoln dan Zeiger 2002).
Selain itu menurut Widono dkk (2003), menjelaskan bahwa hasil ekstrak
batang pisang mampu menghambat perkembangan jamur patogen berupa jamur
Fusarium oxysporum pada media kultur. Hal ini menerangkan bahwa secara alami
tanaman pisang memiliki senyawa anti cendawan. Senyawa alami yang
terkandung dalam tanaman pisang menurut Widono dkk (2003) adalah
terdapatnya senyawa fitoaleksin dan asam salisilat. Penelitian Widono dkk (2003)
diperkuat juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Quinones et al (2000)
bahwa pada tanaman pisang umumnya terdapat senyawa alami fitoaleksin yang
menghambat pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum pada masa tumbuh
tanaman pisang tersebut. Fitoaleksin adalah gabungan antibiotik alami yang daya
kerjanya menghambat jamur atau sebagai template dasar untuk produksi pestisida
baru (Quinones et al 2000). Asam salisilat sendiri adalah senyawa kimia yang
memiliki struktur C7H6O3. Asam salisilat sebagai antiseptik merupakan zat yang
mengiritasi sel kulit dan selaput lendir (Kristian dan Amitra 2007). Berdasarkan
hal tersebut diduga bahwa selain isoflavon, senyawa fitoaleksin dan asam salisilat
dalam ekstrak batang pisang ambon dapat menghambat pertumbuhan Saprolegnia

12
sp. Hal ini juga diperkuat dengan menurunnya jumlah spora dalam media
pemeliharaan selama uji tantang setiap minggunya pada parameter jumlah total
koloni spora. Pada minggu pertama rata-rata jumlah koloni untuk kontrol positif
mencapai 60 cell/mL, diikuti dengan perlakuan 0,08; 0,12 dan 0,16 g/L sebesar
26, 20, dan 7 cell/mL. Pada minggu kedua mengalami penurunan untuk kontrol
positif 40 cell/mL dan untuk perlakuan 0,08; 0,12 dan 0,16 g/L sebesar 13, 13,
dan 7 cell/mL.
Menurut Bruno dan Wood (1999) dalam Suhendi (2009) terdapat tiga garis
pertahanan yang dimiliki oleh ikan bila terinfeksi zoospora dari Saprolegnia sp.
Pertama adalah kulit yang merupakan kontak pertama akan mengeluarkan lendir
berlebih agar jumlah parasit berkurang. Kedua morfogen dari lendir akan
menghambat pertumbuhan misellium serta pertahanan terakhir berupa respons
selular. Selama pemeliharaan dilakukan pengamatan gejala klinis ikan yang
diinfeksi Saprolegnia sp. Ikan yang terkena cendawan Saprolenia sp. pada
awalnya menunjukkan gejala klinis berupa terdapat kutil-kutil disekitar tubuhnya
6 jam pasca infeksi untuk perlakuan kontrol positif, lalu diikuti perlakuan 0,08 g/L
22 jam pasca infeksi dan pasca 34 jam untuk perlakuan 0,12 g/L. Pada perlakuan
0,16 g/L tidak terdapat kutil pada tubuhnya. Setelah terdapat kutil, keesokannya
warna tubuh larva akan menjadi lebih gelap dan terdapat seperti kapas putih pada
bagian tubuh dan ekor ikan. Pada hari berikutnya ikan akan mengalami kematian.
Pada hasil parameter kualitas air (Tabel 5) dapat dilihat bahwa, pH media
pemeliharaan untuk perlakuan 0,16 g/L berkisar 6-7,5 lebih baik ketimbang pH
perairan perlakuan lainnya. Menurut Pelczar et al., (1986) dan Fardiaz (1992)
dalam Kurniawan (2012), cendawan dapat tumbuh dengan baik pada pH berkisar
3,8-5,6 yang cenderung asam. Batang pisang banyak digunakan oleh petani
sebagai bahan peningkat pH alami. Batang pisang banyak mengandung kalium
yaitu 86 g (Poyyamozhi dan Kardivel 1986 dalam Hisbiyudin 2000) yang
merupakan salah satu zat untuk meningkatkan pH. Ekstrak batang pisang ambon
dosis 0,16 g/L dalam penelitian ini diduga meningkatkan nilai pH dalam media
pemeliharaan dan mengakibatkan pH yang tidak sesuai untuk pertumbuhan
cendawan.
Selain itu dalam penelitian ini, larva gurame yang diujikan memiliki
pertumbuhan yang baik. Pada penelitian ini, perlakuan dengan dosis 0,08; 0,12
dan 0,16 g/L memberikan pertumbuhan panjang masing-masing sebesar 0,97cm,
1,05cm dan 1,12cm sedangkan perlakuan kontrol sebesar 0,95cm. Hal ini
dikarenakan ikan yang tidak terkena infeksi Saprolegnia sp. dapat memanfaatkan
energi sepenuhnya untuk pertumbuhan. Pertumbuhan ikan pada dasarnya
dipengaruhi oleh faktor internal dan ekstenal. Menurut Devily (2008) bahwa
faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan meliputi spesies ikan dan
ketahanan tubuh, sedangkan faktor eksternal meliputi kepadatan selama
pemeliharaan.

