Fungsi Kreativitas, Inovatif & Jiwa Kewirausahaan dalam Organisasi

Fungsi Kreativitas, Inovatif & Jiwa Kewirausahaan dalam Organisasi

Kreativitas, inovasi dan jiwa kewirausahaan sangat penting dimiliki karena merupakan kemampuan yang sangat berguna dalam proses kehidupan manusia. Makna dan posisi kreativitas dan inovasi dinyatakan oleh Treffinger (1986) bahwa tidak ada seorang pun yang tidak memiliki kreativitas. Sementara itu, Timpe (2000:59) menjelaskan bahwa setiap individu kreatif dengan cara-cara dan derajat yang berbeda. Dengan demikian, setiap orang memiliki dasar kreativitas dan inovasi pada dirinya. Masalahnya adalah bagaimana cara potensi kreativitas dan inovasi tersebut dikembangkan dan diimplementasikan dalam kegiatan riil sesuai dengan wawasan kewirausahaan dalam organisasi, khususnya di sekolah.

Suatu karya kreatif dan inovatif sebagai hasil kreasi kepala sekolah dapat mendorong potensi kerja dan kepuasan pribadi yang tak terhingga besarnya.

Dengan terobosan kreatif kepala sekolah Padahal, kedudukan kepala sekolah dapat mengoptimalkan kemampuan yang menjadi sangat sentral dan penting dalam dimiliki untuk mengubah tantangan mengoptimalkan fungsi kreativitas, inovasi menjadi peluang dan untuk memajukan dan wawasan kewirausahaan di lembaga sekolah. Hal ini menunjukkan terjadinya pendidikan yang dipimpinnya. perwujudan diri sepenuhnya yang

Selain makna kreativitas, inovatif dan merupakan salah satu esensi dalam wawasan kewirausahaan perlu pula kehidupan manusia (Munandar, 1992). dipelajari kepentingannya dalam ke- Menurut Maslow (1968), 143 dalam hidupan di masyarakat dan di tempat kerja. perwujudan diri manusia kreativitas dan Kreativitas yang merupakan pangkal dari inovasi merupakan manifestasi dari langkah inovatif mempunyai nilai penting individu yang memiliki fungsi penuh. Di dalam kehidupan individu dan organisasi. sini terlihat bahwa potensi kreativitas dan Semiawan (1997) 144 menguraikan konsep inovasi penting untuk mengembangkan Treffinger (1986) bahwa ada empat alasan prestasi kerja, termasuk prestasi kerja penting mengapa seseorang (termasuk kepala sekolah bersama warga sekolah.

kepala sekolah) perlu belajar menjadi lebih Pada masa sekarang di mana otonomi kreatif, yaitu: 1) belajar kreatif membantu daerah tengah digalakkan, konsekuensi seseorang (kepala sekolah) menjadi lebih logis pergeseran kebijakan tersebut adalah berhasil guna dalam melakukan pekerjaan; perlunya dipersiapkan tenaga handal dalam

2) belajar kreatif menciptakan ke- mengelola sistem pemerintahan, termasuk mungkinan untuk memecahkan masalah sistem ketenagaan di sektor pendidikan. yang tidak mampu diramalkan yang timbul Disadari bahwa pola rekruitmen tenaga di masa kini dan di masa depan; 3) belajar kependidikan di daerah masih sangat lemah kreatif menimbulkan akibat yang besar dan satu di antaranya adalah kompetensi dalam kehidupan seseorang, dapat kepala sekolah. Dengan demikian, apabila mempengaruhi, bahkan dapat mengubah dikaitkan dengan fungsi kreativitas, inovasi karir pribadi serta menunjang kesehatan dan kewirausahaan dalam organisasi jiwa dan badan seseorang; 4) belajar kreatif pendidikan (calon) kepala sekolah menjadi dapat menimbulkan kepuasan dan salah satu kajian pokok dalam peningkatan kesenangan yang besar. Secara lebih luas, aspek tersebut. Kewirausahaan berbasis belajar kreatif dapat menimbulkan ide, cara kreativitas dan inovasi juga penting dan hasil yang baru, unik dan bermanfaat. dipahami oleh para guru dalam tugas dan

Dalam kaitannya dengan perwujudan tanggung jawabnya sebagai pendidik dan fungsi kreativitas, inovasi dan wawasan pengajar yang membimbing dan mengantar kewirausahaan perlu ada komitmen yang anak didik ke arah pertumbuhan dan tinggi dari para kepala sekolah dan guru perkembangan prestasinya secara optimal. dalam mengembangkan proses pem- Di sisi lain, kepala sekolah karena belajaran di sekolah. 145 Bagi guru sebagai kelemahan rekuritmen kadang-kadang salah satu pilar pelaksanaan manajemen tidak memiliki kemampuan tersebut. peningkatan mutu berbasis sekolah

Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, PT. Gramedia Widisarana Indonesia, Jakarta, h. 16-19.

