Berpendapat Bahwa Demokrasi Adalah Syura

4. Berpendapat Bahwa Demokrasi Adalah Syura

Yusuf Al Qaradhawi belum merasa puas dengan ajakannya untuk mencintai Ahli Kitab dan non Muslim lainnya dengan seruannya untuk melakukan pendekatan dengan mereka. Bahkan dia banyak menghiasi otaknya dengan pemikiran orang-orang kafir yang membinasakan yang sengaja dibuat untuk menghancurkan Islam dan pemeluknya, diantara pemikiran tersebut adalah demokrasi.

Demokrasi merupakan salah satu dari tipu muslihat orang-orang Yahudi dan Nashara serta merupakan salah satu rekayasa dan makar mereka. Walaupun demikian, Yusuf Al Qaradhawi ini memberikan nama bahwa itu (demokrasi) adalah siyasah syar’iyah dan juga salah satu bab yang luas dalam fiqih Islam. Ia juga mengatakan bahwa demokrasi dan syura’ adalah dua sisi mata uang yang tak mungkin pisah. Inilah perkataannya :

Demokrasi mencakup kebebasan-kebebasan dan metode-metode untuk meruntuhkan para penguasa yang tirani, demokrasi juga adalah siyasah syar’iyah yang pembahasannya sangat luas dalam fiqih Islam. Demokrasi dan syura adalah dua sisi mata uang yang tidak mungkin pisah. (Harian Asy Syarq edisi 2719, 25 Agustus 1995 M)

Lihatlah wahai para pembaca, bagaimana dia menghiasi kebathilan dan menyelubungi kebohongan dan kedustaan dengan baju Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedangkan dia diajak kepada agama Islam?” (QS. Ash Shaff : 7)

Untuk menjelaskan kebathilan ini saya katakan kepadanya : Pertama, perkataanmu bahwa demokrasi adalah siyasah syar’iyah dan salah satu bab

yang luas dalam fiqih Islam, ini suatu masalah yang setanmu pun tidak bisa membantumu untuk bisa mendatangkan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Karena suatu perkara akan disebut sebagai sesuatu yang syar’i bila bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Sedangkan demokrasi ini tidak bersumber kepada keduanya. Bahkan demokrasi itu bersumber dan muncul dari negara kafir.

Permasalahan demokrasi ini akan semakin jelas jika mengetahui maknanya, kita tidak akan merujuk kepada Lisanul ‘Arab dan juga Ash Shihhah untuk membahasnya. Namun kita akan melihat makna demokrasi ini kepada yang membuatnya karena si

Perkataan Ibnul Qayyim dalam Kitab Hidayatul Hiyaari Ilaa Ajwibatil Yahuudi wan Nashaara halaman 34-35 dengan sedikit perubahan.

empunya rumah lebih paham tentang isi rumahnya. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani dan tersusun dari dua lafal. Lafal pertama adalah demo yang bermakna rakyat atau penduduk sedangkan lafal kedua krasi berasal dari kata kratia yang berarti aturan hukum atau kekuasaan. Dua kata Yunani itu kalau digabung menjadi demokratia yang berarti pemerintahan dari pihak rakyat. (As Syuura Laa Ad Demokratiyyah,

halaman 34)

Dalam kamus milik para pemuja demokrasi yaitu kamus Collins cetakan London tahun 1979 disebutkan bahwa makna demokrasi adalah hukum dengan perantara rakyat atau yang mewakilinya. (Lihat buku Ad Demokratiyyah wa Mauqifil Islami Minha)

Jadi, demokrasi adalah hukum dari rakyat untuk rakyat sendiri. Hal ini sangat bertentangan dengan Al Qur’an karena di dalam syariat Islam hukum hanya milik Allah dan rakyat tidak mempunyai hukum dan juga yang mewakilinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.” (QS. Yusuf : 40)

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada Rasul-Nya : “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang

diturunkan Allah.” (QS. Al Maidah : 49) Allah telah menjelaskan dalam dua ayat ini bahwa hukum itu tidak menjadi milik rakyat

dan juga wakilnya di parlemen. Dan Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk memutuskan perkara di antara manusia dengan apa yang Allah turunkan berupa syariat. Maka, bagaimana mungkin demokrasi disebut siyasah syar’iyah padahal demokrasi pada dasarnya itu bertentangan dengan syariat Islam.

Perkataan Qaradhawi : Demokrasi dan syura adalah dua sisi mata uang yang tak mungkin pisah.

Ucapan ini adalah pengaburan dan merupakan tipuan karena diantara demokrasi dan syura ada perbedaan-perbedaan yang mendasar laksana langit dan bumi. Perhatikanlah perbedaan-perbedaan tersebut :

1. Syura adalah aturan Ilahi sedangkan demokrasi merupakan aturan orang-orang kafir.

2. Syura dipandang sebagai bagian dari agama sedangkan demokrasi adalah aturan tersendiri.

3. Di dalam syura ada orang-orang yang berakal yaitu Ahlul Halli wal ‘Aqdi (yang berhak bermusyawarah) dari kalangan ulama, ahli fiqih, dan orang-orang yang mempunyai kemampuan spesialisasi dan pengetahuan. Merekalah yang mempunyai kapabilitas untuk menentukan hukum yang disodorkan kepada mereka dengan hukum syariat Islam. Sedangkan aturan demokrasi meliputi orang-orang yang di dalamnya dari seluruh rakyat sampai yang bodoh dan pandir sekalipun.

4. Dalam aturan demokrasi semua orang sama posisinya, misalnya : Orang alim dan bertakwa sama posisinya dengan seorang pelacur, orang shalih sama derajatnya

dengan orang yang bejat, dll. Sedangkan dalam syura maka itu terjadi akan tetapi semua diposisikan secara proporsional. Allah berfirman :

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu “Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu

(QS. As Sajdah : 18)

Para pembaca yang budiman, yang telah disebutkan tadi adalah petunjuk singkat bahwa apa yang terkandung dalam demokrasi adalah kebathilan dan kekufuran serta kelacutan. Bila hakikat demokrasi telah jelas dan gamblang bagi kita maka lebih mungkar lagi ketika kita mendengar seseorang mengatakan : Sesungguhnya demokrasi itu berasal dari Islam atau dari syariat Islam atau bahwa syura dan demokrasi adalah dua sisi mata uang atau juga bahwa Islam adalah aturan demokrasi atau demokrasi Islami ataupun nama-nama lainnya seperti mencampuradukkan antara kalimat kebenaran yakni Islam dengan kalimat yang bathil yaitu demokrasi. Hingga istilah demokrasi ini seolah-olah dari Islam karena seringnya didengar.

Kami ingin menulis kata ganti dari demokrasi dengan kata yang sinonim dengannya sesuai dengan standar dalam Islam, yaitu hukum thaghut atau hukum jahiliah. Dengan demikian maka ungkapan tadi menjadi begini :

“Hukum thaghut atau hukum jahiliah dari Islam atau Islam adalah aturan thaghut atau jahiliah ataupun jahiliah Islam atau juga hukum thaghut/jahiliah dari syariat Islam. Maka apakah mungkin seorang Muslim menerima ucapan-ucapan ini?! Atau apakah mungkin ucapan seperti ini keluar dari seorang lelaki yang paham dan berakal terhadap apa yang dikatakannya? Jawabannya tentu tidak!! (Lihat Kitab Haqiqat Ad