(Studi Empiris pada Perusahaan non-Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar - Praktek Manajemen Laba Yang Dilakukan Perusahaan : Deteksi Dengan Menggunakan Valuation Allowance Account (Vaa)
SKRIPS
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : DHINA ARFIANA DEWI
NIM F0306027
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
DETEKSI DENGAN MENGGUNAKAN VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA) (Studi Empiris pada Perusahaan non-Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009)
Dhina Arfiana Dewi F0306027
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi aktivitas manajemen laba melalui akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan, yang dipengaruhi oleh dua target laba, yaitu melaporkan laba positif dan melaporkan peningkatan laba. Penelitian ini merupakan pengujian hipotesis, dengan jumlah sampel 29 perusahaan non-manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan pada tahun 2007-2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data yang diperlukan diperoleh melalui website resmi Bursa Efek Indonesia. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan uji t, uji F dan koefisien determinasi. Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan mampu mendeteksi aktivitas manajemen laba perusahaan. Sedangkan hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan hanya digunakan untuk menaikkan laba agar perusahaan dapat melaporkan peningkatan laba.
Kata kunci : cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan, manajemen laba, SFAS No. 109
commit to user
PRATICE OF EARNINGS MANAGEMENT IN COMPANY: DETECTION BY USING THE VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA) (Empirical Study on Non-Manufacturing Companies that Provide Deferred Tax Asset
–Valuation Allowance Account on Indonesian Stock Exchange in the year of 2007-2009)
Dhina Arfiana Dewi F0306027
ABSTRACT
The purpose of this research is to detect earnings management activities via deferred tax asset –valuation allowance account, which is influenced by two earnings targets, that is reported a positive earnings and reported an increase earnings. This research is a hypothesis testing, with a total sample of 37 non- manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange and provides a
deferred tax asset –valuation allowance account in the year of 2007-2009. The
sampling process was done purposive sampling method . This research use
secondary data. The data are taken from website Indonesia Stock Exchange.
Hypothesis test of this research use multiple linear regression with t test, F test,
and coefficient determination test. The result of simultaneous test show that deferred
tax asset –valuation allowance account can be used to detect earnings management activities. Whereas, the result of partial test show that deferred tax asset –valuation allowance account is only used to raise profits in order to reported increasing earnings.
Keyword: valuation allowance account, earnings management, SFAS No. 109
commit to user
commit to user
commit to user
“Man Jadda, Wajada” (No Name)
“I believe in luck. I believe the harder I work, the luckier I get.” (Raditya Dika)
“Kecemasan takkan pernah merenggut kesulitan hari esok, ia hanya akan melemahkan hari ini dengan kekuatannya.”
(AJ. Cronin)
“Mengharap dunia memperlakukanmu baik karena kamu orang baik, itu sama konyolnya dengan mengharap banteng tidak menandukmu karena kamu seorang
vegetarian.” (Rosseane Barr)
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini kupersembahkan untuk: Bapak, Ibu, dan Kakakku yang selalu mendoakan, memberi
dukungan dan semangat di setiap langkahku Adhi Manyu yang selalu memberikan motivasi Almamaterku Masa depanku
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, ridho, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Praktek Manajemen Laba yang Dilakukan Perusahaan: Deteksi dengan Menggunakan Valuation Allowance Account (VAA)”.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, semangat, serta pemikiran baik secara langsung maupun tidak langsung yang berupa saran, kritik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Wisnu Untoro, M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Santoso Tri H. M.Si. Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., BKP., selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik dan lancar.
4. Dra. Falikhatun, Msi., Ak., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama menempuh masa perkuliahan.
commit to user
Surakarta, yang telah banyak memberikan andil selama penulis menimba ilmu hingga akhirnya tertuang dalam penulisan skripsi ini.
6. Orangtuaku tercinta, yang selalu melimpahiku dengan kasih sayang, perhatian, selalu mendoakanku, memberikan dukungan serta bimbingan dalam setiap langkahku. Terima kasih atas segalanya, aku bangga memiliki orangtua seperti kalian.
7. Kakakku Dhika Arif Hanantyo, yang selalu memberikan dukungan dan bantuan (baik riil maupun materiil, hehe) sampai studiku selesai. Terima kasih ya..
8. Adhi Manyu Sakti Prabowo yang selalu menemaniku dalam suka dan duka, dan bersedia untuk direpotkan setiap saat, terima kasih atas doa, dukungan, dan perhatiannya. Pake toga bareng yuuuuk..
9. Kawan-kawanku yang secara tidak langsung sangat membantuku meraih gelar sarjana ini. Tita, Mera, Hanung, dan Denny terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama masa perkuliahan yang mengesankan ini. Ika dan Ratri, terima kasih supportnya waktu kompre, bantuan dan saran- sarannya, kalian kok baik banget sih. Partnerku Ririn, terima kasih buat judulnya yang menurutku unpredictable banget hehe, makasih bantuan dan tumpangannya ya.
