MENGESAHKAN
1. Tim Penguji Ketua
: Dra. Ni Nyoman Wetty S., M.Pd. ……..………..
Sekretaris : Sumarti, S.Pd., M.Hum.
………………
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Siti Samhati, M.Pd. ………………
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003
Tanggal Lulus Ujian : 23 Mei 2012
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan semesta alam yang memunyai segala keindahan dan kesempurnaan yang abadi. Allah telah
memberikan cinta dan kasih sayang kepada kita. Dengan kerendahan hati, kupersembahkan karya ini kepada orang-orang yang kukasihi dan kucintai.
1. Kedua orangtua dan mertuaku yang telah memberi doa restu dan dorongan dalam menimba ilmu dan berkarier demi keluarga;
2. Suami tercinta DMV. Samsul Huda; 3. Kedua permata hatiku, Desfandri Al Qofiki dan Cindy Dara Nabila;
4. Teman-teman sejawat di SD Negeri 1 Purwodadi, Kecamatan Gisting.
Semoga Allah Subhanahuwata’ala senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita, sehingga kita selalu dapat menjalankan amanat-Nya dan menjadi
umat-Nya yang selalu bersyukur dan bertaqwa pada-Nya. Amin
Judul PTK : Peningkatan Kemampuan Berwawancara Melalui
Teknik Pemodelan pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus Tahun Pelajaran
20112012 Nama Mahasiswa
: Roza Elya Nomor Pokok Mahasiswa : 1013124008
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
MENYETUJUI,
Pembimbing 1
Dra. Ni Nyoman Wetty S., M.Pd. NIP 195106141981032001
Pembimbing 2
Sumarti, S.Pd., M.Hum. NIP 197003181994032002
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Drs. Imam Rejana, M.Si. NIP 194804211978031004
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Banjar Negeri, Kecamatan Gunung Alip, Kabupaten Tanggamus, pada 3 April 1968. Penulis adalah anak ketiga dari delapan
bersaudara pasangan dari Wazir Su’ud dan Hj. Ranun.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 1 Banjar Negeri lulus 1983, SMP Negeri Talangpadang lulus 1986, SPG Muhamaddiyah Gisting lulus 1989,
dan STKIP PGRI Bandar Lampung lulus 1994.
Tahun 1994-2003, penulis pernah mengajar di SMP Muhammadiyah Banjar Negeri, Bidang Studi Bahasa Indonesia. Tahun 2003-2006 diangkat sebagai guru
bantu di SD Negeri 2 Gisting Bawah. Tahun 2007 sampai 2010 penulis mengajar di SD Negeri 3 Purwadadi Gisting. Tahun 2010 penulis mengajar di SD Negeri 1
Purwodadi, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus hingga saat ini penulis tetap mengajar bidang studi Bahasa Indonesia.
Oktober 2010, penulis mengikuti Program Pendidikan S-1 dalam Jabatan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tanggamus di FKIP Unila.
Penulis sudah melaksanakan Program Pengalaman Lapangan PPL atau Program Pemantapan Mengajar PPM dan Penelitian Tindakan Kelas PTK di SD Negeri
1 Purwodadi, Kecamatan Gisting tempat penulis mengajar yang beralamatkan di Jln. Lapangan Ampera Purwodadi Gisting Tanggamus.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan PTK dengan
judul Peningkatan Kemampuan Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan Pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus Tahun Pelajaran
20112012.
Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan PTK ini. Oleh karena itu, dengan segenap jiwa
sebagai wujud rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan atas segala bantuan, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Dra. Ni Nyoman Wetty Suliani, M.Pd., selaku Pembimbing I, yang tak henti- hentinya memberikan dorongan, saran, dan bimbingan demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini. 2. Sumarti, S.Pd., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis. 3. Dr. Siti Samhati, M.Pd., selaku Dosen PembahasPenguji, yang telah
memberikan bimbingan, nasihat, dan saran kepada penulis sehingga PTK ini menjadi lebih sempurna.
4. Dr. Edy Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh ketegasan dan motivasi
yang kuat sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan PTK ini. 5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,
FKIP Universitas Lampung. 6. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
7. Keluarga besar SD Negeri 1 Purwodadi, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus terutama Kepala Sekolah Ibu Hj. Ruswanti, S.Pd, teman sejawat
Ibu Mulyati, dan teman-teman guru dan staf TU, siswa-siswi atas kerja sama dan kemudahan yang penulis dapatkan selama melaksanakan PTK ini.
8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa S-1 dalam Jabatan Angkatan 2010 atas kerja sama, motivasi serta dukungannya.
Penulis menyadari dalam penulisan PTK ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan PTK ini. Harapan penulis, semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
sekolah.
Bandarlampung, Mei 2012 Penulis,
Roza Elya
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa merupakan salah satu aspek pembelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan di SDMl termasuk SD Negeri 1 Purwodadi Gisting
Tanggamus. Keterampilan berbahasa mempunyai empat aspek, yaitu keterampilan mendengar, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis Tarigan, 2008: 1.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah salah satu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan
berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di
sekolah dasar. Tujuan pembelajaran khususnya pada standar kompetensi mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan presentasi laporan,
adalah siswa dapat berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara Depdiknas 2006: 16. Salah satu
indikator pembelajarannya yaitu siswa dapat melakukan kegiatan berwawancara berdasarkan daftar pertanyaan dengan menggunakan pilihan kata yang tepat dan
bahasa yang santun. Keberhasilan pembelajaran siswa ditentukan oleh keterampilan berbicara dan kemampuan berwawancara.
