Spora adalah struktur FMA yang biasa digunakan untuk bahan identifikasi. Spora yang dihasilkan dari lapangan biasanya jumlahnya relatif sedikit dan sering
terserang nematoda. Penangkaran merupakan suatu teknik yang umum digunakan untuk mendapatkan spora FMA yang utuh dan dengan memanipulasi kondisi
lingkungan, produksi spora dapat ditingkatkan.
2.3. Taksonomi FMA
Taksonomi FMA terus berkembang, hingga saat ini, keanekaragaman FMA dapat dilihat hingga tingkat DNA sebagai dasar informasi genetik tiap jenis
makhluk hidup. Dengan demikian tiap jenis dari FMA dapat diketahui dengan lebih akurat. Taksonomi FMA berdasarkan sekuen rDNA penanda DNA
ribosom dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel1. Taksonomi FMA berdasarkan sekuen rDNA
Phylum Class
Ordo 4 Famili 10
Genus 14 Glomeromycota Glomeromycetes
Glomerales Glomeraceae
Glomus Diversisporales
Gigasporaceae Gigaspora
Scutellospora Racocetra
Acaulosporaceae Acaulospora
Entrophosporaceae Entrophospora
Pacisporaceae Pacispora
Diversisporaceae Diversispora
Otospora Paraglomerales
Paraglomeraceae Paraglomus
Archaeosporales Geosiphonaceae
Geosiphon Ambisporaceae
Ambispora Archaeosporaceae
Archaeospora Intraspora
Sumber : http:www.lrz.de~schuessleramphylo [19 Oktober 2010]
INVAM 2010, berdasarkan morfologi dari spora, endomikoriza dikelompokkan kedalam dua sub-ordo, yaitu Glominae dan Gigasporinae. Pada
sub-ordo Glominae, terdapat empat family dan lima genus, antara lain: 1. Family Glomeraceae, terdapat genus Glomus; 2. Family Acaulosporaceae terdapat dua
genus yaitu Acaulospora dan Entrophospora; 3. Family Archaeosporaceaee, terdapat genus Archaeospora; 4. Family Paraglomaceae, terdapat genus
Paraglomus. Sedangkan sub-ordo Gigasporinae hanya memiliki satu family dan dua genus, yaitu Gigasporaceae dengan genus Gigaspora dan Scutellospora.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Klasifikasi FMA. Sumber : http:INVAM.caf.wvu.edufungitaxonomyclassification.htm [9
september 2010].
2.4. Penyebaran FMA
FMA terdapat pada berbagai ekosistem. Penyebaran FMA ini sangat luas di seluruh dunia, mulai dari artik sampai daerah tropis, dan tidak hanya pada habitat
darat tetapi juga pada habitat air. Laporan pertama tentang Fungi MA di Indonesia juga yang pertama di daerah tropis, berdasarkan hasil penelitiannya
pada sejumlah tanaman di Kebun Raya Cibodas, terdapat kolonisasi mikoriza pada 69 spesies dari 75 yang diperiksanya. Spesies ini termasuk pada 56 famili
dari Bryophyta, Pteridophyta, Gymnosperma, dan Angiosperma. Gerdemann, 1968; Sondergaard and Laegaard, 1977; Janse 1896 dalam Simanungkalit, 1999
Sieverding 1991 mengkompilasi data dari Brazil, Kolombia, dan Zaire tentang keanekaragaman FMA jumlah spesies FMA dan mendapatkan pada
ekosistem alami 16-21 spesies, ekosistem pertanian dengan masukan rendah 10- 15 spesies, dan ekosisem pertanian intensif dengan masukan tinggi 6-9 spesies.
Data ini memberikan indikasi bahwa keanekaragaman spesies FMA menurun dari ekosistem alami ke ekosistem pertanian. Di Indonesia Jambi dan Lampung pada
ekosistem hutan didapatkan 7-10 spesies, ekosistem pertanian 8-11 spesies dan
pada padang alang-alang 10-11 spesies Simanungkalit et al. 1999. Menurut Nusantara 2004, sekalipun asosiasinya tidak bersifat spesifik
untuk satu jenis atau beberapa jenis tanaman inang namun menariknya FMA ditemui hampir pada semua ekosistem daratan mulai dari dataran semi gurun,
lahan terlantar, gumuk pasir sand dune, padang rumput, semak-semak, hutan, dan lahan pertanian. Namun demikian FMA jarang ditemui pada hutan yang
dikuasai oleh pohon berdaun jarum conifer.
2.5. Fungsi FMA