Perkembangan Pelayanan Kebidanan Bidan sebagai Profesi isi

jenjang S2 maupun SP1 dan SP2.Penyusunan kompetensi ini dilakukan oleh IBI bersama-sama dengan unsur terkait lainnya seperti Departemen Kesehatan, organisasi profesi.Adapun pembinaan dan pengawasan yang telah diupayakan oleh Pusdiknaskesantara lain mulai dari penyusunan dan penetapan standar kompetensi bidan, penilaian ijin institusi baru, seleksi mahasiswa baru, penyusunan kurikulum,akreditasi pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, kedepan kita sudahwaktunya untuk meninjau ulang dan menata kembali pola pendidikan berjenjang dan berkelanjutan bagi bidan. 27. Tahun 2006 dibuka S2 Kebidanan di UNPAD Bandung. 28. Tahun 2008 Dibuka S1 Kebidanan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 29. Tahun 2010 Dibuka S1 dan S2 Kebidanan di Universitas Brawijaya dan Universitas Andalas. http:www.bidanindonesia.orgindex.asp?part=2011020015lang=id diakses pada tanggal 12 September 2013

D. Perkembangan Pelayanan Kebidanan

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807, di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hendrik William Daendles, para dukun dilatih untuk melakukan pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak tersedianya pelatih kebidanan. Pelayanan kesehatan pada saat itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Kemudian pada tahun 1849, dibuka pendidikan Dokter Jawa di Batavia, tepatnya di Rumah Sakit Militer Belanda yang sekarang dikenal dengan RSPAD Gatot Subroto. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda bernama dr. W. Bosch. Lulusan 12 sekolah ini kemudian bekerja di rumah sakit dan juga di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan. Pada tahun 1952, mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Pelatihan untuk para dukun masih berlangsung sampai sekarang. Pelatihan ini diberikan oleh bidan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat di lakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan KTB pada tahun 1953 di Yogyakarta, yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lainnya di nusantara ini. Seiring dengan pelatihan tersebut, didirikan pula Balai Kesehatan Ibu dan Anak BKIA dengan bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan antenatal, postnatal, pemeriksaan bayi dan anak, termasuk imunisasi serta penyuluhan gizi. Sedangkan di luar BKIA, bidan memberi pertolongan persalinan di rumah keluarga dan melakukan kunjungan rumah sebgai upaya tindak lanjut pasca persalinan. Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi satu pelayanan terintegrasi bagi masyarakat yang dinamakan Pusat Kesahatan Masyarakat Puskesmas pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung dan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, termasuk pelayanan keluarga berencana baik di luar gedung maupun di dalam gedung. Pelayanan kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di pos pelayanan terpadu Posyandu. Pelayanan di Posyandu mencakup lima kegiatan yaitu pemeriksaan kehamilan, pelayanan keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan kesehatan lingkungan. Mulai tahun 1990, pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini merupakan Instruksi Presiden yang 13 disampaikan secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992. Kebijakan ini mengenai perlunya mendidik bidan untuk ditempatkan di desa. Tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan Kesehatan Ibu dan Anak KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pembinaan dukun bayi paraji. Dalam kaitan tersebut bidan di desa juga menjadi pelaksana pelayanan kesehatan bayi dan keluarga berencana. Pelaksanaan sejalan dengan tugas utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan desa melaksanakan kunjungan kesehatan pada ibu dan anak yang memerlukan, mengadakan pembinaan Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Hal tersebut di atas adalah bentuk pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat yang berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal. Titik tolak Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada kesehatan reproduksi reproductive health, memperluas area garapan pelayanan bidan, area tersebut meliputi : 1. Safe motherhood; termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus. 2. Keluarga berencana 3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi 14 4. Kesehatan reproduksi remaja 5. Kesehatan reproduksi pada orang tua Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi, dan tugasnya didasarkan pada kemampuan serta kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes.

E. Pengembangan Karir Bidan