10. Teman-teman FKIP Seni Rupa, terima kasih telah mewarnai masa kuliahku dengan pengetahuan dan pengalaman baru.
11. Teman-teman akuntansi angkatan 2006, terima kasih buat semuanya.
commit to user
terima kasih atas semua yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran sangat diharapkan.
Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak di kemudian hari.
Surakarta, Oktober 2011
Penulis
commit to user
Ketepatan Perkiraan ..............................................
57
3) ........................................................................ Uji
Statistik t ...............................................................
58
D. .......................................................................................... Pemb
ahasan .......................................................................................
58 BAB V. PENUTUP
A. .......................................................................................... Kesi
mpulan ......................................................................................
61
B. .......................................................................................... Keter
batasan ......................................................................................
62
C. .......................................................................................... Saran
63
D. .......................................................................................... Impli
kasi ............................................................................................
64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
commit to user
4.1 Kriteria Pengambilan Sampel ...................................................
49
4.2 Statistik Deskriptif Data Regresi Pertama ................................
50
4.3 Hasil Regresi Pertama ..............................................................
51
4.4 Statistik Deskriptif Data ...........................................................
52
4.5 Hasil Pengujian Normalitas ......................................................
53
4.6 Hasil Pengujian Multikolinieritas .............................................
54
4.7 Hasil Pengujian Autokorelasi ...................................................
55
4.8 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas .........................................
56
4.9 Hasil Pengujian Hipotesis .........................................................
57
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
commit to user
2.2 Skema Target Laba dan Manajemen Laba ...............................
32
3.1 Premanaged Earnings pada Dua Target Laba .........................
43
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
2 Regresi Pertama
a. Keseluruhan Data Diskala dengan Saham yang Beredar
b. Statistik Deskriptif
c. Uji Normalitas
d. Uji Multikolonieritas
e. Uji Heteroskedastisitas
f. Uji Autokorelasi
g. Regresi Berganda
3 Regresi Kedua
a. Variabel Dependen dan Independen
b. Variabel Dummy
c. Statistik Deskriptif
d. Uji Normalitas
e. Uji Multikolonieritas
f. Uji Heteroskedastisitas
g. Uji Autokorelasi
h. Analisis Regresi Berganda
commit to user
DETEKSI DENGAN MENGGUNAKAN VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA) (Studi Empiris pada Perusahaan non-Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009)
Dhina Arfiana Dewi F0306027
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi aktivitas manajemen laba melalui akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan, yang dipengaruhi oleh dua target laba, yaitu melaporkan laba positif dan melaporkan peningkatan laba. Penelitian ini merupakan pengujian hipotesis, dengan jumlah sampel 29 perusahaan non-manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan pada tahun 2007-2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data yang diperlukan diperoleh melalui website resmi Bursa Efek Indonesia. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan uji t, uji F dan koefisien determinasi. Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan mampu mendeteksi aktivitas manajemen laba perusahaan. Sedangkan hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan hanya digunakan untuk menaikkan laba agar perusahaan dapat melaporkan peningkatan laba.
Kata kunci : cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan, manajemen laba, SFAS No. 109
commit to user
USING THE VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA) (Empirical Study on Non-Manufacturing Companies that Provide Deferred Tax Asset
–Valuation Allowance Account on Indonesian Stock Exchange in the year of 2007-2009)
Dhina Arfiana Dewi F0306027
ABSTRACT
The purpose of this research is to detect earnings management activities via deferred tax asset –valuation allowance account, which is influenced by two earnings targets, that is reported a positive earnings and reported an increase earnings. This research is a hypothesis testing, with a total sample of 37 non- manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange and provides a
deferred tax asset –valuation allowance account in the year of 2007-2009. The
sampling process was done purposive sampling method . This research use
secondary data. The data are taken from website Indonesia Stock Exchange.
Hypothesis test of this research use multiple linear regression with t test, F test,
and coefficient determination test. The result of simultaneous test show that deferred
tax asset –valuation allowance account can be used to detect earnings management activities. Whereas, the result of partial test show that deferred tax asset –valuation allowance account is only used to raise profits in order to reported increasing earnings.
Keyword: valuation allowance account, earnings management, SFAS No. 109
commit to user
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terdapat dua versi laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan dalam setiap periodenya, yaitu laporan keuangan komersial yang dihitung berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum dan laporan keuangan fiskal yang dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku. Perbedaan ketentuan dalam perhitungan laporan tersebut menghasilkan dua laba yang berbeda, laba sebelum pajak (menurut perhitungan laporan keuangan komersial) dan penghasilan kena pajak (menurut perhitungan laporan keuangan fiskal).
