Pengaruh Penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2) Pada Stage Ekstraksi Terhadap Brightness Pulp Di Unit Bleaching PT Toba Pulp Lestari.Tbk Porsea

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) PADA STAGE EKSTRAKSI TERHADAP BRIGHTNESS PULP DI UNIT BLEACHING PT TOBA PULP LESTARI.Tbk PORSEA

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

MARKAM ALFENGKI SINAGA 052409013

PROGRAM STUDI DIPLOMA-3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) PADA STAGE EKSTRAKSI

TERHADAP BRIGHTNESS PULP DI UNIT BLEACHING PT TOBA PULP LESTARI.Tbk PORSEA

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : MARKAM ALFENGKI SINAGA Nomor Induk Mahasiswa : 052409013

Program Studi : D-3 KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di : Medan, Mei 2008

Diketahui

Departemen Kimia FMIPA USU Komisi Pembimbing Ketua, Pembimbing,

DR.Rumondang Bulan, MS DR.Rumondang Bulan,MS NIP.131 273 466 NIP.131 459 466


(3)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) PADA STAGE EKSTRAKSI TERHADAP BRIGHTNESS PULP DI UNIT BLEACHINGPT TOBA PULP LESTARI.Tbk PORSEA

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2008

MARKAM A SINAGA 052409013


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul : Pengaruh Penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2) Pada Stage Ekstraksi Terhadap Brightness Pulp Di Unit Bleaching PT Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea

Karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan akademik mahasiswa untuk memperoleh ijazah Ahli Madya Diploma-3 untuk program studi Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya karya ilmiah ini, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini terutama kepada :

1. Ibu DR.Rumondang Bulan,MS, sebagai dosen pembimbing sekaligus selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Bapak Dr. Edy Marlianto, MSc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr.Harry Agusnar, M,Sc. M.Phill selaku ketua Program Studi D-3 Kimia Industri FMIPA USU

4. Seluruh Dosen, Staf Pengajar dan Pegawai di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staf dan Karyawan PT. Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea yang telah membantu penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan.

6. Teristimewa untuk kedua orang tua yang sangat penulis kasihi Bapak M.Sinaga dan Ibu K.Siagian yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta semangat kepada penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu- persatu

7. Adik-adik penulis, Junior dan Steven yang telah memberikan semangat dan motivasi, serta yang sangat saya kasihi Fransiska Saragih yang sudah banyak memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan.

8. Kelompok SOG (Bang Ricky, Bang Daniel, Johnerikson, Pujiman) yang senantiasa mendoakan dan memberi motivasi kepada penulis.

9. Rekan-rekan panitia CMC 2008, yang telah banyak memberikan dukungan doa kepada penulis.

10.Rekan – rekan Mahasiswa/Mahasiswi Kimia Industri khususnya angkatan tahun 2005 dan juga angkatan 2006 dan 2007. Terlebih-lebih kepada teman-teman terbaikku Pujiman, A.Bona, Efraim, Osbal, Boy, Ian, Sudirman, Henry, Vordinan, Alexander.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih kurang sempurna dan memiliki berbagai kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,


(5)

yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan perbaikan atas kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini.

Medan, Mei 2008


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan hydrogen peroksida (H2O2)secara optimal pada target brightness yang telah ditetapkan. Target brightness

pada tahap ekstraksi adalah 83% ISO. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan melakukan praktek langsung di laboratorium PT.Toba Pulp Lestari. Dari percobaan diperoleh data-data mengenai pengaruh H2O2 tersebut terhadap tingkat

derajat keputihannya (brightness). Dengan perhitungan dan pembahasan yang benar, dapat diketahui jumlah penambahan H2O2 yang optimal dan pengaruh penambahan


(7)

THE EFFECT OF ADDITION HYDROGEN PEROXIDE AT EXTRACTION STAGE TO BRIGHTNESS

IN BLEACHING UNIT PT.TOBA PULP LESTARI,Tbk PORSEA

ABSTRACT

This observation aim to know the addition of hydrogen peroxide (H2O2)

optimally to target of brightness has been decided. The target of brightness at extraction step is 83 % ISO. The methodology used in this observation is by doing the direct practice in laboratorium of PT.Toba Pulp Lestari. It can be found the data about the effect of H2O2 to degree level of brightness by this experiment. Based on

calculation and discussion can be known of addition H2O2 optimal and its effect to


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Bab I. PENDAHULUAN 1

1.1Latarbelakang 1

1.2Permasalahan 3

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 4

1.3.1Tujuan Penelitian 4

1.3.2Manfaat Penelitian 4

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Kayu 5

2.1.1 Pengertian Kayu 5

2.1.2 Sifat Umum Kayu 5

2.2 Komponen Kimia Bahan Kayu 6

2.3 Metode Pembuatan Pulp 10

2.3.1 Secara Mekanis 10

2.3.2 Secara Semi Kimia 10

2.3.3 Secara Kimia 10

2.4 Dasar Proses Pemutihan Pulp 12

2.4.1 Teori Pemutihan 13

2.4.2 Bahan Kimia Proses Pemutihan 13

2.5 Tahapan Proses Pemutihan 14

2.5.1 Tahap Klorinasi (Do) 16

2.5.2 Tahap Ekstraksi 17

2.5.3 Tahap D1 19

2.5.4 Tahap D2 19

2.6 Hidrogen Peroksida (H2O2) 19

Bab III Bahan dan Metode 22

3.1 Alat-alat 22

3.2 Bahan 23

3.3 Prosedur Analisis 23

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1 Hasil 27

4.2 Perhitungan 28

4.3 Pembahasan 33


(9)

5.1 Kesimpulan 36

5.2 Saran 36

Daftar Pustaka 37


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Komponen Kayu 7

Tabel 2.1 Kondisi-Kondisi Proses Normal Pada Masing-Masing Ta hap 15 Tabel 4.1 Pengaruh Penambahan H2O2 Pada Stage Ekstraksi

Terhadap Brightness 28

Tabel 4.2 Data Konsumsi NaOH dan H2O2 30

Tabel 4.3 Data Metode Leastsquare 30


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Selulosa 8

Gambar 2. Struktur Dasar Lignin 9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi di dunia ini semakin pesat. Dari tahun ke tahun para ahli terus berusaha untuk menghadirkan suatu perubahan yang dapat meningkatkan kemajuan teknologi. Indonesia juga mengalami perkembangan dan kemajuan teknologi. Sejalan dengan kemajuan teknologi di Indonesia, pulp merupakan suatu bahan produk yang banyak dipergunakan oleh manusia. Semakin meningkatnya kebutuhan akan kertas, maka secara langsung kebutuhan akan pulp sebagai bahan setengah jadi untuk pembuatan kertas meningkat pula. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dengan memanfaatkan kekayaan alam tersebut, Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi negara terbesar penghasil pulp. Pulp merupakan bahan baku untuk pembuatan kertas, rayon, dan senyawa-senyawa kimia turunan selulosa. Pulp dan kertas termasuk salah satu komoditi andalan yang diharapkan dapat meningkatkan kontribusinya dalam pengumpulan devisa negara. Hal inilah yang melatarbelakangi didirikannya PT.Inti Indorayon Utama,Tbk yang saat ini sudah berubah nama menjadi PT.Toba Pulp Lestari.


(12)

PT.Toba Pulp Lestari merupakan sebuah industri pulp yang berlokasi di Desa Sosor Ladang, Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir yang berjarak ± 220 km dari kota Medan; Sumatera Utara. Salah satu bahan baku pabrik untuk pembuatan pulp dihasilkan sendiri oleh Hutan Tanaman Industri (HTI) PT.Toba Pulp Lestari, dimana jenis kayu yang digunakan adalah kayu eucaliptus. Baik jenis kayu yang berserat panjang (hardwood) maupun kayu berserat pendek (softwood).

