Bidan sebagai Profesi isi

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingidan menolong ibu yang melahirkan. Peran dan posisi bidan dimasyarakat sangat dihargaidan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati,mendampingi, serta menolong ibu yang melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinyadengan baik.Sejak zaman pra sejarah, dalam naskah kuno sudah tercatat bidan dari Mesir yang beraniambil resiko membela keselamatan bayi-bayi laki-laki bangsa Yahudi yang diperintahkanoleh Firaun untuk di bunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggidan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada dalam posisi yanglemah, yang pada zaman modern ini, kita sebut peran advokasi.Bidan sebagai pekerja profesional dalam menjalankan tugas dan prakteknya, bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan serta kode etik yang dimilikinya.

B. Rumusan Masalah

- Apa yang di maksud dengan Kebidanan sebagai Profesi?

- Bagaimana Sejarah Perkembangan Profesi, Pelayanan dan Pendidikan Kebidanan?

- Bagaimana Pengembangan karir Bidan?

- Apa yang di maksud dengan sitem Penghargaan Bidan? C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menambah pengetahuan tentang bidan sebagai profesi 2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui: 1) Pengertian kebidanan sebagai profesi

2) Sejarah Perkembangan Profesi Bidan


(2)

5) Pengembangan Karir Bidan dan 6) Sistem Penghargaan Bidan


(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Kebidanan (midwifery) Sebagai Profesi

Bidan adalah tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memfasilitasi persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.

Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan: termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.

http://www.bidanindonesia.org/index.asp?part=2011020012&lang=id---di akses pada tanggal 11 September 2013

B. Sejarah Perkembangan Profesi Bidan

Tidak ada sejarah yang mencatat kapan dimulainya pertolongan persalinan di lakukan oleh bidan. Dahulu kala, keluarga primitive yang belum membentuk kelompok masyarakat, para ibu umumnya melahirkan tanpa bantuan orang lain. Waktu itu, peristiwa kehamilan dan persalinan merupakan hal yang biasa atau merupakan tugas rutin seorang ibu.


(4)

Gangguan kesehatan dalam masa kehamilan dan kesulitan dalam persalinan mengakibatkan ancaman, baik bagi jiwa ibu maupun bagi jiwa bayi yang dilahirkan. Keadaan demikian mendorong keluarga atau ibu meminta pertolongan kepada orang lain yang di anggap mampu. Orang tersebut pada umumnya adalah seorang wanita setengah baya yang di namakan dukun bersalin atau dukun paraji. Dukun penolong persalinan tersebut pada saat ini masih di temukan di desa-desa.peran dukun di desa, di dalam pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan pertolongan persalinan cukup besar. Jumlah persalinan yang di tolong oleh dukun lebih banyak bila di bandingkan dengan pertolongan persalinan yang di lakukan oleh bidan dan dokter. Dukun penolong bersalin sangat dekat dengan masyarakat desa karena ahli dalam melaksanakan dan terhadapa bayi yang di lahirkan, yang sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.

Kehadiran bidan di Indonesia di mulai sejak zaman penjajahan Belanda. Pada waktu itu para dokter membutuhkan wanita yang mampu menolong ibu bersalin. Wanita Indonesia di latih di rumah sakit untuk berfungsi sebagai bidan. Tugas utama bidan pada mulanya adalah memberikan pertolongan bagi ibu yangn melahirkan dan bayi yang di lahirkan.

Kehamilan dan persalinan adalah peristiwa fisiologi dan alami. Kehamilan ibu dan bayi di dalam persalinan terbanyak sebagai akibat infeksi dan kelainan patologis. Pelayanan kebidanan pada awalnya adalah mempersiapkan ibu hamil agar dapat melahirkan secara alamiah, membantu ibu dalam masa persalinan, dan merawat bayi yang di lahirkan. Untuk melaksanakan pelayanan kebidanan yang mendasar ini bidan memiliki pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi kehamilan serta persalinan, pelayanan yang aspetik, dan pengetahuan tentang tanda-tanda patologis yang dapat mengancam keselamatan ibu dan bayi.

