SISTEM PENGELOLAAN ZAKAT DI LEMBAGA AMIL ZAKAT
h. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
5. Struktur Organisasi Lembaga Amil Zakat Struktur organisasi lembaga pengelola zakat, terutama yang
berbentuk lembaga amil zakat yang milik swasta atau masyarakat biasanya mengacu pada UU Yayasan. Hal ini terjadi karena struktur organisasi dari
lembaga pengelola zakat mengacu pada UU Yayasan dan juga harus berbadan hukum yayasan. Untuk menghindari terjadinya dualisme dalam
pandangan atas kedua UU tersebut, maka lembaga pengelola zakat harus memiliki unsur-unsur yang ada di bawah ini:
3
1. Dewan Pembina Dewan Pembina bertugas untuk:
a. Memberikan nasihat dan arahan kepada dewan pengurus atau manajemen lembaga pengelola zakat
b. Memilih, menetapkan, dan juga memberhentikan dewan pengawas syariah
c. Mengangkat dan memberhentikan dewan pengurus d. Menetapkan arah dan kebijakan organisasi
3
Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelolaan Zakat, Yogyakarta: P3EI Press, 2009
e. Menetapkan berbagai program organisasi f. Menetapkan
RKAT Rencana
Kerja Anggaran
Tahunan yang diajukan pengurus. 2. Dewan Pengawas Syariah
a. Melaksanakan fungsi pengawasan atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang terkait dengan
kepatuhan terhadap ketentuan syariah b. Memberikan koreksi dan juga saran perbaikan kepada
pihak manajemen bila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan syariah
c. Memberikan laporan atas pelaksanaan pengawasan kepada dewan pembina.
3. Dewan PengurusManajemen Lembaga Pengelola Zakat Secara umum, tugas yang dilaksanakan oleh pihak manajemen
adalah untuk melaksanakan arah dan juga kebijakan umum dari lembaga pengelola zakat dan juga merealisir berbagai rencana
yang sudah ditetapkan oleh pihak pengurus. Adapun berbagai bagian yang ada didalam dewan pengurus terdiri dari:
a. Ketua atau direktur. Tugas utama yang dilaksanakan memastikan pencapaian dar berbagai tujuan yang
dilaksanakan oleh lembaga pengelola zakat. b. Bagian penyaluran ZIS. Membuat program kerja
distribusi ZIS dan juga melaksanakan pendistribusian ZIS tersebut.
c. Bagian keuangan. Bertugas membuat laporan keuangan dari lembaga pengelola zakat dan juga melakukan
pengelolaan aset-aset yang dimiliki oleh lembaga pengelola zakat. dalam bagian keuangan juga terdapat
bagian akuntansi, bendahara, dan juga internal audit. d. Koordinator
program. Menyusun
dan juga
melaksanakan berbagai program yang dilakukan oleh lembaga pengelola zakat, serta menyusun laporan
kinerja lembaga pengelola zakat. e. Bagian pembinaan mustahik. Melakuakan pendataan
mustahik yang ada dan lalu mencatat dalam data mustahik yang dimiliki oleh lembaga pengelola zakat.
Selain itu, juga melakukan pembinaan terhadap mustahik, dan melakukan pemantauan atas berbagai
program distribusi ZIS kepada para mustahik.
f. Bagian pengumpulan dana ZIS. Bertugas untuk melakukan pengumpulan dana ZIS di wilayah yang
menjadi tanggung jawab serta menyetorkan berbagai dana ZIS tersebut kepada pihak bendahara ZIS.
B. Lembaga Amil Zakat sebagai Organisasi Nirlaba Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang
bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-
hal yang bersifat mencari laba moneter. organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis,
bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.
