SISTEM ADMINISTRASI ZAKAT DALAM NEGARA

4. Tax ratio yang sekarang baru mencapai 12,1 x PDB produk domestik bruto dapat ditingkatkan menjadi 20 x PDB akumulasi penerimaan pajak dan zakat harta dibandingkan PDB 5. Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi :”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” yang selama ini belum pernah tercapai secara optimal dapat terealisir karena fakir-miskin adalah salah satu golongan ashnaf yang berhak menerima zakat harta. 6. Anggaran untuk pendidikan dapat ditingkatkan karena “pendidikan” adalah termasuk salah satu golongan ashnaf yang berhak menerima zakat harta sehingga pendidikan dapat dilaksanakan secara cuma-cuma dan gaji guru dapat dinaikkan 7. Pengusaha kecil golongan ekonomi lemah dapat dibantu permodalannya karena orang miskin golongan ekonomi lemah adalah salah satu golongan ashnaf yang berhak menerima zakat harta. C. Manajemen Zakat 1. Pengetian Manajemen Manajemen merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, “management” yang berakar kata “manage”, yang berarti “control” kontrol dan “succed” sukses. 3 Nampaknya dari kata ini dapat disimpulkan bahwa inti dari manajemen adalah pengendalian hingga mencapai sukses yang diinginkan. 4 3 Lihat A. S Hornby, Oxford Advanced Dictinary of Current English. Oxford: Oxford University Press, 1987 h. 517 4 Eri Sudewo, Manajemen Zakat. Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004 h. 63 Adapun manajemen secara terminologi diartikan oleh James Stoner, seperti dikutip Eri Sudewo, sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha para anggota organisasi dengan menggunakan sumber daya yang ada agar mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Dalam Islam, manajemen secara letter lijk mungkin tidak dikenal, namun secara substansial, manajemen merupakan salah satu inti ajaran Islam. 5 Seperti ibadah shalat di awal waktu merupakan perbuatan yang dianjurkan. Dimana kita diharuskan mengelola waktu bukan hanya untuk bekerja namun juga tidak melalaikan kewajiban shalat. 2. Manajemen Klasik dalam Pengelolaan Zakat Terkait dengan zakat, manajemen nampaknya belum banyak diperhatikan orang. Zakat masih dianggap persoalan yang ringan yang tidak perlu dikelola secara profesional. Apalagi ketika disebut zakat, orang segera mempersepsikan zakat fitrah dalam benaknya dan zakat fitrah cukup dilaksanakan di akhir bulan ramadhan. Dengan demikian, manajemen tidak diperlukan dalam pengelolaan zakat. Ada 8 tradisi yang telah membuat pengelolaan zakat di Indonesia menjadi tidak maksimal, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Sikap Penyepelean 5 Sudirman, Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang: UIN-Malang Press, 2007 h. 72 Pengelolaan zakat dianggap sepele karena zakat sifatnya hanya bantuan dan pengelolaan bantuan itu merupakan pekerjaan sosial semata. Keseriusan dalam pengelolaan zakat bukan merupakan kenisyacaan. Pekerjaan sosial bisa dilakukan dengan santai dan tanpa beban. Pandangan semacam ini semakin memperkeruh situasi, sebab kebanyakan pengelola zakat menganggap bahwa mereka tidak terlalu membutuhkan zakat.. Penyepelean terhadap zakat akan berakibat kepada tidak terpenuhinya kebutuhan orang-orang yang secara ekonomi kurang beruntung. 2. Pekerjaan Sampingan Pekerjaan sosial adalah pekerjaan kedermawanan hati seseorang. Dengan demikian, rasa sosial ini akan sangat tergantung dengan suasana hati. Pekerjaan sosial dianggap pekerjaan sampingan yang tidak istimewa. Tidak ada penghargaan tinggi terhadap jenis pekerjaan ini karena dianggap cukup dikerjakan seadanya dan sederhana. Pekerjaan sosial semacam pengelolaan zakat merupakan pekerjaan kelas dua. Cara pandang yang meremehkan pengelolaan zakat semacam ini tentu membuat orang akan segan menekuni bidang pengelolaan zakat. sentimen masyarakat terhadap pekerja zakat akan membuat masyarakat semakin malas mengelola zakat secara profesional. 