ENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PURWODADI GISTING TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1

PURWODADI GISTING TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh ROZA ELYA

Masalah dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berwawancara dengan teknik pemodelan pada siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini mendiskripsikan peningkatan kemampuan berwawancara melalui teknik pemodelan pada siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas dengan dua siklus yang dilaksanakan pada siswa kelas V SD Negeri I Purwodadi. Tiap-tiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengambilan data dilakukan dengan tes perbuatan dan nontes. Tes perbuatan digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berwawancara, sedangkan nontes hanya pada observasi digunakan untuk mengukur kualitas pembelajaran.

Berdasarkan analisis data penelitian, diketahui pada siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan nilai rata-rata kelas. Siklus I, nilai rata-rata kelas 64


(2)

dengan persentase ketuntasan klasikal 32%. Siklus II mengalami peningkatan dari nilai rata-rata dari siklus I sebesar 9 dengan nilai rata-rata kelas 73 dengan persentase ketuntasan klasikal 79%. Hasil observasi selama proses pembelajaran menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa pada tiap siklus. Siklus II siswa semakin aktif dan antusias dalam pembelajaran, karena siswa mulai senang dan menikmati pembelajaran berwawancara dengan teknik pemodelan yang diterapkan guru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teknik pemodelan dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi dalam berwawancara.


(3)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA

MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V

SD NEGERI 1 PURWODADI GISTING TANGGAMUS

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(Penelitian Tindakan Kelas) Oleh

ROZA ELYA

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2012


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

PERSEMBAHAN ... vi

MOTO ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keterampilan Berbicara ... 7

2.1.1 Pengertian Berbicara ... 7

2.1.2 Pengertian Kemampuan Berbicara ... 8

2.1.3 Tujuan Berbicara ... 9

2.2 Wawancara ... 10

2.2.1 Pengertian Wawancara ... 10

2.2.2 Jenis-jenis Wawancara ... 11

2.2.3 Langkah-langkah Berwawancara ... 15

2.2.4 Teknik Interaksi dalam Berwawancara ... 19

2.2.5 Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berwawancara ... 20

2.2.6 Kemampuan Berwawancara... 24

2.3 Teknik Pemodelan ... 25

2.4.1 Pengertian Teknik Pemodelan... 25

2.4.2 Kompenen Pemodelan ... 26

2.4.3 Kelebihan Teknik Pemodelan ... 27

2.4 Pembelajaran Berwawancara dengan Teknik Pemodelan... 28

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 30


(5)

3.3 Tempat Penelitian... 31

3.4 Waktu Penelitian ... 31

3.5 Indikator Kinerja ... 32

3.6 Prosedur Penelitian... 32

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.8 Instrumen Penelitian... 36

3.9 Teknik Analisis Data ... 45

3.10 . Langkah-langkah Menganalisis Data ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 49

4.1.1 Siklus I ... 50

4.1.1.1 Tahap Perencanaan ... 50

4.1.1.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 51

4.1.1.3 Tahap Pengamatan ... 53

4.1.1.4 Tahap Refleksi ... 61

4.1.2 Siklus II ... 62

4.1.3.1 Tahap Perencanaan ... 62

4.1.3.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 63

4.1.3.3 Tahap Pengamatan ... 72

4.1.3.4 Tahap Refleksi ... 73

4.2 Pembahasan ... 74

4.2.1 Kemampuan Siswa Berwawancara ... 74

4.2.2 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa ... 75

4.2.3 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran ... 77

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 80

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksananaan Pembelajaran Siklus I Lampiran 2. Rencana Pelaksananaan Pembelajaran Siklus I

Lampiran 3. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Prasiklu Lampiran 4. Analisis Hasil Evaluasi Prasiklus

Lampiran 5. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara dari Aspek Ketepatan Ucapan pada Siklus I

Lampiran 6. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Aspek Pilihan Kata/Diksi pada Siklus I

Lampiran 7. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Aspek Keefektifan Kalimat pada Siklus I

Lampiran 8. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Aspek Kelancaran Berwawancara pada Siklus I

Lampiran 9. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Aspek Intonasi pada Siklus I

Lampiran 10. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara pada Siklus I Lampiran 11. Analisis Hasil Evaluasi Formatif Siklus I

Lampiran 12. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Siklus I

Lampiran 13. Data observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran siklus I Lampiran 14. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara dari Aspek

Ketepatan Ucapan pada Siklus II

Lampiran 15. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Aspek Pilihan Kata/Diksi pada Siklus II


(7)

Lampiran 16. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Aspek Keefektifan Kalimat pada Siklus II

Lampiran 17. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Aspek Kelancaran Berwawancara pada Siklus II

Lampiran 18. Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Aspek Intonasi pada Siklus II

Lampiran 19. Hasil Kemampuan Siswa Berwawancara pada Siklus II Lampiran 20. Analisis Hasil Evaluasi Formatif Siklus II

Lampiran 21. Hasil observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran siklus II Lampiran 22. Hasil observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran Siklus II Lampiran 23. Instrumen kemampuan siswa dalam berwawancara

Lampiran 24. Catatan lapangan siklus I Lampiran 25. Catatan lapangan siklus II

Lampiran 26. Surat keterangan melaksanakan penelitian di sekolah Lampiran 27. Kartu hadir seminar proposal

Lampiran 28. Kartu hadir seminar hasil


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel ... Halaman

3.1. Indikator Penilaian Kemampuan Berwawancara... 38

3.2. Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Siswa Dalam Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan ... 39

3.3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 43

3.4. Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran ... 45

4.1. Skor Kumulatif Nilai Berwawancara Siklus I ... 54

4.2. Skor Indikator Ketepatan Ucapan Siklus I ... 55

4.3. Skor Penilaian Pilihan Kata/Disksi Siklus I ... 56

4.4. Skor Penilaian Keefektifan Kalimat Siklus I ... 56

4.5. Skor Penilaian Kelancaran Berwawancara Siklus I... 57

4.6. Skor Penilaian Intonasi Siklus I ... 58

4.7. Rata-Rata Skor Kemampuan Siswa berwawancara Siklus I ... 59

4.8. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 59

4.9. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Siklus I ... 61

4.10. Skor Kumulatif Nilai Berwawancara Siklus II ... 66

4.11. Skor Penilaian Ketepatan Ucapan Siklus II ... 67

4.12. Skor Penilaian Pilihan Kata/diksi Siklus II ... 68

4.13. Skor Penilaian Keefektifan Kalimat Siklus II ... 68

4.14. Skor Penilaian Kelancaran dalam Berwawancara Siklus II ... 69


(9)

4.16. Rata-Rata Skor Penilaian Kemampuan Siswa dalam berwawancara

Siklus II ... 70

4.17. Rekapitulasi Hasil Analisis Data Siklus II... 71

4.18. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 72

4.19. Kemampuan Siswa Berwawancara Siklus I dan II ... 74

4.20. Perbandingan Data Ketuntasan Siswa dalam Berwawancara Siklus I dan Siklus II... 76

4.21. Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II ... 77


(10)

MOTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan

hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap” (QS. Al-Insyirah 6-8).

“Hidup di dunia adalah kesementaraan yang acap kali terasa tak berujung pangkal hingga kita merasa jenuh, bosan dan muak menunggu keputusan. Tapi kita harus

bersabar karena esok adalah seribu kemungkinan” (A.Gunawan Horison)

“Kegagalan yang sesungguhnya adalah ketakutan yang ada pada diri kita untuk bangkit menjadi lebih baik”


(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Ni Nyoman Wetty S., M.Pd. ……..………..

Sekretaris : Sumarti, S.Pd., M.Hum. ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Siti Samhati, M.Pd. ………

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(12)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwata’ala, Tuhan semesta alam yang memunyai segala keindahan dan kesempurnaan yang abadi. Allah telah memberikan cinta dan kasih sayang kepada kita. Dengan kerendahan hati, kupersembahkan karya ini kepada orang-orang yang kukasihi dan kucintai.

1. Kedua orangtua dan mertuaku yang telah memberi doa restu dan dorongan dalam menimba ilmu dan berkarier demi keluarga;

2. Suami tercinta DMV. Samsul Huda;

3. Kedua permata hatiku, Desfandri Al Qofiki dan Cindy Dara Nabila; 4. Teman-teman sejawat di SD Negeri 1 Purwodadi, Kecamatan Gisting.

