Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Pembiayaan yang Disalurkan Oleh PT.BPRS Gebu Prima

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PEMBIAYAAN YANG DISALURKAN OLEH PT. BPRS GEBU PRIMA

MEDAN

SKRIPSI Diajukan Oleh:

NASKAH 060501020

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Sala Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

Abstract

The purpose of this study was to analyze factors that influence the amount of financing provided by PT.BPRS Gebu Prima Medan during the priod of 36 months, from the years 2006 to 2008. The independent variables in this research are savings wadi’ah and deposits mudharabah.

The method used in the analysis of the factors that affect the amount of funding that is distributed by PT.BPRS Gebu Prima Medan is Ordinary least square (OLS) using analytical tools to process data that is by using Eviews 5.1.

Bases on estimates show that : variable and a variable amount of saving wadi’ah and deposits mudharabah each having a positive influence on the amount of financing provided by PT.BPRS Gebu Prima Medan and statistically

significant at α = 1 %.


(3)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT.BPRS Gebu Prima Medan selama kurun waktu 36 bulan, dari tahun 2006-2008. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah jumlah tabungan mudharabah dan jumlah deposito mudharabah.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap aktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT.BPRS Gebu Prima Medan tersebut adalah ordinary least squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: Variabel jumlah tabungan mudharabah dan variabel jumlah deposito mudharabah masing-masing mempunyai pengaruh yang positif terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan

oleh PT.BPRS Gebu Prima medan dan signifikan secara statistik pada α=1%.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Salawat beriring salam penulis tujukan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia keluar dari alam kegelapan.

Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Pembiayaan yang Disalurkan Oleh PT.BPRS Gebu Prima” ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata 1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof.Dr.Syaad Afifuddin, M.Ec sebagai Dosen Pembimbing yang

telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.


(5)

5. Bapak Syarif Fauzi, M.Ec sebagai Dosen Pembanding II.

6. Bapak pimpinan dan staf PT.BPRS Gebu Prima Medan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan turut membantu dalam memberikan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.

7. Ayahanda Sapri dan ibu Sarifanur teristimewa penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar

8. Kepada teman saya Piphi Bayu Lestari, Asep K. Andri Siregar, Ardiansyah Tanjung, Abdul Aziz Nasution, Syahruddin, M. Azmal, Tunggun Naipospos, Donal Simanjuntak, dan anak-anak EP’06 lainnya terima kasih juga penulis ucapkan atas dukungan dan doanya.

Penulis juga berharap agar skripsi ini menjadi sumber bahan bacaan bagi kalangan mahasiswa maupun umum yang besifat menambah ilmu pengetahuan di bidang Ekonomi Pembangunan dan dari teori yang terkandung didalamnya dapat diterapkan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan, 28 September 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRACT……….……….. .. i

ABSTRAK……….…… ... ii

KATA PENGANTAR……….…... ... iii

DAFTAR ISI………... . v

DAFTAR TABEL………..…... ix

DAFTAR GAMBAR……… x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Hipotesis ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II URAIAN TEORITIS 11 2.1 Pengertian dan Fungsi Bank……… .... 11

2.1.1 Pengertian Bank………...……...…….. 11


(7)

2.1.4 Jenis Bank………. 13

2.2 Bank Syari’ah………... 16

2.2.1 Pengertian Bank Syari’ah……….. 16

2.2.2 Sejarah dan Perkembangan Bank Syari’ah………... 17

2.2.3 Pembentukan Bank-Bank Syari’ah………... 18

2.2.4 Perkembangan Bank Syari’ah di Indonesia………... 21

2.2.4.1 Latar Belakang Bank Syari’ah………... 21

2.2.4.2 Konsep Dasar Transaksi……….... 22

2.2.5 Produk Perbankan Syari’ah………... 23

2.2.5.1 Produk Penyaluran Dana………... 24

2.2.5.2 Produk Penghimpunan Dana………. 33

2.2.5.3 Jasa Perbankan………... 38

2.3 Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah………... 39

2.3.1 Pengertian... 39

2.3.2 Sejarah Perkembangan……….…. 40

2.3.3 Pendirian BPR Syari’ah……… 41

2.3.3.1 Persyaratan Umum... 41

2.3.3.2 Permohonan Izin Prinsip... 42

2.3.3.3 Permohonan Izin Usaha... 43

2.3.3.4 Persiapan Pra Operasional BPR Syari’ah... 43


(8)

2.3.4 Tujuan Pendirian... 44

2.3.5 Kegiatan Usaha... 44

2.3.6 Kegiatan Yang Dilarang... 45

2.3.7 Produk-produk BPR Syari’ah... 45

2.3.7.1 Mobilisasi Dana Masyarakat... 45

2.3.7.2 Penyaluran Dana... 46

2.3.7.3 Jasa Perbankan Lainnya... 48

2.3.8 Badan-badan Pengembangan BPR Syari’ah... 48

2.4 Pembiayaan Bank………. 49

2.4.1 Pengertian Kredit dan Pembiayaan ………... 49

2.4.2 Unsur-unsur Pembiayaan/Kredit………... 50

2.4.3 Jenis-jenis Pembiayaan ………..………... 52

2.5 Tabungan Wadi’ah……….... 52

2.6 Deposito Mudharabah……….….. 53

BAB III METODE PENELITIAN……… 54

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 54

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 54

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.4 Pengolahan Data ... 55

3.5 Model Analisis Data ... 55

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 56


(9)

3.8 Defenisi Operasional ... 60

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 62

4.1 Sejarah Berdirinya PT. BPRS Gebu Prima Medan……….. 62

4.2. Struktur Organisasi……….. 64

4.3. Profi Pegawai……….…….. 70

4.4. Operasional Perusahaan……….……….. 71

4.4.1. Kegiatan Pengumpulan Dana (Mobilisasi Dana Masyarakat)…...….. 71

4.4.2. Kegiatan Penyaluran Dana………...……… 73

4.5. Ketentuan Umum Penyaluran Pembiayaan……….. 74

4.5.1. Prosedur Umum Penyaluran Pembiayaan………. 77

4.6. Perkembangan Perbankan Syari’ah di Sumatera Utara……….………….. 80

4.6.1 Bank Perkreditan Rakyat/Syari’ah di Sumatera Utara... 81

4.7 Pembahasan Hasil Penelitian... 82

4.7.1 Koefisien Determinasi (R2)... 83

4.7.2 Uji F-Statistik... 83

4.7.3 Uji t-statistik ……...………..……… 84

4.8 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik…..…………..………….………... 87

4.8.1 Multikolinearitas………..………. 87

4.8.2 Autokorelasi (Serial Correlation)………….………. 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

5.1 Kesimpulan ... 89


(10)

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

2.1 Perkembangan Bank-bank Syariah 20

2.2 Jumlah dan Distribusi Kantor Bank Syari’ah 22


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

3.1 Kurva Uji F statistik 57

3.2 Kurva Uji t satistik 58

3.3 Kurva Durbin-Watson 60

4.1 Struktur Organisasi PT.BPRS Gebu Prima Medan 65

4.2 Grafik Uji F statistic 84

4.3 Kurva Uji t-statistik Variabel Jumlah

Tabungan Wadi’ah 85

4.4 Kurva Uji t-statistik Variabel Jumlah

Deposito Mudharabah 86


(13)

Abstract

The purpose of this study was to analyze factors that influence the amount of financing provided by PT.BPRS Gebu Prima Medan during the priod of 36 months, from the years 2006 to 2008. The independent variables in this research are savings wadi’ah and deposits mudharabah.

The method used in the analysis of the factors that affect the amount of funding that is distributed by PT.BPRS Gebu Prima Medan is Ordinary least square (OLS) using analytical tools to process data that is by using Eviews 5.1.

Bases on estimates show that : variable and a variable amount of saving wadi’ah and deposits mudharabah each having a positive influence on the amount of financing provided by PT.BPRS Gebu Prima Medan and statistically

significant at α = 1 %.


(14)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT.BPRS Gebu Prima Medan selama kurun waktu 36 bulan, dari tahun 2006-2008. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah jumlah tabungan mudharabah dan jumlah deposito mudharabah.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap aktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT.BPRS Gebu Prima Medan tersebut adalah ordinary least squared (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa: Variabel jumlah tabungan mudharabah dan variabel jumlah deposito mudharabah masing-masing mempunyai pengaruh yang positif terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan

oleh PT.BPRS Gebu Prima medan dan signifikan secara statistik pada α=1%.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi suatu Negara memerlukan program yang terencana dan terarah serta membutuhkan modal atau dana pembangunan yang tidak sedikit. Tidaklah mengherankan apabila pemerintah dalam suatu Negara terus menerus melakukan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan dan peningkatan kinerja bank sebagai lembaga keuangan dan lokomotif pembangunan ekonomi. Lembaga keuangan bank mempunyai peranan yang strategis dalam membangun suatu perekonomian Negara.

Kegiatan sehari-hari dari bidang keuangan sama seperti halnya dengan perusahaan lainnya. Kegiatan pihak bank secara sederhana dapat kita katakan sebagai tempat melayani segala kebutuhan nasabahnya yaitu mengimpun dana masyarakat melalui simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit ataupun pinjaman.

Fungsi utama bank adalah mempertemukan dua pihak atau lebih yaitu pihak yang membutuhkan dana (borrower) di satu sisi, dan pihak yang mempunyai kelebihan dana (saver) pada sisi lain. Dalam rumusan lain, Krisna Wijaya (2000, 46) menegaskan bahwa Core bisnis perbankan adalah menjadi financial intermediary antara surplus unit dengan defisit unit, yaitu pihak-pihak yang memerlukan dana berupa kredit atau nasabah kredit. Itulah sebabnya mengapa lembaga perbankan disebut juga sebagai lembaga kepercayaan. Artinya, pihak surplus unit mempercayakan sepenuhnya kepada bank untuk mengelola dananya termasuk menyalurkannya kepada pihak defisit unit.


(16)

Dengan bertambahnya jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari masyarakat semakin meningkat. Semua berlomba untuk menarik dana masyarakat sebanyak-banyaknya dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Karena bagi sebuah bank dana merupakan darah dan persoalan paling utama, sehingga tanpa dana, bank tidak dapat berfungsi sama sekali. Berdasarkan pengalaman di lapangan atau bukti- bukti empiris, dana bank yang berasal dari modal sendiri dan cadangan modal hanya sebesar 7% sampai dengan 8% dari total aktiva bank. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank yang bisa mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk giro, deposito dan tabungan. Selain dari tiga macam bentuk simpanan dana pihak ketiga tersebut yaitu giro, deposito dan tabungan, masih terdapat beberapa macam dana pihak ketiga lainnya yang diterima bank. Akan tetapi, dana-dana ini sebagian besar berbentuk dana sementara yang sukar disusun perencanaannya karena bersifat sementara.

Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk kredit, Karena kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank dimana pemberian kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan. Bila kita perhatikan neraca bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi aktiva bank akan didominasi oleh besarnya jumlah kredit yang diberikan, sedangkan bila kita perhatikan pula laporan Laba Rugi bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi


(17)

pendapatan bank akan didominasi oleh besarnya pendapatan dari bunga dan provisi kredit.

Ini dikarenakan aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan. Karena hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya, dimana dengan melalui pemberian kredit pula akan banyak usaha pembayaran nasabah melalui rekeningnya sehingga tujuan dari pemberian kredit selain untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemberian kredit tersebut, juga untuk keamanan bank yaitu keamanan untuk nasabah penyimpan sehingga dengan melalui kredit, bank akan menambah dananya dengan sendirinya. Karena kredit yang aman akan memberikan dampak yang positif bagi bank yaitu kepercayaan masyarakat pada bank akan bertambah.

Melalui kegiatan pinjaman yang bernama kredit, Bank berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat bagi kelancaran usahanya, sedangakan dalam kegiatan penyimpanan dana dari masyarakat, bank berusaha menawarkan kepada masyarakat akan keamanan dana dalam jasa lain yang akan diperoleh berupa bunga, baik bunga pinjaman maupun bungan tabungan.

Dengan pemberian kredit, bank diharapkan dapat melancarkan arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen serta. Bank juga ternyata merupakan pemasok dari sebahagian besar uang yang beredar yang digunakan sebagai alat tukar atau alat pembayaran, sehingga dapat mendukung berjalannya mekanisme kebijaksanaan moneter.


(18)

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penjualan surat-surat berharga. Bentuk dari lembaga keuangan bukan bank ini adalah modal ventura, anjak piutang, dana pensiun, dan pegadaian. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penjualan surat-surat berharga. Bentuk dari lembaga keuangan bukan bank ini adalah modal ventura, anjak piutang, dana pensiun, dan pegadaian.

Lembaga perbankan di Indonesia saat ini telah terbagi menjadi dua jenis yaitu, bank yang bersifat Konvensional dan bank yang bersifat Syariah. Bank yang bersifat Konvensional adalah bank yang pelaksanaan operasionalnya menjalankan sistem bunga (interest fee), sedangkan bank yang bersifat Syariah adalah bank yang dalam pelaksanaan operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah.

Adanya perubahan regulasi tentang perbankan merupakan momen strategis bagi umat Islam Indonesia untuk mendirikan lembaga keuangan yang berbasis nilai-nilai syari’ah (Islam) selanjutnya dikenal dengan sebutan Bank


(19)

Syari’ah. Melalui kelompok Cendikiawan Muslim yang memiliki komitmen untuk mengembangkan lembaga-lembaga keuangan islam, dalam hal ini adalah ISED (Institute for shari’ah Economic Developmen), umat islam di Indonesia berhasil membentuk Bank-bank Islam (Muhammad, 2005).

Awal perkembangan perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 1 November 1991. Pada mulanya Perbankan Syariah belum mendapat perhatian yang optimal dari pemerintah, hal ini terlihat pada Undang-Undang No 7 tahun 1992 yang belum menjelaskan adanya landasan hukum operasional perbankan syariah. Namun, setelah adanya undang-undang baru yaitu Undang-Undang No 10 tahun 1998 maka bank syari’ah telah memiliki landasan hukum yang lebih kuat serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank syari’ah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syari’ah ataupun mengkonversi secara total menjadi bank syariah. Dengan diakuinya dua sistem perbankan yaitu perbankan sistem bagi hasil dan sistem konvensional, maka bank syariah semakin berkembang dan mulai dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

Perkembangan sistem perbankan di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem karekteristik sistem perbankan syari’ah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi,


(20)

investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan berspekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang telah bervariatif, perbankan syari’ah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa kecuali (Bank Indonesia, 2008).

Dalam undang-undang No.7 tahun 1992, Bank Syari’ah diposisikan sebagai Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Dalam pasal 6 undang-undang No. 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari undang-undang No. 7 tahun 1992 di pertegas bahwa; pertama, Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegitan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatan usahanya menberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran (UU No. 10/1998, 9-10).

Dengan kekuatan hukum ini, bank syari’ah mendapatkan kesempatan yang sama dengan bank konvensional untuk melakukan aksi bisnis dalam dunia perbankan. Berdirinya bank syariah di Indonesia dipelopori oleh dua Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di bandung pada 15 juli 1991, dan mulai beroperasi pada 19 Agustus 1991. Kedua BPRS tersebut adalah Dana Mardhatillah dan BPRS Berkah Amal Sejahtera. Beberapa bulan kemudian, tepat pada 1 November 1991, berdiri bank umum syari’ah (BUS) yang pertama yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi pada 2 mei 1992.


(21)

Dalam hal ini, keberadaan BPRS tersebut secara teknis usaha sesungguhnya tidak berbeda dengan BPR lainya. Misalnya, dalam persyaratan pendirian maupun fasilitas perkreditan yang diberikan kepada nasabah. Hanya yang relatif membedakan antara BPR dan BPRS adalah mengenai pola operasi dalam memutar uang, dimana BPRS tidak menempatkan sistem bunga sebagai pijakan peminjaman (kredit) melainkan menggunakan sistem bagi hasil sebagai dasarnya. Alternatif metode ini ditempuh oleh mengingat oleh sebahagian ulama dianggap bunga sebagai riba, sehingga tidak dibenarkan dipraktikkan dalam operasi perbankan, karena tidak sesuai dengan hukum islam. Dengan begitu, yang menjadi ciri khas dari BPRS ini selain digunakan untuk masyarakat kecil, juga sebagi alternatif bagi masyarakat untuk memanfaatkan jasa perbankan dengan prosedur-prosedur hukum agama (Islam) yang selama tidak dimiliki oleh bank umum maupun BPR jenis lainya. Dengan prosedur yang didasarkan hukum Islam tersebut, maka bentuk-bentuk usaha dan pinjam-meminjam uang harus mengikuti ketentuan Al-Qur’an dan Hadist (Zainuddin, 2008)

Dengan perbedaan bentuk usaha tersebut, tentunya BPRS berpotensi menjadi alternatif bagi masyarakat untuk melakukan simpan pinjam dengan pola usaha yang disediakan. Masyarakat muslim yang selama ini ragu, bahkan alergi, dengan bank konvensional yang menggunakan bunga sebagai pijakan kerjanya, dengan munculnya BPRS tersebut bisa berpatisipasi tanpa ada hambatan sedikitpun. Sehingga secara teoritis, sebenarnya keberadaan BPRS memiliki prospek yang cerah karena potensi captive market yang jelas. Dengan posisi seperti itu tidak salah bila kemudian hari perkembangan dari BPRS ini akan meningkat secara pesat sehingga akan menjadi alternatif yang sepadan dengan


(22)

jenis Bank Konvensional yang telah lama beroperasi untuk kesejahteraan masyarakat.

Seperti halnya, PBRS Gebu Prima yang memberikan suatu kemudahan bagi masyarakat untuk mengembangkan usahanya melalui pelayanan perkreditan yang disalurkan, berupa pembiayaan-pembiayaan secara hukum islam dalam sistem bagi hasil.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah pembiayaan yang Disalurkan Oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasrkan pada uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan wadi’ah terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.

2. Bagaimana pengaruh jumlah deposito mudharabah terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.

1.3 Hipotesis

Secara empiris, hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian yang memerlukan pegujian untuk membuktikan kebenaranya. Dari permasalahan diatas, maka memberikan hipotesisnya sebagai berikut :


(23)

1. jumlah tabungan wadi’ah berpengaruh positif terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.

2. jumlah deposito mudharabah berpengaruh positif terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tabungan wadi’ah terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah deposito mudharabah terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan studi atau literatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.

2. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang sudah ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya.

3. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana.


(24)

4. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi yang terkait.


(25)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian dan Fungsi Bank

2.1.1 Pengertian Bank

Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan menyebutkan Bank adalah “badan usaha yang menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”.

Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Dari pengertian diatas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas.


(26)

Pembelian dana dari masyarakat luas dilakukan oleh bank dengan cara memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyarakat adalah seperti giro, tabungan, sertifikat deposito dan deposito berjangka.

2.1.2 Prinsip Bank

Pada dasarnya terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan oleh bank, yaitu:

1. Likuiditas adalah prinsip dimana bank harus dapat memenuhi kewajibannya.

2. Solvabilitas adalah kemampuan untuk memenuhi kewajiban keuangan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Bank yang solvable adalah bank yang manpu manjamin seluruh hutangnya.

3. Rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu

2.1.3 Fungsi Bank

Secara umum fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank sebagai :

1. Agent of Trust

Kepercayaan merupakan suatu dasar utama kegiatan perbankan baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyetor dana. Dalam hal ini masyarakat akan menitipkan dananya di bank apabila dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank juga akan menempatkan dan menyalurkan dananya kepada debitur atau masyarakat, jika dilandasi dengan unsur kepercayaan.


(27)

2. Agent of Development

Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kelancaran kegiatan ekonomi di sektor riil, kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Dimana kegiatan tersebut merupakan kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.

3. Agent of Service

Disamping kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bank juga memberikan penawaran-penawaran atas jasa-jasa perbankan yang lain pada masyarakat. Jasa-jasa yang diberikan bank erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank diantaranya adalah jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian penagihan.

2.1.4 Jenis Bank

Jenis perbankan dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu : 1. Dilihat dari segi fungsinya, dibagi menjadi :

a. Bank Umum

Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


(28)

Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, tetapi tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Dilihat dari segi kepemilikan, dibagi menjadi : a. Bank Milik Negara (BUMN)

Bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah.

b. Bank Milik Pemerintah Daerah (BUMD)

Bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Paerah, sehingga keuntungan bank dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

c. Bank Milik Koperasi

Merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi.

d. Bank Milik Swasta Nasional

Merupakan bank yang seluruh atau sebagaian besar sahamnya dimiliki oleh Swasta Nasional, akte pendiriannya didirikan oleh swasta dan pembagian penuh untuk keuntungan swasta pula.

e. Bank Milik Asing

Merupakan cabang dari bank yang ada di Luar Negeri baik milik swasta asing atau pemerintah asing.


(29)

Merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional.

3. Dilihat dari segi status, dibagi menjadi : a. Bank Devisa

Bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan.

b. Bank Non Devisa

Bank yang belum mempunyai izin untuk melakukan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti bank devisa.

4. Dilihat dari segi penentuan harga, dibagi menjadi : a. Bank Konvensional

Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada nasabahnya menggunakan metode penetapan bunga, sebagai harga untuk produk simpanan demikian juga dengan produk pinjamannya. Penentuan harga seperti ini disebut spreaa based. Sedangkan untuk jasa bank lainnya menerapkan biaya dengan nominal atau presentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.

b. Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah

Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga berdasarkan prinsip syari’ah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasrkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau


(30)

dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atau barang yang disewa dari pihak bank kepada pihak penyewa (ijarahwa igtina). Sedangkan penentuan harga biaya jasa bank lainnya juga sesuai dengan prinsip syari’ah islam, sebagai dasar hukumnya adalah Al-Qur’an dan sunnah Rasul (Kasmir, 2004)

2.2 Bank Syari’ah

2.2.1 Pengertian Bank Syari’ah

Bank syari’ah terdiri atas dua kata, yaitu bank dan syari’ah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syari’ah dalam versi bank syari’ah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan usaha lainya sesuai dengan hukum islam.

Penggabungan dua kata tersebut dimaksud, menjadi “Bank Syari’ah”. Bank syari’ah adalah suatu lembaga keungan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Selain itu, bank syari’ah biasa disebut Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).

Bank syari’ah sebagai sebuah lembaga keuangan mempunyai mekanisme dasar, yaitu menerima deposito dari pemilik modal (depositor) dan mempunyai


(31)

kewajiban (liability) untuk menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola dana dan atau skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua kategori utama, yaitu interest-fee current and saving account dan investment accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (profit and loss sharing) antara pihak bank dan pihak depositor, sedangkan pada sisi aset, yang termasuk di dalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai prinsip atau standar syari’ah, seperti mudharabah, musyarakah, istisna, salam, dan lain-lain.

Bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Prinsip syar’iah itu adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syari’ah (Wirdyaningsih, dkk ; 2005)

2.2.2 Sejarah dan Perkembangan Bank Syari’ah

Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern : neo-revivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur’an dan As- Sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara non-konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir. Setelah rintisan awal yang cukup


(32)

sederhana itu, bank Islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan Internasional Association of Islamic Bank, hingga akhir tahun 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika.

Suatu hal yang patut juga dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiories yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika Scharf, mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang kristen itu, menyatakan bahwa Bank Islam adalah partner baru dalam pembangunan. 2.2.3 Pembentukan Bank-Bank Syari’ah

Berdirinya Islamic Development Bank telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syari’ah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan dan pengawasan bank syari’ah. Kerja keras mereka membuahkan hasil, pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh serta Turki. Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Comercial Bank). Kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding companies. Bank-bank yang masuk kategori pertama diantaranya, Faisal Islamic Bank (di Mesir dan Sudan),


(33)

Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank, Islamic International Bank for Investment and Development (Mesir). Adapun yang termasuk kategori kedua yaitu Daar al-Maal al- Islami (Jenewa), Islamic Investment Company of the Gulf, Islamic Investment Company (Bahama), Islamic Investment Company (Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan Islamic Investment House (Amman) (Mery, dkk ; 2007)


(34)

Tabel 2.1 Perkembangan Bank-bank Syari’ah

No Nama Bank

Tahun Berdiri

Modal di

setor Negara

(US$ juta)

1 Dubai Islamic Bank 1973 14 U.A.E

2 Islamic Development Bank 1975 - Arab Saudi

3 Faisal Islamic Bank 1977 21 Mesir

4 Kuwait Finance House 1977 30 Kuwait

5 Jordan Islamic Bank 1978 9 Yordania

6 Faisal Islamic Bank 1978 9 Sudan

7 Kuwait Finance House 1978 10 Turki

8 Bahrain Islamic Bank 1979 15 Bahrain

9 Masraf Faisal Al-Islami 1980 20 Bahrain

10 Banque Mier 1980 - Mesir

11 Islamic International Bank For - - Mesir

Investment and Development

12 Al-Raijhi Company for 1981 - Inggris

Islamic Invesment

13 Iranian Banking Sistem 1982 20 Iran

14 Masraf Faisal Islami 1982 20 Turki

15 Masraf Faisal Islami 1982 20 Guinea

16 Kibris Islamic Bank 1982 21 Cyprus

17 Islamic Bank International 1982 - Denmark 18 Dar Al-Mal Al-Islamia Trust 1982 - Bahama

19 Islamic Banking Sistem 1982 20 Luxemburg

International Holding SA

20 Bank Islami Malaysia 1983 42 Malaysia

21 Masraf Faisal Islami 1983 20 Nigeria

22 Masraf Faisal 1983 20 Senegal

23 Pakistan Banking Sistem 1983 20 Pakistan

24 Dar al-Mal - - Swiss

25 Tadamon Islamic Bank 1983 - Sudan

26 Sudanse Islamic Bank 1983 - Sudan

27 Qaton Islamic Bank 1984 - Sudan


(35)

2.2.4 Perkembangan Bank Syari’ah di Indonesia 2.2.4.1 Latar Belakang Bank Syari’ah

Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syari’ah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Aziz, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan, di antaranya adalah Baitul Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi yakni Koperasi Ridho Gusti. Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait (Wirdyaningsih, 2005)

Perkembangan bank-bank syari’ah di Indonesia, mulai dari tahun 1999 hingga juni 2007 adalah sebagai berikut, tahun 1999 terdapat 2 bank umum syariah (Bank Muamalat Indonesia, Bank Syari’ah Mandiri). Mulai tahun 2000 hingga saat ini berdiri bank umum yang membuka unit-unit syari’ah, seperti Bank IFI, Bank BNI, Bank JABAR. Tahun 2003 berdiri Bank BII, Bank HSBC, tahun


(36)

2004 berdiri Bank DKI, Bank RIAU, Bank KALSEL, Bank Niaga, Bank SUMUT, Bank ACEH, Bank Permata. Tahun 2005 berdiri Bank BTN, Bank NTB, Bank KALBAR, Bank SUMSEL. Tahun 2006 berdiri Bank KALTIM dan tahun 2007 berdiri Bank DIY, Bank SULSEL, Bank SUMBAR.

Tabel 2.2 Jumlah dan Distribusi Kantor Bank Syari’ah

Bank Jumlah Kantor Distribusi Jaringan Kantor

KPO KC KCP KK

Bank Muamalat 1 13 3 27 Jakarta, Bandung, semarang,

Indonesia, tbk Surabaya, Makasar, Balikpapan, Medan, Pekanbaru, Pekalongan

Bank Syari'ah 1 19

Aceh, Jakarta, Medan, Bandung,

Mandiri Surabaya, Solo, Pekalongan,

Pemekasan, Makasar,

Banjarmasin, Bogor, Pekanbaru,

Palembang

Bank IFI 1 1 Jakarta

Bank BNI 1 9 Jakarta, Yogyakarta, Jepara,

Pekalongan, Malang,

Banjarmasin, Padang

Bank Jabar (BPD 1 1 Bandung

Jawa Barat)

BPR Syari'ah 81 BPR Syari'ah 18 Propinsi

Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2001

KPO : Kantor Pusat Operasional KCP : Kantor Cabang Pembantu KC : Kantor Cabang KK : Kantor Kas

2.2.4.2 Konsep Dasar Transaksi

1. Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai laba sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.


(37)

2. Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak menzalimi (menganiaya), saling ikhlas mengikhlaskan antara pihak-pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil, baik untung maupun rugi.

3. Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bentuk dan nasehat untuk saling meningkatkan produktivitas.

Lima transaksi yang lazim dipraktikkan perbankan Syari’ah adalah : 1. Transaksi yang tidak mengandung riba.

2. Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli (Murabahah).

3. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dengan cara sewa (Ijarah).

4. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (Mudharabah).

5. Tansakasi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adalah bagi hasil (Mudharabah) dan transaksi titipan (Wadi’ah).

2.2.5 Produk Perbankan Syari’ah

Produk perbankan Syari’ah dapat menjadi tiga bagian yaitu : 1. Produk penyaluran dana,

2. Produk penghimpunan dana,


(38)

2.2.5.1 Produk Penyaluran Dana

Dalam penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syari’ah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu :

a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prisip sewa.

c. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harta atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang mengunakan prinsip jual beli, seperti murabahah, salam dan ishtishna serta produk yang mengunakan prinsip sewa yaitu ijarah.

Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisab bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.

1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harta atas barang yang dijual.


(39)

Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan barang, seperti :

a. Pembiayaan Murabahah

Murabahah bi tsaman ajil, lebih dikenal sebagai murabahah yang berasal dari kata “ribh” (keuntungan) adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jaul beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.

b. Salam

Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertidak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip dengan jual beli ijon. Namun dalam transaksi ini, kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pesti. Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank kepada nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank


(40)

menjualnya secara tunai yang biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua belah pihak harus menyetujui harga jual dan jangka waktu serta pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jula beli dan jika disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi dijual kembali secara tunai.

c. Istishna

Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bentuk bank syari’ah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontraksi

2. Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jula beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jula beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.

Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syari’ah dikenal dengan ijarah muntahiyah bittamilik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). 3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syari’ah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah :


(41)

a. Musyarakah

Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau serikat kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik bentuk kontribusi dan pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel. Ketentuan umum musyarakah sebagai berikut:

1. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek.

2. Musyarakah akan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.

3. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti :


(42)

Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.

 Memberi pinjaman kepada pihak lain.

 Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.

 Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila: menarik diri dari perserikatan meninggal dunia dan menjadi tidak cakap hukum.

 Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.

 Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

b. Mudharabah

Secara spesifik, terdapat bentuk musyarakah yang populer dalam produk perbankan syari’ah, yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib. Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan,


(43)

mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola modal cara tertentu untuk menciptakan laba optimal. Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di antara itu. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak. Sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Dalam literatur fiqih, musyarakah dan mudharabah berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al-amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam.

Ketentuan umum Mudharabah sebagai berikut:

- Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai; dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.

- Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit loss sharing).

- Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Selaku pemilik modal, bank


(44)

menanggung seluruh kerugian, kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.

- Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya tidak membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, maka dapat dikenakan sanksi administrasi.

Sedangkan karakteristik mudaharabah muqayyadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas. Perbedaannya adalah terIetak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal.

4. Akad Pelengkap

Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

a. Hiwalah (Alih Utang Piutang)

Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam paktik perbankan syari’ah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk melanjutkan supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk


(45)

mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.

b. Rahn (Gadai)

Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut:

- Milik nasabah sendiri,

- Jelas ukuran, sifts, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,

- Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.

Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab. Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah, Jika hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi kekurangannya.


(46)

c. Qardh

Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:

- Sebagai pinjaman talangan haji, di mana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan ke haji.

- Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, di mana nasabah diberi keluasaan untuk menarik uang tunai melalui bank (ATM). Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.

- Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.

- Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, di mana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya keburukan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara angsur melalui pemotongan gajinya.

d. Wakalah (perwakilan)

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian harus cakap hukum. Khusus untuk pembukuan L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat


(47)

dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab kecuali kegagalan karena force majeure menjadi tanggung nasabah. Apabila bank yang ditunjuk Iebih dari satu, masing-masing bank tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank yang lain, kecuali dengan seizin nasabah. Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui antara nasabah dengan bank.

e. Kafalah (Garansi Bank)

Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

2.2.5.2 Produk Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana di Bank Syari’ah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syari’ah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masayarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.

1. Prinsip Wadi’ah

Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah yad dhamanah berbeda dengan


(48)

wadi’ah yad amanah. Dalam wadi’ah yad amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah yad dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Ketentuan umum dan produk ini adalah:

- Keuntungan atau kerugian dan penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.

- Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.

- Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekadar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.

- Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syar’iah.

2. Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shabibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana


(49)

tersebut digunakan bank melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (mudharib, pemilik dana, usaha yang akan dibagi hasilkan, nisbah, dan ijab qabul). Prinsip mudaharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua:

a. Mudharabah mutlaqah

Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.

Ketentuan umum dalam produk ini adalah:

- Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan serta risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.

- Untuk tabungan mudaharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, seperti kartu ATM atau alat penarikan Iainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib


(50)

memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) depositi kepada deposan.

- Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif.

- Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.

- Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah. b. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau diisyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.

Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:

- Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.

- Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan


(51)

serta risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.

- Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening Iainnya.

- Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.

c. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet

Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya.

Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:

- Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus, Bank wajib memisahkan dana dan rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif.

- Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.

- Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilk dana dan pelaksana berlaku nisbah bagi hasil. 3. Akad Pelengkap


(52)

Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar menutupi biaya yang benar-benar timbul.

Wakalah (perwakilan), Dalam aplikasi perbankan, wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan tansfer uang.

2.2.5.3 Jasa Perbankan

Bank syari’ah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa:

1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)

Pada prinsipnya, jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini penyerahannya harus dilaksanakan pada waku yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dan jual beli valuta asing ini.

2. Ijarah (Sewa)

Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dan jasa tersebut.


(53)

2.3 Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah 2.3.1 Pengertian

Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) sebagai salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip syari’ah ataupun muamalah Islam. BPR Syari’ah didirikan sebagai Iangkah aktif dalam rangka restrukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum, dan secara khusus mengisi peluang terhadap kebijaksanaan bank konvensional dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest), yang selanjutnya BPRS secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam.

BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Pada saat ini kehadirannya telah mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan terutama bagi pengusaha kecil dan mikro dalam rangka membantu pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengusaha kecil dan mikro yang selama ini terbiasa memperoleh pinjaman modal kerja dari perorangan maupun lembaga simpan pinjam lainnya, saat ini mulai melirik BPRS sebagai salah satu lembaga keuangan


(54)

yang dapat membantu usaha mereka dan diharapkan sesuai dengan harapan masyarakat.

Namun demikian, dalam pelaksanaan operasionalnya, usaha BPRS telah dihadapkan pada kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat masih belum memiliki pengetahuan dan informasi yang memadai tentang produk dan sistem operasional bank syariah. Faktor internal dan ekternal dalam pelaksanaan operasional BPRS juga turut menentukan keberhasilan dan bermanfaatnya BPRS di tengah masyarakat. Dukungan dan kepercayaan seluruh masyarakat, regulasi yang kondusif bagi pelaksanaan opersional BPRS, dan peran aktif semua pihak sangat diharapkan dalam memajukan BPRS.

2.3.2 Sejarah Perkembangan

Di Indonesia terdapat dua (dua) lembaga keuangan, yaitu Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) dan Lembaga Keuangan Bank (perbankan). Menurut jenisnya, lembaga keuangan bank (perbankan) terdiri dari :

a. Bank umum

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang merubah Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak Iebih jelas dan tegas mengenai status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi sebagai berikut, menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syari’ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip


(55)

Syari’ah, dan Surat Keputusan lDireksi Bank Indonesia No. 32/36/Ke/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah.

Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat 81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jarngan kantor tersebar pada 18 provinsi yang berada di Indonesia.

2.3.3 Pendirian BPR Syari’ah

Dalam mendirikan BPRS, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain:

a. Persyaratan umum b. Permohonan izin pninsip c. Permohonan izin usaha d. Persiapan pra operasional e. Laporan pembukuan 2.3.3.1Persyaratan Umum

1. BPRS yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

2. Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan Perseroan Terbatas (PT).

3. Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan Perseroan Terbatas (PT). 4. Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota

Dati I dan Dati II

5. Wilayah pelayanan mencakup desa-desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan BPRS.


(56)

6. Usaha meliputi tabungan dan deposito berjangka memberikan kredit kepada pengusaha kecil.

7. Modal disetor minimal Rp50.000.000,-

8. Penanaman modal aktiva tidak boleh melebihi 50% modal sendiri.

9. Mayoritas direksi harus berpengalaman dalam opersional bank minimal satu tahun.

2.3.3.2Permohonan Izin Prinsip

1. BPR Syariah berbentuk Perseroan Terbatas

1.1. Siapkan modal disetor minimal Rp15.000.000,- atau 30% dari total modal disetor.

1.2. Siapkan minimal dua nama yang akan dipakai BPRS dan selanjutnya mintakan persetujuan ke Departemen Kehakiman.

2. BPR Syari’ah tidak berbentuk Perseroan Terbatas Menyesuaikan diri dengan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen terkait.

3. Permohonan izin prinsip

Mengajukan permohonan tertulis dialamatkan ke Menteri Keuangan RI dengan melampirkan:

a. Rencana akte pendirian dan Anggaran Dasar (AD) BPRS b. Rencana kerja BPR Syari’ah pada tahun pertama

c. Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah

d. Photocopy bukti setoran sebesar Rp15.000,000 pada rekening Menteri Keuangan pada bank pemerintah, yang merupakan 30 % dari modal disetor minimum dan telah dilegalisir oleh Bank Pemerintah yang bersangkutan.


(57)

2.3.3.3 Permohonan Izin Usaha

Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menteri Keuangan RI dengan melampirkan:

a. Photocopy bukti setoran sebesar Rp35.000,000 pada rekening Menteri Keuangan pada bank pemerintah, yang merupakan 70% dari modal disetor minimum dan telah dilegalsir oleh bank pemerintah bersangkutan.

b. Copy Anggaran Dasar (AD) BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI.

c. Photocopy NPWP BPR Syari’ah.

d. Menyampaikan prosedur dan sistem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan.

e. Mengirimkan data pengurus BPRS.

f. Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS. 2.3.3.4 Persiapan Pra Opersional BPR Syari’ah

BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk memperoleh: WDP (Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU (Surat Izin Tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan opersionalnya selambat-lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud.

BPRS pun harus melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan mempersiapkan logo bank.

2.3.3.5 Laporan Pembukuan

Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan kepada Bank Indonesia setempat dengan melampirkan neraca awal.


(58)

2.3.4 Tujuan Pendirian

Tujuan pendirian BPRS antara lain:

1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah.

2. Mengurangi urbanisasi.

3. Menambah lapangan kerja, terutama di kecamatan-kecamatan 4. Meningkatkan pendapatan perkapita.

5. Membina semangat ukhuwah Islamiah melalui kegiatan ekonomi.

6. Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi masyarakat pedesaan.

7. Menunjang pertumbuhan modernisasi ekonomi pedesaan.

8. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan sederhana.

9. Menampung dan menghimpun tabungan masyarakat. Dengan demikian BPRS dapat turut memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut mendidik rakyat dalam berhemat dan menabung; dengan menyediakan tempat yang dekat, aman dan mudah untuk meyimpan uang bagi penabung kecil

2.3.5 Kegiatan Usaha

Kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah berdasarkan No. 10 Tahun 1998 meliputi hal-hal berikut ini :

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk berupa simpanan deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk Iainnya yang dipersamakan dengan itu.


(59)

2. Memberikan kredit.

3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP).

4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposit dan atau tabungan pada bank lain. 2.3.6 Kegiatan Yang Dilarang

Berdasarkan pasal 14 UU No. 7 Tahun 1992, kegiatan usaha yang tidak diperkenankan dilakukan oleh BPR, termasuk juga BPRS adalah sebagai berikut:

a. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.

b. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing. c. Melakukan penyertaan modal.

d. Melakukan usaha perasuransian.

e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 UU No. 7 Tahun 1992.

2.3.7 Produk-produk BPR Syari’ah

Produk-produk yang ditawarkan oleh BPRS secara garis besar adalah sebagai berikut:

2.3.7.1 Mobilisasi Dana Masyarakat

Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima simpanan wadi’ah, menyediakan fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat dipergunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat,


(60)

mempersiapkan ongkos naik haji (ONH), merencanakan qurban, aqiqah, khitanan, mempersiapkan pendidikan, pemilikan rumah, kendaraan dan lain-lain.

• Simpanan amanah

Bank menerima titipan amanah (trustee account) berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akad penerimaan titipan ini adalah wadi’ah, yaitu titipan yang tidak menanggung risiko. Bank akan memberikan kadar profit dan bagi hasil yang didapat bank melalui pembiayaan kepada nasabah. • Tabungan wadi’ah

Bank menerima tabungan (saving account); baik pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas. Akad penerimaan dana ini adalah wadi’ah, yaitu titipan-titipan yang tidak menanggung risiko kerugian, dan bank akan memberikan kadar profit kepada penabung yang diperhitungkan secara harian dan dibayar setiap bulan.

Deposito wadi’ah atau deposito mudharabah

Bank menerima deposito berjangka (time and invesment account); baik pribadi maupun badan/lembaga. Akad penerima deposito adalah wadi’ah atau mudharah, di mana bank menerima dana masyarakat berjangka satu bulan, tiga bulan, enam bulan, dua betas bulan dan seterusnya sebagai penyertaan sementara pada bank. Deposan yang akad depositonya wadi’ah mendapatkan nisbah bagi hasil keuntungan lebih kecil dan mudharabah bagi hasil yang diterima bank dalam pembiayaan/kredit nasabah yang dibayar setiap bulan.

2.3.7.2 Penyaluran Dana Pembiayaan mudharabah


(61)

Pembiayaan mudharabah adalah suatu perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang keuntungan dibagi menurut rasio/nisbah yang telah disepakati bersama di muka. Apabila terjadi kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan material dan kehilangan imbalan kerja. • Pembiayaan musyarakah

Pembiayaan musyarakah adalah suatu perjanjian antara pengusaha dengan bank, di mana modal dan kedua belah pihak digabungkan untuk usaha tertentu yang dikelola secara bersama-sama, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan di muka.

Pembiayaan bai bitsaman ajil

Pembiayaan hal bitsaman ajil adalah adalah proses jual beli antara bank dengan nasabah, di mana bank akan menalangi lebih dahulu kepada nasabah dalam pembelian suatu barang tertentu yang dibutuhkan kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama.

Pembiayaan murabahah

Pembiayaan murabahah adalah suatu perjanjian yang disepakati antara bank dengan nasabah, di mana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan pada saat jatuh tempo). Murabahah hampir sama dengan bai bitsaman ajil (BBA), bedanya adalah dalam hal


(62)

pembayaran, pada akad murabahah dilakukan oleh nasabah sebelum jatuh tempo pada waktu yang telah disepakati.

Pembiayaan qardhul hasan

Pembiayaan qardhul hasan adalah perjanjian antara bank dengan nasabah yang Iayak menerima pembiayaan kebajikan di mana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.

Adapun pembiayaan BPRS adalah: pengusaha kecil dan sektor informal serta masyarakat lain yang menghadapi problem modal dengan prospek usaha yang layak. Jangka waktu kredit meliputi: jangka pendek (kurang dari satu tahun), jangka menegah (satu sampai tiga tahun) dan jangka panjang (lebih dari tiga tahun). Agunan yang diutamakan pada dasarnya adalah usaha atau proyek yang dibiayai oleh pembiayaan sendiri.

2.3.7.3 Jasa Perbankan Lainnya

Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran dalam bentuk proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik, telepon, angsuran dan lainnya. Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan yang sifatnya bentuk talangan dana (bridging financing) yang didasarkan atas akad pembiayaan bai salam.

2.3.8 Badan-badan Pengembangan BPR Syari’ah

Dalam rangka mengembangkan BPR Syari’ah, terbentuk suatu badan yang menyelengarakan pendidikan dan memberikan technical assistance untuk BPR syariah yang baru tumbuh, yaitu yayasan ISED (Institut for Syariah Economic


(63)

Development) dan Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Bank Syari’ah (YPPBS).

Yayasan ISED secara berkesinambungan akan terus melaksanakan program pendirian/pemberian bantuan teknis pendirian BPR-BPR Syari’ah di Indonesia, khususnya daerah yang potensial. Beberapa program yang telah dilaksanakan berupa bantuan teknis bagi pendirian BPR-BPR Islam di berbagai tempat di Indonesia seperti BPR Islam Amanah Ummah ( Kec. Leuwiliang, Bogor), BPR Islam Bina Amwalul Hasanah (Kec. Sawangan, Bogor) dan sejumlah proyek lainnya, antara lain Sulawesi Selatan, Cianjur, Aceh dan lainnya. Yayasan YPPBS merupakan suatu bentuk kerjasama antara Bank Muamalat Indonesia dengan ICMI. Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan penyebaran BPR-BPR Syari’ah diseluruh tanah air. Adapun kegiatan YPPBS meliput i:

- Membantu proses pendirian,

- Memberikan technical assistance,

- Pendidikan basic untuk para sarjana yang baru lulus dan perguruan tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal dua tahun pengalaman di sektor perbankan. (Ahmad, 2008)

2.4 Pembiayaan Bank

2.4.1 Pengertian Kredit dan Pembiayaan

Menurut Undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian


(64)

pembiayaan adalah penyediaan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Dari pengertian diatas dapatlah dijelaskan bahwa kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur), bahwa mereka sepakat dengan perjanjian yang telah dibuatnya.

Yang jadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank bedasarkan prinsip syari’ah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank berdasarkan prinsip kovensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga sedangkan bagi bank berdasarkan prinsip syari’ah berupa imbalan atau bagi hasil.

Dalam arti luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalukan pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

2.4.2 Unsur-unsur Pembiayaan/Kredit

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut :


(65)

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa dating. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian peyelidikan tentang nasabah baik secara interen maupun dari eksteren. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.

2. Kesepakatan

Disamping unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing.

3. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.

4. Resiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan sesuai resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Misalnya terjadi bencana alam atau bankrutnya usaha nasbah tanpa ada unsur kesengajaan lainya.


(1)

2.

Jumlah deposito mudharabah dalam penelitian sangat signifikan pada

jumlah total pembiayaan yang disalurkan oleh PT.BPRS Gebu Prima

Medan oleh sebab itu jumlah deposito mudharabah bisa meningkat


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. 2008, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta : Sinar Grafika

Antonio Syafi’I, Muhammad. 1999, Bank Syariah : Suatu Pengenalan Umum,

Jakarta : Tazkia Institute

Antonio Syafi’I, Muhammad, dkk. 2002, Bank Syariah : Analisis Kekuatan,

Kelemahan, Peluang dan Ancaman,Yogyakarta : Ekonisia

Bank Indonesia. 2008, Perbankan Syari’ah, dari http:/www.bi.go.id

Gujarati, Domor. 2006, Dasar-Dasar Ekonometrika, Jakarta : Erlangga

Muhammad. 2008, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam : Pendekatan

Kuantitatif, Yogyakarta : PT. Raja Garafindo Persada

Muhammad. 2005, Bank Syari’ah : Problem dan Prospek Perkembangan di

Indonesia, Jakarta : Graha Ilmu

Karim, Adimarwan A. 2004, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta :

PT. Raja Garafindo Persada

Kasmir. 1999, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada

Rodani, Ahmad dan Abdul Hamid. 2008, Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta :

Zikrul Hakim

Wirdyaningsih, dkk. 2005, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta :

Kencana

Lewis K, Mervyn, dkk. 2007, Perbankan syaria’ah, Jakarta : PT. Serambi Ilmu

Semesta


(3)

Triandaru, Sigit, dkk. 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta :

Salemba Empat


(4)

Lampiran 1

Data jumlah tabungan wadi’ah, jumlah deposito mudharabah dan jumlah

Pembiayaan yang disalurkan oleh PT.BPRS Gebu Prima Medan pada

2006-2008

Sumber : Laporan Keuangan PT.BPRS Gebu Prima Medan

Tahun Bulan

Pembiayaan yang Disalurkan Jumlah Tabungan Wadi’ah Jumlah Deposito Mudharabah (Dalam Jutaan Rupiah) (Dalam Jutaan Rupiah) (Dalam Jutaan Rupiah)

2006 Januari 4200000 7080000 20000000

Februari 6000000 9000000 114500000

Maret 4800000 11400000 56500000

April 14000000 5410000 700000000

Mei 5520000 8640000 8640000

Juni 4000000 5000000 90000000

Juli 4500000 28000000 150000000

Agustus 8000000 15500000 165000000

september 4500000 52500000 144650000

Oktober 4000000 14000000 30000000

nopember 5000000 12000000 159000000

desember 5600000 15000000 190000000

2007 Januari 4800000 15180000 23500000

Februari 4300000 15760000 46000000

Maret 4200000 18620000 4000000

April 10800000 13306800 237000000

Mei 4000000 67845000 50000000

Juni 4500000 207620000 77000000

Juli 11000000 5430500 613500000

Agustus 10000000 35602900 290000000

september 7500000 320157100 95000000

Oktober 4200000 12375000 65000000

nopember 4000000 24908300 10000000

desember 4100000 43305000 58700000

2008 Januari 3900000 42453300 72000000

Februari 4000000 108845000 40000000

Maret 2900000 89712200 15000000

April 4500000 6193000 30000000

Mei 5500000 26934775 102000000

Juni 4000000 19164700 61000000

Juli 3800000 22730500 5000000

Agustus 12000000 1579177100 60000000

september 10630000 2648887050 60000000

Oktober 6500000 7388500 195000000

nopember 4000000 100679700 76400000


(5)

Lampiran II

Hasil Regres

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/01/06 Time: 04:33 Sample: 2006M01 2008M12 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3642269. 286043.8 12.73325 0.0000

X1 0.002936 0.000438 6.703577 0.0000

X2 0.014614 0.001462 9.994399 0.0000

R-squared 0.800323 Mean dependent var 5781944.

Adjusted R-squared 0.788221 S.D. dependent var 2810570.

S.E. of regression 1293409. Akaike info criterion 31.06312

Sum squared resid 5.52E+13 Schwarz criterion 31.19508

Log likelihood -556.1361 F-statistic 66.13326


(6)

Lampiran III

Uji Multikolinearitas Variabel Jumlah Tabungan dan Jumlah Deposito

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/01/06 Time: 04:34 Sample: 2006M01 2008M12 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.97E+08 1.07E+08 1.846869 0.0735

X2 -0.348904 0.569402 -0.612756 0.5441

R-squared 0.010923 Mean dependent var 1.57E+08

Adjusted R-squared -0.018168 S.D. dependent var 5.02E+08

S.E. of regression 5.06E+08 Akaike info criterion 42.97766

Sum squared resid 8.72E+18 Schwarz criterion 43.06564

Log likelihood -771.5980 F-statistic 0.375470