3. Tanpa Manajemen Pengelolaan zakat seringkali tanpa bentuk manajemen yang jelas. Semua berjalan sesuai dengan intuisi masing-masing. Manajemen dalam arti sesungguhnya tidak dikenal. Pembagian tugas dan struktur organisasi hanya formalitas tanpa adanya alasan yang jelas. Struktur hanya disesuaikan dengan keinginan sang pengelola atau si pendiri bukan berdasarkan kebutuhan riil organisasi. Efeknya organisasi bisa berjalan namun lambat, biasanya hanya di awal saja organisasi tersebut berjalan namun lambat laun akan timbul kejenuhan, kecemburuan kerja dan akhirnya yang bekerja hanya beberapa gelintir orang saja karena yang lain mengundurkan diri atau sengaja tidak aktif. Akhirnya, organisasi tanpa manajemen yang jelas akan mandeg atau akan berjalan ditempat. 4. Tanpa Seleksi Sumber Daya Manusia Salah satu kebiasaan lembaga nirlaba di Indonesia termasuk lembaga pengelola ZIS adalah tidak serius dalam seleksi SDM pengelola. Jarang sekali ada sistem rekrutmen yang paten, apalagi fit and proper test yang dirasa terlampau berlebihan. Pandangan bahwa pekerjaan sosial merupakan pekerjaan mudah yang tidak butuh orang-orang profesional menyebabkan tidak adanya seleksi yang ketat. 5. Ikhlas Tanpa Imbalan Pola bekerja di yayasan sosial, panti maupun lembaga pengelolaan ZIS masih berupa pengabdian yang tak perlu mendapat hak, lebih-lebih menuntut upah yang layak. Jika ada tuntutan semacam itu, orang dianggap tidak ikhlas, tidak punya rasa pengabdian dan bisa jadi dianggap tidak islami. Meminta imbalan berarti merusak niat untuk beribadah. Dengan demikian, imbalan bukan menjadi agenda yang utama, yang penting kerja. Namun, siapa yang mau bekerja tanpa imbalan? Wajar kalau kemudian orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan zakat adalah orang-orang yang memberikan sisa-sisa waktu dan bekerja apa adanya. Semangat yang diberikanpun juga tinggal sisa. Sehingga pengelolaan zakat tidak berjalan secara maksimal. 6. Kreativitas Rendah Pengelolaan tradisional biasanya cenderung pasif, kurang kreatif, dan tidak inovatif. Para pelaksananya lebih sering menikmati keadaan dan segan untuk melakukan terobosan-terobosan baru. Padahal, lambaga semacam ini perlu orang-orang yang mempunyai cita-cita yang tinggi dan mau bereksplorasi untuk menemukan solusi jitu dalam usaha meningkatkan kemakmuran umat. Kehidupan organisasi menjadi monoton, seolah-olah tidak perlu repot mengikuti grak langkah zaman. 7. Minus Monitoring dan Evaluasi Salah satu dampak dari lemahnya kretiviatas dan tiadanya manajemen adalah tidak adanya sistem monitoring dan evaluasi. Jalannya organisasi masih sangat tergantung pada pimpinan yang menjadi kata kunci dalam kebanyakan organisasi nirlaba. Model organisasi yang terlalu banyak menggantung kepada eksistensi pimpinan menyebabkan lemahnya sitem pengawasan dan evaluasi. Dengan tidak adanya kedua elemen tersebut, dapat dibayangkan bahwa lembaga itu akan sulit berbenah apalagi berkembang untuk bersaing dengan lembaga lain. 8. Tidak Biasa Disiplin Kedisiplinan akan menyulitkan sebuah organisasi untuk berkembang, bersaing dengan kompetitor yang telah menerapkan disiplin sebagai salah satu prinsipnya. 3. Manajemen Modern dalam Pengelolaan Zakat Menurut Jones Stoner, model manajemen sederhana adalah sebagai berikut proses perencanaan planning, pengorganisasian organizing, pengarahan actuating, pengawasan controling. Keempat aktivitas tersebut telah dirangkum oleh Eri Sudewo dalam buku Manajemen Zakat, berikut beberapa poin penting: 6 a. Perencanaan Perencanaan merupakan suatu aktifitas untuk membuat rancangan- rancangan agenda kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi. Perencanaan itu bisa terkait dengan waktu dan strategi. Perencanaan model pertama , sering dibagi dalam tiga pembabakan, yaitu perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Yang dimaksud dengan perncanaan jangka pendek adalah perencanaan yang dibatasi waktunya hanya