Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                tempat-tempat  lain  masih  meniru  pola  pada  masa  awal  penyebaran  Islam,  yakni menarik semua jenis harta yang wajib dizakati.
6
Sejarah  Pelaksanaan  Zakat  di  Indonesia  Pada  tahun  1984  dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq
Seribu  Rupiah  selama  bulan  Ramadhan  yang  pelaksanaannya  diatur  dalam Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 191984 tanggal
30  April  1984.  Pada  tanggal  12  Desember  1989  dikeluarkan  Instruksi  Menteri Agama 161989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan
semua jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang  mengadakan  pengelolaan  zakat,  infaq,  dan  shadaqah  agar  menggunakan
dana  zakat  untuk  kegiatan  pendidikan  Islam  dan  lainnya.  Pada  tahun  1991 dikeluarkan  Keputusan  Bersama  Menteri  Agama  dan  Menteri  Dalam  Negeri
Nomor  29  dan  47  tahun  1991  tentang  Pembinaan  Badan  Amil  Zakat,  Infaq,  dan Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor
5 tahun 1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah  dan  Instruksi  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  7  tahun  1988  tentang
Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah. Kemudian,  terbentuknya  Kabinet  Reformasi  memberikan  peluang  baru
kepada umat Islam, yakni kesempatan emas untuk kembali menggulirkan wacana RUU  Pengelolaan  Zakat  yang  sudah  50  tahun  lebih  diperjuangkan.  Hingga  pada
tahun  1999  Undang-undang  Nomor  38  tahun  1999  tentang  Pengelolaan  Zakat dikeluarkan  oleh  pemerintah.  Dalam  Undang-Undang  tersebut disebutkan  bahwa
6
Dawam Rahardjo, Perspektif Deklarasi Makkah Menuju Ekonomi Islam, h. 188-190.
lembaga  pengelola  zakat  yang  ada  di  Indonesia  dapat berupa  Badan  Amil  Zakat yang  dikelola  oleh  pemerintah  serta  dapat  berupa  Lembaga  Amil  Zakat  yang
dikelola oleh swasta.
7
Kini  pengelolaan  zakat  memasuki  era  baru  dimana  telah  disahkannya Undang-Undang  No. 23  Tahun  2011  tentang  Pengelolaan  Zakat  pada  tanggal  27
Oktober  2011.  UU  tersebut  menimbulkan  kontroversi  di  kalangan  praktisi, akademisi, masyarakat, Lembaga Amil Zakat LAZ, dan pihak yang terkait stake
holder  lainnya.  Mulai  dari  kekhawatiran  akan  dibekukannya  LAZ  hingga  kesan UU tersebut mengerdilkan peran mandiri masyarakat dalam memberdayakan dana
zakat. UU  Zakat  digugat  karena  tiga  hal.  Pertama,  terkait  masalah  sentralisasi
dalam  pengelolaan  zakat  di  mana  Pasal  6  dan  Pasal  17  UU  Zakat  menyatakan Badan Amil Zakat Nasional BAZNAS lah yang berhak mengelola zakat di tanah
air,  sementara  posisi  Lembaga  Amil  Zakat  LAZ  untuk  membantu  Baznas. Kedua, terkait pembatasan pembentukan LAZ di mana Pasal 18 ayat 2 UU Zakat
menyatakan  LAZ  hanya  bisa  berdiri  di  atas  badan  hukum  organisasi kemasyarakatan  ormas.  Padahal  banyak  LAZ  yang  telah  lama  berdiri  melalui
badan hukum di luar ormas. Ketiga, terkait masalah kriminalisasi amil pengelola zakat  di  mana  Pasal  38  UU  Zakat  menyatakan  hanya  pihak  yang  mendapat  izin
dari  pejabat  berwenang  yang  dapat  mengelola  zakat.  Padahal  kenyataannya  ada banyak  pengelolaan  zakat  di  hampir  seluruh  institusi  Islam  seperti  musala  dan
masjid.
7
M. Nur Rianto Al Arif. Lembaga keuangan syariah : Suatu Kajian Teoritis dan Praktis, Bandung: Pustaka Setia, 2012
Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat membuat beberapa Lembaga Amil Zakat LAZ merasa tidak tenang. Pasalnya, UU
tersebut, seakan-akan akan mengkerdilkan lembaga Amil Zakat. Salah  satu  LAZ  di  Malang,  Yayasan  Dana  Sosial  Al-Falah  YDSF
Malang,  menggelar  aksi  untuk  mengkritisi  masalah  tersebut  melalui  aksi  yang dilakukan di bunderan Kayutangan Kota Malang, Kamis 1972012.
Dalam  aksinya,  mereka  melakukan  aksi  teterikal  yang  menggambarkan kebingungan  para  donatur  untuk  berzakat,  karena  UU  melarang  mereka  untuk
membayar pada lembaga yang dipercayai. Arif  Wicaksono,  Direktur  Pelaksana  YDSF  Malang  mengatakan,  ketika
UU  tersebut  dibelakukan  maka  nantinya  ada  sentralisasi  pembayaran  zakat  di Badan Amil Zakat Nasional Baznas. Menurutnya, adanya UU itu membuat nasih
LAZ  terkatung-katung  termasuk  yang  belum  mendapat  pengesahan  pemerintah. Bagaimana  nasib  LAZ  yang  lebih  dulu  hadir  dan  bagaiman  nasib  banyak
lembaga yang belum disahkan, ujar Awik.
8
Dengan adanya  UU tersebut, tidak ayal  jika peran  aktif  lembaga-lembaga zakat  tersebut  semakin  berkurang  dalam  mengambil  andil  praktik  zakat  di
Indonesia,  dan  secara  tidak  langsung  kinerja  lembaga-lembaga  tersebut  pun menjadi  terhambat.  Karena,  disamping  faktor  pembatasan  dan  persyaratan  yang
harus  dipenuhi,  telah  terjadi  krisis  kepercayaan  dari  masyarakat  terhadap  kinerja pemerintah  yang  belum  bisa  menjamin  kualitas  dan  hasil  yang  memuaskan  baik
dalam aspek perzakatan maupun aspek pemerintahan lainnya. Maka dari itu, perlu
8
Tribun News, “Lembaga Amil Zakat Malang Protes”, artikel diakses pada 14 Juni 2013
dari  http:www.tribunnews.com20120719lembaga-amil-zakat-malang-protes
adanya  undang-undang  tambahan  atau  peraturan  pemerintah  yang  menjelaskan secara  gamblang  mengenai  mekanisme  dan  tata  cara  pendistribusian  zakat  yang
sesuai dengan syari’at Islam.
9
Berangkat  dari permasalahan  diatas,  penulis  merasa  perlu untuk  mencoba memberikan  pemaparan  lebih  lanjut  tentang  hal  tersebut.  Untuk  itu,  penulis
mencoba  menuangkannya  dalam  skripsi  yang  berjudul:  PERSEPSI  PIMPINAN DAN  PELAKSANA  LEMBAGA  AMIL  ZAKAT  TERHADAP  UNDANG-
UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.
                