Bidan di Indonesia berhimpun di dalam wadah organisasi profesi disebut Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Organisasi ini didirikan pada tahun 1951.


(5)

Banyaknya kasus-kasus resiko tinggi yang tidak dapat ditangani terutama di daerah yang jauh dari factor kesehatan, mendorong pemberian kewenangan bagi bidan untuk melaksanakan tindakan terhadap kasus-kasus patologis terbatas. Misalnya, bidan diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan manual plasenta, forsep kepala letak rendah, pemberian infuse, dan pengobatan sederhana. Bidan sebagai praktisi mandiri, diizinkan membuka praktek pribadi sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.

Perkembangan kesehatan masyarakat memperluas ruang lingkup pelayanan kebidanan dan fungsi bidan. Kebijaksaan pemerintah di dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada masyarakat memperluas pelayanan kebidanan yang diarahkan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Diperkenalkannya pelayanan kesehatan ibu dan anak yang dilaksanakan di BKIA (Kesehatan Ibu dan Anak) sekitar tahun 1950 meningkatkan peranan bidan sebagai tenaga kesehatan yang melayani masyarakat khusus kelompok ibu dan anak. Kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) ini dikembangkan di puskesmas sekitar tahun 1960 yang merupakan sentra pelayanan kesehatan di dalam wilayah tertentu (kecamatan). Perkembangan puskesmas ditingkatkan dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dimulai sekitar tahun 1970.

Sekitar tahiun 1974 keluarga berencana dikembangkan secara nasional. Bidan berperan penting di dalam kegiatan pelayanan kesehatan. Dengan demikian pelayanan kebidanan tidak hanya mencakup kesehatan ibu dan anak tetapi juga keluarga berencana.

Pada tahun 1990, perkembangan kesehatan KIA mengarah kepada keselamatan keluarga yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, isteri, anak dan anggota keluarga lain yang seatap.

Peran wanita ibu di dalam pengembangan kesehatan keluarga sangat besar. Kebijaksaan dalam pembnagunan memberikan peluang kepada peningkatan peran


(6)

serta kaum wanita. Pelayanan kebidanan yang dilaksanakan oleh bidan berkatan dengan peningkatan peran wanita dalam mewujudkan kesehatan keluarga.

Perwujudan kesehatan keluarga dalam bentuk norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera akan menjadi persyaratan mutlak untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dan produktif. Konsekuensi semakin besarnya pelayanan yang diberikan oleh bidan itu, maka bidan dituntut agar dapat memberikan pelayanan secara professional. Pelayanan kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan produktif. Kondisi sehat dan produktif tersebut merupakan factor yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Manusia yang berkualitas tersebut merupakan persyaratan dalam upaya peningkatan perkembangan ekonomi masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan kebijaksaan pembangunan jangka panjang ke II masih berorientasi pada perkembangan ekonomi dengan memperhatikan perkembangan social. Pelayanan kebidanan sebagai bagian pelayanan kesehatan masyarakat mendukung perkembangan khususnya peningkatan kesehatan ibu, anak dan KB.

C. Perkembangan Pendidikan Bidan

1. Pada tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnyah peserta didik yang disebabkan karena adaanya larangan ataupun pembatasan bagi wanita untuk keluar rumah.

2. Pada tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi dirumah sakit militer di Batavia.

3. Pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indonesia dibuka di Makasar. Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah


(7)

kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).

4. Tahun 1911 - 1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HS (SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dilanjutkan pendidikan bidan 2tahun. 5. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi

perawat wanita yang lulus dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama 2 tahun.

6. Tahun 1918 Budi Kemuliaan membuka RS Bersalin dan pendidikan bidan. Murid-murid dari juru rawat wanita, pendidikan 2 tahun.

7. Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan MULO (Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. Di tahunyang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan Kebidanan selama tiga tahun tersebut Bidan Kelas Satu(Vreodrouweerste Klas) dan bidan dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas 2 (Vreodrouw tweede klas). Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang, pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.

8. Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang Kesehatan E atau Pembantu Bidan.Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup.


(8)

Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusandari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun. 8 Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatanmasyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).

9. Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan inimenerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.

10. Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK).Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara merata diseluruh provinsi. 11. Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah

sangat banyak, Departemen Kesehatan (Depkes) melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan di mana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan pemerintahagar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil. 12. Pada tahun 1975 - 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama10

tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.


(9)

13. Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu dan Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung 1tahun dan tidak dilakukan oleh semua institusi.

14. Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.

15. Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yangmemperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A (PPB/A).Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa. Untuk itu pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desa sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II).

16. Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (BidanPTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2x3 tahun lagi.Penempatan bidan ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. Bidan harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik, sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar.

17. Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki kemampuan dan keterampilan yang diharapkan seorang bidan professional, karena pendidikan terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu 1 tahun akademik, sehingga kesempatan tingkat kemampuan yang dimiliki seorang bidan juga kurang.

18. Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya dari lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada


(10)

Program Pendidikan Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan1996) kemudian ditutup.

19. Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yangmenerima lulusan dari SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 Propinsi yaitu :Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat,Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Wilayah Kalimantan) , Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya. Pendidikan inimemerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu 6 semester.

20. Pada tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance learning) di tiga propinsi yaitu JawaBarat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes No.1247/Menkes/SK/XII/1994Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampumelaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB.

21. Tahun 1996 dibuka Pendidikan Diploma III Kebidanan dengan raw input dari SMA. Diterapkan melalui surat keputusa menteri pendidikan dan kebudayaan RI No 009/U/1996 di 6 propinsi dengan menerima calon peserta didik dariSMA. Saat ini kurikulum DIII kebidanan telah direvisi mengacu pada Kep.Mendiknas 32 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan hasil revisi tersebut telah diserahkan dengan keputusanmenteri kesehatan RI.No.HK.00.06.2.4.1583.Tahun 2001 tercatat ada 65 institusi yang menyelenggarakan pendidikan diploma III kebidanan


(11)

diseluruhIndonesia, sampai dengan tahun ini tercatat jumlah institusi DIII kebidanan 310.

22. Pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan neonatal.

23. Pada tahun 1995-1998 (IBI) bekerjasama langsung dengan mother care melakukan pelatihan bidan Rumah Sakit dan bidan puskesmas serta bidan didesa di Provinsi Kalimantan Selatan.

24. Pada tahun 2000 telah ada pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) yangdi koordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai saat initelah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan life skill S (LSS) dan APN tidak hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru,dosen-dosen dari Akademi Kebidanan.

25. Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan juga diadakan seminar dan Lokakarya organisasidilaksanakan setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahun 1996 - 2000 dengan biaya dari UNICEP.

26. Tahun 2000 dibuka program D-IV bidan pendidik di FK UGM Yogyakarta, dengan lama pendidikan 2 semester. Saat ini terdapat juga di UNPAD (2002) di USU (2004), STIKES Ngudi Waluyo Semarang, STIKIM Jakarta (2003).Akhir-akhir ini minat masyarakat untuk membuka program D.IV bidan pendidik juga sudah mulai banyak seperti adanya beberapa usulan yang sudah masuk Pusdiknakes dari pemrakarsa program D.IV bidan pendidik pada awalnya dilaksanakan pada masa transisi dalam upaya kebutuhan dosen. Sebagaimana kita ketahui bahwa D.IV bidan pendidik dengan masa studi 1tahun terdiri dari beban materi profesi kurang lebih dari 60% dan 40% beban materi kependidikan. Hal ini sebelumnya belum memenuhi ketentuan yang ditetapka Depdiknas bahwa kualifikasi dosen minimal D.IV kebidanan atau S1 kebidanan.Dengan memperhatikan permasalahan tersebut mungkin sudah waktunya untuk mulai memikirkan dan membuat rancangan D.IV kebidanan klinik dan S1 kebidanan.. Tidak kemungkinan pula untuk mengembangkan