13

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca) dengan dosis
0,16 g/L pada media pemeliharaan dapat mengendalikan infeksi Saprolegnia sp.
sehingga kelangsungan hidup larva ikan gurame mencapai 100% setelah uji
tantang dan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif (62,03%).

Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengujikan keefektifan ekstrak
batang pisang ambon ke jenis cendawan patogen lainnya seperti Aphanomyces sp
dan Achlya sp. yang menyerang ukuran benih gurame yang lebih besar. Penelitian
tersebut diharapkan dapat menekan infeksi cendawan tersebut. Pemberian ekstrak
batang pohong pisang segar juga dapat diberikan sebagai pembanding dengan
ekstrak batang pohon pisang yang dikeringkan.

DAFTAR PUSTAKA
Devily DS. 2008. Pengaruh medan listrik pada media pemeliharaan terhadap
tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus
gouramy) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dewi RR. 2011. Pengendalian saprolegnia sp. pada telur gurami Osphronemus
gouramy) menggunakan isolat bakteri kitinolitik [tesis]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.
Direktorat Jenderal Perikanan dan Budidaya, Kementerian Kelautan dan
Perikanan. 2013. Statistik Menakar Target Ikan Air Tawar 2013. (terhubung
berkala) http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=847 [29 Agustus 2014]
Effendie MI. 1979. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusantara.
Efrianti R. 2013. Pemberian ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca)
pada media pemeliharaan untuk meningkatkan kelangsungan hidup larva
ikan gurame (Osphronemus goramy) [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Hisbiyudin N. 2000. Pengaruh jenis media campuran kotoran sapi, kotoran kelinci
dan cacahan batang pisang terhadap produktifitas dan kualitas nutrisi cacing
tanah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Karadi RV, Shah A, Parekh P, Azmi P. 2011. Antimicrobial activities of Musa
paradisiaca and Cocos nucifera. International Journal of Research in
Pharmaceutical and Biomedical Science. ISSN: 2229-3701.
Kristian R, Amitra PS. 2007. Asam salisilat dan phenol. Banten (ID): Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
Kurniawan A. 2012. Penyakit akuatik. Bangka belitung (ID): UBB press