Proses Pembuatan Pulp Di PT. TPL dilakukan dengan proses secara kimia sulfat (kraft) yang terdiri dari beberapa unit pengolahan. Unit Fiber Line merupakan unit yang sangat penting dalam proses pembuatan pulp yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Digester Plant, Washing / Screening, Bleaching Plant

Digester adalah salah satu bagian dalam proses pembuatan pulp yaitu dengan cara memasak serpihan kayu dalam suatu bejana bertemperatur dan bertekanan tinggi. Proses pemasakan ini terjadi di tangki digester dengan menggunakan bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan sebagai cairan pemasak adalah NaOH, Na2S, dan

Na2CO3 atau yang dikenal dengan lindi putih (White Liquor) dan juga dengan bantuan

dari lindi hitam (Black Liquor) dari sisa hasil pemasakan yang sesudahnya telah didaur ulang kembali.

Di tahap washing / screening, bubur kayu yang telah dimasak selanjutnya akan dilakukan proses pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan sisa bahan kimia pemasak. Untuk memisahkan serat (fibre) yang tidak memenuhi standart, maka pulp akan melewati screen untuk memisahkan serat berdasarkan besar ukurannya (material yang kecil tidak dapat melewati lubang 2,0 mm).

Washer terdiri dari : 1. Washer I


(13)

2. Washer II yang terdiri dari Primary Screen, Secondary Screen, Swing Screen, Tertiary Screen

Pulp dari screening selanjutnya mengalami proses pemutihan pada unit bleaching plant dengan tujuan untuk menaikkan derajat keputihan (brightness) dan kemurnian pulp. Zat kimia penggelantang yang dipakai pada proses ini adalah klorin dioksida (ClO2) dan hidrogen peroksida (H2O2). Bahan kimia inilah yang digunakan

untuk menghilangkan lignin yang terkandung dalam bubur pulp. Di PT.TPL rangkaian proses bleaching diurutkan dalam empat tahap yakni tahap Do, tahap D1, tahap E/O/P,

tahap D2

Secara umum, standart mutu pulp biasanya diukur dari brightness dan kekuatan serat pulp tersebut. Brightness yang diinginkan adalah (89-90) % ISO. Untuk mencapai level brightness tersebut, maka penambahan hidrogen peroksida merupakan faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan. Jika penambahan H2O2

kurang, maka derajat keputihannya (brightness) dari pulp tersebut tidak akan tercapai, bahkan warna pulp yang dihasilkan cenderung berwarna gelap. Sebaliknya bila penambahan hidrogen peroksida (H2O2) berlebih maka warna pulp ini menjadi terang/

cemerlang. Tetapi resikonya adalah terjadi kerusakan pada serat (fibre) selulosa pada pulp itu sendiri, yang menyebabkan pulp menjadi rapuh dan mudah sobek. Berdasarkan pola pemikiran tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil judul : PENGARUH PENAMBAHAN HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2) PADA

STAGE EKSTRAKSI TERHADAP BRIGHTNESS PULP DI UNIT

BLEACHING PT TOBA PULP LESTARI.Tbk PORSEA

1.2 Permasalahan


(14)

1. Bagaimana tingkat derajat keputihan (brightness) yang dihasilkan pada variasi penambahan hidrogen peroksida (H2O2).

2. Berapa penambahan/konsumsi Hidrogen Peroksida (H2O2) yang

digunakan untuk memperoleh derajat keputihan (brightness) pulp sesuai dengan standard ISO.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mempelajari proses pemutihan pulp (Bleaching) dengan penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2).

2. Untuk mengetahui volume penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2) yang

optimal, sehingga mencapai target brightness yang telah ditentukan pada tahap ekstraksi

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah pengetahuan tentang dunia industri, khususnya industri pulp.

2. Untuk memberi dan menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai pengaruh penambahan hidrogen peroksida terhadap derajat keputihan pulp (brightness)

3. Untuk mempererat hubungan kerja sama antara masyarakat industri dengan mahasiswa Kimia Industri FMIPA USU.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu

2.1.1 Pengertian Kayu

Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Pengertian bahan kayu disini ialah sesuatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu industri maupun kayu bakar.(Dumanaun.J.1993)

2.1.2 Sifat umum kayu

Kayu berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda. Bahkan kayu berasal dari satu pohon memiliki sifat agak berbeda, jika dibandingkan bagian ujung dan pangkalnya. Dalam hubungan itu maka ada baiknya sifat-sifat kayu tersebut diketahui lebih dahulu, sebelum kayu dipergunakan sebagai bahan bangunan,


(16)

industri kayu maupun untuk membuat perabot. Sifat dimaksud antara lain bersangkutan dengan sifat-sifat anatomi kayu, sifat-sifat fisik, sifat-sifat mekanik dan sifat-sifat kimianya. Disamping sekian banyak sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada beberapa sifat yang umum terdapat pada semua kayu yaitu :

a. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial. b. Kayu dapat diserang mahluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar, terutama

jika kayu keadaannya kering.

c. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan hemiselulosa serta berupa lignin (non-karbohidrat)

d. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial dan radial) Hal ini disebabkan oleh struktur dan orientasi selulosa dalam dinding sel, bentuk memanjang dalam sel-sel kayu dan pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan horizontal pada batang pohon.

e. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan atau bertambah kelembabannya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara disekitarnya. (Janto,J.1972)

2.2 Komponen Kimia Bahan Kayu

Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu. Juga dengan mengetahuinya kita juga dapat membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan mahluk perusak kayu. Selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan pengolahan kayu, sehingga di dapat hasil yang maksimal.


(17)

Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar dan kayu daun jarum terdiri dari 3 unsur :

- Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa . - Unsur non-karbohidrat terdiri dari lignin.

- Unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan zat ekstraktif.

Menurut Edwin Suterneister (1971) secara kimia kayu terdiri dari empat komponen yaitu sellulosa, hemisellulosa, lignin dan zat ekstraktif. Tujuan utama proses pembuatan pulp adalah menghilangkan lignin dari kayu untuk mendapatkan pulp yang kurang lebih bebas dari lignin. Berdasarkan perbedaan komposisi keempat komponen penyusun kayu dan jenis kayu, kayu digolongkan menjadi dua golongan yaitu kayu keras (hardwood) dan kayu lunak (softwood), kayu lunak mempunyai serat yang lebih panjang daripada kayu keras. Ukuran lebar untuk serat kayu keras (hardwood) kira-kira 1-3 mm, dan ukuran lebar untuk kayu lunak (softwood) kira-kira 1,5-2,0 mm.

Secara umum kayu keras mengandung lebih banyak sellulosa, hemisellulosa dan zat ekstraktif dibanding dengan kayu lunak tetapi kandungan ligninnya lebih sedikit.

Tabel 2.1. Komposisi Komponen Kayu

Komponen

% Komposisi

Kayu lunak (Softwood) Kayu keras (Hardwood)

Selulosa 43 – 45 40 – 48

Hemiselulosa 5 – 10 15 – 30

Lignin 24 – 32 17 – 25


(18)

OH

H H OH H H

1. Selulosa

Selulosa merupakan penyusun utama dinding sel kayu, yang tidak dapat larut dengan air, alkali encer dan asam encer pada kondisi kamar. Molekul – molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan memiliki kecenderungan kuat untuk membentuk ikatan – ikatan hidrogen intra-dan inter molekul. Rumus molekul selulosa adalah (C6H10O5)n dimana ‘n’ adalah derajat polimerisasinya, dengan berat molekul

antara 250.000 – 1.000.000 umumnya tiap molekul selulosa sekurang – kurangnya terdiri dari 1500 satuan glukosa.