(12)

jenjang S2 maupun SP1 dan SP2.Penyusunan kompetensi ini dilakukan oleh IBI bersama-sama dengan unsur terkait lainnya seperti Departemen Kesehatan, organisasi profesi.Adapun pembinaan dan pengawasan yang telah diupayakan oleh Pusdiknaskesantara lain mulai dari penyusunan dan penetapan standar kompetensi bidan, penilaian ijin institusi baru, seleksi mahasiswa baru, penyusunan kurikulum,akreditasi pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, kedepan kita sudahwaktunya untuk meninjau ulang dan menata kembali pola pendidikan berjenjang dan berkelanjutan bagi bidan. 27. Tahun 2006 dibuka S2 Kebidanan di UNPAD Bandung.

28. Tahun 2008 Dibuka S1 Kebidanan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

29. Tahun 2010 Dibuka S1 dan S2 Kebidanan di Universitas Brawijaya dan Universitas Andalas.

http://www.bidanindonesia.org/index.asp?part=2011020015&lang=id diakses pada tanggal 12 September 2013

D. Perkembangan Pelayanan Kebidanan

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807, di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hendrik William Daendles, para dukun dilatih untuk melakukan pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak tersedianya pelatih kebidanan.

Pelayanan kesehatan pada saat itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Kemudian pada tahun 1849, dibuka pendidikan Dokter Jawa di Batavia, tepatnya di Rumah Sakit Militer Belanda yang sekarang dikenal dengan RSPAD Gatot Subroto. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda bernama dr. W. Bosch. Lulusan


(13)

sekolah ini kemudian bekerja di rumah sakit dan juga di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.

Pada tahun 1952, mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Pelatihan untuk para dukun masih berlangsung sampai sekarang. Pelatihan ini diberikan oleh bidan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat di lakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta, yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lainnya di nusantara ini. Seiring dengan pelatihan tersebut, didirikan pula Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dengan bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan antenatal, postnatal, pemeriksaan bayi dan anak, termasuk imunisasi serta penyuluhan gizi. Sedangkan di luar BKIA, bidan memberi pertolongan persalinan di rumah keluarga dan melakukan kunjungan rumah sebgai upaya tindak lanjut pasca persalinan.

Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi satu pelayanan terintegrasi bagi masyarakat yang dinamakan Pusat Kesahatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung dan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, termasuk pelayanan keluarga berencana baik di luar gedung maupun di dalam gedung. Pelayanan kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu mencakup lima kegiatan yaitu pemeriksaan kehamilan, pelayanan keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan kesehatan lingkungan.

Mulai tahun 1990, pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini merupakan Instruksi Presiden yang


(14)

disampaikan secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992. Kebijakan ini mengenai perlunya mendidik bidan untuk ditempatkan di desa. Tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin, dan nifas, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pembinaan dukun bayi (paraji). Dalam kaitan tersebut bidan di desa juga menjadi pelaksana pelayanan kesehatan bayi dan keluarga berencana.

Pelaksanaan sejalan dengan tugas utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan desa melaksanakan kunjungan kesehatan pada ibu dan anak yang memerlukan, mengadakan pembinaan Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Hal tersebut di atas adalah bentuk pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat yang berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.

Titik tolak Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada kesehatan reproduksi (reproductive health), memperluas area garapan pelayanan bidan, area tersebut meliputi :

1. Safe motherhood; termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus. 2. Keluarga berencana


(15)

4. Kesehatan reproduksi remaja

5. Kesehatan reproduksi pada orang tua

Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi, dan tugasnya didasarkan pada kemampuan serta kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

E. Pengembangan Karir Bidan

Pendidikan berkelanjutan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, hubungan antar-manusia, dan moral karyawan/bidan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau pelayanan dan standar yang telah dilakukan oleh konsil melalui pendidikan formal dan informal.