Ibid.

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 1; January 2013 23

(MPMBS), 146 perlu memiliki kemampuan melibatkan tiga unsur, yakni 1) kepala dan kesanggupan menciptakan suasana sekolah, guru dan warga sekolah, 2) pembelajaran yang kondusif agar siswa mensosialisasikan informasi kepada terangsang untuk lebih ingin mengetahui mereka, dan 3) melibatkan kepala sekolah, materi pelajaran, senang bertanya dan berani guru dan warga sekolah termasuk komite mengajukan pendapat serta melakukan sekolah, orang tua siswa, pengusaha, percobaan yang menuntut pengalaman penguasa dan masyarakat selaku baru. 147 Hal ini penting dipahami dan pemangku kepentingan dalam pembuatan dipraktekkan oleh guru dalam kegiatan keputusan. Strategi partisipasi dapat belajar mengajar dengan harapan agar siswa diterapkan apabila basis untuk tim sudah mendapat kesempatan mengukir prestasi. ada di sekolah tersebut. Selanjutnya, yang lebih penting adalah

Strategi Ekletik, menurut Daft (1992) peran kepala sekolah, yang juga merupakan merupakan gabungan dari beberapa salah satu pilar dari tiga pilar pelaksanaan metode dalam mengimplementasikan MPMBS agar memiliki kepedulian yang inovasi. Pendekatan ini melibatkan tujuh lebih tinggi dari sisi manajemen sekolah.

teknik mengubah implementasi, yakni 1) diagnosis kebutuhan akan perubahan; 2) memenuhi ide-ide yang sesuai kebutuhan;

Strategi Memperkenalkan Inovasi

3) mendapatkan dukungan manajemen Banyak cara yang dapat dipilih dalam puncak; 4) merancang perubahan untuk mensosialisasikan konsep kreativitas dan implementasi bertahap; 5) mengem- inovasi, dari cara yang radikal sampai pada bangkan rencana untuk mengatasi cara halus dan tersamar. Pada prinsipnya, resistansi terhadap perubahan; 6) apapun strategi yang diterapkan memiliki membentuk tim perubahan; dan 7) tujuan yang sama agar perubahan dan merangkul dan membina personil yang pembaruan terjadi dalam organisasi. West kaya ide. (2000) mengemukakan empat strategi

Strategi Pemaksaan Kekuasaan, ini memperkenalkan inovasi, yakni strategi lazim digunakan untuk perubahan pengaruh minoritas, strategi partisapatif, paradigma yang radikal dan tidak mungkin strategi eklektik dan strategi pemaksaan dilakukan dengan cara lain. Pemaksaan kekuasaan (Depdiknas, 2002). Tiga strategi kekuasaan dilakukan jika kelompok yang erat kaitannya dengan pengembangan organisasi memiliki kemampuan berpikir kreativitas dan inovasi dalam konteks yang timpang antara kelompok pimpinan pendidikan diuraikan berikut ini.

dengan kelompok yang dikenai inovasi. Di Strategi partisipatif peserta didik, ini samping itu, pemaksaan kekuasaan cocok dikembangkan apabila kebutuhan diterapkan apabila tidak ada waktu yang akan inovasi dirasakan oleh personil cukup untuk menjalankan konsultasi, kelembagaan dan tersedia cukup waktu dan komunikasi atau partisipasi dalam sumber daya untuk menggalakkan menerapkan inovasi. Perlu diingat bahwa partisipasi khususnya bagi kelompok yang strategi pemaksaan hanya efektif dianggap tidak terlibat langsung dalam digunakan oleh aktor yang memiliki proses inovasi. Sebagai ilustrasi pada kekuasaan dan pengaruh cukup besar konteks persekolahan, strategi partisipasi dalam organisasi untuk mendesak

24 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 1; January 2013

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 1; January 2013 25

implementasi inovasi. Konsekuensi penggunaan strategi pemaksaan kekuasaan adalah adanya kecenderungan memun- culkan sikap permusuhan yang cukup besar di antara anggota organisasi. Pemaksaan kekuasaan merupakan satu-satunya cara untuk mewujudkan perubahan yang tidak popular. Contoh, perampingan kelem- bagaan akan sangat mungkin menimbulkan resistansi besar-besaran, bahkan proses konsultasi, komunikasi dan partisipasi tidak akan efektif. Program perubahan kultur juga seringkali menuntut pemaksaan kekuasaan untuk mengatasi resistansi terhadap perubahan dalam diri orang yang sudah begitu lama menggeluti “kultur lama.” Misalnya, kepala sekolah sering menentang pengenalan participative management atau participative leadership karena melihat bahwa kewenangan, kekuasaan dan kontrol manajemennya akan dipangkas.