ANALISIS DATA
BAB V ANALISIS DATA
B. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan pemaparan data pada BAB IV, maka nilai siswa yang berasal dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) diuji hipotesis menggunakan teknik komparasi Uji Beda ( t-test) T-test sampel bebas (Independent Sample Test). Tetapi sebelum di uji t, persyaratan analisis statistic parametric adalah di uji normalitas dan homogenitas. Disini peneliti menggunakan uji kolmogorov-smirnov satu sampel dengan SPSS 16.0 for windows, untuk menguji normalitas.
5.1 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
NILAI
Normal Mean
Parameters a Std. Deviation
Most Absolute
Extreme Positive
Differences Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
Data normal bila nilai sig (p) > 0,05. Jadi data nilai siswa dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) tersebut adalah normal, karena 0,22 > 0,05. Kemudian data di uji homogenitas menggunakan One- Way ANOVA dengan SPSS 16.0 for windows.
5.2 Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances
NILAI Levene
1 58 .573 Data homogeny bila nilai sig (p) > 0,05. Jadi data nilai siswa dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) tersebut adalah homogen, karena 0,573 > 0,05. Setelah data di uji normalitas dan homogenitas, maka data tersebut di uji t (Independent Sample Test).
5.3 Nilai siswa yang berasal dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI)
No x1 (SD)
x2 (MI)
2 x1 2 x2
Hipotesis statistic: Uji hipotesis pihak kanan:
Ho : Ha : Ho diterima jika
Ha diterima jika
db = n1 + n2 – 2 Tingkat kemaknaan (level of significance)
Penyelesaian:
03
Varian =
= 79,62 Uji Homogenitas Populasi dengan Uji F: F=
F= = = 1,028
Populasi homogen jika nilai Populasi heterogen jika nilai v1 = n1 – 1 = 30 – 1 = 29
v2 = n2 – 1 = 30 – 1 = 29 Dengan
= 1,84 (1,84), Kesimpulannya adalah varian kedua kelompok homogeny, maka uji beda menggunakan rumus:
maka
t=
t=
t=
t= t=
t=
t=
t = -0,92 dengan db = n1 + n2 – 2 = 30 + 30 – 2 = 58 dan
2,004 Ternyata
(2,004), maka diterima. Jadi tidak ada perbedaan yang significan antara prestasi belajar siswa yang
berasal dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VII di SMP Negeri 1 Pogalan. Sedangkan perbandingan akhlak dan kepribadian antara siswa yang berasal dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) kelas VII di SMP Negeri 1 Pogalan, adalah:
5.4 Perbandingan akhlak dan kepribadian antara siswa yang berasal dari Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Asal Sekolah Nilai
Akhlak
Kepribadian Jumlah siswa
SD
A 16 1
B 14 28
MI
A 14 0
B 16 30
Dari table di atas dapat disimpulkan bahwa 53,3% atau 16 siswa dari Sekolah Dasar (SD) berakhlak sangat baik, dan 46,67% atau 14 siswa berakhlak baik. Sedangkan kepribadiannya 3,3% atau 1 siswa berkepribadian sangat baik, 93,3 atau 28 siswa berkepribadian baik, dan 3,3% atau 1 siswa berkepribadian cukup. Untuk siswa yang berasal dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) 46,67% atau 14 siswa berakhlak sangat baik, dan 53,3% atau 16 siswa berakhlak baik. Sedangkan kepribadiannya 100% atau 30 siswa berkepribadian baik. Jadi tidak ada perbedaan yang significant akhlak dan kepribadian antara siswa yang berasal dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) kelas VII di SMP Negeri 1 Pogalan.
Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yang berasal dari SD dan MI, peneliti menggunakan angket dan wawancara. Namun terlebih dahulu item pertanyaan pada angket diuji validitas dan reliabilitas sebelum digunakan untuk mengumpulkan data. Sedangkan wawancara dilakukan dengan 3 Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII dan 2 perwakilan siswa yang berasal dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Uji Validitas
Setiap variable dikatakan valid jika: Setiap variable dikatakan valid jika:
df = 60 – 2 = 58 = 0,215, jadi r dikatakan valid jika r
5.5 Tabel Uji Validitas
Item Pertanyaan
Simpulan X11
Harga Koefisien r
Valid X12
Valid X13
Tidak X14
Valid X15
Valid X16
Valid X17
Valid X18
Valid X19
Valid X110
Valid X111
Tidak X112
Valid X113
Valid X114
Valid X115
Tidak X116
Tidak X117
Valid X118
Valid X119
Valid X120
Tidak X121
Tidak X122
Valid X123
Valid X124
Dari 24 item soal, setelah di uji validitas dengan program SPSS
16.0 for Windows ada 6 item soal yang tidak valid. Sehingga dalam 16.0 for Windows ada 6 item soal yang tidak valid. Sehingga dalam
Uji reliabilitas
Setelah instrument diuji validitas, maka selanjutnya item soal yang valid diuji reliabilitas. Teknik yang dipakai adalah teknik belah dua (split- half-method) dengan SPSS 16.0 for windows.
5.6 Reliability Statistics
Cronbach's
Cronbach's Alpha Based N of Items
Alpha on Standardized Items .865
Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa harga koefisien alfa hitung untuk variable x1 > 0,215, yaitu 0,865 > 0,215. Maka dapat disimpulkan bahwa angket ini reliable. Dengan demikian semua pertanyaan untuk variable x1 dapat digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
Dari hasil angket 18 item soal yang valid diperoleh data sebagai berikut:
1. 83,3% siswa atau 25 siswa yang berasal dari SD merasa bahwa materi Pendidikan Agama Islam di SD berbeda dengan materi Pendidikan Agama Islam di SMP, namun 53,3% siswa atau 16 siswa mengatakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam itu mudah. Jadi ada 43,3% atau 13 siswa yang tidak mengalami kesulitan belajar. Sedangkan siswa dari MI yang mengatakan bahwa materi Pendidikan Agama
Islam (yang tercakup dalam: Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadist, Fiqih, SKI dan Bahasa Arab) di MI berbeda dengan materi di SMP ada 53,3% atau 16 siswa, namun 76,7% siswa atau 23 siswa mengatakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam mudah. Jadi ada 70% atau
21 siswa yang tidak mengalami kesulitan belajar. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang berasal dari SD dan MI sama-sama merasa bahwa materi Pendidikan Agama Islam di SD/MI dulu berbeda dengan materi Pendidikan Agama Islam di SMP, dan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam itu mudah, sehingga tidak mengalami kesulitan belajar.
2. 63,3% atau 19 siswa yang berasal dari SD mengulang pelajaran di rumah meskipun tidak ada ujian, sedangkan siswa yang dari MI hanya 56,7% atau 17 siswa. Siswa dari SD yang menyempatkan diri membaca setiap hari hanya 80% atau 24 siswa dan siswa yang dari MI ada 93,3% atau 28 siswa. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang berasal dari SD dan MI sama-sama mengulang pelajaran di rumah meskipun tidak ada ujian dan juga menyempatkan diri membaca setiap hari.
3. Siswa dari SD dan MI yang mengikuti TPA/TPQ/Madrasah Diniyah sama-sama ada 73,3% atau 22 siswa. Jadi siswa yang berasal dari SD dan MI sama-sama mengikuti TPA/TPQ/Madrasah Diniyah.
4. Siswa dari SD yang tinggal di lingkungan Masjid/Pondok Pesantren hanya 6,7% atau 2 siswa, lebih banyak siswa dari MI yaitu 33,3% atau
10 siswa. Jadi siswa dari MI yang banyak tinggal di lingkungan Masjid/Pondok Pesantren
5. 83,3% – 96,67% siswa atau 25-29 siswa mengatakan bahwa guru menggunakan metode yang bervariasi dalam mengajar sehingga pelajarannya menyenangkan dan mudah dipahami. Namun guru yang sering menggunakan alat peraga/OHP, LCD, Tape Recorder hanya guru kelas F dan G. Sedangkan Guru yang dapat dijadikan curhat jika ada masalah menurut siswa hanya ada 25% atau 15 siswa yang mengatakan iya. Dan guru yang memberi hukuman atau teguran kepada siswa yang melanggar peraturan/tidak mengerjakan tugas menurut siswa ada 91,67% atau 56 siswa yang mengatakan iya.