14
Lincoln T, Zeiger E. 2002. Plant physiologi 3 edition. Hal 284-303
Markham KR. 1988. Cara mengidentifikasi flavonoid. Bandung(ID): Institut
Teknologi Bandung
Noga EJ. 2000. Fish disease diagnosis and treatment. Iowa State Press. A
Blackwell Publishing Company. pp: 116-123.
Nuryati S, Sari FBP, Taukhid. 2009. Identifikasi dan uji postulat koch cendawan
penyebab penyakit pada ikan gurame. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2):
21-27
Nuryati S, Suparman MA, Hadiroseyani Y. 2008. Penggunaan ekstrak daun pacipaci Leucas sp. untuk pencegahan penyakit mikotik pada ikan gurame
Osphronemus gouramy Lac. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 205-212.
Priosoeryanto BP, Huminto H, Wientarsih I, Estuningsih S. 2006. Aktivitas getah
batang pohon pisang dalam proses persembuhan luka dan efek kosmetiknya
pada hewan. Lembaga Penelitian dan Pemberdayan Masyarakat. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Prasetyo BF. 2008. Aktivitas dan uji stabilitas sediaan gel ekstrak batang pisang
ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam proses persembuhan luka
pada mencit (Mus musculus albinus) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Quinones W, Escobar G, Echeverri F, Torres F, Rosero Y, Arango V, Cardona G,
Gallego A. 2000. Synthesis and antifungal activity of Musa phtoalexins and
structural analogs. Molecules. ISSN 1420-3049
Sambrook, Rossell. 2001. Protocol adapted from molecular cloning 3 rd edition
[Internet].
[diunduh
10
Mei
2014].
Tersedia
pada:
http://strassmannandquellerlab.files.wordpress.com/2011/07/spore-and-cellcounting.pdf
Sharma OP. 1994. Textbook of cendawan. India(IN): Meerut college.
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2000. Produksi benih ikan gurame
(Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar. Badan Standarisasi
Nasional.
Suhendi. 2009. Identifikasi dan prevalensi bakteri dan cendawan yang terseleksi
serta parasit pada ikan arwana super red Scleropages formosus yang sakit
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wahjuningrum D, Ashry N, S Nuryati. 2008. Pemanfaatan ekstrak daun ketapang
Terminalia cattapa untuk pencegahan dan pengobatan ikan patin
Pangasiodon hypothalmus yang terinfeksi Aeromonas hydrophila. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 7(1): 79-94. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Widono S, Sumardiyono C, Hadisutrisno B. 2003. Pengimbasan ketahanan pisang
terhadap penyakit layu fusarium dengan Burkholderia cepacia [paper].
Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada

15
Lampiran 1 Contoh perhitungan dosis pengenceran ekstrak batang pisang ambon
Pembuatan larutan stok 2% (w/v), terdiri dari 2 gram batang pisang direbus dalam
akuades steril sebanyak 100 mL. Kemudian larutan stok tersebut diambil
sebanyak 4 mL untuk 1 L air media pemeliharaan. Air media pemeliharaan
terdapat 10L, jadi dari larutan stok diambil sebanyak 40mL. Terjadi pengenceran
ekstrak batang pisang ketika dimasukkan kedalam media pemeliharaan, sehingga
mengakibatkan perubahan konsentrasi. Perubahan konsentrasi dapat dihitung,
sebagai berikut :
2

� �� =
/
×4
/
100
= 0,08 g/L

Lampiran 2 Contoh perhitungan kepadatan spora
Perhitungan kepadatan spora berdasarkan Sambrook dan Rossell (2001),
/

=

� ��





× 25 × 104 × �



Jumlah spora yang terhitung dari seluruh bidang pandang adalah 173 cell dan
tidak terdapat pengenceran. Jadi total kepadatan spora adalah
� � �

� = 173 × 25 × 104
= 4,324 x 107

Lampiran 3 Contoh perhitungan total koloni cendawan
Perhitungan total koloni cendawan menggunakan rumus berupa,
TCF = Jumlah koloni terhitung ×

1
Jumlah air yang disebar

Pada suatu media GYA, diketahui koloni cendawan yang tumbuh adalah 2 koloni,
sehingga total koloni yang didapat adalah,
1
0,05 mL
= 40 cell/mL

TCF = 2 ×

16

Lampiran 4 Gambar morfologi cendawan

Lampiran 5 Gambar total koloni cendawan

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 9 Mei 1992,
merupakan putri pertama dari 2 bersaudara keluarga Bapak Gimis Topa dan Ibu
Retno Watiningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN 2 Rawa
Laut, SMPN 4 Bandar Lampung, SMAN 1 Bandar Lampung, dan diterima di IPB
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) tahun 2010 pada program
Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi (2013/2014) dan Menejemen Kesehatan
Organisme Akuatik (2014). Penulis juga pernah magang di Balai Pengembangan
Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang (2013). Penulis juga mengikuti kegiatan
praktik lapang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Laut (BBPBAL)
Lampung pada bulan Juni hingga Agustus 2013.
Tugas akhir penulis dapat menyelesaikan pendidikan tinggi di Institut
Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan berjudul “Efektivitas
Pemberian ekstrak seduh batang pisang ambon Musa paradisiaca untuk
pengendalian infeksi Saprolegnia sp. pada larva ikan gurame Osphronemus
gouramy” dibawah bimbingan Ibu Dr. Sri Nuryati SPi., MSi. Dan Bapak Rahman
SPi., MSi.