Semoga Allah Subhanahuwata’ala senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita, sehingga kita selalu dapat menjalankan amanat-Nya dan menjadi umat-Nya yang selalu bersyukur dan bertaqwa pada-Nya. Amin


(13)

Judul PTK : Peningkatan Kemampuan Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012

Nama Mahasiswa : Roza Elya Nomor Pokok Mahasiswa : 1013124008

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI,

Pembimbing 1

Dra. Ni Nyoman Wetty S., M.Pd. NIP 195106141981032001

Pembimbing 2

Sumarti, S.Pd., M.Hum. NIP 197003181994032002

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M.Si. NIP 194804211978031004


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Banjar Negeri, Kecamatan Gunung Alip, Kabupaten Tanggamus, pada 3 April 1968. Penulis adalah anak ketiga dari delapan bersaudara pasangan dari Wazir Su’ud dan Hj. Ranun.

Jenjang pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 1 Banjar Negeri lulus 1983, SMP Negeri Talangpadang lulus 1986, SPG Muhamaddiyah Gisting lulus 1989, dan STKIP PGRI Bandar Lampung lulus 1994.

Tahun 1994-2003, penulis pernah mengajar di SMP Muhammadiyah Banjar Negeri, Bidang Studi Bahasa Indonesia. Tahun 2003-2006 diangkat sebagai guru bantu di SD Negeri 2 Gisting Bawah. Tahun 2007 sampai 2010 penulis mengajar di SD Negeri 3 Purwadadi Gisting. Tahun 2010 penulis mengajar di SD Negeri 1 Purwodadi, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus hingga saat ini penulis tetap mengajar bidang studi Bahasa Indonesia.

Oktober 2010, penulis mengikuti Program Pendidikan S-1 dalam Jabatan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tanggamus di FKIP Unila. Penulis sudah melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) atau Program Pemantapan Mengajar (PPM) dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SD Negeri 1 Purwodadi, Kecamatan Gisting tempat penulis mengajar yang beralamatkan di Jln. Lapangan Ampera Purwodadi Gisting Tanggamus.


(15)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan PTK dengan judul Peningkatan Kemampuan Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan Pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012.

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan PTK ini. Oleh karena itu, dengan segenap jiwa sebagai wujud rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan atas segala bantuan, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dra. Ni Nyoman Wetty Suliani, M.Pd., selaku Pembimbing I, yang tak

henti-hentinya memberikan dorongan, saran, dan bimbingan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

2. Sumarti, S.Pd., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis.

3. Dr. Siti Samhati, M.Pd., selaku Dosen Pembahas/Penguji, yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan saran kepada penulis sehingga PTK ini menjadi lebih sempurna.


(16)

4. Dr. Edy Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh ketegasan dan motivasi yang kuat sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan PTK ini.

5. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Lampung.

6. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

7. Keluarga besar SD Negeri 1 Purwodadi, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus terutama Kepala Sekolah Ibu Hj. Ruswanti, S.Pd, teman sejawat Ibu Mulyati, dan teman-teman guru dan staf TU, siswa-siswi atas kerja sama dan kemudahan yang penulis dapatkan selama melaksanakan PTK ini.

8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa S-1 dalam Jabatan Angkatan 2010 atas kerja sama, motivasi serta dukungannya.

Penulis menyadari dalam penulisan PTK ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan PTK ini. Harapan penulis, semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.

Bandarlampung, Mei 2012 Penulis,


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbahasa merupakan salah satu aspek pembelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan di SD/Ml termasuk SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus. Keterampilan berbahasa mempunyai empat aspek, yaitu keterampilan mendengar, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Tarigan, 2008: 1).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah salah satu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di sekolah dasar. Tujuan pembelajaran khususnya pada standar kompetensi mengungkapkan berbagai informasi melalui wawancara dan presentasi laporan, adalah siswa dapat berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara (Depdiknas 2006: 16). Salah satu indikator pembelajarannya yaitu siswa dapat melakukan kegiatan berwawancara berdasarkan daftar pertanyaan dengan menggunakan pilihan kata yang tepat dan bahasa yang santun. Keberhasilan pembelajaran siswa ditentukan oleh keterampilan berbicara dan kemampuan berwawancara.


(18)

Wawancara merupakan ragam berbicara yang sering dilakukan oleh peliput berita dan para peneliti dalam berbagai bidang. Bagi para peneliti berwawancara termasuk metode tanya jawab yang berlandaskan pada tujuan penelitian yakni menyelidiki pengalaman, perasaan, motif, dan motivasi seseorang (Hadi, 1981: 193). Bagi peliput berita kegiatan berwawancara bertujuan untuk menggali informasi, komentar, opini, fakta atau data tentang suatu masalah atu peristiwa dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber (Sudrajat, 2008: 41).

Berwawancara merupakan salah satu pelatihan untuk meningkatkan kemampuan

berbicara siswa. Wawancara juga perlu dikuasai siswa untuk menumbuhkan life

skill (kecakapan hidup) sehingga dapat digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran wawancara saat ini di rasa sangat penting keberadaannya.

Keterampilan berbicara khususnya kemampuan siswa berwawancara di sekolah dasar saat ini masih kurang, salah satunya di SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus. Lemahnya kemampuan berwawancara siswa sering dipengaruhi dengan timbulnya rasa gugup. Pada akhirnya, bahasa yang diungkapkan tidak teratur. Bahkan, beberapa siswa tidak berani berbicara secara formal sehingga siswa belum dapat mengungkapkan informasi secara efektif.

Berdasarkan hasil ulangan harian bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi pada pokok bahasan berwawancara belum maksimal. Rendahnya hasil tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam kenyataan yang terjadi di kelas, guru menghadapi anak yang sulit memahami materi pelajaran, meskipun guru


(19)

sudah berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan materi, tetapi sebagian anak masih belum memahami apa yang telah dijelaskan.

Berdasarkan hasil evaluasi aspek berbicara khususnya berwawancara, nilai kemampuan siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah, sebesar 65. Terbukti dari 19 siswa, yang mencapai KKM hanya 5 orang atau 26% dan siswa yang belum tuntas 14 orang dengan nilai rata-rata kelas 55.

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti berusaha mengatasi masalah tersebut, sehingga peran aktif guru sangat dibutuhkan. Guru dituntut mempunyai keterampilan untuk mengelola kelas agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan tercapai tujuan pembelajaran.

Strategi pembelajaran merupakan hal yang harus diperhatikan oleh guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Siswa tidak cukup diberikan penjelasan tentang teori saja, tetapi hal yang berhubungan dengan masalah kebahasaan dan teknik berwawancara juga harus diperhatikan. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa agar keterampilan siswa dalam aspek berbicara khususnya melakukan wawancara dapat ditingkatkan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti berusaha mengatasi masalah tersebut dengan memilih salah satu teknik pembelajaran. Dari bermacam-macam teknik yang selama ini digunakan guru, peneliti berencana akan menerapkan teknik pemodelan.


(20)

Pemodelan mempunyai peran penting dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Kegiatan pemberian model dalam pembelajaran keterampilan berbicara bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan dengan cara mendemonstrasikan. Kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu, artinya ada model yang ditiru dan diminati oleh siswa. Dalam pembelajaran tersebut, dihadirkan beberapa model teks wawancara. Di samping itu, penghadiran model dalam pembelajaran dapat memberikan nilai positif bagi siswa maupun guru. Komponen pemodelan melibatkan guru, siswa, dan model luar untuk menjadi model.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian tindakan kelas ini sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara terhadap siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012. Penggunaan teknik pemodelan dalam pembelajaran berbicara dijadikan sebagai strategi untuk meningkatkan keterampilan berwawancara siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh karena itu, penelitian ini ialah “Peningkatan Kemampuan Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimanakah peningkatan kemampuan berwawancara dengan teknik pemodelan pada siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012.


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan peningkatan kemampuan berwawancara melalui teknik pemodelan pada siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Tanggamus tahun pelajaran 2011/2012.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian kemampuan berwawancara ini dapat bermanfaat dari segi teoretis dan segi praktis.

1.4.1 Secara Teoretis

Dari segi teoteris, penelitian ini dapat memperdalam materi bahasa Indonesia, khususnya materi berwawancara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi guru bidang studi bahasa Indonesia, untuk mengembangkan keterampilan berbicara, yang difokuskan dalam kemampuan berwawancara siswa baik pada faktor kebahasan, non kebahasan, dan interaksi berwawancara.

1.4.2 Secara Praktis

Hasil penelitian ini untuk memberikan informasi kepada pembaca, khususnya siswa dan guru.

a. Bagi Siswa

Manfaat yang dapat diambil bagi siswa dari penelitian ini adalah.

