Kondisi tanah pasca penambangan nikel Waktu dan tempat Bahan dan alat

34 o C, sedangkan Glomus sp. Pada suhu 20 o C Gunawan, 1993; Setiadi, 1990 dalam Tuheteru, 2003 5. Oksigen Menurut Setiadi 1992 bahwa penurunan konsentrasi O 2 dapat menghambat perkecambahan spora FMA dan kolonisasi akar.

2.8. Kondisi tanah pasca penambangan nikel

Tanah pada lahan bekas penambangan akan mengalami kerusakan fisik, kimia, biologi dan lahan menjadi marginal sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Tanah ini juga bersifat lateritik, dimana tanah akan mengikat unsur Phospat P. Unsur P hanya dapat diserap oleh tanaman dalam bentuk ion H 2 PO 4 - atau HPO 4 2- , namun untuk tanah yang mengalami keracunan logam berat Al 3+ , Fe 2+ , Mn 2+ , Ca 2+ , ataupun Mg 2+ unsur P akan terikat pada logam berat tersebut, sehingga tanah mengalami jenuh P, akibatnya tanah menjadi miskin akan P-tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Ernita 2004, Unsur P merupakan unsur hara makro bagi tumbuhan. Dimana P berperan dalam proses fotosintesis, metabolisme karbohidrat, dan transfer energi dalam tubuh tanaman. Namun masalah unsur P adalah ketersediaannya yang rendah pada pH rendah masam karena terjerap oleh unsur Al 3+ , Mn 2+ maupun Fe 2+ . Penambahan P dengan pemupukkan kimia akan mengakibatkan tanah jenuh P dan akan mencemari lingkungan dan menjadi tindakan pemborosan.

2.9. Peran FMA dalam proses rehabilitasi hutan

Salah satu peran FMA adalah dapat meningkatkan P-tersedia dan unsur hara mikro lain dalam tanah Setiadi, 1989, hal ini karena FMA mampu mengkhelat memecah P yang terikat oleh unsur Al 3+ , Mn 2+ maupun Fe 2+ dengan mengeluarkan asam-asam organik Ernita, 2004. FMA juga dapat memacu perkembangan bakteri pelarut phospat, Azotobacter dan mikroorganisme lain yang dapat meningkatkan kesuburan tanah serta mempercepat perbaikan siklus nutrisi dan terbentuknya kembali ekosistem yang telah rusak. Selain itu, dengan adanya asosiasi FMA dalam tanah, akan mampu memperbaiki fisik tanah dimana FMA meningkatkan kestabilan agregat tanah Setiadi, 1995 sehingga memiliki daya dukung pertumbuhan tanaman. Sehubungan dengan fungsi di atas, maka penelitian tentang studi status FMA di wilayah tambang perlu dievaluasi, untuk melihat potensi pengembangan FMA sebagai pupuk hayati untuk rehabilitasi lahan pasca tambang.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Mei sampai Oktober 2010. Pengambilan contoh tanah dan akar tanaman dilakukan di persemaian dan areal rehabilitasi pasca tambang PT INCO Tbk, sedangkan analisis contoh tanah dan akar tanaman dilakukan di laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi PPSHB IPB, dan rumah kaca laboratorium Ekologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB.

3.2. Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah dan akar tanaman dari areal rehabilitasi dan persemaian PT INCO, benih Pueraria javanica , pupuk Hyponex-red, zeolit, Sunclin™, larutan glukosa 60, KOH 10, HCL 2, larutan Trypan Blue 0,05, melzer’s reagent dan Aquades. Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah dan akar tanaman adalah sekop, kantong plastik, spidol dan kertas label. Sedangkan untuk pengamatan di laboratorium adalah saringan spora saringan bertingkat dua dengan ukuran 715 µm, dan 45 µm, sentrifuse, pipet plastik, pinset spora, mikroskop, kaca preparat, cover glass, petridish, pipet, timbangan analitik, gunting akar, sprayer dan pot plastik ukuran 200 cc.

3.3. Prosedur kerja