satu tahun, sedangkan perncanaan jangka menengah biasanya akan dilakukan dalam kisaran waktu antara satu 6 Ibid, h. 79 hingga tiga tahun. Untuk perencanaan jangka panjang waktu yang dibutuhkan adalah tiga sampai lima tahun. Kisaran waktu tersebut bisa diubah sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Yang penting dalam perencanaan ini adalah adanya kegiatan yang jelas dan berkesinambungan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi dengan standar pencapaian yang dicanangkan. Perencanaan strategis adalah perencanaan yang digunakan untuk menjaga fleksibilitas rencana jangka panjang akibat berubahnya situasi. Rencana strategis ini bertujuan untuk menjaga eksistensi organisasi sehingga tetap bertahan. Perbedaan dengan perencanaan berdasarkan waktu adalah perencanaan berdasarkan waktu menekankan pada harmonisnya organisasi dalam beradaptasi, sedangkan perencanaan strategis justru dibuat untuk meredam gejolak yang dapat mengguncang harmoni tersebut. Perencanaan strategis akan mampu menjaga organisasi dari kehancuran akibat perubahan yang begitu cepat. Dalam pengelolaan zakat, rencana strategis merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan. Ada beberapa alasan tentang hal tersebut: 7 a. Masalah kepercayaan. Di dalam masyarakat kita, kepercayaan menjadi barang asing dan mahal. Kepercayaan akan muncul jika orang lain yang menyampaikan. Oleh sebab itu, kepercayaan butuh waktu lama untuk diraih. Orang-orang yang mengelola zakat 7 Sudirman, Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang: UIN-Malang Press, 2007 adalah salah satu kuncinya. Lembaga zakat akan dapat dipercaya jika pengelolaannya benar-benar sesuai dengan kemauan masyarakat, yakni lembaga yang jujur, amanah dan profesional. b. Mayarakat. Masyarakat memiliki logika sendiri dalam menilai sebuah organisasi dalam menilai sebuah organisasi. Secara sosial, zakat merupakan bentuk ibadahyang memiliki hubungan nyata dengan masyarakat. Zakat menuntut tumbuhnya lembaga-lembaga zakat yang memiliki integritas tinggi dengan harapan lembaga zakat tidak hanya memberikan santunan, akan tetapi dapat merumuskan metode penanggulangan kemiskinan secara terencana. c. Pemeliharaan. Mayarakat kita tergolong senang mendirikan organisasi namun agak segan memiliharanya. Sehingga diperlukannya pemeliharaan agar lembaga zakat dapat berkembang dan menjalanakan fungsi sebagai mana mestinya. b. Pengorganisasian Yang dimaksud dengan pengorganisasian adalah cara yang ditempuh oleh sebuah lembaga untuk mengatur kinerja lembaga termasuk para anggotanya. Pengorganisasian tidak lepas dari koordinasi, yang sering didefinisikan sebagai upaya penyatuan sikap dan langkah dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan. Koordinasi setidaknya dikaitkan dalam beberapa faktor, yaitu: 8  Pimpinan Dalam sebuah organisasi, termasuk lembaga zakat, sedikit banyak akan tergantung dengan pimpinannya. Oleh sebab itu, organisasi harus melibatkan pihak pimpinan agar diketahui kemana arah organisasi yang diinginkan pimpinan. Walalupun begitu pimpinan tidak bisa seenaknya memaksakan kehendaknya kepada anggotanya. Justru dengan koordinasi inilah akan hilang penyumbat kebuntuan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan.  Kualitas Anggota Disamping pemimpin, organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kapasitas anggota akan menjadi unsur penting dalam membangun citra image organisasi. Potensi beragam dari para anggota lembaga tersebut akan menghasilkan kekuatan besar bila dikoordinir dengan baik.  Sistem Sistem yang baik akan menjadikan sebuah organisasi lebih lama bertahan hidup. Sistem ini antara lain meliputi struktur organisasi, pembagian kerja, mekanisme birokrasi, sistem 8 Eri Sudewo, Manajemen Zakat. Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004 komunikasi, dan transparansi anggaran. Jika semua sistem itu berjalan baik, tentu lembaga itu akan mudah memperoleh kesuksesan. c. Pelaksanaan dan Pengarahan Pelaksanaan dalam sebuah manajemen adalah aktualisasi perencanaan yang dicanangkan oleh organisasi sedangkan pengarahan adalah proses penjagaan agar pelaksanaan program kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dalam pelaksanaan ada beberapa komponen yang sangat diperlukan, diantaranya adalah motivasi, komunikasi dan kepemimpinan. Motivasi akan memunculkan semangat bekerja dan pantang menyerah saat menhadapi pelbagai tantangan dan hambatan. Untuk memotivasi anggota organisasi dibangun sikap kebersamaan dan keterbukaan sehingga anggota yang baru masuk sekalipun akan merasa menjadi bagian utuh dalam kiprahnya. Komponen penting lainnya dalam tahap pelaksanaan adalah komunikasi. Komunikasi merupakan kegiatan untuk menyampaikan informasi secara timbal balik sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Terhentinya informasi akan menyebabkan kemacetan interaksi sehingga pada akhirnya memunculkan masalah baru. Oleh karena itu, jalannya arus informasi harus berlangsung secara lancar. Unsur terakhir yang penting dalam pelaksanaan adalah kepemimpinan. Kepemimpinan adalah unsur esensial dalam sebuah organisasi seiring sinyalemen umum bahwa warna organisasi sangat tergantung siapa yang memimpinnya. Kepemimpinan yang baik tidak lahir dari konflik kepentingan yang akan memenangkan kelompoknya dan menghancurkan lawannya. Sesungguhnya, pemimpin yang diidzmkan adalah sosok pemimpin yang menjadi tumpuan harapan semua orang, bukan kelompok atau golongan tertentu. d. Pengawasan Pengawasan merupakan proses untuk menganjurkan aktivitas positif dan mencegah perbuatan yang menyalahi aturan. Pengawasan berfungsi sebagai pengawal agar tujuan dalam organisasi dapat tercapai. Pengawasan dalam lembaga zakat, setidaknya ada dua substansi, pertama, secara fungsional, pengawasan terhadap amil telah menyatu dalam diri amil. Pengawasan inheren semacam ini akan menjadikan amil merasa bebas bekerja dan berkreasi karena selain bekerja, amil juga melakukan ibadah. Kedua secara formal, lembaga zakat memiliki Dewan Syariah yang secara struktural berada dibawah ketua lembaga zakat. dewan syariah yang terdiri atas para pakar yang ahli dibidangnya bertugas untuk mengesahkan setiap program yang dibuat lembaga zakat. jika nanti ditemukan penyimpangan dan ketidakberesan dalam aplikasi program kegiatan, dewan ini berhak mengontrol dan kalau perlu menghentikan program tersebut. D. Pola Distribusi Zakat Pola Pendistribusian Zakat a Pengertian Pola Pola adalah gambaran yang di pakai untuk contoh. Pola adalah bentuk yang di pakai sebagai acuan atau dasar membuatmelaksanakan sesuatu yang dapat menguntungkan manusia. Pola pendistribusian zakat adalah bentuk penyaluran dana zakat dari muzzaki kepada mustahik dengan melalui amil. b Macam-macam Pola Pendistribusian Zakat Melihat pengelolan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian di aplikasikan pada kondisi sekarang, didapati bahwa penyaluran zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni bantuan sesaat pola tradisonalkonsumtif dan pemberdayaan pola kontemporerproduktif. • Pola TradisionalKonsumtif Bantuan Sesaat Pola tradisional yaitu penyaluran batuan dana zakat diberikan langsung kepada mustahik. Dana yang disalurkan memang ditujukan unutk mustahik dalam bentuk bantuan yang bersifat konsumtif seperti bantuan pangan, pakaian, pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal. 9 Hal ini akan menimbulkan multiplier effect, seperti yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Skema Efek Pengganda dalam Zakat Secara ekonomi di jelaskan sebagai berikut: diasumsikan bantuan zakat diberikan dalam bentuk konsumtif. Bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik meningkatkan daya beli mustahik tersebut terhadap barang kebutuhannya. Peningkatan daya beli atas suatu barang akan berimbas pada peningkatan produksi suatu perusahaan, imbas dari