c. Tempat Penelitian : Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung
Barat d. Waktu Penelitian
: Tahun 2011 e. Ilmu
: Antropologi Budaya
REFERENSI
Depdikbud. 19811982. Upacara Tradisional Daerah Lampung,  Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Daerah Lampung. Kanwil Prov. Lampung: Bandar
Lampung. Hal 3
Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Mandar Maju. Bandung. Hal. 111
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta.                Hal 203
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Kakiceran Pada Masyarakat Lampung Saibatin
Masyarakat  Lampung  Saibatin  Marga  Pugung  Tampak  di  Kecamatan  Pesisir  Utara Kabupaten  Lampung  Barat  memiliki  banyak  sekali  bentuk  kebudayaan  dan  salah  satunya
adalah  tradisi  kakiceran.  Kakiceran  merupakan  suatu  pentas  budaya  yang  biasa  dilakukan oleh muli mekhanai setempat secara turun temurun dalam rangka memeriahkan hari raya idul
fitri.  Dalam  pelaksanaannya  terdapat    perlombaan  tari  menari  yang  dilakukan  sepenuhnya oleh muli mekhanai baik sebagai panitia maupun sebagai peserta lomba.
Secara terminologi kata kakiceran berasal dari bahasa lampung yaitu kicer yang artinya suara
yang  berisik  yang  disebabkan  oleh  suara  tetabuhan  rebana  dalam  rangka  hiburan  dan  ajang berkumpulnya muli mekhanai dalam rangka memeriah hari raya idul fitri. Jika artikan secara
keseluruhan,  maka  kakiceran  adalah  ajang  berkumpulnya  muli  mekhanai  dalam  rangka memeriahkan hari raya idul fitri yang berisikan perlombaan tari menari dengan diiringi  oleh
suara  rebana.  Proses  pelaksanaannya  meliputi  tahap  perencanaan,  tahap  pelaksanaan  dan tahap penutup.
Tahap  perencanaan  dilakukan  sebelum  acara  kakiceran  dimulai.  Pada  tahap  ini  diadakan
himpun  atau  rapat  yang  terdiri  atas  himpun  pekon  dan  himpun  marga.  Himpun  pekon dilaksanakan  ditiap  pekon  untuk  membahas  perencanaan  biaya  dan  pembentukan  panitia
dimasing-masing pekon untuk melaksanakan kakiceran, sedangkan himpun marga berisikan pembahasan  mengenai  hadiah  untuk  juara  umum  perlombaan  tari  menari  pada  acara
kakiceran.  Tahap  pelaksanaan  dilakukan  pada  waktu  acara  kakiceran  dimulai.  Tahap  ini
terbagi  menjadi  beberapa  proses  yaitu  menentukan  tempat  pelaksanaan,  menentukan  waktu pelaksanaan,  pihak  yang  terlibat  dalam  pelaksanaan  kakiceran,  beberapa  jenis  tari  yang
diperlombakan,  dan  penyusunan  acara  kakiceran.  Tahap  terakhir  dalam  proses  pelaksanaan kakiceran adalah tahap penutup. Pada tahap ini ditentukan juara umum untuk perlombaan tari
menari  dan  sekaligus  menyerahkan  trophy  marga  untuk  juara  umum.  Ketiga  tahap  tersebut merupakan  kebiasaan  yang  dilakukan  oleh  masyarakat  setempat  agar  pelaksanaan  tradisi
kakiceran dapat berjalan dengan lancar. Menurut  Bapak  Haryadi,  selaku  tokoh  masyarakat  setempat  menjelaskan  bahwa  tradisi
kakiceran mulai dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda atau sekitar tahun 1800 an. Pada waktu itu, kakiceran dilakukan sebagai salah satu siasat masyarakat Saibatin Marga Pugung
Tampak dalam menentang penjajahan Belanda. Para pejuangorang tua memanfaatkan acara tersebut sebagai pengalih perhatian Belanda, sehingga perhatian Belanda hanya terfokus pada
acara  kakiceran  yang  dilaksanakan  oleh  mulimekhanai  dan  mereka  tidak  menyadari  bahwa di suatu tempat yang dinamakan sesakhan, telah berkumpul pejuangorang tua mereka untuk
menyusun strategi perang. Kakiceran pada waktu dulu memiliki tujuan yang berbeda dengan waktu sekarang. Kakiceran pada waktu dulu memiliki nilai patriotik dan agamis, sedangkan
saat  ini,  tujuan  kakiceran  lebih  condong  pada  acara  silaturahmi  halal  bil  halal  dan melestarikan budaya. Nilai-nilai patriotisme mulai hilang begitu juga dengan nilai agamisnya.