Pada tahun 2010 seluruh bidan telah menerapkan pelayanan yang sesuai dengan standar praktik bidan internasional dan dasar pendidikan minimal D3 kebidanan. Misi pendidikan ini mengembangkan pendidikan berkelanjutan berbentuk “system”, membentuk unit pendidikan bidan di tingkat pusat

Dalam mengantisipasi perkembangan saat ini (kebutuhan masyarakat yang menuntut mutu pelayanan kebidanan yang semakin meningkat, perubahan yang cepat dalam pemerintahan maupun masyarakat, perkembangan IPTEK, dan persaingan yang ketat di era globalisasi) diperlukan tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan yang berkualitas baik dari segi pengetahuan, keterampilan dan profesionalitas.

Pengembangan pendidikan kebidanan seyogyanya dirancang secara berkesinambungan, berjenjang, dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bagi bidan yang mengabdi di tengah masyarakat. Pendidikan yang bertujuan untuk mempertahankan profesionalisme bidan, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.


(16)

Pendidikan formal yang telah dirancang dan diselenggarakan oleh pemerintah dan badan swasta dengan dukungan IBI adalah program Diploma III dan Diploma IV kebidanan. Pemerintah berupaya untuk menyediakan dana bagi bidan di sector pemerintahan yang akan melakukan tugas di luar negeri. Di samping itu, IBI berupaya agar badan swasta, baik dalam maupun luar negeri, dapat meningkatkan pendidikan bidan, khususnya program pendidikan jangka pendek. IBI juga mendorong anggotanya untuk meningkatkan pendidikan melalui kerja sama dengan universitas di dalam negeri.

Pendidikan nonformal telah dilaksanakan melalui program pelatihan, magang, seminar, dan lokakarya. IBI juga bekerja sama dengan lembaga internasional dalam penyelenggaraan berbagai program nonformal di beberapa provinsi. Semua upaya ini bertujuan meningkatkan kinerja bidan dalam memberikanpelayanan kebidanan yang berkualitas. Selain itu, IBI telah mengembangkan suatu program mentorship-bidan senior membimbing bidan junior dalam konteks profesionalisme kebidanan.

Dengan jumlah anggota IBI yang cukup besar dibandingkan dengan kemampuan pengadaan program pendidikan formal yang menggunakan system perjenjangan, diasumsikan bahwa kurang lebih 32 tahun mendatang seluruh anggota IBI dapat mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di samping itu, IBI dan pemerintah telah menyepakati bahwa masa transisi dalam upaya peningkatan kualitas bidan melalui jalur pendidikan formal akan berlangsung sepuluh tahun (2010).

Oleh karena itu, IBI bersama pemerintahan dalam hal ini Departemen Kesehatan RI-mencoba untuk mencari jalan keluar melalui suatu system pendidikan yang mengakui pengalaman bidan dalam melayani masyarakat. Pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman bidan ini diharapkan dapat lebih mempercepat upaya peningkatan kualitas bidan melalui pendidikan formal


(17)

tanpa mengabaikan apa yang telah dimiliki oleh para bidan. Pola pendidikan ini masih dalam tahap penjajakan dan perencanaan. Penatalaksanaan sitem pendidikan ini diharapkan dapat dirangkum dan diterapkan di Indonesia. Pola pengembangan pendidikan kebidanan dapat dilihat pada Bagan 1.1.

Bagan 1.1 Pola pengembangan pendidikan bidan.

Pola pengembangan pendidikan berkelanjutan telah dirumuskan dan di kembangkan sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan pendidikan bidan yang berkelanjutan mengacu pada peningkatan kualitas bidan sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Materi pendidikan berkelanjutan meliputi aspek klinik dan nonklinik.