peningkatan produksi adalah penambahan kapasitas produksi dalam hal ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Sementara itu, peningkatan produksi akan meningkatkan pajak terhadap negara. Bila penerimaan negara bertambah maka negara akan mampu menyiapkan 9 Nana Mintarti, dkk, Indonesia Zakat Development report 2012 Ciputat: IMZ 2012 h. 94 Muzzaki Mustahik Produksi Meningkat Produksi Meningkat Peningkatan Negara Mengingkat Pembangunan Meningkat Daya Beli M eningkat Zakat Pajak Dana Pembangunan Investasi Meningkat sarana dan prasarana untuk pembangunan dan mampu menyediakan fasilitas publik bagi masyarakat. • Pola KontemporerProduktif Bantuan Pemberdayaan Pola produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang ada dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usahabisnis. Dengan penyaluran zakat dengan bantuan pemberdayaan, diharapkan para mustahik nantinya akan menjadi mandiri dan tidak lagi bergantung dengan orang lain serta dapat berubah menjadi muzzaki. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Skema Penyaluran Zakat Produktif 1 4 2 3 Penjelasan: 1. Zakat diberikan kepada mustahik dalam bentuk modal usaha atau kursus keterampilan. Muzzaki Mustahik Mustahik Mempunyai Penghasilan Mempunyai Pekerjaan 2. Mustahik mempunyai pekerjaan. 3. Mustahik mempunyai penghasilan tetap. 4. Pada akhirnya mustahik berubah menjadi muzzaki. E. Konsep Keamilan Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Fiqh Zakat, menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut: 10 1. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk rukun Islam yang ketiga. Karena itu, sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim. 2. Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus umat. 3. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting, karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzzaki akan dengan rela menyerahkan zakatnya, jika lembaga zakat memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparansi keterbukaan dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syari’ah islammiyah. 10 Didin Hafidhuddin, Strategi Pengelolaan Zakat di Indonesia, Forum Zakat, 2011. h. 144 4. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisai segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat. Dengan pengetahuan tentang zakat yang relatif memadai, para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut. Pengetahuan yang memadai tentang zakat ini pun akan mengundang kepercayaan dari masyarakat. 5. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik- baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melaksanakan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan ini yang akan menghasilkan kinerja yang optimal. 6. Kesungguhan amil zakat dalam menjalankan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang full-time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak pula sambilan. Banyaknya amil zakat yang sambilan dalam masyrakat kita menyebabkan amil zakat tersebut pasif dan hanya menunggu kedatangan muzzaki untuk membayarkan zakatnya atau infaqnya. Dan sebagian besar adalah bekerja pada bulan Ramadhan saja. Kondisi semacam ini harus segera dihentikan dan diganti dengan amil-amil yang serius, sungguh-sungguh dan menjadikan pekerjaan amil zakat sebagai pilihan hidupnya. F. Hambatan Dalam Pengelolaan Zakat Nasional Dalam perkembangan zaman, pengelolaan zakat menghadapi beberapa kendala atau hambatan sehingga seringkali pengelolaannya masih belum optimal dalam perekonomian. 11 1. Minimnya sumber daya manusia yang berkualitas Pekerjaan menjadi seorang pengelola zakat amil belumlah menjadi tujuan hidup atau profesi dari seseorang. Menjadi seorang amil belumlah menjadi pilihan hidup, karena tidak ada daya tarik disana. Padahal lembaga amil membutuhkan banyak sumber daya manusia yang berkualitas agar pengelolaan zakat dapat profesional, amanah, akuntabel dan transparan. 