4
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi nirlaba adalah salah satu lembaga yang tidak mengutamakan laba dalam
menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam organisasi nirlaba pada umumnya sumber daya atau dana yang digunakan dalam menjalankan segala kegiatan yang
dilakukan berasal dari donatur atau sumbangan dari orang-orang yang ingin membantu sesamanya. Tujuan organisasi nirlaba yaitu untuk membantu
masyarakat luas yang tidak mampu khususnya dalam hal ekonomi. Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan
aktualisasi filosofi dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan
4
Wikipedia, “Organisasi Nirlaba”, artikel di akses pada 1 November 2013 dari http:id.wikipedia.orgwikiOrganisasi_nirlaba
tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi pandangan hidup yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi tersebut
kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan lingkungan
poleksosbud politik, ekonomi, sosial dan budaya tempat organisasi nirlaba itu ada.
Melihat tugas dan fungsi dari Lembaga Amil Zakat, dapat disimpulkan bahwa LAZ merupakan salah satu lembaga nirlaba yang ada di Indonesia. Oleh
karena itu LAZ memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Sumber daya, baik berupa dana maupun barang semuanya merupakan
pemberian dari donatur dimana donatur berharap pemberian dari mereka tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
2. Menghasilkan program kerja berupa jasa layanan kepada masyarakat dan tidak mencari laba dalam pelayanan tersebut, kalaupun menghasilkan
laba, laba tersebut akan digunakan kembali untuk program selanjutnya. 3. LAZ bukanlah milik perorangan atau kelompok, melainkan milik
ummat karena dananya berasal dari masyarakat. Sehingga kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas atau pembubaran
entitas.
C. Pertumbuhan dan Persaingan antar Lembaga Amil Zakat di Indonesia Munculnya Badan Amil Zakat di Indonesia merupakan langkah awal dari
dimulainya pengelolaan zakat melalui sebuah lembaga. Menteri Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan
Badan Amil Zakat dan Peraturan Menteri Agama No.5 tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Mal yang berfungsi sebagai pengumpul zakat untuk
kemudian disetor kepada BAZ. Namun, atas seruan dan dorongan Presiden berturut-turut pada peringatan Isra’ Mi’raj dan Idul Fitri 1968 keluarlah Instruksi
Menteri Agama No.1 tahun 1969 tentang Penundaan PMA No.4 dan 5 tahun 1968.
5
Namun setelah itu, pengaturan dan pengelolaan zakat di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang signifikan, kecuali beberapa instruksi dan
himbauan tentang infaq dan sedekah. Hal ini menjadikan zakat relatif tidak memberikan kontribusi positif dan konstruktif dalam menghadapi realitas problem
sosial ekonomi masyarakat dan negara. Sebelum tahun 1990, dunia perzakatan di Indonesia memiliki beberapa karakteristik, antara lain zakat umumnya diberikan
langsung oleh muzakki kepada mustahik, jika pun melalui petugas zakat hanya terbatas pada zakat fitrah yang bertugas temporer, kemudian zakat yang diberikan
pada umumnya hanya bersifat konsumtif dan harta objek zakat terbatas pada harta yang secara eksplisit dikemukan dalam Al-Qur’an dan Hadist.
5
Sejarah Pengelolaan ZIS di Indonesia, artikel diakses pada 10 November 2013 dari http:pujohari.wordpress.com200909
Di awal tahun 90-an, muncul Lembaga Amil Zakat LAZ pertama yang didirikan oleh Harian Umum Republika yang bernama Dompet Dhuafa. Hingga
pada tahun 1999 dengan UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan zakat, semakin banyak LAZ lain yang bermunculan yang dapat dilihat dalam tabel
berikut: Tabel 3.1
Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia
6
No. Organisasi
Jumlah 1.
BAZNAS 1
2. BAZDA Provinsi
33 3.
BAZDA Kabupaten Kota 434
4. BAZ Kecamatan
4800 5.
BAZ Kelurahan 24000
6. LAZNAS
18 7.
LAZ Provinsi 16
8. LAZ Kabupaten Kota
31 9.