Dalam penataan dan perencanaan tenaga bidan, IBI bersama Departemen Kesehatan RI telah memetakan kebutuhan tenaga bidan untuk setiap tatanan pelayanan dan institusi yang memerlukan tenaga bidan dalam sistem pelayanan kebidanan khususnya dan sistem pelayanan kesehatan umumnya.

Soepardan, Suryani. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Spesialis II

Spesialis I

S 3

Bidan Pradiploma

III Diploma III Diploma IV

S 2

S 1 Kebidanan


(18)

F. Sistem Penghargaan Bagi Bidan 1. Reward

Penghargaan yang diberikan kepada bidan tidak hanya dalam bentuk imbalan jasa, tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan pemberian kewenangan atau hak untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

Bidan di Indonesia memiliki organisasi profesi, yaitu Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang hak dan kewajiban serta penghargaan dan sanksi bidan.

Menurut Gibson (1987) ada tiga factor yang berpengaruh terhadap kinerja seorang bidan, antara lain:

a. Factor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial dan demografi seseorang.

b. Factor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.

c. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)

Pemeliharaan SDM dalam suatu organisasi, perlu diimbangi dengan sistem penghargaan (reward system) baik berupa material maupun immaterial. Imbalan berupa material misalnya gaji dan tunjangan, sedangkan imbalan immaterial misalnya kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan. Tujuan dari adanya system penghargaan antara lain :

a. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi tingginya. Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja staf.

b. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.


(19)

c. Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pimpinan dan staf.

2. Sanksi

Sanksi merupakan imbalan negative yang berupa pembebanan atau penderitaan yang di tentukan oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik bidan merupakan norma yang berlaku bagi anggota IBI dalam menjalankan praktik profesinya yang telah disepakati dalam Kongres Nasional IBI.

Bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka akan diberikan sanksi sesuai dengan Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.

Dalam organisasi profesi kebidanan terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) yang memiliki tugas :

a. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus pusat.

b. Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala

c. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.

d. Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya ditentukan pengurus.

MPEB dan MPA bertugas mengkaji, menangani dan mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dan praktik kebidanan serta masalah hukum, kepengurusan MPEB dan MPA terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota.

3. Hak dan Kewajiban Bidan a. Hak Bidan


(20)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak adalah kewenangan untuk berbuat sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan tertentu. Berdasarkan pertimbangan yang ada seorang bidan berhak :

1) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar

2) Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya.

3) Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar, dan 4) Menerima imbalan jasa profesi

(Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010) b. Kewajiban Bidan

Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk: 1) Menghormati hak pasien

2) Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan

3) Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu

4) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan

5) Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

6) Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis

7) Mematuhi standar

8) Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian

Sesuai Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 Pasal 18, Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Kewajiban bidan dapat dijabarkan sesuai Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang


(21)

Standar profesi Bidan yang di dalamnya terdapat kode etik Bidan Indonesia sebagai berikut :

a) Kewajiban terhadap klien dan masyarakat

(1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

(2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.

(3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

(4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.

(5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

(6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasidalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

b) Kewajiban terhadap tugasnya

(1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

(2) Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan atau rujukan.


(22)

(3) Setiap bidan harus menjamin kerhasiaan keterangan yang didapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila di minta oleh pengadilan dan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.

c) Kewajiban terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya

(1) Setiap bidan harus menjalin hubungan yang baik dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.

(2) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

d) Kewajiban terhadap profesinya

(1) Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.

(2) Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

e) Kewajiban terhadap diri sendiri

(1) Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik

(2) Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri. f) Kewajiban terhadap pemerintah, nusa bangsa, dan Negara

(1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya dalam pelayanan kesehatan reproduksi, KIA-KB, dan kesehatan keluarga.

(2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dalam menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk


(23)

meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA-KB dan kesehatan keluarga.


