Pengembangan Hipotesis

2. Pengembangan Hipotesis

Manajemen laba timbul karena adanya informasi asimetri antara prinsipal dan agen, yang diantara keduanya memiliki kepentingan yang berbeda. Manajemen (agen) memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan karena agen yang diberi wewenang oleh prinsipal untuk secara langsung mengelola perusahaannya. Manajemen dapat dengan mudah mengelola laba yang disajikan pada laporan keuangannya untuk menampilkan kinerja yang baik pada prinsipal, sehingga manajemen mendapat bonus yang maksimal (Indriana, 2009).

Manajemen laba dicapai melalui kebebasan manajer terhadap pilihan pengukuran dan pengakuan laba akuntansi dan aliran kas operasi yang didasarkan pada PABU (Djamaluddin dkk, 2007). SFAS No. 109 menyediakan kebebasan itu pada pembentukan VAA pajak tangguhan. Pembentukan VAA dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi nilai tercatat aktiva pajak tangguhan yang dinilai manajemen tidak dapat direalisasi pada periode mendatang. Penilaian dan perkiraan manajemen tentang realisasi aktiva pajak tangguhan dalam pembentukan VAA harus mempertimbangkan empat sumber penghasilan kena pajak yang dapat

commit to user

dan bukti negatif yang dapat dipertimbangkan dalam memperkirakan laba masa depan, seperti yang tercantum dalam SFAS No. 109. Namun ketentuan tersebut mengandung subjektivitas karena tidak ada ukuran yang pasti dalam menentukan besarnya VAA, standar akuntansi hanya mengandalkan informasi pribadi manajemen (Kumar dan Visvanathan, 2001). Sesuai dengan asumsi dalam teori akuntansi positif yang berpendapat bahwa manajemen akan lebih mementingkan untuk memenuhi kepuasan pribadi daripada orang lain atau perusahaan (Januarti, 2004), maka VAA aktiva pajak tangguhan tersebut dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan manajemen laba (Burgstahler et al, 2002; Schrand dan Wong, 2003; Phillips et al, 2004; Frank dan Rego, 2006).

VAA pajak tangguhan dipandang sebagai peluang terakhir yang mungkin digunakan manajer untuk aktivitas manajemen laba (Dhaliwal et al, 2004), karena perubahan VAA berdampak langsung pada laba bersih (bottom-line earnings) (Miller dan Skinner, 1998). Naiknya VAA berarti menaikkan beban pajak tangguhan dengan mengurangi keuntungan pajak sehingga laba menurun, sedangkan penurunan dalam VAA juga menurunkan beban pajak tangguhan dengan mengurangi biaya pajak, dan kemudian dapat menaikkan laba akuntansi (Djamaluddin dkk, 2007).

Para peneliti sebelumnya menganggap posisi laba perusahaan di sekitar batas pelaporan laba (earnings threshold) menjadi insentif manajemen laba oleh suatu perusahaan. Penelitian ini meneliti manajemen

commit to user

positif dan peningkatan laba, yang diukur dengan laba sebelum adanya manajemen (premanaged earnings). Sesuai dengan penelitian sebelumnya (Frank dan Rego, 2006) perusahaan diklasifikasikan menjadi tiga golongan berdasarkan posisi premanaged earnings dalam mencapai earnings targets , yaitu premanaged earnings jauh di bawah target, premanaged earnings di bawah targets, dan premanaged earnings di atas target.

Perusahaan dengan premanaged earnings jauh di bawah target laba akan meningkatkan VAA untuk melakukan earnings bath atau menurunkan VAA untuk meratakan laba (Frank dan Rego, 2006). Menurut Healy (1985) ketika target laba tidak bisa dicapai dengan meningkatkan akrual maka akrual diturunkan untuk membentuk earnings bath. Hal itu didukung oleh pendapat Christensen et al (2008) bahwa perusahaan yang meningkatkan VAA dengan nominal yang lebih besar dari yang diperlukan diduga perubahan VAA tersebut digunakan untuk membentuk big bath . Pola manajemen laba semacam ini biasanya terjadi selama periode pada saat terjadinya reorganisasi seperti adanya pergantian CEO baru (Scott, 2000). Jika manajer merasa harus melaporkan kerugian maka ia akan melaporkan dalam jumlah yang besar. Dengan tindakan ini, manajer berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan atas kerugian perusahaan dapat dilimpahkan kepada manajer lama.

commit to user

laba akan menurunkan VAA untuk meningkatkan pelaporan laba guna mencapai target laba (Frank dan Rego, 2006). Perusahaan akan meningkatkan akrualnya (income-increasing accruals) ketika target laba dapat dicapai dengan akrual tersebut (Healy, 1985). Pada penelitian Burgstahler et al (2002) menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai laba kecil (small scaled profit) dan rugi kecil (small scaled loss) akan menurunkan VAA untuk meningkatkan laba dan menghindari kerugian.

Sedangkan perusahaan dengan premanaged earnings di atas target laba akan meningkatkan VAA untuk meratakan laba (income smoothing) dan membentuk cookie jar (Frank dan Rego, 2006). Temuan ini didukung oleh Schrand dan Wong (2003) dalam penelitiannya yang membuktikan adanya income smoothing dengan menggunakan VAA untuk mencapai dua target laba, yaitu peningkatan laba dan mencapai ramalan laba analis.

Berdasarkan uraian dan literatur di atas, penelitian yang berfokus pada tiga tindakan manajemen laba (mencapai target laba, perataan laba, dan earnings bath) dalam mencapai dua target laba (melaporkan laba positif dan peningkatan laba), penelitian ini mengembangkan hipotesis sebagai berikut:

H 1 : Perubahan diskresioner VAA bermanfaat untuk mendeteksi

manajemen laba untuk melaporkan laba positif.

H 2 : Perubahan diskresioner VAA bermanfaat untuk mendeteksi manajemen laba untuk melaporkan peningkatan laba.

commit to user