Ketersediaan selulosa dalam jumlah besar akan membentuk serat yang kuat, tidak larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik, mudah menyerap air dan berwarna putih.

H OH CH2OH H OH CH2OH

HO H H O O H H O H H OH H H OH H

H O O H H O O OH CH2OH H OH CH2OH H OH

Gambar 1. Struktur Selulosa 2. Hemiselulosa

Hemiselulosa juga merupakan polimer-polimer gula. Berbeda dengan glukosa yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemiselulosa merupakan polimer dari lima bentuk gula yang berlainan yaitu : Glukosa, Manosa, Galaktosa, Xylosa dan Arabinosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek dibandingkan dengan rantai selulosa, karena hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi yang lebih rendah. Molekul hemiselulosa terdiri dari 300 unit gugus gula. Berbeda dengan selulosa, polimer


(19)

hemiselulosa berbentuk tidak lurus, tapi merupakan polimer-polimer bercabang, yang berarti hemiselulosa tidak akan dapat membentuk pulp. Hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan selulosa.

3. Lignin

Lignin merupakan senyawa yang sangat kompleks. Molekul lignin mengandung gugus hidroksil, metoksil, karbonil dan apabila di degdradasi oleh basa membentuk turunan benzene. Lignin dapat diisolasi dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak larut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara alternatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang larut. Adanya lignin dalam pulp menyebabkan warna pada pembuatan pulp menjadi gelap (berwarna kecoklatan) sehingga perlu dipisahkan dari pulp melalui pemutihan.

Penghilangan lignin sangat diperlukan karena sangat berpengaruh terhadap kualitas pulp yang akan dihasilkan.

Gambar 2. Struktur Dasar Lignin

4. Zat Ekstraktif

CH

3

COH

CH

2

HCOH

OH


(20)

Beraneka-ragam komponen kayu dimana biasanya merupakan bagian kecil, larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Hal ini disebut ekstraktif. Ekstraktif terdiri atas jumlah yang sangat besar dari senyawa- senyawa tunggal tipe lipofil maupun hidrofil. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa – senyawa ekstraseluler dan berat molekul rendah. Zat ekstraktif mempunyai fungsi untuk melindungi kayu dari racun dan jamur. Di dalam kayu, zat ekstraktif berfungsi sebagai sumber warna, bau dan daya tahan alam. (Fengel,D.1995)

2.3. Metode Pembuatan Pulp 2.3.1 Secara Mekanis

Pulp dapat dibuat dari kayu dengan pengolahan secara mekanis tanpa perlakuan kimia. Proses ini memiliki keunggulan antara lain memberikan hasil yang tinggi tetapi itu membutuhkan energi yang lebih besar. Pulp-pulp mekanik lebih banyak diproduksi dari kayu-kayu lunak. Pada proses ini kandungan lignin dan zat-zat lain masih tinggi.

2.3.2 Secara Semi Kimia

Pembuatan pulp secara semi kimia merupakan proses dua tahap yaitu, tahap pertama serpihan kayu diolah dengan bahan kimia yang tidak terlalu banyak untuk memutus ikatan interseluler dengan menghilangkan sebagian hemiselulosa dan lignin, selanjutnya mengalami perlakuan mekanis untuk memisahkan serat-seratnya. Cara pembuatan pulp secara semi kimia dilakukan untuk mendapatkan hasil pulp yang lebih baik, disamping untuk mempertahankan keunggulan sifat pulp yang diperoleh dengan cara kimia maupun dengan cara mekanis.

Hasil dan kualitas pulp, yang diperoleh dengan cara kimia terletak diantara hasil sifat pulp yang diperoleh dengan cara kimia maupun mekanis. Cara semi kimia


(21)

ini lebih lebih sesuai untuk bahan baku jenis kayu keras. Hasil pulp yang diperoleh sekitar 60-70% dari berat kering bahan baku.

2.3.3 Secara Kimia

Pembuatan pulp secara kimia adalah proses pembuatan pulp dengan menggunakan bahan kimia sebagai bahan utama untuk melarutkan bagian-bagian kayu yang tidak diinginkan, sehingga pulp berkadar selulosa tinggi. Pulp yang dihasilkan mudah diputihkan dan umumnya dilakukan untuk menghasilkan jenis kertas tertentu seperti tissue, kertas cetak, dan lain-lain.

Ada tiga macam pembuatan pulp secara kimia, yaitu : 1. Proses Sulfit

Pembuatan pulp secara proses sulfit menggunakan larutan garam seperti kalsium sulfit, magnesium sulfit, natrium sulfit, dan ammonium sulfit sebagai larutan pemasak. Tahap-tahap yang dilakukan pada proses ini adalah tahap pemasakan, dimana terjadi pemutusan rantai lignin dan selulosa. Tahap pencucian, dimana terjadi proses pencucian larutan pemasak yang dibawa dari proses pemasakan. Tahap Bleaching, dimana terjadi proses pemutihan bubur, untuk meningkatkan kemurnian dari bubur pulp dan tahap penyaringan adalah untuk membentuk bubur pulp menjadi lembaran. Dengan proses sulfit bahan baku dapat diputihkan dengan lebih mudah sehingga dihasilkan kertas berwarna lebih putih dibandingkan dengan proses kraft.

2. Proses soda

Proses soda menggunakan NaOH sebagai bahan kimia aktif, dimana larutan NaOH berfungsi untuk melarutkan lignin, karbohidrat, asam-asam organik, resin, dan lain-lain, sehingga selulosa terlepas dari ikatannya. Proses ini cocok untuk bahan baku yang berserat pendek seperti merang, jerami, dan lain-lain.


(22)

Selama proses ini tidak menggunakan proses sulfur, polusinya tidak akan terlalu besar dan perlu pembuatan kembali bahan kimia dari buangannya. Pulp yang dihasilkan dari proses ini kurang kuat, ukurannya pendek dan berwarna coklat tetapi mudah diputihkan. Lama pemasakannya sama dengan proses sulfit.

3. Proses Sulfat

Proses sulfat juga dikenal dengan nama proses kraft. Dalam pemasakan kayu pada proses sulfat (kraft), digunakan larutan pemasak alkali yaitu NaOH, Na2S, dan Na2CO3, selama pemasakan berat larutan pemasak akan hilang dan

digantikan oleh larutan Na2SO4. Kombinasi penggunaan bahan kimia pemasak

ini menghasilkan sifat pulp yang berbeda dari proses sulfit dan proses soda. Setelah terjadi pemasakan akan terjadi pelepasan serat-serat kayu. Serat-serat kayu dan kotoran-kotoran setra komponen lainnya akan dipisahkan dengan pencucian dan penyaringan. Cairan pemasak bebas dari serat yang lazim disebut black liquor (lindi hitam), dipekatkan dengan penguapan dan dibakar pada unit pengambilan bahan kimia, yang diperoleh kembali dan akan digunakan lagi sebagai cairan pemasak. (Sjostrom,E.1995)

2.4 Dasar Proses Pemutihan Pulp

Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian dari pulp. Hal ini dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa pada pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk menghasilkan warna pada pulp oleh karena itu ini harus dihilanglkan atau diputihkan.


(23)

Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkaskan sebagai berikut:

1. Memperbaiki brightness 2. Memperbaiki kemurnian

3. Degradasi serat sellulosa seminimum mungkin

Pengurangan kandungan resin di dalam pulp juga faktor lain yang penting dalam proses pemutihan.

2.4.1 Teori pemutihan

Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang tersisa. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan kualitas pulp yang rendah. Oleh karena itu, proses pemasakan agar benar-benar cukup dimana proses penghilangan lignin dengan bahan kimia memiliki suatu dampak terhadap dekomposisi dari lignin. Normalnya proses penghilangan lignin adalah melarutkan pulp ke bentuk yang larut dengan air.

Lignin pada pulp dalam berbagai macam bentuk tergantung pada kondisi proses pulp yang berlangsung. Lignin sangat reaktif berarti mudah dipengaruhi oleh bahan kimia seperti Chlorin, hypochlorite, hidrogen peroksida.Variabel-varibel dasar pada proses pemutihan adalah bahan kimia, waktu, kekuatan, temperatur, dan pH.

2.4.2 Bahan Kimia proses pemutihan a. Sodium Hidroksida (NaOH)


(24)

Pada saat klorin bereaksi dengan lignin dan resin, sebahagian besar saja yang dihasilkan tersebut larut dengan air. Karena klorinat lignin dan resin sangat mudah larut dalam larutan alkali, perlakuan alkali menyusul setelah proses khlorinasi. Sodium hidroksida merupakan salah satu alkali kuat yang ada.

b. Hidrogen Peroksida

Tujuan utama penambahan zat ini adalah untuk menaikkan brightness sampai pada derajat yang telah ditentukan. Senyawa ini merupakan pengganti dari penggunaan hypoklorit, karena hasil reaksi dengan zat hypoklorit menghasilkan emisi atau zat buangan yang kurang ramah lingkungan. Sehingga saat ini dipergunakan hidrogen peroksida karena lebih ramah lingkungan walaupun harganya sedikit lebih mahal.

c. Klorin Dioksida (ClO2)

Klorin Dioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, kerja dari proses pemutihan ini umumnya dengan cara oksidasi terhadap lignin dan bahan-bahan berwarna lainnya. Ini digunakan untuk memutihkan pulp yang berkualitas sebab ini memiliki keunikan yang sanggup mengoksidasi bahan yang bukan sellulosa dengan kerusakan pada sellulosa yang minimum. Brightness tinggi yang dihasilkan dengan klorin dioksida adalah stabil. Pada bleaching plant, klorin dioksida digunakan sebagai suatu larutan gas dalam air.

2.5 Tahapan Proses Pemutihan

Pemutihan yang sudah modern biasanya dilaksanakan secara bertahap dengan memanfaatkan bahan-bahan kimia dan kondisi-kondisi yang berbeda-beda pada setiap tahap. Pada umumnya digunakan perlakuan kimia dan secara singkat ditunjukkan urutan sebagai berikut :


(25)

a. Klorinasi (C) Reaksi dengan elemen klorin dalam suatu media asam. b. Ekstraksi alkali (E) Pemisahan hasil reaksi dengan caustik

c. Ekstraksi oksidasi (E/O) Ekstraksi oksidasi yang diperkuat dengan peroksida d. Hypokhlorit (H) Reaksi dengan hypokhlorit dalam suasana alkali e. Khlorin Dioksida Reaksi dengan Klorin Dioksida dalam suasana asam f. Oksigen Reaksi dengan elemen O2 yang bertekanan dalam

suasana alkali.

Tabel 2.2 Kondisi-kondisi proses normal pada masing-masing tahap

Parameter Do E/O/P D1 D2

Kekentalan pulp (%) 4,5 12 12 12

Temperatur stock ( oC) 45 - 60 70 70 - 80 80 pH 1,6 - 2,2 10,8 - 11 10,5 - 3,5 3,5 - 4

Waktu tinggal do menara (menit) 27 60 210 147

Keterangan

Do : Tahap klorinasi

E/O/P : Tahap ekstraksi oksidasi (ekstraksi alkali) D1 : Tahap reaksi klorin dioksida pertama

D2 : Tahap reaksi dengan klorin dioksida yang kedua

Pada tahap khlorinasi, lignin dikhlorinasi menjadi khlorolignin (yang akan menjadi terlarut pada tahap ekstraksi), sehingga proses delignifikasi terjadi. Peningkatan brightness setelah melalui tahap C, E, sangatlah kecil. Oksigen juga


(26)

dipergunakan pada tahap ekstraksi dan terutama digunakan pada proses delignifikasi. Untuk mencapai suatu ”brightness penuh” pada tingkat 89 – 90 % ISO, proses pemutihan dilaksanakan dengan lima tahap, menggunakan tahapan C,E,H,E,D atau C,E,D,E,D.

Pada pemutihan dengan menggunakan Hypokhlorit, kelompok khromopik lignin hancur. Brightness meningkat sangat tinggi pada tahap ini. Kalsium atau Sodium Hypoklorit kemungkinan bisa dipergunakan. Salah satu kerugian perlakuan ini adalah bahwa selulosa juga diserang oleh Hypokhlorit, dan oleh karena itu kondisi-kondisi operasi selama perlakuan ini harus diperhatikan dengan seksama untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap selulosa.

Tahap pemutihan dengan klorin dioksida menghasilkan brightness pulp yang tinggi. Keuntungan dengan perlakuan ini adalah bahwa klorin dioksida menghancurkan lignin tanpa merusak selulosa.

Peroksida digunakan pada proses pemutihan pulp secara kimia. Digunakan pada kondisi-kondisi yang relatif sejuk (35 sampai dengan 55oC). Peroksida merupakan zat pemutih yang efektif untuk melindungi selulosa dan memperbaiki brighness tanpa kehilangan produksi yang berarti.

2.5.1. Tahap Klorinasi (Do)

Bubur pulp yang belum diputihkan diencerkan dengan air hingga konsistensinya menjadi 3,5-4% dalam storage tank. Kemudian dari tangki ini bubur pulp dipindahkan ke menara Do. Pada saat pemindahan maka ditambahkan ClO2

sebanyak 14-20 liter/ton bubur pulp, kemudian diaduk dengan chlorinizing mixer. Bila konsistensinya lebih tinggi, harus ditambahkan air/dilusi. Penambahan pengencer dikontrol dengan paralel meter, yang didasarkan atas residu klorin.


(27)

Lamanya pencampuran berkisar 27-30 menit dengan temperatur 60-650C dan pH 1,6-2,2 dan konsistensi 2-3.5%.

Selanjutnya bubur pulp dicuci dalam Chlorination washer I, cara kerjanya sama dengan washer yang digunakan sebelum memasuki tahap screening. Disini sebagai pencuci digunakan adalah air sekaligus sebagai pengencer larutan untuk mengurangi konsistensi. Sisa air pencuci ditampung dalam filtrate tank dan bubur pulp yang sudah dicuci dilewatkan ke proses ekstraksi.

2.5.2 Tahap Ekstraksi

Tahap kedua pada bleaching plant dengan banyak tahapan dan ini merupakan tahap pemurnian dari tahap klorinasi. Tujuan utama dari alakali estraksi adalah melarutkan komponen-komponen penyebab warna yang kemungkinan besar larut dalam larutan alkali yang hangat berdasarkan kerja dari bahan-bahan kimia yang digunakan terhadap sebagian proses pemutihan. Kelarutan klorinat dan lignin yang teroksidasi, dan komponen-komponen warna lainnya meningkatkan tingkat keputihan dalam tahap pemutihan dalam berikutnya.

Zat kimia yang digunakan pada tahap ini adalah sodium hidroksida dan hidrogen peroksida.Sodium hidroksida (larutan 10%) digunakan untuk menguraikan hasil reaksi dari proses klorinasi. NaOH berfungsi untuk memisahkan ClO2 dengan lignin,

sehingga lignin dapat kembali direaksikan dengan menggunakan hidrogen peroksida. Zat H2O2 berfungsi mengikat kambali lignin yang masih terkandung di dalam pulp.

Penggunaan hidrogen peroksida adalah sekitar 16-17 kg/ton pulp kering dan akan bekerja secara maksimal pada pH antara 10-11, sehingga mampu menghasilkan brightness hingga 80-84 ISO. Penambahan sodium hidroksida dan hidrogen peroksida harus pada jumlah tertentu agar dapat mempertahankan konsistensi pulp 10 % hingga


(28)

12 %, semua proses ini berlangsung pada menara ekstraksi. Selanjutnya pulp dicuci dan diencerkan pada washing dan filtratnya ditampung untuk diteruskan ketahap D1. Variabel-variabel pada proses ekstraksi

a. Konsistensi

Keefektifan proses ekstraksi tergantung kepada konsentrasi alkali yang digunakan. Suatu pulp dengan konsistensi yang tinggi maka akan diberikan konsentrasi alkali yang lebih tinggi pada penerapan bahan kimia yang diberikan. Pada konsistensi yang lebih tinggi sedikit uap air yang dibutuhkan untuk memanaskan pulp untuk menaikkan temperatur.

b. Temperatur

Brightness yang lebih tinggi dihasilkan pada tahap pemutihan / oksidasi berikutnya dan ekstraksi kappa lebih rendah dapat dicapai jika temperatur ekstraksi dijaga pada 65-70oC tidak menunjukkan adanya hasil-hasil yang menguntungkan.

c. Waktu retensi

Bilangan kappa berkurang dengan suatu kenaikan terhadap waktu reaksi pada saat parameter yang lainnya dijaga tetap. Hal ini secara terus-menerus berkurang setelah suatu reaksi dengan waktu yang sangat lama. Ada dua bentuk reaksi untuk menghilangkan lignin : (a) sebuah tahap awal delignifikasi yang sangat cepat diikuti dengan (b) sebuah akhir delignifikasi yang lambat. Masing-masing mereka disebut eliminasi lignin yang bersifat mudah dan eliminasi lignin dengan lambat.

d. Brightness

Ini adalah sifat lembaran pulp untuk memantulkan cahaya yang diukur pada suatu kondisi yang baku, digunakan sebagai indikasi pemutihan. Keputihan pulp diukur dengan kemampuannya memantulkan cahaya monokromatik dan diperbandingkan


(29)

dengan standar yang telah diketahui (biasanya Magnesium Oksida). Ketika lignin sudah dikeluarkan dari pulp pada proses pemutihan dengan hidrogen peroksida, brightness meningkat. Hal ini umumnya disebabkan oleh delignifikasi dan bukan proses penghilangan lignin.

2.5.3 Tahap D1

Pulp yang berasal dari tahap ekstraksi selanjutnya dilakukan proses pemutihan dengan menggunakan ClO2 . Reaksi ini belangsung pada menara D1, dan suhu yang

harus dijaga adalah sekitar 50-80oC. Waktu selama proses berlangsungnya reaksi ini adalah 210 menit dengan sistem kerja bahwa pulp yang pertama masuk akan pertama keluar. Pada proses ini konsistensinya harus dijaga pada 12% dan pH larutan adalah sekitar 3,5. Tujuan atau target brightness yang dihasilkan pada tahap ini adalah 87-89 ISO.

2.5.4 Tahap D2

Tahap ini hampir sama dengan tahap sebelumnya yakni dengan menggunakan zat pemutih ClO2. Tahap ini adalah tahap penyempurnaan dari proses pemutihan

dimana target brightness yang dihasilkan sekitar 89-90 ISO. Reaksi ini berlangsung selama 147 menit dengan kondisi pH adalah sekitar 3,5-5. Pada tahap ini juga harus dijaga konsistensinya sekitar 12 %. (Sirait,S.2003)


(30)

Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2 ditemukan oleh Louis Jacques

Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Teknologi yang banyak digunakan di dalam industri

hidrogen peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone.

H2O2 tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik

dalam air. Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun.

Mayoritas pengunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk menghambat laju dekomposisinya. Termasuk dekomposisi yang terjadi selama produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air (H2O) dan panas.

Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi adalah sebagai berikut: H2O2 H2O + 1/2O2 23.45 kcal/mol

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi dekomposisi hidrogen peroksida adalah:

1. Bahan organik tertentu, seperti alkohol dan bensin 2. Katalis, seperti Pd, Fe, Cu, Ni, Cr, Pb, Mn

3. Temperatur, laju reaksi dekomposisi hidrogen peroksida naik sebesar 2.2 kali setiap kenaikan 10oC (dalam range temperatur 20-100oC)

4. Permukaan container yang tidak rata (active surface)

5. Padatan yang tersuspensi, seperti partikel debu atau pengotor lainnya 6. Makin tinggi pH (makin basa) laju dekomposisi semakin tinggi


(31)

7. Radiasi, terutama radiasi dari sinar dengan panjang gelombang yang pendek

Hidrogen peroksida bisa digunakan sebagai zat pengelantang atau bleaching agent pada industri pulp, kertas, dan tekstil. Senyawa ini juga biasa dipakai pada proses pengolahan limbah cair, industri kimia, pembuatan deterjen, makanan dan minuman, medis, serta industri elektronika (pembuatan PCB).

Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya dikombinasikan dengan NaOH atau soda api. Semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin tinggi. Kebutuhan industri akan hidrogen peroksida terus meningkat dari tahun ke tahun.

Sejak tahun 1980-an, industri tekstil, kertas, dan industri lainnya telah mencoba menggantikan penggunaan klorin sebagai disinfektan ataupun pemutih dengan hidrogen peroksida (H2O2). Klorin yang telah digunakan oleh masyarakat

industri selama seabad lebih ternyata terbukti sangat berbahaya, karena menghasilkan zat racun Dioksin yang bersifat menyebabkan kanker (karsinogenik) dan mengacaukan sistem hormon manusia.

Hidrogen peroksida selain digunakan sebagai agen bleaching atau pemutih di industri kertas atau tekstil, juga digunakan untuk melindungi buah dan sayuran segar dari bakteri patogen seperti Salmonella atau E.coli, pasteurisasi produk susu, ataupun digunakan dalam sterilisasi karton pembungkus jus atau susu segar sehingga tak perlu pendinginan.

Sebenarnya, hidrogen peroksidase juga bukan merupakan senyawa yang aman bagi manusia. Keberadaan hidrogen peroksida yang merupakan oksidan dapat


(32)

menyebabkan kondisi dalam sel yang reduktif menjadi oksidatif. Karena itu, dapat dikatakan penggantian klorin ke hidrogen peroksida hanya mengurangi masalah dan bukan menyelesaikan masalah lingkungan.

BAB III

BAHAN DAN METODA

3.1 Alat-alat

a. Brightness meter elephro 2000. b. Bucher funnel.

c. Beaker glass 250 mL d. Neraca analitik . e. Pipet tetes

f. Pipet volume 5 mL g. Gelas ukur 100 mL h. Stopwatch.

i. Desicator j. Termometer. k. Oven.

l. Water bath Gallencamp m. pH meter.


(33)

n. Setrika.

o. Plastik dan Karet. p. Vaccum pump

3.2 Bahan

a. Bubur Pulp dari inlet Do washer.

b. Hidrogen Peroksida (H2O2) 584 ppm, dengan variasi :

1) 0.67 ml mewakili 16 kg/Ton pulp 2) 0.71 ml mewakili 17 kg/Ton pulp 3) 0.76 ml mewakili 18 kg/Ton pulp 4) 0.80 ml mewakili 19 kg/Ton pulp 5) 0.84 ml mewakili 20 kg/Ton pulp c. NaOH 110,2 ppm

d. Air secukupnya (air demin). e. Kertas saring

f. Allumiunium foil

3.3 Prosedur Analisis a. Persiapan bahan

1. Diambil pulp dari inlet D0 washer sebanyak lebih kurang 5 liter


(34)

3. Pulp yang sudah dalam keadaan bersih, kemudian diperas dengan tangan.

4. Dimasukkan ke dalam plastik dan dihomogenkan

5. Ditunggu kurang lebih 1 hari hingga pulp menjadi kelihatan kering. 6. Diukur derajat keputihannya (brightness)

7. Diukur konsistensinya (berat pulp murni dari dalam sampel)

Cara mengecek konsistensi (Cy) :

- Sediakan aluminium foil yang sudah di timbang beratnya terlebih dahulu.

- Dimasukkan sampel pulp ke dalam aluminium foil

- Kemudian diletakkan di dalam desikator selama lebih kurang 3 menit.

- Diangkat dari desikator, kemudian ditimbang.

- Aluminium foil yang berisikan sampel dimasukkan ke dalam oven dengan 105oC selama lebih kurang 45 menit

- Setelah itu diangkat dari dalam oven dan ditimbang kembali - Dihitung konsistensinya (Cy) dengan rumus :

Konsistensi (Cy) = Berat kering

b. Tahap Ekstraksi

x 100 % Berat basah

1. Sampel dibagi ke dalam 5 bagian, masing-masing 100 g 2. Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam plastik.


(35)

3. Ditambahkan hidrogen peroksida (H2O2) dan NaOH ke dalam

masing-masing plastik dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Plastik I ditambahkan 4,5 ml NaOH dan 0,67 ml H2O2

b) Plastik II ditambahkan 4,5 ml NaOH dan 0,71 ml H2O2

c) Plastik III ditambahkan 4,5 ml NaOH dan 0,76 ml H2O2

d) Plastik IV ditambahkan 4,5 ml NaOH dan 0,80 ml H2O2

e) Plastik V ditambahkan 4,5 ml NaOH dan 0,84 ml H2O2

2. Setelah penambahan larutan, masing-masing plastik langsung diikat dengan karet.

3. Ditambahkan 100 mL H2O (air)

4. Dihomogenkan dengan cara meremas-remasnya. 5. Dimasukkan semua sampel ke dalam water bath. 6. Diset temperatur water bath pada suhu 70 oC.

7. Dimasukkan ke dalam water bath selama 60-70 menit. 8. Sampel diangkat dari dalam water bath.

9. Dihitung pH-nya dengan menggunakan pH meter. 10.Sampel kemudian dicuci hingga bersih dan diperas.

11.Setelah itu dilakukan pengukuran brightness terhadap sampel tresebut.

c. Mengukur brightness

1. Ke dalam buchner funnel, dimasukkan kertas saring.

2. Diambil pulp secukupnya, kemudian diletakkan di atas kertas saring di dalam buchner funnel.


(36)

4. Diambil kertas saring yang baru, kemudian di letakkan di atas permukaan larutan homogen tersebut.

5. Dihidupkan vaccum pump untuk menghisap air.

6. Diangkat pulp yang dilapisi dengan kertas saring dari dalam buchner funnel.

7. Untuk mempercepat pengeringan, maka pulp disetrika terlebih dahulu. 8. Dimasukkan pulp yang dilapisi kertas saring ke dalam oven selama

lebih kurang 15 menit pada suhu 105 oC. 9. Setelah 15 menit, pulp diangkat dari oven 10.Dibuka lapisan kertas saring

11.Diletakkan sampel pada Brightness meter elephro 2000, permukaan yang lebih halu dan rata ditempatkan pada bagian atas.

12.Diperoleh secara digital derajat keputihan (brightness) dari pulp dengan menggunakan komputer.


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil kerja praktek yang dilakukan di PT.Toba Pulp Lestari di laboratorium diperoleh data-data sebagai berikut :

1. Data analisa sebelum penambahan hidrogen peroksida (H2O2) (sebelum

mengalami proses ekstraksi).

Sampel berasal dari inlet pulp Do washer

a) Brightness sampel = 70,63 % ISO b) Konsistensi Pulp = 24,61 %

Konsistensi pulp adalah merupakan berat kering serat dalam 100 g campuran pulp dan air. Ini adalah suatu ukuran terhadap konsentrasi bubur pulp.


(38)

2. Data analisa pengaruh penambahan hidrogen peroksida H2O2 pada stage

ekstraksi terhadap brightnesss di unit bleaching PT Toba Pulp Lestari a) Waktu retensi = 70 menit

b) pH = 10,9 c) suhu = 70 oC

Tabel 4.1 Pengaruh penambahan H2O2 Pada Stage Ekstraksi Terhadap Brightness

No Sample (g) H2O (ml) NaOH (ml) H2O2 (ml) Brightness (ISO)

1 100 100 4.5 0.67 85.93

2 100 100 4.5 0.71 87.39

3 100 100 4.5 0.76 87.53

4 100 100 4.5 0.80 88.14

5 100 100 4.5 0.84 88.33

4.2 Perhitungan

a. Menghitung Konsistensi (Cy), Konsumsi NaOH dan Konsumsi H2O2.

1) Menghitung Konsistensi (Cy)

Berat aluminium foil = 2,5441 g Berat basah + aluminim foil = 15,4781 g


(39)

Berat basah + 2,5441 gr = 15,4781 g

Berat basah = 15,4781 g – 2,5441 g = 12,934 g

Berat kering + aluminium foil = 5,7271 g

Berat kering = 5,7271 g – berat aluminium foil = 5,7271 g – 2,5441 g

= 3,183 g

Konsistensi (Cy) = Berat kering__ x 100 % Berat basah

=

2) Menghitung konsumsi NaOH pada skala laboratorium

3,183 g x 100 % 12,934

= 0,2461 x 100 % = 24,61 %

Pada percobaan, NaOH yang digunakan adalah tetap untuk masing-masing sampel yakni 20 kg / ton pulp.

mL x Stength NaOH x Cy NaOH Volume 5 , 4 2 , 110 20 61 , 24 20 = = =

3) Menghitung konsumsi H2O2 pada skala laboratorium


(40)

mL x strength O H x Cy O H Volume 67 , 0 584 16 61 , 24 16 2 2 2 2 = = =

Untuk 17 kg/ton, 18 kg/ton, 20 kg/ton dapat dihitung dengan cara seperti diatas. Hasilnya dapat dilihat pada table 4.2.

Tabel 4.2 Data konsumsi NaOH dan H2O2

No Pulp

Kg/Ton

Konsistensi (%)

Konsumsi NaOH (mL)

Konsumsi H2O2

(mL)

1 16 24,61 4,5 0,67

2 17 24,61 4,5 0,71

3 18 24,61 4,5 0,76

4 19 24,61 4,5 0.80

5 20 24,61 4,5 0,84

b. Menghitung pemakaian H2O2 yang optimal dengan metode leastsquare Table 4.3 Data metode leastsquare

No X Y X2 XY


(41)

2 0.71 87.39 0.5041 62.0469 3 0.76 87.53 0.5776 66.5228 4 0.80 88.14 0.64 70.512 5 0.84 88.33 0.7056 74.1972

∑ 3.78 437.32 2.8762 330,852

Keterangan :

X : konsumsi hidrogen peroksida (H2O2)

Y : derajat keputihan (brightness)

Persamaan Regresi :

Y = aX + b Dimana : 855 , 12 0926 , 0 1904 , 1 2884 , 14 381 , 14 0696 , 1653 26 , 1654 ) 78 , 3 ( ) 8762 , 2 ( 5 ) 32 , 437 ( ) 78 , 3 ( ) 582 , 330 ( 5 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 2 = = − − = − − = ∑ − ∑ − ∑ ∑ ∑ = x x n y x xy n a


(42)

75 , 77 0926 , 0 2 , 7 2884 , 14 381 , 14 62 , 1250 82 , 1257 ) 78 , 3 ( ) 8762 , 2 ( 5 ) 852 , 330 ( ) 78 , 3 ( ) 32 , 437 ( ) 8762 , 2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 2 2 = = −− = − − = ∑ − ∑∑ − ∑ ∑ ∑ = x x n xy x y x b

Maka diperoleh persamaan garis regresinya sebagai berikut : y = 12,85x + 77,75

dengan memasukkan harga x yaitu jumlah pemakaian H2O2, maka didapat

harga-harga y, sebagai berikut : y1 = 12,85x1 + 77,75

= 12,85 (0,67) + 77,75 = 86,36

y2 = 12,85x2 + 77,75

= 12,85 (0,71) + 77,75 = 86,87

y3 = 12,85x3 + 77,75

= 12,85 (0,76) + 77,75 = 87,52

y4 = 12,85x4 + 77,75

= 12,85 (0,80) + 77,75 = 88,03

y5 = 12,85x5 + 77,75

= 12,85 (0,84) + 77,75 = 88,54


(43)

Tabel 4.4 Data Analisa Regresi Linnier

No X Y

1 0,67 86,36

2 0,71 86,87

3 0,76 87,52

4 0,80 88,03

5 0,84 88,54

c. Menghitung jumlah pemakaian optimal H2O2 untuk mencapai target

brightness di tahap ekstraksi Target brightness = 83 % ISO

Dalam skala kg / ton pulp :

pulp ton kg m x m m x strength O H m x cy / 72 , 9 61 , 24 584 41 , 0 584 61 , 24 41 , 0 41 , 0 2 2 = = = =

Jadi penambahan H2O2 optimal pada konsistensi 24,61 adalah 0,41 mL untuk

100 g pulp atau sekitar 9,72 kg/ton pulp. mL x x b ax y 41 , 0 85 , 12 25 , 5 85 , 12 75 , 77 83 75 , 77 85 , 12 83 = = − = + = + =


(44)

4.3 Pembahasan

Brightness adalah derajat keputihan suatu pulp atau kemampuan pulp tersebut untuk memantulkan cahaya. Brightness sangat berpengaruh sekali terhadap mutu pulp, sehingga perlu dikontrol dengan baik.

Penambahan hidrogen peroksida (H2O2) pada tahap ekstraksi sangat

mempengaruhi derajat keputihan pulp. Target brightness yang dicapai melalui penambahan zat ini adalah 83% ISO. Reaksi pada tahap ini akan bekerja secara optimal pada suasana alkali sehingga ditambahkan NaOH untuk mencapai range pH antara 10-11.

Proses pemutihan adalah tahap pengikatan lignin dengan senyawa kimia semaksimal mungkin, kemudian dipisahkan dari pulp itu sendiri. Semakin banyak lignin yang dibuang maka brightnessnya juga akan semakin tinggi. Sebelum ditambahkan hidrogen peroksida, pulp terlebih dahulu sudah diputihkan dengan menggunakan senyawa kimia klorin dioksida (ClO2) pada tahap Do. Lignin akan

bereaksi dengan ClO2 dan membentuk klorolignin. Kemudian pulp dicuci bersih untuk

menghilangkan senyawa ini. Namun pada kenyataannya tidak semua dapat larut dalam air.

Sodium hidroksida (larutan 10%) digunakan untuk menguraikan hasil reaksi dari proses klorinasi. NaOH berfungsi untuk memisahkan ClO2 dengan lignin,

sehingga lignin dapat kembali direaksikan dengan menggunakan hidrogen peroksida. Zat H2O2 berfungsi mengikat kembali lignin yang masih terkandung di dalam pulp.

Dari percobaan dan data hasil pengamatan, dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai pengaruh penambahan H2O2 terhadap brightness. Semakin banyak


(45)

Markam Alfengki Sinaga : Pengaruh Penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2)Pada Stage Ekstraksi Terhadap

Brightness Pulp Di Unit Bleaching PT Toba Pulp Lestari.Tbk Porsea, 2008. USU Repository © 2009

dihsilkan juga semakin tinggi. Dan sebaliknya, jika penambahan larutan H2O2

terhadap pulp semakin sedikit, maka brightness pulp pun semakin berkurang. Jadi antara pemakaian hidrogen peroksida (H2O2) dan brightness adalah berbanding lurus.

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan garis regresi y = 12,85x + 77,75 dan melalui persamaan ini dapat dihitung jumlah pemakaian H2O2 yang optimal pada

tahap ekstraksi. Pada tahap ini, target brightness yang ingin dicapai adalah 83 % ISO. Dengan menghitung secara matematis, diperoleh jumlah pemakaian H2O2 yang

optimal yakni 0,41 mL per 100 g pulp pada konsistensi 24,61 atau sekitar 9,72 kg/ton pulp. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Grafik Hubungan Konsumsi Hidroge n Peroksida VS Brightness Pulp

82

83

84

85

86

87

88

89

B

r

ig

ht

ne

s

s

P

ul

p (

%I

SO


(46)

Dari grafik dapat kita lihat hubungan antara konsumsi hidrogen peroksida dengan brightness pulp. Pemakaian peroksida ini sangat perlu dikontrol dengan baik. Jika pemakaian peroksida ini berlebih, maka brightness pulp juga semakin tinggi namun kekuatan serat pulp tersebut menjadi berkurang dan biaya untuk penggunaan peroksida itu juga menjadi sangat mahal. Dan jika pemakaian peroksida ini berkurang, maka brightness yang dihasilkan juga semakin kecil dan kemungkinan target akhir dari pulp yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan. Hal ini tentu tidak diinginkan pihak perusahaan karena kosumen tidak akan bersedia membeli pulp dengan brightness yang rendah. Jadi, tahap bleaching ini harus diperhatikan dan dikontrol sebaik mungkin.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan data, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin tinggi penggunaan hidrogen peroksida terhadap pemutihan pulp maka brightnessnya juga akan semakin meningkat. Demikian juga sebaliknya,


(47)

semakin sedikit pemakaian peroksida maka brightnessnya juga akan semakin kecil.

2. Untuk mencapai target brightness di tahap ekstraksi, maka penambahan hidrogen proksida (H2O2) adalah sebesar 0,41 mL per 100 g pulp pada

konsistensi 24,61 atau sekitar 9,72 kg/ton pulp.

5.2 Saran

1. Pemakaian zat-zat kimia pada tahap bleaching sangat perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap kualitas pulp. Pemakaian zat kimia pemutih harus sesuai dengan target-target yang sudah ditetapkan.

2. Konsumsi H2O2 dengan penambahan yang tepat, merupakan faktor penting

yang harus diperhatikan. Karena jika konsumsi H2O2 kurang, maka pulp akan

berwarna gelap (derajatputih rendah). Sebaliknya bila konsumsi H2O2 yang

ditambahkan berlebih, akan berpengaruh terhadap kekuatan serat pulp sehingga mengakibatkan pulp menjadi rapuh dan mudah sobek.

Daftar Pustaka

Dumanaun.J.F.1993. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta

Fengel,D. 1995. Kayu Kimia Ultra Struktur.Yogyakarta: UGM-Press.

Janto,J.B.1972.Pengetahuan Sifat-Sifat Kayu.Yogyakarta.Penerbit Kanisius.

Sirait,Suhunan. 2003. Bleaching Module. Training and Development Centre. Porsea:PT. Toba Pulp Lestari,Tbk.


(48)

Sjostrom,E.1995.Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan.Yogyakarta.Universitas Gajah Mada Press.


(49)

(1)

Markam Alfengki Sinaga : Pengaruh Penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2)Pada Stage Ekstraksi Terhadap

Brightness Pulp Di Unit Bleaching PT Toba Pulp Lestari.Tbk Porsea, 2008. USU Repository © 2009

4.3 Pembahasan

Brightness adalah derajat keputihan suatu pulp atau kemampuan pulp tersebut untuk memantulkan cahaya. Brightness sangat berpengaruh sekali terhadap mutu pulp, sehingga perlu dikontrol dengan baik.

Penambahan hidrogen peroksida (H2O2) pada tahap ekstraksi sangat mempengaruhi derajat keputihan pulp. Target brightness yang dicapai melalui penambahan zat ini adalah 83% ISO. Reaksi pada tahap ini akan bekerja secara optimal pada suasana alkali sehingga ditambahkan NaOH untuk mencapai range pH antara 10-11.

Proses pemutihan adalah tahap pengikatan lignin dengan senyawa kimia semaksimal mungkin, kemudian dipisahkan dari pulp itu sendiri. Semakin banyak lignin yang dibuang maka brightnessnya juga akan semakin tinggi. Sebelum ditambahkan hidrogen peroksida, pulp terlebih dahulu sudah diputihkan dengan menggunakan senyawa kimia klorin dioksida (ClO2) pada tahap Do. Lignin akan bereaksi dengan ClO2 dan membentuk klorolignin. Kemudian pulp dicuci bersih untuk menghilangkan senyawa ini. Namun pada kenyataannya tidak semua dapat larut dalam air.

Sodium hidroksida (larutan 10%) digunakan untuk menguraikan hasil reaksi dari proses klorinasi. NaOH berfungsi untuk memisahkan ClO2 dengan lignin, sehingga lignin dapat kembali direaksikan dengan menggunakan hidrogen peroksida. Zat H2O2 berfungsi mengikat kembali lignin yang masih terkandung di dalam pulp.

Dari percobaan dan data hasil pengamatan, dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai pengaruh penambahan H2O2 terhadap brightness. Semakin banyak penambahan hidrogen peroksida (H2O2) terhadap pulp, maka brightness yang


(2)

Markam Alfengki Sinaga : Pengaruh Penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2)Pada Stage Ekstraksi Terhadap

Brightness Pulp Di Unit Bleaching PT Toba Pulp Lestari.Tbk Porsea, 2008. USU Repository © 2009

dihsilkan juga semakin tinggi. Dan sebaliknya, jika penambahan larutan H2O2 terhadap pulp semakin sedikit, maka brightness pulp pun semakin berkurang. Jadi antara pemakaian hidrogen peroksida (H2O2) dan brightness adalah berbanding lurus.

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan garis regresi y = 12,85x + 77,75 dan melalui persamaan ini dapat dihitung jumlah pemakaian H2O2 yang optimal pada tahap ekstraksi. Pada tahap ini, target brightness yang ingin dicapai adalah 83 % ISO. Dengan menghitung secara matematis, diperoleh jumlah pemakaian H2O2 yang optimal yakni 0,41 mL per 100 g pulp pada konsistensi 24,61 atau sekitar 9,72 kg/ton pulp. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Grafik Hubungan Konsumsi Hidroge n Peroksida VS Brightness Pulp

82

83

84

85

86

87

88

89

B r ig ht ne s s P ul p ( %I SO )


(3)

Markam Alfengki Sinaga : Pengaruh Penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2)Pada Stage Ekstraksi Terhadap

Brightness Pulp Di Unit Bleaching PT Toba Pulp Lestari.Tbk Porsea, 2008. USU Repository © 2009

Dari grafik dapat kita lihat hubungan antara konsumsi hidrogen peroksida dengan brightness pulp. Pemakaian peroksida ini sangat perlu dikontrol dengan baik. Jika pemakaian peroksida ini berlebih, maka brightness pulp juga semakin tinggi namun kekuatan serat pulp tersebut menjadi berkurang dan biaya untuk penggunaan peroksida itu juga menjadi sangat mahal. Dan jika pemakaian peroksida ini berkurang, maka brightness yang dihasilkan juga semakin kecil dan kemungkinan target akhir dari pulp yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan. Hal ini tentu tidak diinginkan pihak perusahaan karena kosumen tidak akan bersedia membeli pulp dengan brightness yang rendah. Jadi, tahap bleaching ini harus diperhatikan dan dikontrol sebaik mungkin.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan data, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Semakin tinggi penggunaan hidrogen peroksida terhadap pemutihan pulp maka brightnessnya juga akan semakin meningkat. Demikian juga sebaliknya,


(4)

semakin sedikit pemakaian peroksida maka brightnessnya juga akan semakin kecil.

2. Untuk mencapai target brightness di tahap ekstraksi, maka penambahan hidrogen proksida (H2O2) adalah sebesar 0,41 mL per 100 g pulp pada konsistensi 24,61 atau sekitar 9,72 kg/ton pulp.

5.2 Saran

1. Pemakaian zat-zat kimia pada tahap bleaching sangat perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap kualitas pulp. Pemakaian zat kimia pemutih harus sesuai dengan target-target yang sudah ditetapkan.

2. Konsumsi H2O2 dengan penambahan yang tepat, merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Karena jika konsumsi H2O2 kurang, maka pulp akan berwarna gelap (derajatputih rendah). Sebaliknya bila konsumsi H2O2 yang ditambahkan berlebih, akan berpengaruh terhadap kekuatan serat pulp sehingga mengakibatkan pulp menjadi rapuh dan mudah sobek.

Daftar Pustaka

Dumanaun.J.F.1993. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta

Fengel,D. 1995. Kayu Kimia Ultra Struktur.Yogyakarta: UGM-Press.

Janto,J.B.1972.Pengetahuan Sifat-Sifat Kayu.Yogyakarta.Penerbit Kanisius.

Sirait,Suhunan. 2003. Bleaching Module. Training and Development Centre. Porsea:PT. Toba Pulp Lestari,Tbk.


(5)

Markam Alfengki Sinaga : Pengaruh Penambahan Hidrogen Peroksida (H2O2)Pada Stage Ekstraksi Terhadap

Brightness Pulp Di Unit Bleaching PT Toba Pulp Lestari.Tbk Porsea, 2008. USU Repository © 2009

Sjostrom,E.1995.Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan.Yogyakarta.Universitas Gajah Mada Press.


(6)

Dokumen yang terkait

Analisa Pengaruh Penggunaan H2O2 Terhadap Kecemerlangan (Brightness) Pada Tahap Ekstraksi Oksidasi Peroksida (EOP) Unit Fiberline Pada Proses Pemutihan (Bleaching) PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

2 32 49

Pengaruh Jumlah Pemakaian Hidrogen Peroksida (H2O2) Pada Tahap EP2 Terhadap Brightness Pulp Di Unit Bleaching PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

2 36 60

Pengaruh Penambahan H2O2 Terhadap Kecerahan (Brightness) Tahap Ekstraksi/Oksidasi/Peroksida (E/O/P)Di Pemutihan (Bleaching) Pada Pengolahan Kayu PT Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

3 27 51

Penentuan Brightness Pulp Pada D0, D1 Dan D2 Stage Di Unit Bleaching PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

1 43 36

Pengaruh Penambahan Hidrogen Peroksida (H2o2) Terhadap Derajat Keputihan (Brightness) Pada Tahap D2 Di Unit Bleaching PT. Toba Pulp Lestari, Tbk-Porsea

2 34 54

Penentuan Brightness Pulp Pada D0 EoP D1 Dan D2 Stage Di Unit Bleaching Pada Pembuatan Pulp PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

8 23 51

Pengaruh Konsentrasi Dan Jumlah Pemakaian CLO2 Terhadap Brightness Pulp Pada D1 Stage Unit Bleaching PT.Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea

0 0 12

Pengaruh Konsentrasi Dan Jumlah Pemakaian CLO2 Terhadap Brightness Pulp Pada D1 Stage Unit Bleaching PT.Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea

0 0 2

Pengaruh Konsentrasi Dan Jumlah Pemakaian CLO2 Terhadap Brightness Pulp Pada D1 Stage Unit Bleaching PT.Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea

1 1 4

Pengaruh Konsentrasi Dan Jumlah Pemakaian CLO2 Terhadap Brightness Pulp Pada D1 Stage Unit Bleaching PT.Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea

0 2 22