6. 40% atau 12 siswa yang berasal dari SD mengatakan bahwa Guru paham tentang karakter masing-masing siswa dan 70% atau 21 siswa mengatakan bahwa guru tidak membeda-bedakan siswa dari segi fisik. Sedangkan menurut siswa yang berasal dari MI ada 63,3% atau 19 siswa mengatakan bahwa Guru paham tentang karakter masing- masing siswa dan 83,3% atau 25 siswa mengatakan bahwa guru tidak membeda-bedakan siswa dari segi fisik. Jadi guru bisa dikatakan cukup paham dengan karakter masing-masing siswa, namun tidak membeda-bedakannya dari segi fisik.
7. 66,7% atau 20 orangtua siswa yang berasal dari SD selalu bertanya tentang pelajaran anaknya di sekolah. Dan 50% atau 15 orangtua mereka juga menemani mereka ketika belajar di rumah. Hal ini 7. 66,7% atau 20 orangtua siswa yang berasal dari SD selalu bertanya tentang pelajaran anaknya di sekolah. Dan 50% atau 15 orangtua mereka juga menemani mereka ketika belajar di rumah. Hal ini
Sehingga dapat disimpulkan bahwa walaupun berasal dari Sekolah Dasar (SD) yang porsi Pendidikan Agama Islam lebih sedikit dibandingkan Madrasah Ibtidaiyah (MI), namun prestasi belajar antara keduanya tidak ada perbedaan yang significant. Factor-faktor yang menyebabkannya antara lain adalah sebagai berikut:
1) Guru Pendidikan Agama Islam sudah tepat dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa yang mempunyai latar belakang sekolah berbeda. Guru yang menggunakan multimedia dan multi metode dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Hal ini juga dikuatkan hasil wawancara dengan Nurudin Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII A, B, C, D, E mengatakan bahwa: “Metode mengajar yang di gunakan bervariasi dan fleksibel
tergantung materinya, seperti ceramah, diskusi, pemberian tugas, dan Tanya jawab, dll.” 86
2) Guru paham tentang karakter masing-masing siswa dan tidak membeda-bedakan siswa dari segi fisik. Hal ini karena Lingkungan social sekolah yang meliputi guru dapat mempengaruhi semangat
Wawancara dengan Nurudin, Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII A, B, C, D, E, tanggal 24 Februari 2010 Wawancara dengan Nurudin, Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII A, B, C, D, E, tanggal 24 Februari 2010
VII H mengatakan bahwa: “Kebanyakan guru tidak mengetahui darimana siswa itu berasal, SD
atau MI karena menambah beban guru untuk mencari tahu latar belakang siswanya. Tapi biasanya siswa SD dan MI itu berbeda pemahamannya pada segi tajwid dan membaca Al-Qur’an yang baik dan benar, untuk Akhlak, Fiqih, Sejarah rata-rata sama. Guru dapat membagi siswa menjadi tiga tingkatan berdasarkan prestasi belajaranya. Pertama, untuk siswa dalam kategori nilai tinggi, maka guru perlu mengembangkan tugasnya agar dapat menunjang keberhasilannya lebih baik lagi. Kedua, untuk siswa dalam kategori nilai sedang, maka dicari penyebab nilainya bisa seperti itu. Materi perlu di ulang atau cukup ditambah latihan saja. Ketiga, untuk siswa yang termasuk kategori nilainya rendah maka diadakan remidi dan tugas-tugas agar siswa terlatih dan dapat mencapai SKL. Selain itu diperlukan catatan dari Guru, misalnya Guru kelas VII mengetahui salah satu siswanya belum bisa baca Al-Qur’an dengan baik, maka ketika siswa tersebut naik kelas VIII sebaiknya Guru kelas VII memberi catatan khusus kepada Guru kelas VIII bahwa siswa tersebut perlu bimbingan khusus karena belum bisa baca Al-Qur’an dengan baik.” 87
3) Siswa bersemangat rajin belajar di rumah, sehingga tidak mengalami kesulitan belajar. Hal ini karena siswa yang mempunyai perhatian, bakat, minat dan motivasi dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam akan memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat dan mencapai prestasi yang diinginkan. Hal ini juga dikuatkan hasil