(1) meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran sehingga lebih efektif; (2) sebagai bahan evaluasi untuk dapar mengetahui bagaimana kemampuan


(22)

b. Bagi Guru

Manfaat yang dapat diambil bagi guru dari penelitian ini adalah.

(1) sebagai bahan masukan kepada guru bidang studi bahasa Indonesia tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam berbicara, khususnya kemampuan berwawancara;

(2) bahan pertimbangan dan pemikiran para guru yang yang mengajar bidang studi bahasa Indonesia dalam menentukan stretegi pengajaran kemampuan berwawancara melalui teknik pemodelan;

(3) untuk meningkatkan kinerja agar lebih profesional, karena guru harus mampu memfleksibelkan diri, menilai, serta memotivasi guru untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam proses pembelajaran.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Setiap keterampilan berbahasa berhubungan erat satu sama lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang didahului oleh keterampilan menyimak.

2.1.1 Pengertian Berbicara

Berbicara adalah suatu alat pengkomunikasian gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang penyimak dan pendengar. Berbicara lebih daripada sekedar pengucapan bunyi-bunyi artikulasi dan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaaan (Tarigan, 2008 : 16). Berbicara merupakan alat komuniaksi yang dialami antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai bentuk tingkah laku sosial (Arsjad, Maidar dan Mukti, 1987: 19).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1023), keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran, dan perasaan kepada


(24)

seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadap-hadapan ataupun dengan jarak jauh.

Dari pendapat para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa berbicara adalah suatu keterampilan yang produktif dan suatu proses menyampaikan informasi, ide, gagasan suatu pikiran melalui bahasa lisan.

2.1.2 Pengertian Kemampuan Berbicara

Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang berarti bisa atau sanggup. Kata dasar mampu mendapat simulfiks ke-an membentuk kata jadian kemampuan. Simulfiks ke-an yang menempel pada kata dasar akan membentuk kata dasar yang menyatakan sifat atau keadaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Sedangkan menurut Sujono (1981: 10-11) seseorang dikatakan mampu berbicara dengan sempurna apabila ia mampu menggunakan intonasi, pelafalan kata, serta mampu menguasai kalimat dengan lancar dalam pembicaraannya.

Arsyad dan Mukti (2008: 20) menyatakan, kemampuan berbicara adalah kemampuan untuk mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan gagasan dan pikiran.

Dari pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa seseorang dikatakan mampu berbicara dengan sempurna apabila ia mampu menggunakan intonasi, pelafalan kata, serta mampu menguasai kalimat dengan lancar dalam pembicaraannya. Dalam penelitian ini, intonasi berarti pewawancara tidak


(25)

berbicara terlalu lambat atau cepat sehingga narasumber dapat menangkap maksud pertanyaan yang diajukan. Dalam pelafalan kata, pewawancara mampu mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Sebab, pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian narasumber.

2.1.3 Tujuan Berbicara

Pada dasarnya tujuan berbicara adalah berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara hendaknya mengkomunikasikan makna yang akan dikomunikasikan. Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum.

a. Memberitahukan atau Melaporkan

Berbicara untuk melaporkan dilaksanakan bila seseorang itu ingin (1) menjelaskan suatu proses, (2) menguraikan, mentafsirkan, atau menginterpretasikan suatu hal, (3) memberi atau menanamkan suatu pengetahuan, dan (4) menjelaskan kaitan.

Berbicara untuk memberitahukan dan melaporkan bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pendengar. Untuk itu, pembicara harus mempersiapkan pembicaraannya terlebih dahulu (Tarigan, 2008: 21).

b. Menjamu dan Menghibur

Berbicara untuk menghibur berarti, pembicara menarik perhatian pendengar dengan cara seperti, humor, spontanisasi, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan dalam rangka menimbulkan suasana gembira bagi pendengarnya.


(26)

c. Membujuk, Mendesak, dan Meyakinkan

Berbicara di sini mempunyai tujuan mempercayai suatu hal dan terdorong untuk melakukannya, meyakinkan pendengar, disertai pendapat dan fakta atau bukti sehingga diharapkan sikap pendengar dapat diubah (Tarigan,1985: 22).

2.2 Wawancara

Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di SD. Dalam pembelajaran berbicara yang diadakan di SD pada umumnya mempelajari bagaimana mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan, atau berwawancara.

2.2.1 Pengertian Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik (face to face) untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang (Gunadi, 1998: 131). Kartono (1980: 171) mengungkapkan pengertian wawancara dari asal katanya, interview berasal dari kata intervue yang memiliki arti perjumpaan sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Dengan demikian, wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu msalah tertentu, dan merupakan proses tanya jawab lisan dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1270), wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang (pejabat) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai


(27)

suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar yang disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi.

Wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responder berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalah penelitian (Maleong, 2004: 43).

Berdasarkan pengertian-pengertian wawancara di atas, penulis mengacu pada pendapat Gunadi yang mengemukakan bahwa wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik (face to face) untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang. Sebab, dalam penelitian ini siswa melaksanakan kegiatan wawancara lisan yang dilaksanakan oleh dua orang yang saling berhadap-hadapan secara fisik. Kegiatan ini diarahkan pada masalah yang telah disiapkan oleh penulis. Kegiatan ini juga bertujuan untuk menggali informasi berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan atau motivasi narasumber.

2.2.2 Jenis-Jenis Wawancara

Kartono (1980: 187) mengemukakan beberapa jenis wawancara menurut sifat wawancara: yaitu (1) wawancara tidak terpimpin, (2) wawancara terpimpin, (3) wawancara bebas terpimpin, (4) wawancara individual atau pribadi, (5) free talk dan diskusi. Untuk lebih rinci akan penulis uraikan sebagai berikut.


(28)

a. Wawancara Tidak Terpimpin

Wawancara tidak terpimpin merupakan suatu kegiatan tanya jawab yang dikuasai mood dan keinginan. Pewawancara tidak mempersiapkan pedoman kegiatan wawancara. Dengan demikian, tidak ada pokok persoalan yang menjadi fokus atau titik pusat dalam wawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pewawancara tidak sistematis, melompat-lompat dari satu peristiwa ke peristiwa lain tanpa ada keterkaitan. Seringkali wawancara tidak terpimpin lebih mendekati suatu pembicaraan bebas atau free talk.

b. Wawancara Terpimpin

Fungsi wawancara terpimpin adalah sebagai alat pengumpulan data yang relevan bagi tujuan suatu penelitian. Pewawancara mempersiapkan pedoman wawancara, topik wawancara, tujuan wawancara, dan pelaksanaan wawancara. Oleh karena itu, hal yang sangat penting dalam wawancara ini ialah menyusun kerangka pokok yang dikaitkan dengan hipotesa dan asumsi. Pedoman wawancara berguna sebagai pengarahan jalannya wawancara, dan diarahkan pada satu tujuan yang nyata. Secara otomatis, diperlukan kemampuan kecakapan berbicara untuk mendukung kemampuan berwawancara.

c. Wawancara Bebas Terpimpin

Wawancara bebas terpimpin merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Di dalam wawancara ini dipersiapkan secara tegas pedoman wawancara dan pengarahan pembicaraan. Pedoman wawancara berupa kerangka uraian pertanyaan yang dipersiapkan secara sistematis.


(29)

Wawancara ini juga memiliki ciri fleksibelitas dan kelewesan. Sebab, melalui fleksibelitas dan keluwesan pewawancara dapat dengan mudah mengarahkan pembicaraan langsung pada pokok pembicaraan. Keluwesan akan memberi kesempatan kepada pewawancara untuk mencapai tujuan penyelidikan tentang sikap, keyakinan, dan perasaan. Oleh karena itu, wawancara ini sering digunakan untuk menggali gejala kehidupan psikis, keyakinan, motivasi, harapan, pengalaman informasi, dan sebagainya (Kartono, 1980: 190).

d. Wawancara Pribadi dan Wawancara Kelompok

Pada wawancara pribadi, pewawancara dan narasumber duduk saling berhadap-hadapan. Wawancara ini sifatnya sangat intim dan ada privacy tertentu. Wawancara pribadi memberikan privacy antara kedua belch pihak, sehingga untuk memperoleh data yang intensif dapat dicapai secara maksimal. Wawancara pribadi biasanya digunakan tujuan-tujuan untuk tujuan khusus, Misalnya, terapeutis yang dilakukan seorang dokter atau psikiater terhadap pasien atau clien-nya. Dalam wawancara kelompok, seorang pewawancara menghadapi dua atau lebih narasumber. Tanya jawab antara pewawancara dan narasumber terjadi bukan secara bergilir, melainkan saling menguatkan dan melengkapi penjelasan-penjelasan. Setiap narasumber tidak ada yang menjadi juru bicara, sehingga sikap narasumber memilki kesempatan untuk berpartisipasi memberikan jawaban dan informasi.


(30)

e. Free Talk dan Diskusi

Free Talk atau berbicara bebas. Pewawancara dan narasumber memiliki kedua fungsi sebagai "informan hunter" dan "informan supplier". Kedua belah pihak saling memberikan keterangan yang objektif dengan hati terbuka dan bertukar pikiran mengenai perasaan. Para narasumber menyadari kedudukannya bukan hanya sebagai informan, tetapi juga sebagai partisipan. Informasi yang diberikan narasumber diharapkan berguna bagi pengembangan dan pembangunan masyarakat. Oleh sebab itu, narasumber perlu dan wajib memberikan keterangan yang objektif.

Diskusi juga disebut free talk. Pembicaraan secara bebas yang diarahkan pada pemecahan suatu persoalan. Wawancara jenis ini umumnya kurang mampu untuk mengumpulkan data secara rill. Namun, berguna untuk menggali fakta-fakta idiil, yaitu pemecahan masalah yang diharap-harapkan, diinginkan, dicita-citakan, atau diangan-angankan.

Dari penjabaran jenis-jenis wawancara di atas, penulis arahkan siswa pada jenis wawancara bebas terpimpin. Sebab, wawancara secara bebas terpimpin dapat dimanfaatkan untuk mengarahkan siswa dalam pembelajaran wawancara yang efektif. Nurgiantoro (2002: 56) mengungkapkan bahwa dalam wawancara bebas terpimpin. Pewawancara dapat menyiapkan pertanyaan secara sistematis, dan narasumber pun dapat memberikan informasi sesuai dengan pandangan dan pemikirannya.


(31)

2.2.3 Langkah-Langkah Berwawancara

Dalam merencanakan suatu pembicaraan situasi formal perlu adanya persiapan agar uraian yang akan disampaikan dapat teratur, sistematis, jelas, dan dapat mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dalam pelaksanaan wawancara. Hadi (1981: 192 – 202) mengemukakan mengenai langkah-langkah berwawancara, yaitu menentukan topik dan tujuan, menentukan narasumber, mengumpulkan bahan, membuat kerangka uraian, menentukan topik dan tujuan, menentukan narasumber, mengumpulkan bahan, membuat daftar pertanyaan, dan melakukan uji coba “try-out preliminier”.

a. Menentukan Topik dan Tujuan

Menentukan topik pembicaraan merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan seorang pembicara dan juga merupakan salah satu penunjang keefektifan berwawancara. Topik yang dipilih seorang pembicara hendaknya menarik untuk dibicarakan dan sudah diketahui (Arsjad dan Mukti, 1987: 23).

Tujuan pembicaraan berhubungan dengan gambaran mengenai tanggapan yang akan diungkap narasumber. Oleh karena itu, tujuan berwawancara dalam penelitian yang dilakukan siswa adalah mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi narasumber. Hal ini dilakukan untuk memudahkan.siswa mencapai pembicaraan yang sistematis dan efisien. Dari masalah tersebut, siswa dapat menentukan topik dan tujuan wawancara. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengajukan pertanyaan sesuai dengan pertanyaan.


(32)

b. Menentukan Informan atau Interviewer

Informan atau narasumber adalah seorang yang memberi informasi (menjadi sumber), narasumber ditentukan setelah siswa merumuskan topik dan tujuan berwawancara. Dalam wawancara diperlukan narasumber yang berwibawa, panutan atau tokoh suatu kelompok. Namun, yang lebih penting ialah pokok pembicaraan sesuai dengan bidang keahlian narasumber.

Dalam penelitian ini, siswa bebas memilih narasumber yang akan diwawancarai. Salah satu contoh, siswa berwawancara dengan topik bencana alam, dan bertujuan untuk mengetahui penyebab dan pencegahan terjadinya bencana alam tersebut. Oleh karena itu, siswa dapat memilih narasumber yang sesuai dengan penguasaan topik dan bidang keahliannya. Misalnya, dinas kebersihan lingkungan, ketua RT, petugas lingkungan sekolah, ketua organisasi sekolah, guru, orang tua, dan lain-lain. Berdasarkan contoh di atas, narasumber yang tepat adalah orang-orang yeng bekerja pada dinas kebersihan lingkungan, karena bencana alam banyak sekali macam dan penyebabnya. Misalnya banjir, maka penyebabnya kurang penghijauan atau terjadi penumpukan sampah, atau penebangan liar yang disertai dengan penanaman kembali, maka cara mengatasinya harus menjaga kebersihan, jangan menebang pohon, karena pohon dapat menahan air, dan sebagainya.

c. Mengumpulkan Bahan

Sebelum menyusun urutan daftar pertanyaan terlebih dahulu pewawancara mengumpulkan bahan yang diperlukan. Bahan tersebut berhubungan dengan topik dan tujuan wawancara. Siswa memperoleh bahan dari pengamatan secara tidak


(33)

langsung, yakni melalui bacaan. Siswa dapat memperoleh bahan wawancara dari majalah, buku-buku bacaan, dan sebagainya (Arsjad dan Mukti, 1988: 29).

d. Membuat Daftar Pertanyaan

Tujuan membuat daftar pertanyaan adalah untuk memudahkan siswa dalam menyusun pembicaraan wawancara. Daftar pertanyaan berisi urutan topik pertanyaan yang direncanakan. Urutan tersebut dibagi dalam pertanyaan permulaan, pertanyaan pertengahan, dan pertanyaan penutup (Hadi, 1981: 194). Pertanyaan yang diajukan pewawancara mengacu pada penggunaan kata tanya. Kata tanya adalah kata-kata yang digunakan sebagai pembantu di dalam kalimat yang menyatakan pertanyaan kata tanya yang ada dalam bahasa Indonesia adalah (1) apa, (2) siapa, (3) mengapa/kenapa, (5) berapa, (6) mana, (7) kapan, (8) bagaimana.

Kata “apa” berfungsi menanyakan barang atau hal, contoh: Apa yang sedang kamu buat ?. Kata “siapa” berfungsi menanyakan manusia, contoh: Siapakah

yang mengajar bahasa Indonesia?. Kata “mengapa/kenapa” berfungsi untuk

menanyakan sebab terjadinya sesuatu, contoh: Mengapa pementasan drama itu

dilaksanakan hari sabtu?. Kata “berapa” berfungsi menanyakan jumlah, contoh :

Berapakah harga buku bahasa Indonesia ini?. Kata “mana” berfungsi

menanyakan pilihan, contoh: Kamu memilih yang mana?. Kata “kapan” berfungsi menanyakan waktu, contoh: Kapan aku bisa mencari uang sendiri?. Kata “bagaimana” berfungsi menanyakan keadaan atau cara melakukan perbuatan, contoh: Bagaimana keadaan ibumu, Santi? (Mardiyanto dan Rahayu, 2009:177).


(34)

e. Melakukan Uji Coba

Setelah menyusun daftar pertanyaan, siswa mengadakan uji coba yang dapat dilakukan terhadap sahabat dekat, atau teman sekelasnya. Hal ini dilakukan untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dapat menimbulkan salah tafsir. Jadi tujuan utama uji coba adalah untuk mengadakan dan menyempurnakan secara menyeluruh hasil wawancara.

Dalam penelitian ini, selain langkah-langkah di atas, penulis dapat juga menyimpulkan bahwa ketika berwawancara siswa juga perlu menunjukan sikap yang baik, meliputi:

a. memiliki sifat ambisi (untuk mencapai tujuan wawancara), ulet, disiplin, dan sabar;

b. persiapan fisik yang perlu dipersiapkan oleh siswa dalam berwawancara ialah berpakaian rapi dan bersih. hal ini berguna untuk menambah serta menunjukkan rasa percaya diri sendiri, rasa harga diri, dan kepribadian seseorang;

c. menciptakan "rapport" (senyum, rasa humor yang tinggi, mengucapkan pujian, tentang prestasi) akan membantu menciptakan suasana yang santai dan akrab, sehingga narasumber merasa aman dan berkeinginan untuk memberi informasi yang akurat;

d. bersikap netral;

e. menunjukkan perhatian, misalnya dengan menganggukkan kepala atau mengucapkan "0, ya!";


(35)

2.2.4 Teknik Interaksi dalam Berwawancara

Sebelum memulai wawancara, berwawancara harus mengetahui etika dan teknik interaksi berwawancara. Etika yang penting dalam berwawancara ialah merundingkan perjanjian (waktu dan tempat) wawancara dengan narasumber.