Wawancara merupakan ragam berbicara yang sering dilakukan oleh peliput berita dan para peneliti dalam berbagai bidang. Bagi para peneliti berwawancara
termasuk metode tanya jawab yang berlandaskan pada tujuan penelitian yakni menyelidiki pengalaman, perasaan, motif, dan motivasi seseorang Hadi, 1981:
193. Bagi peliput berita kegiatan berwawancara bertujuan untuk menggali informasi, komentar, opini, fakta atau data tentang suatu masalah atu peristiwa
dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber Sudrajat, 2008: 41.
Berwawancara merupakan salah satu pelatihan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Wawancara juga perlu dikuasai siswa untuk menumbuhkan life
skill kecakapan hidup sehingga dapat digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran wawancara saat ini di rasa sangat penting
keberadaannya.
Keterampilan berbicara khususnya kemampuan siswa berwawancara di sekolah dasar saat ini masih kurang, salah satunya di SD Negeri 1 Purwodadi Gisting
Tanggamus. Lemahnya kemampuan berwawancara siswa sering dipengaruhi dengan timbulnya rasa gugup. Pada akhirnya, bahasa yang diungkapkan tidak
teratur. Bahkan, beberapa siswa tidak berani berbicara secara formal sehingga siswa belum dapat mengungkapkan informasi secara efektif.
Berdasarkan hasil ulangan harian bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi pada pokok bahasan berwawancara belum maksimal. Rendahnya hasil
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam kenyataan yang terjadi di kelas, guru menghadapi anak yang sulit memahami materi pelajaran, meskipun guru
sudah berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan materi, tetapi sebagian anak masih belum memahami apa yang telah dijelaskan.
Berdasarkan hasil evaluasi aspek berbicara khususnya berwawancara, nilai kemampuan siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting belum mencapai
KKM yang ditentukan sekolah, sebesar 65. Terbukti dari 19 siswa, yang mencapai KKM hanya 5 orang atau 26 dan siswa yang belum tuntas 14 orang dengan nilai
rata-rata kelas 55.
Berdasarkan hal di atas, maka peneliti berusaha mengatasi masalah tersebut, sehingga peran aktif guru sangat dibutuhkan. Guru dituntut mempunyai
keterampilan untuk mengelola kelas agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan tercapai tujuan pembelajaran.
Strategi pembelajaran merupakan hal yang harus diperhatikan oleh guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Siswa tidak cukup diberikan penjelasan
tentang teori saja, tetapi hal yang berhubungan dengan masalah kebahasaan dan teknik berwawancara juga harus diperhatikan. Oleh karena itu, diperlukan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa agar keterampilan siswa dalam aspek berbicara khususnya melakukan wawancara dapat ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berusaha mengatasi masalah tersebut dengan memilih salah satu teknik pembelajaran. Dari bermacam-macam teknik yang
selama ini digunakan guru, peneliti berencana akan menerapkan teknik pemodelan.
Pemodelan mempunyai peran penting dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Kegiatan pemberian model dalam pembelajaran keterampilan berbicara
bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan dengan cara mendemonstrasikan. Kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan
sesuatu, artinya ada model yang ditiru dan diminati oleh siswa. Dalam pembelajaran tersebut, dihadirkan beberapa model teks wawancara. Di samping
itu, penghadiran model dalam pembelajaran dapat memberikan nilai positif bagi siswa maupun guru. Komponen pemodelan melibatkan guru, siswa, dan model
luar untuk menjadi model.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian tindakan kelas ini sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara terhadap siswa kelas V SD Negeri 1
Purwodadi Gisting Tanggamus tahun pelajaran 20112012. Penggunaan teknik pemodelan dalam pembelajaran berbicara dijadikan sebagai strategi untuk
meningkatkan keterampilan berwawancara siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh karena itu, penelitian ini ialah “Peningkatan Kemampuan
Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus Tahun Pelajaran 20112012”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimanakah peningkatan kemampuan berwawancara dengan teknik pemodelan
pada siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus tahun pelajaran 20112012.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan peningkatan kemampuan berwawancara melalui teknik pemodelan pada siswa kelas V SD Negeri 1
Purwodadi Gisting Tanggamus tahun pelajaran 20112012.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian kemampuan berwawancara ini dapat bermanfaat dari segi teoretis dan segi praktis.
1.4.1 Secara Teoretis
Dari segi teoteris, penelitian ini dapat memperdalam materi bahasa Indonesia, khususnya materi berwawancara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai masukan bagi guru bidang studi bahasa Indonesia, untuk mengembangkan keterampilan berbicara, yang difokuskan dalam kemampuan berwawancara siswa
baik pada faktor kebahasan, non kebahasan, dan interaksi berwawancara.
1.4.2 Secara Praktis
Hasil penelitian ini untuk memberikan informasi kepada pembaca, khususnya
siswa dan guru. a. Bagi Siswa
Manfaat yang dapat diambil bagi siswa dari penelitian ini adalah.
1 meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran sehingga lebih efektif; 2 sebagai bahan evaluasi untuk dapar mengetahui bagaimana kemampuan
mereka berwawancara.
b. Bagi Guru Manfaat yang dapat diambil bagi guru dari penelitian ini adalah.
1 sebagai bahan masukan kepada guru bidang studi bahasa Indonesia tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam berbicara, khususnya
kemampuan berwawancara; 2 bahan pertimbangan dan pemikiran para guru yang yang mengajar bidang
studi bahasa Indonesia dalam menentukan stretegi pengajaran kemampuan berwawancara melalui teknik pemodelan;
3 untuk meningkatkan kinerja agar lebih profesional, karena guru harus mampu memfleksibelkan diri, menilai, serta memotivasi guru untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas dalam proses pembelajaran.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis. Setiap keterampilan berbahasa berhubungan erat satu sama lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa
yang berkembang pada kehidupan anak, yang didahului oleh keterampilan menyimak.
2.1.1 Pengertian Berbicara
Berbicara adalah suatu alat pengkomunikasian gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang penyimak dan
pendengar. Berbicara lebih daripada sekedar pengucapan bunyi-bunyi artikulasi dan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaaan Tarigan, 2008 : 16. Berbicara merupakan alat komuniaksi yang dialami antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan
pikiran dan sebagai bentuk tingkah laku sosial Arsjad, Maidar dan Mukti, 1987: 19.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002: 1023, keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran, dan perasaan kepada
seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadap-hadapan ataupun dengan jarak jauh.
Dari pendapat para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa berbicara adalah suatu keterampilan yang produktif dan suatu proses menyampaikan
informasi, ide, gagasan suatu pikiran melalui bahasa lisan.
2.1.2 Pengertian Kemampuan Berbicara
Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang berarti bisa atau sanggup. Kata dasar mampu mendapat simulfiks ke-an membentuk kata jadian kemampuan.
Simulfiks ke-an yang menempel pada kata dasar akan membentuk kata dasar yang menyatakan sifat atau keadaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang
dimaksud dengan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Sedangkan menurut Sujono 1981: 10-11 seseorang dikatakan mampu berbicara
dengan sempurna apabila ia mampu menggunakan intonasi, pelafalan kata, serta mampu menguasai kalimat dengan lancar dalam pembicaraannya.
Arsyad dan Mukti 2008: 20 menyatakan, kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan,
menyatakan, menyampaikan gagasan dan pikiran.
Dari pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa seseorang dikatakan mampu berbicara dengan sempurna apabila ia mampu menggunakan intonasi,
pelafalan kata, serta mampu menguasai kalimat dengan lancar dalam pembicaraannya. Dalam penelitian ini, intonasi berarti pewawancara tidak
berbicara terlalu lambat atau cepat sehingga narasumber dapat menangkap maksud pertanyaan yang diajukan. Dalam pelafalan kata, pewawancara mampu
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Sebab, pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian narasumber.
2.1.3 Tujuan Berbicara
Pada dasarnya tujuan berbicara adalah berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara hendaknya mengkomunikasikan makna yang
akan dikomunikasikan. Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum.
a. Memberitahukan atau Melaporkan
Berbicara untuk melaporkan dilaksanakan bila seseorang itu ingin 1 menjelaskan suatu proses, 2 menguraikan, mentafsirkan, atau menginterpretasikan suatu hal,
3 memberi atau menanamkan suatu pengetahuan, dan 4 menjelaskan kaitan.
Berbicara untuk memberitahukan dan melaporkan bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pendengar. Untuk itu, pembicara harus mempersiapkan
pembicaraannya terlebih dahulu Tarigan, 2008: 21.
b. Menjamu dan Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti, pembicara menarik perhatian pendengar dengan cara seperti, humor, spontanisasi, menggairahkan, kisah-kisah jenaka,
petualangan dalam rangka menimbulkan suasana gembira bagi pendengarnya.
c. Membujuk, Mendesak, dan Meyakinkan
Berbicara di sini mempunyai tujuan mempercayai suatu hal dan terdorong untuk melakukannya, meyakinkan pendengar, disertai pendapat dan fakta atau bukti
sehingga diharapkan sikap pendengar dapat diubah Tarigan,1985: 22.
2.2 Wawancara
Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di SD. Dalam pembelajaran berbicara yang diadakan di SD pada
umumnya mempelajari bagaimana mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil
pengamatan, atau berwawancara.
2.2.1 Pengertian Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan
secara fisik face to face untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang Gunadi, 1998: 131. Kartono 1980: 171
mengungkapkan pengertian wawancara dari asal katanya, interview berasal dari kata intervue yang memiliki arti perjumpaan sesuai dengan perjanjian
sebelumnya. Dengan demikian, wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu msalah tertentu, dan merupakan proses tanya jawab lisan
dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002: 1270, wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang
pejabat yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai
suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar yang disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responder berhadapan langsung face to face untuk mendapatkan
informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalah penelitian Maleong, 2004: 43
.
Berdasarkan pengertian-pengertian wawancara di atas, penulis mengacu pada pendapat Gunadi yang mengemukakan bahwa wawancara adalah suatu
percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik face to
face untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang. Sebab, dalam penelitian ini siswa melaksanakan kegiatan wawancara
lisan yang dilaksanakan oleh dua orang yang saling berhadap-hadapan secara fisik. Kegiatan ini diarahkan pada masalah yang telah disiapkan oleh penulis.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk menggali informasi berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan atau motivasi narasumber.
2.2.2 Jenis-Jenis Wawancara
Kartono 1980: 187 mengemukakan beberapa jenis wawancara menurut sifat wawancara: yaitu 1 wawancara tidak terpimpin, 2 wawancara terpimpin, 3
wawancara bebas terpimpin, 4 wawancara individual atau pribadi, 5 free talk dan diskusi. Untuk lebih rinci akan penulis uraikan sebagai berikut.
a. Wawancara Tidak Terpimpin
Wawancara tidak terpimpin merupakan suatu kegiatan tanya jawab yang dikuasai mood dan keinginan. Pewawancara tidak mempersiapkan pedoman kegiatan
wawancara. Dengan demikian, tidak ada pokok persoalan yang menjadi fokus atau titik pusat dalam wawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
pewawancara tidak sistematis, melompat-lompat dari satu peristiwa ke peristiwa lain tanpa ada keterkaitan. Seringkali wawancara tidak terpimpin lebih mendekati
suatu pembicaraan bebas atau free talk.
b. Wawancara Terpimpin
Fungsi wawancara terpimpin adalah sebagai alat pengumpulan data yang relevan bagi tujuan suatu penelitian. Pewawancara mempersiapkan pedoman wawancara,
topik wawancara, tujuan wawancara, dan pelaksanaan wawancara. Oleh karena itu, hal yang sangat penting dalam wawancara ini ialah menyusun kerangka pokok
yang dikaitkan dengan hipotesa dan asumsi. Pedoman wawancara berguna sebagai pengarahan jalannya wawancara, dan diarahkan pada satu tujuan yang
nyata. Secara otomatis, diperlukan kemampuan kecakapan berbicara untuk mendukung kemampuan berwawancara.
c. Wawancara Bebas Terpimpin
Wawancara bebas terpimpin merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Di dalam wawancara ini dipersiapkan secara
tegas pedoman wawancara dan pengarahan pembicaraan. Pedoman wawancara berupa kerangka uraian pertanyaan yang dipersiapkan secara sistematis.
Wawancara ini juga memiliki ciri fleksibelitas dan kelewesan. Sebab, melalui fleksibelitas dan keluwesan pewawancara dapat dengan mudah mengarahkan
pembicaraan langsung pada pokok pembicaraan. Keluwesan akan memberi kesempatan kepada pewawancara untuk mencapai tujuan penyelidikan tentang
sikap, keyakinan, dan perasaan. Oleh karena itu, wawancara ini sering digunakan untuk menggali gejala kehidupan psikis, keyakinan, motivasi, harapan,
pengalaman informasi, dan sebagainya Kartono, 1980: 190.
d. Wawancara Pribadi dan Wawancara Kelompok
Pada wawancara pribadi, pewawancara dan narasumber duduk saling berhadap- hadapan. Wawancara ini sifatnya sangat intim dan ada privacy tertentu.
Wawancara pribadi memberikan privacy antara kedua belch pihak, sehingga untuk memperoleh data yang intensif dapat dicapai secara maksimal. Wawancara
pribadi biasanya digunakan tujuan-tujuan untuk tujuan khusus, Misalnya, terapeutis yang dilakukan seorang dokter atau psikiater terhadap pasien atau clien-
nya. Dalam wawancara kelompok, seorang pewawancara menghadapi dua atau lebih narasumber. Tanya jawab antara pewawancara dan narasumber terjadi bukan
secara bergilir, melainkan saling menguatkan dan melengkapi penjelasan- penjelasan. Setiap narasumber tidak ada yang menjadi juru bicara, sehingga sikap
narasumber memilki kesempatan untuk berpartisipasi memberikan jawaban dan informasi.
e. Free Talk dan Diskusi
Free Talk atau berbicara bebas. Pewawancara dan narasumber memiliki kedua fungsi sebagai informan hunter dan informan supplier. Kedua belah pihak
saling memberikan keterangan yang objektif dengan hati terbuka dan bertukar pikiran mengenai perasaan. Para narasumber menyadari kedudukannya bukan
hanya sebagai informan, tetapi juga sebagai partisipan. Informasi yang diberikan narasumber diharapkan berguna bagi pengembangan dan pembangunan
masyarakat. Oleh sebab itu, narasumber perlu dan wajib memberikan keterangan yang objektif.
Diskusi juga disebut free talk. Pembicaraan secara bebas yang diarahkan pada pemecahan suatu persoalan. Wawancara jenis ini umumnya kurang mampu untuk
mengumpulkan data secara rill. Namun, berguna untuk menggali fakta-fakta idiil, yaitu pemecahan masalah yang diharap-harapkan, diinginkan, dicita-citakan, atau
diangan-angankan.
Dari penjabaran jenis-jenis wawancara di atas, penulis arahkan siswa pada jenis wawancara bebas terpimpin. Sebab, wawancara secara bebas terpimpin dapat
dimanfaatkan untuk mengarahkan siswa dalam pembelajaran wawancara yang efektif. Nurgiantoro 2002: 56 mengungkapkan bahwa dalam wawancara bebas
terpimpin. Pewawancara dapat menyiapkan pertanyaan secara sistematis, dan narasumber pun dapat memberikan informasi sesuai dengan pandangan dan
pemikirannya.
2.2.3 Langkah-Langkah Berwawancara
Dalam merencanakan suatu pembicaraan situasi formal perlu adanya persiapan agar uraian yang akan disampaikan dapat teratur, sistematis, jelas, dan dapat
mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dalam pelaksanaan wawancara. Hadi 1981: 192 – 202 mengemukakan mengenai langkah-langkah
berwawancara, yaitu menentukan topik dan tujuan, menentukan narasumber, mengumpulkan bahan, membuat kerangka uraian, menentukan topik dan tujuan,
menentukan narasumber, mengumpulkan bahan, membuat daftar pertanyaan, dan melakukan uji coba “try-out preliminier”.
a. Menentukan Topik dan Tujuan
Menentukan topik pembicaraan merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan seorang pembicara dan juga merupakan salah satu penunjang keefektifan
berwawancara. Topik yang dipilih seorang pembicara hendaknya menarik untuk dibicarakan dan sudah diketahui Arsjad dan Mukti, 1987: 23.
Tujuan pembicaraan berhubungan dengan gambaran mengenai tanggapan yang akan diungkap narasumber. Oleh karena itu, tujuan berwawancara dalam
penelitian yang dilakukan siswa adalah mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi narasumber. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan.siswa mencapai pembicaraan yang sistematis dan efisien. Dari masalah tersebut, siswa dapat menentukan topik dan tujuan wawancara. Hal ini
bertujuan agar siswa dapat mengajukan pertanyaan sesuai dengan pertanyaan.
b. Menentukan Informan atau Interviewer
Informan atau narasumber adalah seorang yang memberi informasi menjadi sumber, narasumber ditentukan setelah siswa merumuskan topik dan tujuan
berwawancara. Dalam wawancara diperlukan narasumber yang berwibawa, panutan atau tokoh suatu kelompok. Namun, yang lebih penting ialah pokok
pembicaraan sesuai dengan bidang keahlian narasumber.
Dalam penelitian ini, siswa bebas memilih narasumber yang akan diwawancarai. Salah satu contoh, siswa berwawancara dengan topik bencana alam, dan bertujuan
untuk mengetahui penyebab dan pencegahan terjadinya bencana alam tersebut. Oleh karena itu, siswa dapat memilih narasumber yang sesuai dengan penguasaan
topik dan bidang keahliannya. Misalnya, dinas kebersihan lingkungan, ketua RT, petugas lingkungan sekolah, ketua organisasi sekolah, guru, orang tua, dan lain-
lain. Berdasarkan contoh di atas, narasumber yang tepat adalah orang-orang yeng bekerja pada dinas kebersihan lingkungan, karena bencana alam banyak sekali
macam dan penyebabnya. Misalnya banjir, maka penyebabnya kurang penghijauan atau terjadi penumpukan sampah, atau penebangan liar yang disertai
dengan penanaman kembali, maka cara mengatasinya harus menjaga kebersihan, jangan menebang pohon, karena pohon dapat menahan air, dan sebagainya.
c. Mengumpulkan Bahan
Sebelum menyusun urutan daftar pertanyaan terlebih dahulu pewawancara mengumpulkan bahan yang diperlukan. Bahan tersebut berhubungan dengan topik
dan tujuan wawancara. Siswa memperoleh bahan dari pengamatan secara tidak
langsung, yakni melalui bacaan. Siswa dapat memperoleh bahan wawancara dari majalah, buku-buku bacaan, dan sebagainya Arsjad dan Mukti, 1988: 29.
d. Membuat Daftar Pertanyaan
Tujuan membuat daftar pertanyaan adalah untuk memudahkan siswa dalam menyusun pembicaraan wawancara. Daftar pertanyaan berisi urutan topik
pertanyaan yang direncanakan. Urutan tersebut dibagi dalam pertanyaan permulaan, pertanyaan pertengahan, dan pertanyaan penutup Hadi, 1981: 194.
Pertanyaan yang diajukan pewawancara mengacu pada penggunaan kata tanya. Kata tanya adalah kata-kata yang digunakan sebagai pembantu di dalam kalimat
yang menyatakan pertanyaan kata tanya yang ada dalam bahasa Indonesia adalah 1 apa, 2 siapa, 3 mengapakenapa, 5 berapa, 6 mana, 7 kapan, 8
bagaimana.
Kata “apa” berfungsi menanyakan barang atau hal, contoh: Apa yang sedang kamu buat ?. Kata “siapa” berfungsi menanyakan manusia, contoh: Siapakah
yang mengajar bahasa Indonesia?. Kata “mengapakenapa” berfungsi untuk menanyakan sebab terjadinya sesuatu, contoh: Mengapa pementasan drama itu
dilaksanakan hari sabtu?. Kata “berapa” berfungsi menanyakan jumlah, contoh : Berapakah harga buku bahasa Indonesia ini?. Kata “mana” berfungsi
menanyakan pilihan, contoh: Kamu memilih yang mana?. Kata “kapan” berfungsi menanyakan waktu, contoh: Kapan aku bisa mencari uang sendiri?. Kata
“bagaimana” berfungsi menanyakan keadaan atau cara melakukan perbuatan, contoh: Bagaimana keadaan ibumu, Santi? Mardiyanto dan Rahayu, 2009:177.
e. Melakukan Uji Coba
Setelah menyusun daftar pertanyaan, siswa mengadakan uji coba yang dapat dilakukan terhadap sahabat dekat, atau teman sekelasnya. Hal ini dilakukan untuk
mengoreksi kekurangan-kekurangan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dapat menimbulkan salah tafsir. Jadi tujuan utama uji coba adalah untuk mengadakan
dan menyempurnakan secara menyeluruh hasil wawancara.
Dalam penelitian ini, selain langkah-langkah di atas, penulis dapat juga menyimpulkan bahwa ketika berwawancara siswa juga perlu menunjukan sikap
yang baik, meliputi: a. memiliki sifat ambisi untuk mencapai tujuan wawancara, ulet, disiplin, dan
sabar; b. persiapan fisik yang perlu dipersiapkan oleh siswa dalam berwawancara ialah
berpakaian rapi dan bersih. hal ini berguna untuk menambah serta menunjukkan rasa percaya diri sendiri, rasa harga diri, dan kepribadian
seseorang; c. menciptakan rapport senyum, rasa humor yang tinggi, mengucapkan pujian,
tentang prestasi akan membantu menciptakan suasana yang santai dan akrab, sehingga narasumber merasa aman dan berkeinginan untuk memberi informasi
yang akurat; d. bersikap netral;
e. menunjukkan perhatian, misalnya dengan menganggukkan kepala atau mengucapkan 0, ya;
f. terus menerus menarik perhatian narasumber selama wawancara.
2.2.4 Teknik Interaksi dalam Berwawancara
Sebelum memulai wawancara, berwawancara harus mengetahui etika dan teknik interaksi berwawancara. Etika yang penting dalam berwawancara ialah
merundingkan perjanjian waktu dan tempat wawancara dengan narasumber.
Teknik interaksi wawancara merupakan hal yang perlu diperhatikan. Hadi 1981: 192-217 mengemukakan mengenai teknik interaksi berwawancara, yakni sebagai
berikut.
a. Mengucapkan Salam Pembuka pada Kegiatan Wawancara
Salam pembuka perlu diucapkan pewawancara dalam memulai wawancara. Salam disesuaikan dengan narasumber. Salam pembuka yang bersifat umum disesuaikan
dengan waktu misalnya, selamat pagi. Untuk salam yang bersifat khusus dapat diucapkan dengan Assalamualaikum Warohmatulloh Wabarokatuh. Salam
pembuka juga berguna bagi pewawancara untuk menimbulkan keakraban dan keluwesan pada permulaan wawancara.
b. Pembicaraan Pendahuluan pada Kegiatan Berwawancara
Pembicaraan pendahuluan sebagai langkah untuk perkenalan sekaligus mengemukakan topik dan tujuan wawancara. Sebaiknya pewawancara tidak
tergesa-gesa untuk masuk ke materi wawancara.
c. Bertanya pada Kegiatan Wawancara
Pertanyaan yang diajukan pewawancara harus sesuai dengan topik dan tujuan wawancara. Kegiatan wawancara dimulai dengan pertanyaan yang luas dan
bertahap. Dalam bertanya, pewawancara tidak semata-mata bergantung pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan, karena apabila hal yang menarik, maka
pewawancara boleh mengajukan pertanyaan baru diluar kerangka pertanyaan.
d. Pencatatan pada Kegiatan Wawancara
Dalam proses wawancara, pencatatan tanya jawab memegang peranan yang sangat penting. Pencatatan merupakan cara yang paling baik guna menghindari
timbulnya kesalahan akibat kelupaan. Sebelum melakukan wawancara pencatatan harus dipikirkan dan dipersiapkan dengan cermat. Pewawancara hendaknya
menggunakan alat pencatat yang praktis dan efisien Kartoyo, 1980: 180. Salah satu alat pencatatan misalnya, alat tulis, alat perekam elektronik, dan sebagainya.
e. Kesimpulan pada Kegiatan Wawancara
Kesimpulan adalah ikhtisar atau kesudahan pendapat. Kesimpulan juga merupakan keputusan yang telah didiskusikan dan dipertimbangkan oleh kedua
belah pihak. Setiap wawancara harus ada kesimpulan. Dalam penelitian ini, kegiatan wawancara perlu diakhiri dengan kesimpulan, sebab kesimpulan
merupakan hasil akhir dari kegiatan wawancara.
2.2.5 Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berwawancara
Beberapa faktor yang menunjang keefektifan berwawancara, antara lain sebagai berikut.
A. Faktor Kebahasaan
Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berwawancara meliputi:
1 Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan
perhatian narasumber.
2 Penempatan Tekanan, Nada, dan Durasi yang Sesuai
Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah
yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan dengan penempatan tekanan, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik.
Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan, dan keefektifan berbicara menjadi berkurang.
3 Pilihan Kata Diksi
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar.
4 Ketepatan Sasaran Pembicaraan
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan
penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif,
sehingga mampu menimbulkan pengaruh, kesan atau akibat.
Di dalam kegiatan komunikasi, kalimat tidak hanya berfungsi sebagai penyampaian dan penerimaan informasi belaka, tetapi mencakup semua aspek
ekspresi kejiwaan manusia Arsjad dan Mukti, 1988: 17.
B. Faktor Nonkebahasaan
Faktor-faktor nonkebahasaan, antara lain sebagai berikut.
1 Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku
Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk
menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas
dirinya. Tentu saja sikap ini ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi.
2 Pandangan
Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. Sebab pandangan mata seseorang itu dapat mempengaruhi perhatian lawan bicara. Pendapat ini sejalan
dengan Ehrlich, ia menjelaskan bahwa pandangan kontak mata memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif.
3 Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain
Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya mempunyai sikap terbuka, dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain,
bersedia menerima kritik, mengubah pendapatnya jika ternyata keliru.
4 Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat
Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal penting lain selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak
tangan atau mimik.
5 Kenyaringan Suara
Tingkat kenyaringan suara disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Kenyaringan suara ketika berbicara harus diatur supaya dapat
didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat gangguan dari luar.
6 Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Berbicara dengan terputus-putus, atau bahkan
antara bagian-bagian yang terputus-putus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu seperti e…, anu…, a…, dan sebagainya dapat mengganggu penangkapan
pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan.
7 Relevansi atau Penalaran
Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu simpulan haruslah berhubungan dengan logis. Hal ini berarti
bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
8 Penguasaan Topik Pembicaraan
Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain adalah supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan
menumbuhkan keberanian dan kelancaran Arsjad dan Mukti, 1988: 17.
2.2.6 Kemampuan Berwawancara
Dalam melakukan suatu wawancara, seseorang yang akan melakukan wawancara atau pewawancara, diharuskan memiliki kemampuan dalam kegiatan tanya jawab
sehingga kegiatan berwawancara dapat berjalan dengan baik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002: 1029, kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Gunadi 1998: 131 mengemukakan bahwa
wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan
secara fisik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi narasumber.
Berdasarkan pengertian kemampuan dan berwawancara di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa kemampuan berwawancara adalah kesanggupan
atau kemampuan pewawancara dalam melakukan kegiatan tanya jawab lisan secara berhadap-hadapan dan bertujuan untuk memperoleh informasi berupa
tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, atau motivasi narasumber.
2.3 Teknik Pemodelan
Salah satu strategi yang digunakan dalam pembelajaran adalah teknik pemodelan. Untuk mendapatkan suatu definisi yang dapat dipahami dengan baik dari
pengertian pemodelan, maka kita harus mengetahui secara mendalam apa arti sebenarnya kata pemodelan.
2.3.1 Pengertian Teknik Pemodelan
Menurut Briggs 1987: 33, model adalah seperangkat prosedur yang bertujuan untuk mewujudkan suatu proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media,
dan evaluasi. Ketiga hal tersebut memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran yang berupa alat peraga digunakan oleh guru
untuk memudahkan dan mempercepat proses belajar mengajar.
Pemodelan dalam pembelajaran adalah cara guru mempersiapkan suatu model yang akan dijadikan sebagai model atau contoh dalam kegiatan pembelajaran
Tarigan, 2008: 42.
Teknik pemodelan merupakan teknik pembelajaran dengan menggunakan model atau alat peraga. Kehadiran alat peraga akan menciptakan suasana kegiatan belajar
mengajar lebih menarik dan mengasyikkan serta siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Wujud alat peraga atau model disesuaikan kebutuhan setiap mata
pelajaran.
Dalam aspek berbicara khususnya kegiatan berwawancara, guru bukan satu- satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau
menghadirkan media atau alat peraga. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Siswa “contoh” tersebut dapat
dikatakan sebagai model.
Pemodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan
para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dalam teknik pemodelan, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan
melibatkan siswa dan model dari luar. Dengan demikian, dalam pembelajaran berwawancara guru menghadirkan contoh atau model bersumber dari hasil
wawancara penulis dengan pihak lain atau hasil wawancara siswa itu sendiri untuk disajikan dalam pembelajaran.
Dari pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa teknik pemodelan adalah suatu teknik pembelajaran dimana guru mempersiapkan suatu model yang
akan memeragakan suatu gagasan yang dirancang, baik itu melibatkan siswa, guru, atau model dari luar.
2.3.2 Komponen Pemodelan
Komponen pemodelan pada pembelajaran keterampilan berbahasa ada model yang bisa ditiru. Model ini bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara
melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan sesuatu. Dengan demikian, guru memberi model tentang bagaimana belajar. Siswa dapat
dikatakan menguasai keterampilan baru dengan baik jika guru memberi contoh dan model untuk dilihat dan ditiru Depdiknas 2002:16.
Pemodelan pada dasarnya bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk
belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan keinginannya.
Implementasi komponen pemodelan dalam pembelajaran berbicara khususnya berwawancara dapat dilakukan dengan menghadirkan sebuah contoh daftar
pertanyaan teks wawancara yang dibuat siswa ataupun buatan guru. Penyajian contoh daftar pertanyaan teks wawancara dapat membantu siswa dalam
memahami cara pembuatan teks wawancara sesuai kaidah penulisan yang baik dan benar. Dengan demikian, peranan model sebagai sarana atau media dalam
proses pembelajaran menjadi strategi kunci untuk pencapaian kompetensi.
2.3.3 Kelebihan Teknik Pemodelan
Dalam setiap teknik yang digunakan guru di kelas, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan teknik pemodelan. Berikut kelebihan teknik
pemodelan, antara lain sebagai berikut Depdiknas, 2002:30. a. Menyenangkan siswa;
b. Menggalakkan guru untuk mengembangkan kreatifitas siswa; c. Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang
sebenarnya; d. Mengurangi hal-hal yang bersifat verbal dan abstrak;
e. Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam, karena walau bukan guru langsung yang menjadi model dapat mengambil orang lain, namun
teknik pemodelan ini dapat berlangsung; f. Menimbulkan interaksi antara model dengan siswa, yang memberi
kemungkinan timbulnya keutuhaan dan kegotong royongan serta rasa keakraban;
g. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lambankurang cakap; h. Menumbuhkan cara berpikir yang kritis, karena siswa menyaksikan langsung
melalui pemodelan yang didemonstrasikan di depan kelas.
2.4 Pembelajaran Berwawancara dengan Teknik Pemodelan
Model yang baik dan tepat digunakan dalam pembelajaran adalah model yang menjamin dapat dipraktikkan dalam proses pembelajaran secara praktis. Artinya,
model tersebut bernilai praktis dalam pembelajaran berbahasa Nurhadi, 2003:40.
Pembelajaran berbicara dalam berwawancara yang dilakukan menggunakan teknik pemodelan. Teknik pemodelan merupakan teknik dalam pembelajaran yang
menghadirkan model untuk diamati dan ditiru oleh siswa di kelas.
Kegiatan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
a. Guru mengadakan tanya jawab kepada siswa pernahkah mereka melakukan wawancara dengan pedagang, petani, atau nelayan;
b. Guru menunjukkan beberapa model teks wawancara yang didapatkan dari media cetak;
c. Guru meminta siswa mendengarkan pembacaan teks wawancara; d. Guru meminta siswa untuk memperagakan wawancara tersebut di depan kelas;
e. Guru meminta siswa secara berkelompok berlatih memperagakan model teks wawancara yang diberikan;
f. Guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar tentang berwawancara.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. penelitian tindakan kelas merupakan salah satu bentuk penelitian yang bersifat reflektif
dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional.
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart
Arikunto, 2010 :132, yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning rencana, action tindakan,
observation pengamatan, dan reflection refleksi. Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan
refleksi.
Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.1 Model PTK. Kemmis S, and Mc. Taggart. Dikutip Arikunto, S., 2010
3.2 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting, Tanggamus dengan jumlah siswa 19 terdiri atas 12 laki-laki
dan 7 perempuan.
3.3 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Kabupaten Tanggamus.
3.4 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2011-2012. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas sesuai dengan jadwal pelajaran, dan penelitian akan
berlangsung sampai indikator yang telah ditentukan.
SIKLUS I Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan
Refleksi
Refleksi Pelaksanaan
SIKLUS II Pengamatan
Perencanaanan
3.5 Indiktor Kinerja
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini pada aspek proses dan hasil pembelajaran. Indikator kerja yang dinilai dari penelitian ini adalah siswa telah
mencapai kriteria ketuntasan KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yakni 65 dan aktivitas siswa minimal 75 sudah aktif dalam pembelajaran.
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncakanan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas dua kali pertemuan, tiap-tiap pertemuan terdiri dari empat tahapan yaitu,
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
3.6.1 Tahap Perencanaan
Perencanaan pada siklus meliputi dua hal, yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus. Yang dimaksud dengan perencanaan umum adalah
perencanaan yang meliputi keseluruhan aspek yang berhubungan dengan penelitian tindakan kelas. Perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun
rancangan dari siklus per siklus. Perencanaan khusus terdiri dari perencanaan ulang atau disebut revisi perencanaan. Perencanaan ini berkaitan dengan
pendekatan pembelajaran, teknik pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya. Dalam hal ini, teknik pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik pemodelan.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan
Tindakan berlangsung di dalam kelas pada jam pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V selama 2 dua kali
pertemuan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Siklus I A. Pertemuan Pertama
1. Kegiatan Awal
a. Guru memberi salam, menanyakan tentang keadaan siswa pada hari ini. b. Setelah itu guru mengecek kehadiran siswa dengan mengadakan
presensi. c. Setelah melakukan presensi, guru mengadakan apersepsi, tujuannya
untuk memotivasi siswa agar semangat mengikuti kegiatan pembelajaran.
d. Guru menginformasikan kompetensi dasar KD, indikator dan tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan Inti
a. Guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan cara berwawancara yang baik.
b. Guru menjelaskan bagaimana cara berwawancara dengan menggunakan pilihan kata yang tepat untuk memperkaya informasi.
c. Guru memberikan contoh dengan memperagakan cara berwawancara di depan kelas lalu siswa memeragakannya sesuai yang dicontohkan.
d. Siswa memperhatikan cara guru berwawancara dan mencatat hal-hal pokok dalam berwawancara.
e. Siswa menulis cara-cara berwawancara.
3. Kegiatan Akhir
a. Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
b. Siswa melakukan evaluasi. c. Guru mengucapkan salam penutup
B. Pertemuan Kedua 1. Kegiatan Awal
a Guru mengondisikan kelas dengan membuka salam, berdoa, dan mendata kehadiran siswa.
b Guru mengingatkan kembali materi pada pertemuan sebelumnya dan menginformasikan tujuan pembelajaran.
c Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa hal- hal yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
2. Kegiatan Inti
a Siswa melakukan peragaan berwawancara di depan kelas. b Guru memperhatikan dan memperbaiki cara berwawancara jika terjadi
kesalahan pada siswa. c Guru memberikan penilaian dan meluruskan kesalahapahaman.
3. Kegiatan Akhir
a Melakukan refleksi terhadap hasil pembelajaran. b Melakukan evaluasi secara tertulis.
c Menutup pelajaran.
Setelah kegiatan perencanaan dan pelaksanaan siklus I, peneliti bersama teman sejawat menilai hasil pekerjaan siswa, mengevaluasi kelebihan dan kekurangan
yang ditemukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Jika pada siklus I masih belum mencapai target yang ditetapkan, maka peneliti merencanakan
perbaikan pada siklus II.
3.6.3 Tahap Observasipengamatan
Pengamatan dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh penulis dan satu orang guru sebagai teman sejawat atau kolaborator, yaitu Ibu Mulyati.
Pada tahap observasi ini kegiatan yang dilaksanakan yaitu mengobservasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah
dipersiapkan yaitu lembar kegiatan aktivitas siswa dan lembar kegiatan aktivitas guru.
3.6.4 Tahap Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan menganalisis, mencermati, dan mengkaji secara mendalam dan menyeluruh tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang
telah dikumpulkan. Kemudian dilakukan evaluasi oleh peneliti dan kolaborator untuk menyempurnakan tindakan berikutnya.
Berdasarkan hasil refleksi ini akan dapat diketahui kekuatan dan kelemahan kegiatan pembelajaran berwawancara melalui teknik pemodelan yang dilakukan
oleh guru, sehingga dapat digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus selanjutnya.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh melalui langkah-langkah sebagai berikut.
a. Tes Perbuatan
Tes perbuatan dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran. Tes perbuatan yang dilakukan adalah memeragakan wawancara.
b. Observasi
Observasi atau pengamatan ini diisi selama pembelajaran berlangsung dengan cara memberi tanda ceklis pada setiap aspek yang diamati dengan kategori
baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan hasil lembar kerja siswa. Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data-data yang mendukung permasalahan
yang akan diteliti.
3.8 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
1. Silabus