2. Pemahaman fikih amil yang belum memadai. Masih minimnya pemahaman fikih zakat dari para amil masih menjadi salah satu hambatan dalam pengelolaan zakat. sehingga menjadikan fikih hanya dimengerti dari segi tekstual semata bukan konteksnya. Kekakuan dalam memahami fikih zakat menyebabkan mereka memandang zakat hanya dapat diberikan dalam bentuk konsumtif semata dan tidak diperkenankan untuk sesuatu hal yang produktif. 3. Rendahnya kesadaran masyarakat. Masih minimnya kesadaran membayar zakat dari masyarakat menjadi salah satu kendala dalam pengelolaan dana zakat agar dapat berdayaguna dalam perekonomian. Karena sudah elekat dalam benak 11 M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makro Ekonomi Islam. Bandung: Alfabeta, 2010, h. 280 sebagian kaum muslim bahwa perintah zakat hanya diwajibkan pada bulan Ramadhan saja, itupun terbatas pada pembayran zakat fitrah. Padahal zakat bukanlah sekedar ibadah yang diterapkan pada bulan Ramadhan semata, melainkan juga dapat dibayarkan pada bulan-bulan selain Ramadhan. Apabila kesadaran masyarakat akan pentingnya zakat bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran umat sudah semakin baik, hal ini akan berimbas pada peningkatan penerimaan zakat. 4. Teknologi yang digunakan Penerapan teknologi yang ada pada suatu lembaga zakat masih sangat jauh apabila dibandingkan dengan yang sudah diterapkan pada institusi keuangan. Hal ini tentu akan menjadi salah satu kendala penghambat pendayagunaan zakat. teknologi yang diterapkan pada lembaga amil masih terbatas pada teknologi yang standar. 5. Sistem informasi zakat Lembaga amil zakat yang ada belum mampu mempunyai atau menyusun suatu sistem informasi zakat yang terpada antar amil. Sehingga lembaga amil zakat ini saling terintegrasi satu dengan yang lainnya. G. Strategi Pengembangan Zakat di Indonesia Dengan melihat pada kondisi kekinian dan hambatan yang menjadi kendala perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia, maka haruslah disusun suatu strategi pengembangan dalam pengelolaan zakat sebagai berikut: 12 12 Ibid, h. 283 1. Membudayakan Kebiasaan Membayar Zakat Harus mulai dicanangkan gerakan membayar zakat melalui tokoh- tokoh agama tau bahkan dengan cara memasang iklan dimedia massa baik cetak maupun elektronik. Sosialisasi kebiasaan membayar zakat harus dilakukan secara serentak dan dengan koordinasi yang matang antar lembaga, agar dapat menjadi budaya yang positif di masyarakat. 2. Penghimpunan yang Cerdas Pada masa kini, strategi penghimpunan zakat secara tradisional sudah tidak dapat dipergunakan lagi, yang hanya tunggu bola, menuggu datangnya muzzaki datang ketempat amil. Saat ini amil harus mau untuk lebih bekerja keras dalam menghimpun dana masyarakat, strategi yang dipakai adalah strategi jemput bola, yaitu amil harus mendatangi dan mendekati para muzzaki agar mau mengeluarkan zakatnya. 3. Perluasan Bentuk Penyaluran Pola-pola penyaluran tradisional yang selama ini banyak diterapkan oleh lembaga pengelola zakat secara tradisional harus diubah agar bentuk penyaluran yang ada mampu menjadikan mustahik menjadi mandiri dan tidak lagi bergantung kepada pihak lain. Mustahik tidak lagi hanya diberi “ikan” tetapi mulai diberi “kail”, dimana nantinya mustahik tersebut diharapkan mampu mendapatkan hasil yang berkesinambungan dari “kail” yang diberikan. 4. Sumber Daya Manusia yang Berkualitas Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu prasyarat agar suatu lembaga amil zakat dapat semakin berkembang dan mampu mendayagunakan dana zakat yang mereka miliki untuk kemaslahatan umat. 5. Fokus dan Program Seringkali kelemahan para lembaga pengelola zakat saat ini adalah memiliki ambisi untuk menjangkau semua aspek kehidupan, hal ini berakibat tidak fokusnya program-program yang mereka lakukan, sehingga dapat mengakibatkan tujuan utama pendayagunaan zakat untuk mengentaskan mustahik dari jurang kemiskinan justru tidak optimal. 39