(24)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Profesi bidan dari waktu ke waktu jelas semakin berkembang. Pelayanan kebidanan pun akan semakin maju karena bidan-bidan yang telah lulus telah lulus dari satuan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan kebidanan juga sudah tersebar di seluruh penjuru nusantara dan Tingkatannya pun semakin tinggi. Pengembangan karir bidan pun telah di dukung oleh pemerintah. Sebagai profesi bidan juga mengenal sistem penghargaan yang diberikan pada Bidan agar bidan lebih termotivasi untuk bekerja. Dan akan lebih bertanggung jawab atas kinerjanya sebagai bidan.

B. Saran

Saran saya sebagai Mahasiswa sebaiknya Profesi Bidan ini harus tetap di perjuangkan di era globalisasi ini, karena Profesi bidan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, pendidikannya pun harus tetap di dukung oleh pemerintah agar suatu instansi pendidikan dapat menghasilkan bidan yang baik dan cerdas. Dalam pembuatan makalah ini saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang dibuat oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritiknya.


(25)

DAFTAR PUSTAKA

http://www.bidanindonesia.org/index.asp?part=2011020012&lang=id di akses pada tanggal 11 September 2013

http://www.bidanindonesia.org/index.asp?part=2011020015&lang=id diakses pada tanggal 12 September 2013

Soepardan, Suryani. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC


(1)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak adalah kewenangan untuk berbuat sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan tertentu. Berdasarkan pertimbangan yang ada seorang bidan berhak :

1) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar

2) Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya.

3) Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar, dan 4) Menerima imbalan jasa profesi

(Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010) b. Kewajiban Bidan

Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk: 1) Menghormati hak pasien

2) Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan

3) Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu

4) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan

5) Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

6) Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis

7) Mematuhi standar

8) Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian

Sesuai Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 Pasal 18, Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.


(2)

Standar profesi Bidan yang di dalamnya terdapat kode etik Bidan Indonesia sebagai berikut :

a) Kewajiban terhadap klien dan masyarakat

(1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.

(2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.

(3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

(4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.

(5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

(6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasidalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

b) Kewajiban terhadap tugasnya

(1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

(2) Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan atau rujukan.


(3)

(3) Setiap bidan harus menjamin kerhasiaan keterangan yang didapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila di minta oleh pengadilan dan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.

c) Kewajiban terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya

(1) Setiap bidan harus menjalin hubungan yang baik dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.

(2) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

d) Kewajiban terhadap profesinya

(1) Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.

(2) Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

e) Kewajiban terhadap diri sendiri

(1) Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik

(2) Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri. f) Kewajiban terhadap pemerintah, nusa bangsa, dan Negara

(1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya dalam pelayanan kesehatan reproduksi, KIA-KB, dan kesehatan keluarga.


(4)

meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA-KB dan kesehatan keluarga.


(5)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah menunjukkan bahwa bidan adalah salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Profesi bidan dari waktu ke waktu jelas semakin berkembang. Pelayanan kebidanan pun akan semakin maju karena bidan-bidan yang telah lulus telah lulus dari satuan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan kebidanan juga sudah tersebar di seluruh penjuru nusantara dan Tingkatannya pun semakin tinggi. Pengembangan karir bidan pun telah di dukung oleh pemerintah. Sebagai profesi bidan juga mengenal sistem penghargaan yang diberikan pada Bidan agar bidan lebih termotivasi untuk bekerja. Dan akan lebih bertanggung jawab atas kinerjanya sebagai bidan.

B. Saran

Saran saya sebagai Mahasiswa sebaiknya Profesi Bidan ini harus tetap di perjuangkan di era globalisasi ini, karena Profesi bidan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, pendidikannya pun harus tetap di dukung oleh pemerintah agar suatu instansi pendidikan dapat menghasilkan bidan yang baik dan cerdas. Dalam pembuatan makalah ini saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang dibuat oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritiknya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

http://www.bidanindonesia.org/index.asp?part=2011020012&lang=id di akses pada tanggal 11 September 2013

http://www.bidanindonesia.org/index.asp?part=2011020015&lang=id diakses pada tanggal 12 September 2013

Soepardan, Suryani. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC