TINJAUAN PUSTAKA Ruang Lingkup Penelitian
terbagi menjadi beberapa proses yaitu menentukan tempat pelaksanaan, menentukan waktu pelaksanaan, pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kakiceran, beberapa jenis tari yang
diperlombakan, dan penyusunan acara kakiceran. Tahap terakhir dalam proses pelaksanaan kakiceran adalah tahap penutup. Pada tahap ini ditentukan juara umum untuk perlombaan tari
menari dan sekaligus menyerahkan trophy marga untuk juara umum. Ketiga tahap tersebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat agar pelaksanaan tradisi
kakiceran dapat berjalan dengan lancar. Menurut Bapak Haryadi, selaku tokoh masyarakat setempat menjelaskan bahwa tradisi
kakiceran mulai dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda atau sekitar tahun 1800 an. Pada waktu itu, kakiceran dilakukan sebagai salah satu siasat masyarakat Saibatin Marga Pugung
Tampak dalam menentang penjajahan Belanda. Para pejuangorang tua memanfaatkan acara tersebut sebagai pengalih perhatian Belanda, sehingga perhatian Belanda hanya terfokus pada
acara kakiceran yang dilaksanakan oleh mulimekhanai dan mereka tidak menyadari bahwa di suatu tempat yang dinamakan sesakhan, telah berkumpul pejuangorang tua mereka untuk
menyusun strategi perang. Kakiceran pada waktu dulu memiliki tujuan yang berbeda dengan waktu sekarang. Kakiceran pada waktu dulu memiliki nilai patriotik dan agamis, sedangkan
saat ini, tujuan kakiceran lebih condong pada acara silaturahmi halal bil halal dan melestarikan budaya. Nilai-nilai patriotisme mulai hilang begitu juga dengan nilai agamisnya.
Sehingga secara perlahan, tradisi ini akan hilang seiring dengan masuknya budaya-budaya dari luar. Wawancara dengan Bapak Haryadi dilaksanakan pada tanggal 9 September 2011
pukul 19.40 Wib di kediaman beliau Sedangkan menurut Bapak Musradin selaku pemuka adat setempat menjelaskan bahwa
tradisi kakiceran merupakan salah satu bentuk kebudayaan masyarakat Lampung Saibatin yang mana di dalamnya terdapat perlombaan tari menari dalam rangka memeriahkan hari