FAKTOR PENDUKUNG TERJADINYA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT
3.3 Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya
Areal gambut umumnya merupakan lahan rawa yang miskin hara dan tergenang air setiap tahunnya sehingga kurang cocok bagi pertanian. Oleh karena itu, kondisi demikian memaksa masyarakat untuk mempertahankan hidupnya hanya dengan berburu satwa liar, menangkap ikan dan menebang kayu secara ilegal (illegal logging). Kegiatan illegal logging belakangan ini
telah agak berkurang, diantaranya disebabkan oleh telah habisnya pohon-pohon komersial di dalam lokasi hutan sehingga untuk mendapatkan pohon komersial mereka harus
Saluran di PLG
Parit di Simpang Kiri
Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan
Bab 3. Faktor Pendukung Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut
masuk sangat jauh ke dalam hutan dan dengan akses yang lebih sulit, selain itu diduga telah terjadi peningkatan kesadaran masyarakat akan dampak illegal logging sebagai hasil dari kegiatan penyuluhan dan bimbingan yang telah dilakukan baik oleh beberapa LSM maupun pemerintah serta meningkatnya kesadaran mereka akan dampak negatif akibat penebangan yang mereka rasakan secara langsung.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Wetlands International – Indonesia Programme di Bagian Hutan Perian PT. ITCI, Kalimantan Timur pada tahun 2000 dilaporkan bahwa hutan rawa gambut memiliki manfaat ekonomi secara langsung yang cukup besar, yakni Rp 8.128.141.017 per tahun ( Tabel 4) . Nilai produksi terbesar berasal dari hasil perikanan (70,2%) yang digunakan untuk kepentingan komersial dan pemenuhan kebutuhan subsisten. Nilai produksi lainnya berupa kayu sebesar 27,707%.
Berdasarkan informasi penduduk setempat, terdapat indikasi penurunan manfaat ekonomi dari hutan tersebut, baik produksi perikanan, kayu ataupun hasil hutan lainnya. Kejadian kebakaran dan kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan sumberdaya hutan telah mengakibatkan rusaknya habitat dan matinya beberapa jenis satwa dan tumbuhan. Hal ini berdampak pada terjadinya penurunan nilai produksi sumberdaya hutan yang akhirnya berpengaruh
Tabel 4. Manfaat ekonomi dari pemanfaatan langsung hasil hutan dari bagian
terhadap kondisi Hutan Perian (luas 50.000 ha) pada ekonomi
Jenis Hasil
sumberdaya hutan
per Tahun (Rp)
5.705.703.120 70,197 mata pencaharian
merupakan sumber
87.835.851 1,081 utama penduduk
3. Satwa liar
62.423.719 0,768 setempat.
4. Rotan
5. Tumbuhan obat
B u d a y a 7. Burung
Jumlah 8.128.141.017 100 masyarakat
Sumber : Survey WI-IP (2000)
22 Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan
Bab 3. Faktor Pendukung Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut
terhadap sumber daya alam telah mendorong terjadinya eksploitasi yang tidak terkendali dan kurang bertanggung jawab. Masyarakat setempat kadang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara membabi buta (illegal logging,
Masyarakat yang hidup di sekitar perdagangan satwa yang dilindungi,
ekosistem gambut
penangkapan ikan dengan setrum ataupun racun, dan lain-lain). Hal inilah yang menjadi potensi ancaman rusaknya kelestarian hutan. Masih lemahnya kesadaran para pengusaha kehutanan/perkebunan dalam mengalokasikan anggaran untuk pencegahan kebakaran hutan terlihat dalam pelaksanaan penyiapan lahan. Meskipun pemimpin perusahaan menganjurkan untuk melakukan pembukaan lahan dengan tanpa bakar, tapi karena minimnya anggaran dan kurangnya kontrol menyebabkan para kontraktor pelaksana pembuka lahan melakukannya dengan pembakaran karena biayanya lebih murah, yang akhirnya pembakaran tidak dapat dikendalikan dan terjadilah kebakaran.
Tindakan saling lempar tanggung jawab dan menutup-nutupi kejadian kebakaran telah menyebabkan tindakan pemadaman tidak segera dilaksanakan sehingga api menyebar semakin luas dan tindakan pemadaman lebih sulit dilaksanakan. Konsekuensi dari kondisi demikian akhirnya menghasilkan diajukannya anggaran baru untuk kegiatan pemadaman dimana dalam pelaksanaannya sangat rawan terjadinya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), hal seperti ini terungkap dalam sebuah “A one-day National Workshop Fires in Indonesia : Impacts, Key Issues & Policy Responses, Jakarta, 16 Desember 2003” yang diselenggarakan oleh CIFOR, selain itu terungkap juga bahwa meskipun telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi kebakaran, termasuk dengan memanfaatkan bantuan luar negeri, kebakaran tetap saja terjadi terutama pada musim kemarau. Dicky Simorangkir salah seorang pembicara pada acara tersebut menyatakan bahwa untuk saat ini yang diperlukan adalah komitmen kita semua dalam upaya pencegahan kebakaran. Hal senada dikemukakan pula oleh Direktur FWI Togu Manurung yang mengatakan bahwa kebakaran sulit dicegah di Indonesia jika Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tetap masih merajalela.
Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan
24 Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan