BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan
para pelaku
1
Pembagian sebagaimana dalam Trias Politica dikonsepsikan oleh Jhon Locke 1632-1704 membagi tiga kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif dan kekuasaan federatif. Sedangkan Montesquieu 1689-1755 membagi tiga kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan
yudikatif. Dengan adanya pembagian kekuasaan dalam tiga lembaga tersebut diharapkan dalam menjalankan pemerintahan negara tidak terjadi tumpang tindih
diantara lembaga pemegang kekuasaan tersebut. Sebagaimana dalam masa orde . Pertama pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan
dan kedua pemahaman tentang orang yang dikuasai dan tunduk pada kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini berkisar pada sumber kekuasaan
sebagai legitimasi atas kekuasaan sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah
pembatasan dan bahkan menerima tekanan pada sisi yang lain. Untuk itulah kekuasaan di dalam Negara perlu dan bahkan harus dibagi.
1
Miriam Budiarjo, 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 17-18.
baru kekuasan bersifat sentralistik, akan tetapi amandemen UUD 1945 memperjelas pembagian dan pemisahan kekuasaan.
Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia kekuasaan eksekutif dari masa orde baru bersifat sentralistik sehingga Kepala Desa menjadi pusat kekuasaan
dalam melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Kekuasan eksekutif berwenang menetapakan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-
Undang dan melakukan kontrol terhadap lembaga pembuat undang undang ini disebabkan oleh beberapa hal. Kewenangan membentuk Keputusan Presiden
Keppres yang mandiri adalah salah satu wujud kekuasaan pemerintahan yang ada pada eksekutif. Dalam hal ini kekuasaan eksekutif mempunyai tugas
bertanggung jawab atas pelaksaan hukum, mengawasi jalannya pemerintahan sipil dan militer dan melakukan kepemimpinan politik atas lembaga pembuat UU.
Pada masa orde baru desa mempunyai kewenangan dalam mengatur desanya, yang diatur berdasarkan keputusan menteri dalam negeri tentang
pedoman umum kewenangan desa
2
1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
. Dalam UU No 32 Tahun 2004 Pasal 206 Desa mempunyai wewenang yang mencakup:
2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatenkota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa.
2
HAW. Widjaja, 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 2003. Hal 56.
3. Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, danatau
pemerintah kabupatenkota. 4.
Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan diserahkan kepada desa.
Dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan desa dilakukan oleh pemerintah desa bersama dengan BPD Badan Permusyawaratan Desa.
Pemerintah desa selaku kekuasaan eksekutif di desa memiliki peran aktif dalam menentukan kebijakan dan peraturan desa. Pemerintah desa merupakan lembaga
kemasyarakatan atau organisasi desa yang dipahami sebagai organisasi kekuasaan yang secara politis memiliki fungsi dan wewenang dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini BPD juga berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Pembentukan Peraturan Desa yang melibatkan Kepala Desa dan BPD disebabkan BPD merupakan lembaga yang
merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatenkota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, tugas pembantuan dari pemerintah,
pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupatenkota dan urusan pemerintah lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan pada desa. Di awal
reformasi adanya pergeseran sistem pemerintahan daerah, yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik, dimana diimplementasikanya otonomi
daerah yang diberikan kepada derah kabupatenkota dan pemerintahan desa. Implementasi dari perubahan ini mengakibatkan tidak hanya perubahan pola
hubungan antara pemerintah kabupatenkota dengan kecamatan, tetapi juga hubungan antara kecamatan dan pemerinatahn desa
3
1.
Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
. Berdasarkan Undang- Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah kecamatan mempunyai
kewenangan yang mencakup:
2. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum.
3. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan.
4. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum.
5. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan.
6.
Membina penyelenggaraan pemerintahan desa danatau kelurahan.
7. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya danatau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan
4
3
.
http:salmantabir.wordpress.com20111126eksistensi-kewenangan-dan-tanggung-jawab-camat-dalam- otonomi-daerah. Diakses pada tanggal 26 April 2014 pukul 21.27.
4
PP No. 19 Tahun 2008 Pasal 15 Tentang Kecamatan.
Wewenang Kecamatan yang secara langsung didapatkan oleh Camat hanya sebatas mengkoordinir beberapa bidang saja, selain yang telah disebutkan
harus melalui pelimpahan wewenang yang bersifat delegasi dari kepala daerah. Hal ini menempatkan seorang Camat pada posisi yang dilematis, satu sisi Camat
mempunyai wilayah dan sisi lain tidak mempunyai kewenangan yang luas dalam memimpin bawahannya, seperti Kepala Desa dan Lurah, dalam melakukan
pelayanan kepada masyarakat. Pelimpahan wewenang kepala daerah kepada Camat dan kecamatan akan memberikan ruang gerak yang cukup luas dalam
melaksanakan tugasnya, namun kebanyakan pelimpahan wewenang ini tidak disertai dengan sarana dan prasarana yang mendukung, sehingga pelaksanaannya
belum terlalu maksimal. Dalam implementasi otonomi daerah kekuasan desa berada pada elit
politik desa yakni Kepala Desa. Kekuasaan Kepala Desa sebagai Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang menjadi otoritas Kepala Desa. Dalam hal ini kekuasaan
desa juga jembatan yang memfasilitasi semua kepentingan supra desa di desa. Dalam dominasi kekuasan desa cenderung menyimpang akan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mengindikasikan adanya pembagian kekuasaan yang tidak merata antara kekuasaan Kepala Desa dan
perangkat desa. Kekuasan desa berada di bawah Kecamatan, dalam laporan pertanggungjawaban desa disampaikan kepada BupatiWalikota. Kecamatan
merupakan suatu wilayah administratif yang dimana Camat yang mempunyai kekuasan dalam menjalankan tugasnya. Camat berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupatiwalikota melalui sekretaris daerah. Kekuasaan Camat membina penyelenggaraan pemerintahan desa dalam menjalankan
program-program yang dilakukan oleh desa dalam dalam memenuhi kebutuhan- kebutuhan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan
UU No 5 Tahun 1979 hubungan kerja antara Kepala Desa dengan camat yang semula bersifat hirarki-subordinatif, sekarang dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
menjadi bersifat pengawasan, pembinaan, fasilitasi dan kerjasama. Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana relasi
kekuasaan antara Kepala Desa dan Camat. Dimana pola relasi kekuasaan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan, dalam pelaksanaannya
diwarnai oleh praktek-praktek yang tidak harmonis dan menunjukkan terjadinya dominasi Camat ke Kepala Desa. Wujud dari terjadinya hubungan yang tidak
harmonis antara Kepala Desa dan Camat terlihat sejauh mana program-program yang berelesasi yang dilakukan dan menjalin komunikasi antara Kepala Desa dan
Camat. Dari uraian yang telah dipaparkan diatas peneliti memiliki ketertarikan
untuk membahas relasi kekuasaan, Maka dalam hal ini peneliti mengangkat judul
penelitian tentang Relasi Kekuasaan antara Kepala Desa dengan Camat Studi Kasus : Desa Sirisirisi Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan.
B. Rumusan Masalah