Teknik interaksi wawancara merupakan hal yang perlu diperhatikan. Hadi (1981: 192-217) mengemukakan mengenai teknik interaksi berwawancara, yakni sebagai berikut.

a. Mengucapkan Salam Pembuka pada Kegiatan Wawancara

Salam pembuka perlu diucapkan pewawancara dalam memulai wawancara. Salam disesuaikan dengan narasumber. Salam pembuka yang bersifat umum disesuaikan dengan waktu misalnya, selamat pagi. Untuk salam yang bersifat khusus dapat diucapkan dengan Assalamualaikum Warohmatulloh Wabarokatuh. Salam pembuka juga berguna bagi pewawancara untuk menimbulkan keakraban dan keluwesan pada permulaan wawancara.

b. Pembicaraan Pendahuluan pada Kegiatan Berwawancara

Pembicaraan pendahuluan sebagai langkah untuk perkenalan sekaligus mengemukakan topik dan tujuan wawancara. Sebaiknya pewawancara tidak tergesa-gesa untuk masuk ke materi wawancara.

c. Bertanya pada Kegiatan Wawancara

Pertanyaan yang diajukan pewawancara harus sesuai dengan topik dan tujuan wawancara. Kegiatan wawancara dimulai dengan pertanyaan yang luas dan


(36)

bertahap. Dalam bertanya, pewawancara tidak semata-mata bergantung pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan, karena apabila hal yang menarik, maka pewawancara boleh mengajukan pertanyaan baru diluar kerangka pertanyaan.

d. Pencatatan pada Kegiatan Wawancara

Dalam proses wawancara, pencatatan tanya jawab memegang peranan yang sangat penting. Pencatatan merupakan cara yang paling baik guna menghindari timbulnya kesalahan akibat kelupaan. Sebelum melakukan wawancara pencatatan harus dipikirkan dan dipersiapkan dengan cermat. Pewawancara hendaknya menggunakan alat pencatat yang praktis dan efisien (Kartoyo, 1980: 180). Salah satu alat pencatatan misalnya, alat tulis, alat perekam elektronik, dan sebagainya.

e. Kesimpulan pada Kegiatan Wawancara

Kesimpulan adalah ikhtisar atau kesudahan pendapat. Kesimpulan juga merupakan keputusan yang telah didiskusikan dan dipertimbangkan oleh kedua belah pihak. Setiap wawancara harus ada kesimpulan. Dalam penelitian ini, kegiatan wawancara perlu diakhiri dengan kesimpulan, sebab kesimpulan merupakan hasil akhir dari kegiatan wawancara.

2.2.5 Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berwawancara

Beberapa faktor yang menunjang keefektifan berwawancara, antara lain sebagai berikut.


(37)

A. Faktor Kebahasaan

Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berwawancara meliputi: 1) Ketepatan Ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian narasumber.

2) Penempatan Tekanan, Nada, dan Durasi yang Sesuai

Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan dengan penempatan tekanan, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan, dan keefektifan berbicara menjadi berkurang.

3) Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar.

4) Ketepatan Sasaran Pembicaraan

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, kesan atau akibat.


(38)

Di dalam kegiatan komunikasi, kalimat tidak hanya berfungsi sebagai penyampaian dan penerimaan informasi belaka, tetapi mencakup semua aspek ekspresi kejiwaan manusia (Arsjad dan Mukti, 1988: 17).

B. Faktor Nonkebahasaan

Faktor-faktor nonkebahasaan, antara lain sebagai berikut.

1) Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku

Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi.

2) Pandangan

Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. Sebab pandangan mata seseorang itu dapat mempengaruhi perhatian lawan bicara. Pendapat ini sejalan dengan Ehrlich, ia menjelaskan bahwa pandangan kontak mata memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif.

3) Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain

Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya mempunyai sikap terbuka, dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, mengubah pendapatnya jika ternyata keliru.


(39)

4) Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat

Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal penting lain selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik.

5) Kenyaringan Suara

Tingkat kenyaringan suara disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Kenyaringan suara ketika berbicara harus diatur supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat gangguan dari luar.

6) Kelancaran

Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Berbicara dengan terputus-putus, atau bahkan antara bagian-bagian yang terputus-putus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu seperti e…, anu…, a…, dan sebagainya dapat mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan.

7) Relevansi atau Penalaran

Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu simpulan haruslah berhubungan dengan logis. Hal ini berarti bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.


(40)

8) Penguasaan Topik Pembicaraan

Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain adalah supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran (Arsjad dan Mukti, 1988: 17).

2.2.6 Kemampuan Berwawancara

Dalam melakukan suatu wawancara, seseorang yang akan melakukan wawancara atau pewawancara, diharuskan memiliki kemampuan dalam kegiatan tanya jawab sehingga kegiatan berwawancara dapat berjalan dengan baik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1029), kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Gunadi (1998: 131) mengemukakan bahwa wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi narasumber.

Berdasarkan pengertian kemampuan dan berwawancara di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa kemampuan berwawancara adalah kesanggupan atau kemampuan pewawancara dalam melakukan kegiatan tanya jawab lisan secara berhadap-hadapan dan bertujuan untuk memperoleh informasi berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, atau motivasi narasumber.


(41)

2.3 Teknik Pemodelan

Salah satu strategi yang digunakan dalam pembelajaran adalah teknik pemodelan. Untuk mendapatkan suatu definisi yang dapat dipahami dengan baik dari pengertian pemodelan, maka kita harus mengetahui secara mendalam apa arti sebenarnya kata pemodelan.

2.3.1 Pengertian Teknik Pemodelan

Menurut Briggs (1987: 33), model adalah seperangkat prosedur yang bertujuan untuk mewujudkan suatu proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi. Ketiga hal tersebut memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran yang berupa alat peraga digunakan oleh guru untuk memudahkan dan mempercepat proses belajar mengajar.

Pemodelan dalam pembelajaran adalah cara guru mempersiapkan suatu model yang akan dijadikan sebagai model atau contoh dalam kegiatan pembelajaran (Tarigan, 2008: 42).

Teknik pemodelan merupakan teknik pembelajaran dengan menggunakan model atau alat peraga. Kehadiran alat peraga akan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar lebih menarik dan mengasyikkan serta siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Wujud alat peraga atau model disesuaikan kebutuhan setiap mata pelajaran.

Dalam aspek berbicara khususnya kegiatan berwawancara, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau


(42)

menghadirkan media atau alat peraga. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Siswa “contoh” tersebut dapat dikatakan sebagai model.

Pemodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dalam teknik pemodelan, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan model dari luar. Dengan demikian, dalam pembelajaran berwawancara guru menghadirkan contoh atau model bersumber dari hasil wawancara penulis dengan pihak lain atau hasil wawancara siswa itu sendiri untuk disajikan dalam pembelajaran.

Dari pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa teknik pemodelan adalah suatu teknik pembelajaran dimana guru mempersiapkan suatu model yang akan memeragakan suatu gagasan yang dirancang, baik itu melibatkan siswa, guru, atau model dari luar.

2.3.2 Komponen Pemodelan

Komponen pemodelan pada pembelajaran keterampilan berbahasa ada model yang bisa ditiru. Model ini bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan sesuatu. Dengan demikian, guru memberi model tentang bagaimana belajar. Siswa dapat dikatakan menguasai keterampilan baru dengan baik jika guru memberi contoh dan model untuk dilihat dan ditiru (Depdiknas 2002:16).


(43)

Pemodelan pada dasarnya bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan keinginannya.

Implementasi komponen pemodelan dalam pembelajaran berbicara khususnya berwawancara dapat dilakukan dengan menghadirkan sebuah contoh daftar pertanyaan teks wawancara yang dibuat siswa ataupun buatan guru. Penyajian contoh daftar pertanyaan teks wawancara dapat membantu siswa dalam memahami cara pembuatan teks wawancara sesuai kaidah penulisan yang baik dan benar. Dengan demikian, peranan model sebagai sarana atau media dalam proses pembelajaran menjadi strategi kunci untuk pencapaian kompetensi.

2.3.3 Kelebihan Teknik Pemodelan

Dalam setiap teknik yang digunakan guru di kelas, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan teknik pemodelan. Berikut kelebihan teknik pemodelan, antara lain sebagai berikut (Depdiknas, 2002:30).

a. Menyenangkan siswa;

b. Menggalakkan guru untuk mengembangkan kreatifitas siswa;

c. Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya;

d. Mengurangi hal-hal yang bersifat verbal dan abstrak;

e. Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam, karena walau bukan guru langsung yang menjadi model (dapat mengambil orang lain), namun


(44)

teknik pemodelan ini dapat berlangsung;

f. Menimbulkan interaksi antara model dengan siswa, yang memberi kemungkinan timbulnya keutuhaan dan kegotong royongan serta rasa keakraban;

g. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban/kurang cakap; h. Menumbuhkan cara berpikir yang kritis, karena siswa menyaksikan langsung

melalui pemodelan yang didemonstrasikan di depan kelas.

2.4 Pembelajaran Berwawancara dengan Teknik Pemodelan

Model yang baik dan tepat digunakan dalam pembelajaran adalah model yang menjamin dapat dipraktikkan dalam proses pembelajaran secara praktis. Artinya, model tersebut bernilai praktis dalam pembelajaran berbahasa (Nurhadi, 2003:40).

Pembelajaran berbicara dalam berwawancara yang dilakukan menggunakan teknik pemodelan. Teknik pemodelan merupakan teknik dalam pembelajaran yang menghadirkan model untuk diamati dan ditiru oleh siswa di kelas.

Kegiatan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran ini adalah sebagai berikut.

a. Guru mengadakan tanya jawab kepada siswa pernahkah mereka melakukan wawancara dengan pedagang, petani, atau nelayan;

b. Guru menunjukkan beberapa model teks wawancara yang didapatkan dari media cetak;

c. Guru meminta siswa mendengarkan pembacaan teks wawancara;


(45)

e. Guru meminta siswa secara berkelompok berlatih memperagakan model teks wawancara yang diberikan;

f. Guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil belajar tentang berwawancara.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. penelitian tindakan kelas merupakan salah satu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (Arikunto, 2010 :132), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.


(47)

Gambar 3.1 Model PTK. Kemmis S, and Mc. Taggart. (Dikutip Arikunto, S., 2010)

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting, Tanggamus dengan jumlah siswa 19 terdiri atas 12 laki-laki dan 7 perempuan.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Purwodadi Gisting Kabupaten Tanggamus.

3.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2011-2012. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas sesuai dengan jadwal pelajaran, dan penelitian akan berlangsung sampai indikator yang telah ditentukan.

SIKLUS I Pelaksanaan

Pengamatan Perencanaan Refleksi

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan Perencanaanan


(48)

3.5 Indiktor Kinerja

Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini pada aspek proses dan hasil pembelajaran. Indikator kerja yang dinilai dari penelitian ini adalah siswa telah mencapai kriteria ketuntasan (KKM) yang telah ditentukan oleh sekolah yakni 65 dan aktivitas siswa minimal 75% sudah aktif dalam pembelajaran.

3.6 Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini direncakanan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas dua kali pertemuan, tiap-tiap pertemuan terdiri dari empat tahapan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

3.6.1 Tahap Perencanaan

Perencanaan pada siklus meliputi dua hal, yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus. Yang dimaksud dengan perencanaan umum adalah perencanaan yang meliputi keseluruhan aspek yang berhubungan dengan penelitian tindakan kelas. Perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari siklus per siklus. Perencanaan khusus terdiri dari perencanaan ulang atau disebut revisi perencanaan. Perencanaan ini berkaitan dengan pendekatan pembelajaran, teknik pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya. Dalam hal ini, teknik pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pemodelan.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan

Tindakan berlangsung di dalam kelas pada jam pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V selama 2 (dua) kali


(49)

pertemuan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Siklus I

A. Pertemuan Pertama 1. Kegiatan Awal

a. Guru memberi salam, menanyakan tentang keadaan siswa pada hari ini. b. Setelah itu guru mengecek kehadiran siswa dengan mengadakan

presensi.

c. Setelah melakukan presensi, guru mengadakan apersepsi, tujuannya untuk memotivasi siswa agar semangat mengikuti kegiatan pembelajaran.

d. Guru menginformasikan kompetensi dasar (KD), indikator dan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Inti

a. Guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan cara berwawancara yang baik.

b. Guru menjelaskan bagaimana cara berwawancara dengan menggunakan pilihan kata yang tepat untuk memperkaya informasi.

c. Guru memberikan contoh dengan memperagakan cara berwawancara di depan kelas lalu siswa memeragakannya sesuai yang dicontohkan. d. Siswa memperhatikan cara guru berwawancara dan mencatat hal-hal

pokok dalam berwawancara.


(50)

3. Kegiatan Akhir

a. Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

b. Siswa melakukan evaluasi.

c. Guru mengucapkan salam penutup B. Pertemuan Kedua

1. Kegiatan Awal

a) Guru mengondisikan kelas dengan membuka salam, berdoa, dan mendata kehadiran siswa.

b) Guru mengingatkan kembali materi pada pertemuan sebelumnya dan menginformasikan tujuan pembelajaran.

c) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa hal-hal yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.

2. Kegiatan Inti

a) Siswa melakukan peragaan berwawancara di depan kelas.

b) Guru memperhatikan dan memperbaiki cara berwawancara jika terjadi kesalahan pada siswa.

c) Guru memberikan penilaian dan meluruskan kesalahapahaman. 3. Kegiatan Akhir

a) Melakukan refleksi terhadap hasil pembelajaran. b) Melakukan evaluasi secara tertulis.


(51)

Setelah kegiatan perencanaan dan pelaksanaan siklus I, peneliti bersama teman sejawat menilai hasil pekerjaan siswa, mengevaluasi kelebihan dan kekurangan yang ditemukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Jika pada siklus I masih belum mencapai target yang ditetapkan, maka peneliti merencanakan perbaikan pada siklus II.

3.6.3 Tahap Observasi/pengamatan

Pengamatan dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh penulis dan satu orang guru sebagai teman sejawat atau kolaborator, yaitu Ibu Mulyati.

Pada tahap observasi ini kegiatan yang dilaksanakan yaitu mengobservasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan yaitu lembar kegiatan aktivitas siswa dan lembar kegiatan aktivitas guru.

3.6.4 Tahap Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan menganalisis, mencermati, dan mengkaji secara mendalam dan menyeluruh tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Kemudian dilakukan evaluasi oleh peneliti dan kolaborator untuk menyempurnakan tindakan berikutnya.

Berdasarkan hasil refleksi ini akan dapat diketahui kekuatan dan kelemahan kegiatan pembelajaran berwawancara melalui teknik pemodelan yang dilakukan oleh guru, sehingga dapat digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus selanjutnya.


(52)

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh melalui langkah-langkah sebagai berikut. a. Tes Perbuatan

Tes perbuatan dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran. Tes perbuatan yang dilakukan adalah memeragakan wawancara.

b. Observasi

Observasi atau pengamatan ini diisi selama pembelajaran berlangsung dengan cara memberi tanda ceklis () pada setiap aspek yang diamati dengan kategori baik sekali, baik, cukup, kurang, dan kurang sekali.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan hasil lembar kerja siswa. Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data-data yang mendukung permasalahan yang akan diteliti.

3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Silabus

Silabus adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.


(53)

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap pertemuan. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran.

3. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.

4. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran

Lembar observasi yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran pada penelitian ini adalah (a) indikator penilaian kemampuan berwawancara dan (b) lembar observasi aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.

5. Tes Perbuatan

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes perbuatan ini adalah dengan memeragakan wawancara di depan kelas ataupun dengan pedagang atau petani sesuai dengan topik wawancara.

Indikator kemampuan dalam berwawancara antara lain ketepatan ucapan, , pilihan kata/diksi yang digunakan, keefektifan kalimat, dan kelancaran berbicara dalam berwawancara.


(54)

Tabel 3.1 Indikator Penilaian Kemampuan Berwawancara

No Indikator Deskriptor Penilaian Skor MaksimalSkor 1 Ketepatan

Ucapan Siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat sekali 5

5 Terdapat 1-2 kesalahan dalam

mengucapkan bunyi bahasa 4 Terdapat 3-4 kesalahan dalam

mengucapkan bunyi bahasa 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan dalam

mengucapkan bunyi bahasa 2 Bunyi bahasa yang diucapkan semuanya

tidak tepat 1

2. Pilihan

kata/diksi Pilihan kata yang digunakan siswa dalam berwawancara sangat tepat 5

5 Terdapat 1-2 kesalahan pilihan kata

yang digunakan dalam berwawancara 4 Terdapat 3-4 kesalahan pilihan kata

yang digunakan dalam berwawancara 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan pilihan

kata yang digunakan dalam

berwawancara 2

Pilihan kata yang digunakan siswa dalam berwawancara tidak satupun

tepat 1

3. Keefektifan

Kalimat Penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara sangat

efektif 5

5 Terdapat 1-2 kesalahan penggunaan

kalimat dalam berwawancara 4 Terdapat 3-4 kesalahan penggunaan

kalimat dalam berwawancara 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan

penggunaan kalimat dalam

berwawancara 2

Penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara semuanya

tidak efektif 1

4. Kelancaran dalam

berwawancara

Siswa berbicara dengan sangat lancar sehingga menyampaikan pembicaraan

sangat baik 5

Dalam berwawancara siswa berbicara dengan lancar tetapi masih ada 1-2


(55)

No Indikator Deskriptor Penilaian Skor MaksimalSkor Dalam berwawancara siswa berbicara

cukup lancar tetapi masih ada 3-4

kesalahan 3 5

Dalam berwawancara siswa berbicara

kurang lancar 2

Dalam berwawancara siswa berbicara

tidak lancar sama sekali 1 5. Intonasi Siswa berwawancara dengan intonasi

yang sangat baik 5

5 Terdapat 1-2 kesalahan intonasi yang

digunakan siswa dalam berwawancara 4 Terdapat 3-4 kesalahan intonasi yang

digunakan siswa dalam berwawancara 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan intonasi yang digunakan siswa dalam

berwawancara 2

Siswa berwawancara dengan intonasi

yang tidak tepat 1

Jumlah (Skor Maksimal) 25 Dari indikator penilaian di atas, untuk mencari nilai akhir kemampuan siswa berwawancara digunakan rumus sebagai berikut.

Untuk menentukan tingkat kemampuan siswa dalam berwawancara, penulis berpedoman pada pendapat Nurgiantoro, seperti pada tabel 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.2 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan Siswa Dalam Berwawancara Melalui Teknik Pemodelan No Interval Nilai Tingkat Kemampuan

1 85 - 100 Baik Sekali

2 75 - 84 Baik

3 60 - 74 Cukup

4 40 - 59 Kurang

5 0 - 39 Kurang Sekali (Nurgiantoro, 2001:399)


(56)

Indikator penilaian kemampuan siswa dalam berwawancara dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Indikator Ketepatan Ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian narasumber. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat sekali tanpa ada satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 5. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat tetapi ada 1 - 2 kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 4. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa cukup tepat tetapi ada 3 - 4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 3. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa kurang tepat dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapatkan skor 2. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa tidak tepat dimana tidak satupun yang yang benar, maka siswa tersebut mendapatkan skor 1.

2. Indikator Pilihan Kata/Diksi

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Maka siswa diharapkan dapat memilih kata dengan tepat. Jadi, apabila pilihan kata yang digunakan dalam berwawancara sangat tepat tanpa ada satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 5. Apabila pilihan kata yang digunakan dalam berwawancara tepat tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 4.


(57)

Apabila pilihan kata yang digunakan dalam berwawancara cukup tepat tetapi ada 3 - 4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 3. Apabila pilihan kata yang digunakan dalam berwawancara kurang tepat dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapatkan skor 2. Apabila pilihan kata yang digunakan dalam berwawancara tidak tepat dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapatkan skor 1.

3. Indikator Keefektifan Kalimat

Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, menimbulkan kesan, atau menimbulkan akibat. Jadi, apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara sangat efektif tanpa ada satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 5. Apabila Penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara efektif tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 4. Apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara cukup efektif tetapi ada 3 - 4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 3. Apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara kurang efektif dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapatkan skor 2. Apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara tidak efektif dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapatkan skor 1.


(58)

4. Indikator Kelancaran dalam Berwawancara

Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Berbicara dengan terputus-putus dapat mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan. Jadi, apabila siswa berbicara dengan sangat lancar sehingga menyampaikan pembicaraan sangat baik tanpa ada satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 5. Apabila siswa berbicara dengan lancar sehingga menyampaikan pembicaraan dengan baik tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 4. Apabila siswa berbicara cukup lancar sehingga menyampaikan pembicaraan cukup baik tetapi ada 3 - 4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 3. Apabila siswa berbicara kurang lancar sehingga menyampaikan pembicaraan kurang baik dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapatkan skor 2. Apabila siswa berbicara tidak lancar sehingga menyampaikan pembicaraan tidak baik dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapatkan skor 1.

5. Indikator Intonasi

Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan dengan penempatan tekanan, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan, dan keefektifan berbicara menjadi berkurang. Jadi,


(59)

apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang sangat baik tanpa ada satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 5. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang baik tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 4. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang cukup baik tetapi ada 3 - 4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 3. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang kurang baik dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapatkan skor 2. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang tidak baik dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapatkan skor 1.

Untuk mengukur aktivitas siswa selama pembelajaran, dapat disajikan lembar observasi aktivitas siswa pada tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran No Aspek Deskriptor Penilaian Skor Maksimal Skor

1 Keseriusan Siswa memperhatikan peragaan berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas dengan sangat serius

5

5 Siswa memperhatikan peragaan

berwawancara yang dilakukan guru di

depan kelas dengan serius 4 Siswa memperhatikan peragaan

berwawancara yang dilakukan guru di

depan kelas cukup serius 3 Siswa kurang memperhatikan peragaan

berwawancara yang dilakukan guru di

depan kelas 2

Siswa tidak memperhatikan peragaan berwawancara yang dilakukan guru di

depan kelas 1

2 Inisiatif Siswa sangat aktif mencari bahan pada sumber lain dan memiliki ide atau


(60)

No Aspek Deskriptor Penilaian Skor Maksimal Skor Siswa aktif mencari bahan pada sumber

lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaikan tugas ya 4

5 Siswa cukup aktif mencari bahan pada

sumber lain dan memiliki ide atau

gagasan untuk menyelesaikan tugas 3 Siswa kurang aktif mencari bahan pada

sumber lain dan memiliki ide atau

gagasan untuk menyelesaikan tugas 2 Siswa tidak mencari bahan pada sumber

lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaikan tugas 1 3 Tanya Jawab Siswa sangat aktif bertanya jawab dengan

guru atau teman dalam menyelesaikan

masalah 5

5 Siswa aktif bertanya jawab dengan guru

atau teman dalam menyelesaikan masalah 4 Siswa cukup aktif bertanya jawab

dengan guru atau teman dalam

menyelesaikan masalah 3 Siswa kurang aktif bertanya jawab

dengan guru atau teman dalam

menyelesaikan masalah 2 Siswa tidak aktif bertanya jawab dengan

guru atau teman dalam menyelesaikan

masalah 1

Jumlah (Skor Maksimal) 15 Selain aktivitas siswa yang dinilai selama kegiatan pembelajaran, aktivitas guru juga dinilai oleh pengamat dalam hal ini adalah teman sejawat sebagai kolaborator penelitian ini. Untuk mengukur aktivitas guru selama pembelajaran, dapat disajikan lembar observasi aktivitas guru pada tabel 3.4 sebagai berikut.


(61)

Tabel 3.4 Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran

No Aspek 1 2 3 4 5 Skor

I Persiapan Pembelajaran

1. Persiapan rencana pelaksanaan pembelajaran 2. Kesiapan alat peraga/media yang digunakan II Kegiatan Awal

1. Melakukan absensi siswa 2. Apersepsi

3. Mengemukakan tujuan pembelajaran

4. Menjelaskan deskripsi singkat materi pelajaran III Kegiatan Inti

1. Penguasaan materi pembelajaran 2. Penguasaan kelas

3. Pemanfaatan media pembelajaran 4. Partisipasi/aktifitas dalam pembelajaran 5. Menggunakan bahasa yang baik dan benar 6. Melakukan pemantauan aktivitas belajar siswa IV. Kegiatan Akhir

1. Melakukan evaluasi

2. Melibatkan siswa dalam proses menyimpulkan

Jumlah (Skor Maksimal) 70 3.9 Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektifan suatu teknik pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk mengalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap pertemuannya dilakukan dengan tes perbuatan pada setiap kegiatan pembelajaran.


(62)

Analisis ini dihitung dengân menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Menilai Tes Perbuatan

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes perbuatan, dapat dirumuskan sebagai berikut.

= N X X

Dengan : X = Nilai rata-rata

 X = Jumlah semua nilai siswa  N = Jumlah siswa

(Sudjana, 2005: 423) 2. Ketuntasan Belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai nilai 60 atau lebih, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut mencapai daya serap lebih dan atau sama dengan 75%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut.

% 100 × Siswa belajar tuntas yang Siswa =

P


(63)

3.10 Langkah-langkah Menganalisis Data

Cara peneliti dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menghadirkan teks wawancara di depan kelas dan seluruh siswa diminta

menyimak pembaca wawancara tersebut.

2. Siswa diminta untuk membuat daftar pertanyaan wawancara sesuai topik yang telah ditentukan.

3. Peneliti melakukan penilaian terhadap siswa berdasarkan indikator kemampuan siswa dalam berwawancara.

4. Menjumlahkan skor indikator kemampuan siswa dalam berwawancara berdasarkan tolok ukur penilaian berikut.

No Indikator Skor Maksimal

1. Ketepatan Ucapan 5

2. Pilihan Kata/Diksi 5

3. Keefektifan Kalimat 5

4. Kelancaran dalam Berwawancara 5

5. Intonasi 5

Jumlah 25

5. Mengitung skor rata-rata indikator kemampuan siswa dalam berwawancara dengan menggunakan rumus sebagai berikut.


(64)

6. Menentukan tingkat kemampuan siswa dalam berwawancara dengan tolok ukur di bawah ini.

No Interval Nilai Tingkat Kemampuan

1 85 - 100 Baik Sekali

2 75 - 84 Baik

3 60 - 74 Cukup

4 40 - 59 Kurang

5 0 - 39 Kurang Sekali


(65)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Keterampilan berbicara khususnya dalam berwawancara, siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan teknik pemodelan mengalami peningkatan. Hasil analisis data dari siklus I dan siklus II terus meningkat. Hasil siklus I nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 64 dengan ketuntasan klasikal sebesar 32%. Siklus II, nilai rata-rata meningkat menjadi 73 dengan ketuntasan klasikal sebesar 79%. Hal ini berarti terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 47%;

2. Proses pembelajaran, aktivitas siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting setelah mengikuti pembelajaran berwawancara dengan teknik pemodelan mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas siswa ini dapat dibuktikan dari hasil data observasi siklus I dan siklus II. Berdasarkan data observasi pada siklus I kegiatan pembelajaran siswa kurang bergairah, sebagian siswa masih bingung dan belum bisa menyesesuaikan diri dengan pendekatan yang digunakan guru, sehingga hanya 67% siswa yang konsentrasi dan memperhatikan pembelajaran yang disampaikan guru. Siklus II, aktivitas siswa mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Siswa mulai senang dan


(66)

menikmati pembelajaran yang disampaikan guru. Hal tersebut dapat diketahui dari peningkatan respons positif yang ditunjukkan 87% siswa sudah dapat menyesuaikan diri dan berkonsentrasi pada pembelajaran yang diterapkan guru. Mereka terlihat senang dengan kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik pemodelan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara khususnya wawancara

hendaknya menggunakan teknik pemodelan, sehingga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbicara. Selain itu, guru hendaknya mengetahui perubahan perilaku siswa, agar dapat memberikan pengalaman yang menarik dan mengesankan pada siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa khususnya kemampuan berwawancara;

2. Pembelajaran dengan teknik pemodelan dapat dijadikan alternatif pilihan bagi guru bidang studi lain dalam membelajarkan bidang garapannya.


(1)

3.10 Langkah-langkah Menganalisis Data

Cara peneliti dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menghadirkan teks wawancara di depan kelas dan seluruh siswa diminta

menyimak pembaca wawancara tersebut.

2. Siswa diminta untuk membuat daftar pertanyaan wawancara sesuai topik yang telah ditentukan.

3. Peneliti melakukan penilaian terhadap siswa berdasarkan indikator kemampuan siswa dalam berwawancara.

4. Menjumlahkan skor indikator kemampuan siswa dalam berwawancara berdasarkan tolok ukur penilaian berikut.

No Indikator Skor Maksimal

1. Ketepatan Ucapan 5

2. Pilihan Kata/Diksi 5

3. Keefektifan Kalimat 5

4. Kelancaran dalam Berwawancara 5

5. Intonasi 5

Jumlah 25

5. Mengitung skor rata-rata indikator kemampuan siswa dalam berwawancara dengan menggunakan rumus sebagai berikut.


(2)

6. Menentukan tingkat kemampuan siswa dalam berwawancara dengan tolok ukur di bawah ini.

No Interval Nilai Tingkat Kemampuan

1 85 - 100 Baik Sekali

2 75 - 84 Baik

3 60 - 74 Cukup

4 40 - 59 Kurang

5 0 - 39 Kurang Sekali


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Keterampilan berbicara khususnya dalam berwawancara, siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan teknik pemodelan mengalami peningkatan. Hasil analisis data dari siklus I dan siklus II terus meningkat. Hasil siklus I nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 64 dengan ketuntasan klasikal sebesar 32%. Siklus II, nilai rata-rata meningkat menjadi 73 dengan ketuntasan klasikal sebesar 79%. Hal ini berarti terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 47%;

2. Proses pembelajaran, aktivitas siswa kelas V SD Negeri 1 Purwodadi Gisting setelah mengikuti pembelajaran berwawancara dengan teknik pemodelan mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas siswa ini dapat dibuktikan dari hasil data observasi siklus I dan siklus II. Berdasarkan data observasi pada siklus I kegiatan pembelajaran siswa kurang bergairah, sebagian siswa masih bingung dan belum bisa menyesesuaikan diri dengan pendekatan yang digunakan guru, sehingga hanya 67% siswa yang konsentrasi dan memperhatikan pembelajaran yang disampaikan guru. Siklus II, aktivitas siswa mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Siswa mulai senang dan


(4)

menikmati pembelajaran yang disampaikan guru. Hal tersebut dapat diketahui dari peningkatan respons positif yang ditunjukkan 87% siswa sudah dapat menyesuaikan diri dan berkonsentrasi pada pembelajaran yang diterapkan guru. Mereka terlihat senang dengan kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik pemodelan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara khususnya wawancara

hendaknya menggunakan teknik pemodelan, sehingga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbicara. Selain itu, guru hendaknya mengetahui perubahan perilaku siswa, agar dapat memberikan pengalaman yang menarik dan mengesankan pada siswa untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa khususnya kemampuan berwawancara;

2. Pembelajaran dengan teknik pemodelan dapat dijadikan alternatif pilihan bagi guru bidang studi lain dalam membelajarkan bidang garapannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1987. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga

Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2006. Silabus Kurikulum SD Kelas V. Semarang: Depdiknas.

Gunadi, Iwan. 1998. Teknik Berwawancara. Jakarta: Komunitas Sastra Indonesia.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit ANDI Kartono. 1980. Teknik Wawancara. Jakarta: Erlangga.

Lexy, Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.

Mardiyanto dan Rahayu Sri. 2009. Bahasa Indonesia untuk SMK/MAK Tingkat

Semenjana Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Hlm. 177.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual

Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang:

Universitas Negeri Malang.

Nurcholis, Hanif. 2007. Saya Senang Berbahasa Indonesia untuk SD Kelas V.

Jakarta: Erlangga.


(6)

Sudrajat, Akhmad. 2008. Faktor Kebahasaan dan Nonkebahasaan. Jakarta: http://wew-kelasx.blogspot.com/

Tarigan, H. G. 2008. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Universitas Lampung. 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 13 74

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I TEGINENENG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

4 37 79

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS LAPORAN KUNJUNGAN MELALUI TEKNIK DISKUSI PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 2 SINAR SEMENDO TALANGPADANG TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 14 57

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS SURAT UNDANGAN MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 TANGKIT SERDANG PUGUNG TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 23 120

PENINGKATAN KEMAMPUAN PARAFRASA MELALUI TEKNIK DISKUSI PADA SISWA KELAS VI-A SD NEGERI 4 TALANGPADANG TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 4 68

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI UNSUR INTRINSIK CERITA ANAK MELALUI TEKNIK DISCOVERY PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SUKARAME TALANGPADANG TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 14 66

ENINGKATAN KEMAMPUAN MENGARANG DESKRIPSI BERDASARKAN MEDIA GAMBAR SERI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 3 KEDALOMAN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 5 122

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PURWODADI GISTING TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 10 14

ENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PURWODADI GISTING TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 12 68

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII-1 SMP NEGERI 1 LABUHAN RATU LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

3 41 108