UPZ 8680
Total 38013
6
Nana Mintarti, dkk, Indonesia Zakat Development Report 2012 Ciputat: IMZ, 2012
Hingga saat ini hanya ada 19 Organisasi Pengelola Zakat OPZ yang dikukuhkan secara resmi ditingkat pusat yang terdiri dari 1 BAZNAS dan 18
LAZ. Banyaknya LAZ yang bermunculan menunjukkan besarnya potensi dana
ummat di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 3.2
Potensi Zakat Nasional
7
No. Jenis Zakat
Jumlah Rp Triliun
Prosentase terhadap PDB
1 Zakat Rumah Tangga
Individu 82,70
1,30
2 Zakat Industri:
Zakat perusahaan swasta Zakat BUMN
Sub total 114,89
2,40 117, 29
1,84 3
Zakat Tabungan 17,01
0,27 TOTAL
217,0 3,40
7
Ibid., h. 26
Sumber: BAZNAS dan FEM IPB 2011 Dari sinilah fenomena fundraising zakat yang menyebar, yang mulai
dirasakan pengaruhnya oleh masyarakat. Fenomena munculnya banyak lembaga zakat membawa dampak positif dan negatif dalam masyarakat. Dampak positifnya
adalah semakin besarnya dana Zakat, Infak dan Sedekah ZIS yang terkumpul. Pertumbuhan dana ZIS Nasional dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.3 Penghimpunan Zakat, Infak dan Sedekah ZIS Nasional 2007-2011
8
Tahun Jumlah
Miliar Rupiah Pertumbuhan Tahunan
Persen 2007
740 -
2008 920
24,32 2009
1200 30,43
2010 1500
25,00 2011
1800 20,00
Data hingga November 2011 Besarnya pertumbuhan dana ZIS tentunya menggembirakan bagi semua
pihak. Dengan tumbuhnya dana ZIS diharapkan permasalahan utama yaitu
8
Ibid., h. 2
kemiskinan dapat ditanggulangi. Kemiskinan itu dekat dengan kekufuran, ketidakberdayaan, keterbelakangan, kematian. Maka kemiskinan adalah musuh
sesungguhnya yang perlu mendapatkan perhatian dari LAZ. Namun, banyaknya LAZ juga memunculkan permasalahan baru bagi
pengelolaan zakat, karena LAZ cenderung independen dan membuat banyak program yang tidak signifikan dan lemah koordinasi antar lembaga zakat. Dari
sinilah LAZ terkesan bersaing satu sama lain, bahkan hampir tiap LAZ memiliki program yang serupa namun dikemas dengan kemasan yang berbeda. Mereka
cenderung latah terhadap program lembaga zakat yang telah ada. Dalam pengembangan program pemberdayaan zakat, kecenderungan LAZ
menerapkan program lebih kepada sisi percobaan, kemudian dilihat bagaimana tingkat keberhasilannya, sementara desain yang bersifat terstruktur, menyeluruh
dan berkelanjutan masih dihindari, untuk tidakmengatakan dibaikan. Ada tiga asumsi yang bisa menjelaskan kasus ini. Pertama, dana yang tersedia terbatas
karena dilakukan oleh satu lembaga, sehingga pengalokasian dana bersifat trial dan eror. Kedua, bentuk program diharapkan menjadi daya tarik masyarakat untuk
berpartisipasi, baik bersifat dana maupun tenaga. Ketiga, LAZ masih menekann=kan misi LSM yang bersifat konformisme dan reformasi.
9
Karena sibuk dengan urusan persaingan, LAZ terkadang lupa untuk merancang program secara sungguh-sungguh bagi mustahik. Imbasnya, LAZ
9
Asep Saepudin Jahar, Masa depan Filantropi Islam Indonesia Banjarmasin, 2010
lebih memilih merancanng program untuk mustahik yang populis. Padahal program itu seringkali juga berasa tidak adil, tidak merata dan tidak esensial.
Bahkan dalam beberapa kasus program yang dilakukan hanya berorientasi pada perbaikan masalah di level tengah, bukan di akarnya, sehingga pelaksanaan
program hanya menyelesaikan permasalahan jangka pendek, sementara masalah utamanya yaitu kemiskinan tetap tidak teratasi.
52