Hak Tanggungan. TINJAUAN PUSTAKA

dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya menurut rumusan UU peradilan TUN Pasal 1 angka 2, PPAT adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan demikian terhadap PPAT berlaku juga ketentuan – ketentuan UU peradilan TUN. 2 Dalam menghadapi permohonan-permohonan tersebut PPAT wajib mengambil keputusan menolak atau mengabulkan permohonan itu, dibuatlah akta yang dimaksudkan. Tetapi akta tersebut bukan keputusan Tata Usaha Negara, yang dimaksudkan oleh UU pengadilan TUN, keputusan menolak atau mengabulkan permohonan itulah yang merupakan keputusan Tata Usaha Negara yang diambil oleh PPAT yang bersangkutan, yang dapat digugat oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan pada Pengadilan TUN.

2.2. Hak Tanggungan.

Dalam Pasal 1 UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan. Adapun yang dimaksud dengan Hak Tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut : Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk memberikan kedudukan yang diutamakn kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang ini pada dasarnya adalah Hak Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya sering kali terdapat adanya benda –benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Hukum Tanah Nasional 2 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, penerbit Djabatan, Jakarta 2003, hal.436. didasarkan kepada Hukum Adat yang menggunakan asas pemisahan. Dalam rangka asas pemisahan, benda-benda yang merupakan kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut. Namun demikian penerapan hukum tidaklah mutlak selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum, dalam rangka asas pemisahan horisontal tersebut dalam undang- undang ini dinyatakan, bahwa pembebanan hak tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula meliputi sebagaimana dimaksud diatas. Hal tersebut sudah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek, sepanjang benda-benda tersebut merupakan suatu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaan dijadikan jaminan, dengan tegas menyatakan oleh pihak-pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungannya. Bangunan, tanaman dan hasil karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki pihak lain. Sedangkan bangunan yang menggunakan ruang bawah tanah yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan bangunan yang berada diatas permukaan bumi diatasnya, tidak termasuk dalam pengaturan ketentuan mengenai hak tanggungan menurut undang-undang ini. Oleh sebab itu undang-undang ini diberi judul Undang-Undang Hak Tangggungan UUHT, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Dalam penjelasan umum disebutkan bahwa hak tanggungan HT sebagai jaminan hak atas tanah yang kuat harus mengandung ciri-ciri : a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegang droit depreference. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 Ayat 1 UUHT. b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada droit de suite, ditegaskan dalam Pasal 7 UUHT. c. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. 3 d. Pailit tidak masuk kedalam boedel e. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi. f. Kepastian tentang lahirnya Hak Tanggungan.

2.3. Obyek Hak Tanggungan