Bahwa ayat tersebut sudah mansukh (dihapus) dengan ayat saif (perintah 5 6

1. Bahwa ayat tersebut sudah mansukh (dihapus) dengan ayat saif (perintah 5 6

perang). Ini adalah pendapat Mujahid dan Ibnu ‘Athiyah Al Andalusi . Pendapat para mufassir ini menutup hujjah bagi Qaradhawi untuk membela diri.

2. Makna berdebat dengan ahli kitab melalui cara terbaik adalah mendoakan mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla (agar mereka mendapat hidayah) dan menyampaikan argumen, ayat-ayat, dan bukti-bukti dengan harapan mereka mau menyambut Islam dan hijrah ke dalamnya. Berinteraksi kepada mereka harus dengan cara dan ucapan yang lembut saat mengajaknya kepada kebenaran serta menolak kebathilan dengan cara yang paling mudah untuk sampai kepada hal itu.

3. Ada yang mengatakan bahwa makna ayat tersebut adalah janganlah kalian mendebat orang-orang yang beriman kepada Muhammad dari kalangan ahli

kitab, seperti Abdullah bin Salam dan semua yang beriman kepadanya, kecuali dengan cara yang terbaik. Menurut pendapat yang kedua, ayat tersebut termasuk muhkamat (ayat-ayat yang jelas). Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah.

Walaupun ayat tersebut muhkamat namun tidak ada kaitannya dengan pendapat Qaradhawi karena dia menjadikan ayat billatii hiya ahsan (dengan cara yang paling baik) sebagai dalil untuk menghindari hal yang menyinggung perasaan dan menimbulkan permusuhan. Bahkan dari ayat inilah Qaradhawi mensyariatkan perintah untuk mencintai yahudi dan nashrani. Mungkin dia pura-pura tidak tahu tentang maksud ayat billatii hiya ahsan, yakni jalan yang dibangun di atas ilmu dan argumen serta burhan (bukti) yang jelas, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

Seperti yang tercantum dalam Tafsir Al Qurthubi, Ath Thabari, serta yang lainnya. 6 Al Muharrir Al Wajiiz Fi Tafsiiril Kitaabil Aziiz, XII:229.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl : 125)

Berdebat dengan ahli kitab atau dengan para pelaku kebathilan dengan tujuan agar mereka mau menerima petunjuk kebenaran dan mengembalikan mereka dari kebathilan tidak menuntut adanya rasa cinta kepada pelaku kebathilan dan kesesatan. Jika tidak dipahami demikian maka harus dikatakan bahwa Musa dan Harun diperintah untuk mencintai Fir’aun ketika Allah berfirman kepada keduanya :

“Maka ucapkanlah kepadanya ucapan yang lembut.” (QS. Thaha : 44) Karena ucapan yang lemah lembut adalah ucapan baik yang didasari dengan ilmu,

argumen, dan hikmah. Kalimat billatii hiya ahsan (dengan cara yang paling baik) mempunyai beberapa makna,

di antaranya :

1. Tiada Dzat yang berhak diibadahi selain Allah. Pendapat ini disebutkan oleh Ibnul Jauzi dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu.

2. Menahan diri dari (memerangi) mereka setelah mereka memberikan jizyah

(pajak). Pengertian ini disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab Zaadul Masiir.

3. Cara yang terbaik adalah dengan Al Qur’an. Kedua, sesungguhnya berdebat dengan ahli kitab melalui cara terbaik merupakan

sebab agar mereka mau menerima Islam. Hal ini jauh dari sikap keras terhadap mereka yang bisa menyebabkan mereka mencela Islam dan orang yang membawanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”

(QS. Al An’am : 108)

Saudara pembaca yang budiman, setelah mengetahui pendapat para mufassir tentang ayat yang dikaburkan oleh Qaradhawi, jelaslah bagi kita bahwa tak seorang pun dari kalangan Salafusshalih dan pengikut baik mereka yang sejalan dengan pemikiran Qaradhawi.

Setelah memaparkan berbagai syubhat dan talbis (pemutarbalikan) kebenaran kepada kaum Muslimin, Qaradhawi berusaha mendekatkan kaum Muslimin dengan umat Nashrani. Ia berkata :

Hal ini berlaku untuk ahli kitab secara umum. Sedangkan untuk orang nashara, secara khusus dalam Al Qur’an Allah telah menempatkan mereka pada suatu posisi yang dekat dengan kaum Muslimin. Allah berfirman : “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang- orang yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata : ‘Sesungguhnya kami ini orang nashrani’. Yang demikian ini disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang nashrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. Al Maidah : 82)