Sehingga  secara  perlahan,  tradisi  ini  akan  hilang  seiring  dengan  masuknya  budaya-budaya dari luar. Wawancara dengan Bapak Haryadi  dilaksanakan pada tanggal  9 September 2011
pukul 19.40 Wib di kediaman beliau Sedangkan  menurut  Bapak  Musradin  selaku  pemuka  adat  setempat  menjelaskan  bahwa
tradisi  kakiceran  merupakan  salah  satu  bentuk  kebudayaan  masyarakat  Lampung  Saibatin yang  mana  di  dalamnya  terdapat  perlombaan  tari  menari  dalam  rangka  memeriahkan  hari
raya  Idul  fitri  dan  bertujuan  untuk  melestarikan  budaya  dan  mempererat  silaturahmi  antar warga  dan  merupakan  suatu  tradisi  yang  dilaksanakan  secara  turun  temurun  yang  bersifat
menghibur. Adapun tujuan dari tradisi ini adalah untuk mempererat silaturahmi antar warga atau  masyarakat,  untuk  melestarikan  budaya  dan  sebagai  ajang  untuk  mencari  jodoh  bagi
muli mekhanai setempat. Wawancara dengan Bapak Musradin dilaksanakan pada tanggal 20 September 2011 pukul 13.00 di kediaman beliau
2.1.2 Konsep Masyarakat
Di  dalam  masyarakat  itu  sendiri  terdapat  peranan-peranan  dan  kelompok-kelompok  dalam
menjalankan  aktivitasnya  yang  dipengaruhi  oleh  banyak  faktor  yang  mengakibatkan terjadinya  perlaku  sosial  masyarakat,  dan  selanjutnya  akan  mengarah  pada  pembentukan
budaya  di  lingkungannya.  Masyarakat  memiliki  peran  penting  dalam  pembentukan  status sosial  budaya  masyarakat  di  lingkungannya  melalui  pola  pendidikan,  pekerjaan  dan
kebiasaan hidup sehari-hari, budaya tersebut akan terbentuk dalam waktu yang lama. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup bersama dan bercampur untuk waktu
yang lama, yang masing-masing memiliki keinginan-keinginan, perasaan-perasaan yang pada akhirnya  nanti  akan  menimbulkan  peraturan-peraturan  yang  akan  membentuk  suatu
kebudayaan. Sarjono Soekanto, 1990: 27.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang
bersifat  menetap  dan  yang  terikat  oleh  satuan  adat  istiadat  dan  rasa  identitas  bersama Koentjaraningrat, 1990 : 148.
Dari  definisi  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  tradisi  kakiceran  merupakan  bagian  dari
kehidupan  dan  aktifitas  masyarakat  yang  meliputi  adat  istiadat  dan  rasa  kebersamaan  yang tinggi.
2.1.3 Konsep Budaya
Di  dalam  buku  Pengantar  Ilmu  Sejarah  Kebudayaan  Indonesia  jilid  I  dikatakan  bahwa kebudayaan  adalah  segala  ciptaan  manusia  yang  sesungguhnya  hanyalah  hasil  usahanya
untuk  mengubah  dan  memberi  bentuk  dan  susunan  baru  kepada  pemberian  Tuhan  sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohaninya R. Soekmono, 1939 : 9.
Kebudayaan adalah komplek yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota dari masyarakat Sarjono Soekanto, 1989 : 154.
Sedangkan  menurut  Koentjaraningrat  kebudayaan  adalah  keseluruhan  sistem  gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat  yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar Koentjaraningrat, 1990 : 180.
Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kakiceran merupakan
salah  satu  bentuk  dari  kebudayaan  yang  mana  di  dalamnya  terdapat  unsur-unsur  dari kebudayaan itu sendiri.
2.1.4 Konsep Tradisi
Pada  masyarakat  Indonesia,  terdapat  berbagai  macam  tradisi  yang  masih  dilaksanakan  dengan baik  maupun  yang  sudah  hilang  seperti  tradisi  pembersihan  desa,  tradisi  dalam  perkawinan,
tradisi  tolak  bala,  tradisi  lebaran  dan  masih  banyak  tradisi-tradisi  yang  tidak  dapat  disebutkan secara  menyeluruh.
Tradisi-tradisi  tersebut  mengandung  nilai-nilai  budaya  dan  moral  yang memiliki tujuan yang baik untuk menciptakan masyarakat  yang memiliki jati diri, berakhlak
mulia, dan berperadaban.
Secara terminologis perkataan tradisi mengandung suatu pengertian tersembunyi tentang adanya kaitan  antara  masa  lalu  dengan  masa  kini.  Ia  menunjuk  kepada  sesuatu  yang  diwariskan  oleh
masa  lalu,  tetapi  masih  berwujud  dan  berfungsi  pada  masa  sekarang
.
Oleh  karena  itulah  tradisi dalam pengertian yang paling elementer adalah sesuatu yang ditransimisikan atau diwariskan dari
masa lalu ke masa kini
http wordpress, 2009.
Tradisi adalah adat kebiasaan  yang dilakukan secara turun temurun dan masih dilaksanakan pada masyarakat yang ada J.S. Badudu.2003:349
Salah  satu  dari  sekian  banyak  tradisi  tersebut  adalah  tradisi  lebaran.  Tradisi  ini  banyak dilakukan  oleh  masyarakat  diberbagai  belahan  bumi  salah  satunya  adalah  masyarakat
Indonesia.  Kebiasaan  masyarakat  Indonesia  dalam  memeriahkan  hari  lebaran  biasanya dilakukan  dengan  berbagai  cara.  Seperti  mudik  lebaran  pulang  kampung,  tradisi
pertunjukan  seni  dan  tari,  tradisi  bermaaf-maafan,  tradisi  memakai  pakaian  bagus,  tradisi makanan khas lebaran, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan tradisi kakiceran. Tradisi ini
termasuk  dalam  tradisi  lebaran  karena  dilaksanakan  ketika  hari  lebaran  tepatnya  tanggal  2 syawal  sampai  dengan  10  syawal  dalam  hitungan  kalender  hijriah.  Selain  itu,  tradisi
kakiceran termasuk dalam kategori pertunjukan seni tari dan budaya bermaaf-maafan karena di dalam pelaksanaannya terdapat perlombaan tari menari dan wayak. Perlombaan tari menari
dan  wayak  tersebut  merupakan  cara  yang  digunakan  oleh  masyarakat  Saibatin  Marga Pugung  Tampak  dalam  memanfaatkan  hari  lebaran  sebagai  ajang  untuk  silaturahmi  dan
bermaf-maafan secara masal.
Dari  penjelasan  di  atas,  maka  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa  kakiceran  merupakan  salah satu bentuk tradisi lebaran yang dilakukan secara turun temurun dalam rangka memeriahkan
hari raya idul fitri dan mempererat silaturahmi.
2.1.5 Konsep Orang Lampung Saibatin
Orang  Lampung  Saibatin  pada  dasarnya  dapat  diketahui  dengan  kesempatan  untuk menduduki  atau  meningkatkan  kedudukan  dalam  adat  diperoleh  dari  keturunan,  dan  hanya
ada kemungkinan untuk meningkatkan kedudukannya hanya sampai pada Punyimbang Pekon dan kesempatan untuk Punyimbang Marga tidak dapat lagi, karena Punyimbang Marga dapat
berlangsung secara dinasti Depdikbud Lampung, 19811982;3. Mengenai asal usul orang Lampung sendiri dikatakan bahwa mereka berasal dari Sekala Brak
yang sudah ada sejak awal abad 14 masehi, sedangkan suku Lampung yang mendiami Sekala Brak  adalah  suku  Lampung  yang  beradat  Saibatin  atau  yang  biasa  disebut  masyarakat
Lampung Pesisir. Orang Lampung Saibatin adalah sekelompok masyarakat yang berusaha menjaga kemurnian
daerah  dalam  kedudukan  seseorang  pada  jabatan  adat,  yang  pada  kelompok  adat  disebut punyimbang. Masyarakat Lampung Saibatin memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1 Martabat kedudukan tetap, tidak ada upacara peralihan adat,
2 Jenjang kedudukan saibatin tanpa tahta,
3 Bentuk perkawinan jujokh dan semanda,
4 Pakaian adat hanya dimiliki dan dikuasai oleh saibatin siger, mahkota sebelah,
5 Kebangsawanan keturunan hanya terbatas pada kerabat saibatin,
6 Hubungan kekerabatan kurang akrab,
7 Belum diketahui kitab pegangan adatnya,
8 Pengaruh agama Islam lebih kuat,
9 Peradilan adat mulai melemah. Hadikusuma, 1989;119.
Dari  penjelasan  di  atas  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa  orang  Lampung  Saibatin  adalah sekelompok masyarakat adat yang dominan bertempat tinggal di daerah pesisir dan menjaga
kemurnian  darah  dalam  kepunyimbangan.  Orang  Lampung  Saibatin  yang  bertempat  tinggal di  Marga  Pugung  Tampak,  Pesisir  Utara  Lampung  Barat  juga  masih  memegang  teguh  adat
Lampung dan tetap menjaga kemurnian darah berdasarkan keturunan punyimbang.
2.2 Kerangka Pikir
Proses  pelaksanaan  tradisi  kakiceran  meliputi  tiga  tahap  yaitu  tahap  perencanaan,  tahap pelaksanaan dan tahap penutupan acara. Tahap perencanaan kakiceran dilakukan pada malam
10  ramadhan  atau  tepatnya  H-20  sebelum  hari  raya  idul  fitri.  Pada    tahap  ini,  ketua  bujang dari  masing-masing  pekon  akan  berkumpul  di  lamban  gedung  untuk  mengadakan  himpun
marga.  Di  dalam  lamban  gedung  tersebut,  ketua  bujang  dari  masing-masing  pekon  yang dipimpin oleh ketua bujang marga akan membahas tentang pelaksanaan kekiceran.
Setelah  diadakan  himpun  marga,  ketua  bujang  masing-masing  menyampaikan  hasil  rapat kepada muli dan mekhanai, baik mengenai iuran marga, tropy bergilir, maupun hasil undian
pekonnya  masing-masing.  Selama  lebih  kurang  2  dua  minggu  sebelum  hari  H,  masing- masing  pekon  akan  mempersiapkan  anak  tarinya  yang  dilatih  oleh  guru  tari  yang  telah
ditunjuk,  dan  berlatih  dengan  berbagai  jenis  tarian  seperti  tari  cipta,  tari adat,  maupun  tari adat kreasi. Dengan jangka waktu tersebut, guru tari masing-masing pekon akan berlomba-
lomba  mempersiapkan  anak  tarinya  agar  mendapatkan  juara  pada  waktu  pelaksanaan kakiceran nantinya.
Tahap kedua adalah pelaksanaan kakiceran atau Acara Inti. Tahap ini dimulai pada malam ke
2 dua setelah shalat idul fitri dan diakhiri pada malam ke 10 sepuluh bulan syawal. Setiap pekon  yang  telah  mendapatkan  giliran  akan  melaksanakan  kakiceran  yang  sesuai  dengan
undian pada waktu himpun marga, Pekon yang mendapatkan giliran pertama akan bertindak sebagai  tuan  rumah,  sedangkan  peserta  kakiceran  adalah  perwakilan  dari  masing-masing
pekon.  Sebagai  contoh  pelaksanaan  kakiceran  yang  diambil  adalah  kakiceran  di  pekon Kotakarang  yang dilaksanakan pada malam ke 3 tiga syawal. Pada pukul 10.00 pagi, muli
mekhanai  berkumpul  di  pekon.  Setelah  terkumpul,  selanjutnya  mereka  menyusun  posisi
tempat duduk peserta kakiciran sampai selesai pada pukul 17.00. Setelah shalat magrib, muli mekhanai  kembali  berkumpul  di  lokasi  acara  untuk  mempersiapkan  berbagai  keperluan  dan
mengisi  kekurangan  demi  kelancaran  acara.  Pukul  20.00  Wib  peserta  kakiceran  mulai berdatangan ke lokasitempat acara. Mereka menuju ke rumah saudaranya di pekon tersebut
untuk  numpak.  Mereka  memanfaatkan  rumah  sanak  saudaranya  tersebut  untuk  mendandani anak  tari  ataupun  latihan  menari.  Setelah  mereka  mengetahui  tempat  numpak  tersebut,
mereka menuju ke arena kakiceran dan menduduki kursi yang telah ditentukan. Tahap  terakhir  adalah  tahap  penutupan  kakiceran.  Tahap  ini  dilaksanakan  pada  malam
terakhir  diadakan  acara  kakiciran  atau  tepatnya  pada  malam  10  syawal.  Tahap  ini  adalah penentuan  juara  umum  untuk  memperebutkan  trophy  marga  dan  uang  tunai  yang  telah
disiapkan oleh marga. Trophy ini adalah trophy bergilir yang berasal dari iuran marga. Pekon yang mendapatkan nilai tertinggi dari semua ajang perlombaan akan mendapatkan trophy ini.
Selain itu, acara kakiceran ditutup dan panitia kekiceran dibubarkan sambil menunggu tahun depan untuk mengadakan acara yang sama.
2.3
Paradigma