Wawancara dengan Jausan, Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII H, tanggal 25 Februari 2010 Wawancara dengan Jausan, Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII H, tanggal 25 Februari 2010
namun dengan rajin belajar, memperhatikan ketika Guru menjelaskan dan bertanya jika kurang paham akan menjadikan mudah menerima pelajaran, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Kemudian selain mengikuti TPA/TPQ/Madrasah Diniyah, Orangtua di rumah
juga sangat membimbing dalam belajar dan beribadah.” 88
4) Siswa mendapatkan pelajaran agama tambahan dengan mengikuti TPA/ TPQ /Madrasah Diniyah. Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam, siswa memang perlu jam tambahan dengan mengikuti TPA/TPQ/Madrasah Diniyah. Siswa yang mengikuti TPA/TPQ/Madrasah Diniyah biasanya rutin masuk 6 hari dalam seminggu dengan libur pada hari jum’at. Sehingga siswa ini sama dengan mempratekkan hokum Jost (Jost’s in law). Menurut hokum ini belajar dengan alokasi waktu 3 jam perhari selama 5 hari lebih efektif daripada 5 jam sehari tetapi hanya selama 3 hari, walaupun hasil perkalian keduanya sama. Hal ini juga dikuatkan hasil wawancara dengan Rizka Awalul Lailiyah, siswa yang berasal dari Madrasah ibtidaiyah (MI), mengatakan bahwa: “Rata-rata siswa dari MI tinggal di lingkungan Pondok Pesantren dan
Masjid, sehingga mereka rajin beribadah ke masjid dan juga rajin mengikuti TPA/TPQ/Madrasah Diniyah. 89
5) Siswa tinggal di lingkungan Pondok Pesantren atau Masjid. Lingkungan masyarakat sekitar Pondok Pesantren dan Masjid akan
Wawancara dengan Nihayatul Khusniyah, Siswa kelas VII H, tanggal 15 Maret 2010 89 Wawancara dengan Rizka Awalul Lailiyah, Siswa kelas VII H, tanggal 15 Maret 2010 Wawancara dengan Nihayatul Khusniyah, Siswa kelas VII H, tanggal 15 Maret 2010 89 Wawancara dengan Rizka Awalul Lailiyah, Siswa kelas VII H, tanggal 15 Maret 2010
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VII di SMP Negeri 1 Pogalan, maka Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar (SD) sudah tepat dalam memberikan pelajaran kepada siswanya. Karena Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar (SD) hanya 2 jam pelajaran, lebih sedikit dibandingkan dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Lingkungan keluarga, masyarakat juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Siswa Sekolah Dasar (SD) yang rumahnya dekat Madrasah/Masjid/Pondok Pesantren prestasinya juga bisa bagus seperti siswa yang dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), karena lingkungan
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.” 90
6) Siswa mendapat bimbingan dari orangtua di rumah. Lingkungan keluarga termasuk orangtua dapat memberi dampak baik dan buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Orangtua yang perhatian terhadap kegiatan belajar siswa, akan membuat siswa rajin belajar. Sehingga selain peran guru agama di sekolah, peran orangtua juga sangat penting. Hal ini juga dikuatkan hasil wawancara dengan Rizka Awalul Lailiyah, siswa yang berasal dari Madrasah ibtidaiyah (MI), mengatakan bahwa: “Materi Pendidikan Agama Islam (yang tercakup dalam Aqidah
Akhlah, Al-Qur’an Hadist, Fiqih, SKI, Bahasa Arab) di MI tidak berbeda dengan di SMP, hanya lebih berkembang materinya. Sehingga tidak merasa kesulitan dalam menerima pelajaran. Orangtua
juga mendukung dalam belajar dan beribadah.” 91
Wawancara dengan Kusnan, Guru Pendidikan Agama Islam kelas VII F, G, tanggal 24 Februari 2010