BAB III SISTEM PENGELOLAAN ZAKAT DI LEMBAGA AMIL ZAKAT

A. Konsep Lembaga Amil Zakat 1. Pengertian dan Tujuan Lembaga Amil Zakat Lembaga amil zakat merupakan sebuah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah. Definisi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayaagunaan zakat. 1 Pengelolaan zakat bertujuan : a Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan b Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. 2. Fungsi Lembaga Amil Zakat Menurut Ridwan 2005 Organisasi pengelola zakat apapun bentuk dan posisinya secara umum mempunyai dua fungsi yakni : 1 Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat 1. Sebagai perantara keuangan Amil berperan menghubungkan antara pihak Muzakki dengan Mustahiq. Sebagai perantara keuangan, amil dituntut menerapkan azas trust kepercayaan. Sebagai layaknya lembaga keuangan yang lain, azas kepercayaan menjadi syarat mutlak yang harus dibangun. Setiap amil dituntut mampu menunjukkan keunggulan masing–masing sampai terlihat jelas positioning organisasi, sehingga masyarakat dapat memilihnya. Tanpa adanya positioning, maka kedudukan akan sulit berkembang. 2. Pemberdayaan Fungsi ini, sesungguhnya upaya mewujudkan misi pembentukan amil, yakni sebagaimana muzakki menjadi lebih berkah rezekinya dan ketentraman kehidupannya menjadi terjamin di satu sisi masyarakat Mustahiq tidak selamanya tergantung dengan pemberian bahkan dalam jangka panjang diharapkan dapat berubah menjadi muzakki baru. 3. Keuntungan Pengelolaan Zakat oleh Lembaga Amil Zakat Pengelolan zakat oleh lembaga amil zakat, memiliki beberapa keuntungan, antara lain: 1. Untuk menjamin kepastian dan displin pembayar zakat. 2. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. 3. Untuk mencapai efisien dan efektifitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala perioritas yang ada pada suatu tempat. 4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang islami. 4. Persyaratan Lembaga Amil Zakat Izin lembaga amil zakat hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 2 a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial; b. Berbentuk lembaga berbadan hukum; c. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS; d. Memiliki pengawas syariat; e. Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya; f. Bersifat nirlaba; g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan 2 Pasal 18 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat h. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala. 5. Struktur Organisasi Lembaga Amil Zakat Struktur organisasi lembaga pengelola zakat, terutama yang berbentuk lembaga amil zakat yang milik swasta atau masyarakat biasanya mengacu pada UU Yayasan. Hal ini terjadi karena struktur organisasi dari lembaga pengelola zakat mengacu pada UU Yayasan dan juga harus berbadan hukum yayasan. Untuk menghindari terjadinya dualisme dalam pandangan atas kedua UU tersebut, maka lembaga pengelola zakat harus memiliki unsur-unsur yang ada di bawah ini: 3 1. Dewan Pembina Dewan Pembina bertugas untuk: a. Memberikan nasihat dan arahan kepada dewan pengurus atau manajemen lembaga pengelola zakat b. Memilih, menetapkan, dan juga memberhentikan dewan pengawas syariah c. Mengangkat dan memberhentikan dewan pengurus d. Menetapkan arah dan kebijakan organisasi 3 Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelolaan Zakat, Yogyakarta: P3EI Press, 2009

Dokumen yang terkait

Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat Terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

0 16 107

Pengaruh Penerapan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Kinerja Pengelolaan Zakat di Lazis PP Muhammadiyah

1 4 132

ANALISIS PENGEMBANGAN ZAKAT PRODUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MELALUI BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS TENTANG STANDARISASI MANAJEMEN ZAKAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH.

0 0 1

Model Kebijakan Pengelolaan Zakat secara Partisipatif Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

0 0 1

TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 DAN PP NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT TERHADAP LEGALITAS DAN PENGELOLAAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DI YAYASAN YATIM MANDIRI SURABAYA.

0 0 86

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

0 0 52

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

0 0 29

PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH DI DUSUN TUKANG KEC. PABELAN DALAM TINJAUAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH DI DUSUN TUKANG KEC. PABELAN DALAM TINJAUAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT - T

0 0 100

Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Terhadap Profesi Amil di Lembaga Amil Zakat Nasional BMH Gerai Ponorogo - Electronic theses of IAIN Ponorogo

0 0 92