Penghasilan kena pajak, yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan (PPh), merupakan output dari rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan ketentuan pembukuan pajak menurut undang- undang perpajakan. Hal ini berarti bahwa dalam laporan keuangan komersial terkandung perhitungan PPh berdasarkan penghasilan kena pajak menurut ketentuan perpajakan (Kiswara, 2009). Penyajian perhitungan PPh tersebut pada laporan keuangan perusahaan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 yang mengadopsi standar di Amerika, yaitu Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 109, menggantikan peraturan yang lama, yaitu PSAK No. 16 paragraf 77.
commit to user
Indonesia pada tahun 1997 dalam PSAK No. 46, standar akuntansi ini menjadi kontroversial (Burgstahler et al, 2002). Standar tersebut mengharuskan manajer untuk menilai dan mencatat aktiva pajak tangguhan pada tingkat dimana aktiva pajak tangguhan tersebut memungkinkan (more likely than not) untuk direalisasi (PSAK No. 46 paragraf 24). Dan apabila aktiva pajak tangguhan dinilai tidak mungkin untuk direalisasi, maka manajer harus menurunkan nilai tercatat aktiva pajak tangguhan (PSAK No. 46 paragraf 35) dengan membentuk akun cadangan penilaian (Valuation Allowance Account /VAA) pajak tangguhan (SFAS No. 109 paragraph 17e).
Petree et al dalam Burgstahler et al (2002) menyatakan bahwa pengakuan aktiva pajak tangguhan ini sangat kompleks dan subjektif. Penilaian dan perkiraan manajemen menjadi peran utama dalam pembentukan VAA untuk menyesuaikan aktiva pajak tangguhan yang diakui. Pasalnya, realisasi aktiva pajak tangguhan bergantung pada kemampuan penghasilan kena pajak masa depan menyediakan pembalikan untuk perbedaan temporer yang dapat dikurangkan (Kumar dan Visvanathan, 2001). Hal ini berarti bahwa penyesuaian aktiva pajak tangguhan dan pembentukan penyisihannya didasarkan pada ekspektasi manajemen tentang penghasilan kena pajak masa depan.
Keleluasaan pembentukan VAA meningkatkan kemampuan manajemen untuk mengatur laba, manajemen memanfaatkan kebijakannya untuk tujuan manajemen laba (Comiskey dan Mulford, 1994; Peavey dan
commit to user
Biasanya pengaplikasian kebijakan pada laporan keuangan menghilangkan diskresi manajer dan membatasi tindakan manajemen laba, tapi SFAS No. 109 masih mengijinkan diskresi manajer (Frank dan Rego, 2006). VAA dipilih sebagai alat untuk melakukan manajemen laba karena tidak ada rumus yang tetap atau aturan yang jelas untuk menentukan tingkat VAA dan tingkat VAA tergantung pada ekspektasi manajemen tentang laba masa depan, sehingga pada beberapa perusahaan kebijakan dalam standar akuntansi ini cukup leluasa bagi manajemen untuk membuat adjustment yang material pada laba akuntansi, karena perubahan pada VAA berdampak langsung pada laba bersih perusahaan (Miller dan Skinner, 1998).
Dengan memanfaatkan celah pada kebijakan baik di PSAK No. 46 maupun SFAS No. 109, perusahaan secara oportunistik mengelola labanya dengan menaikkan atau menurunkan akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan (Mulford dan Comiskey 1996, Hirst dan Sevcik 1996, Ciesielski 1998; dalam Bauman et al 2000). Hal ini dikarenakan perubahan besarnya VAA pajak tangguhan secara langsung dapat berpengaruh pada laba operasi berjalan (current operating income), dan dalam SFAS No. 109 dijelaskan mengenai sumber penghasilan kena pajak untuk realisasi aktiva pajak tangguhan, yang mana di dalamnya terkandung sejumlah subyektivitas sebagai pertimbangan. Serta adanya hubungan keagenan yang mendorong manajemen melakukan manajemen laba dengan memanfaatkan VAA pajak tangguhan agar mendapatkan bonus yang tinggi.
commit to user
dilakukan (Burgstahler et al, 2002; Phillips et al, 2003; Frank dan Rego, 2006; Christensen et al, 2008) dengan berbagai model atau rumus. Salah satunya, rumus yang digunakan oleh Frank dan Rego (2006) yang mengembangkan model akrual, dimana model ini mengklasifikasikan total akrual kedalam bentuk discretionary accrual dan non-discretionary accrual dengan dua tahapan regresi. Rumus yang dikembangkan oleh Frank dan Rego (2006) ini merupakan model yang paling sesuai untuk meneliti manajemen laba melalui VAA karena dalam pengklasifikasian akrualnya rumus ini mencakup semua ketentuan yang tercantum di SFAS No. 109. Empat sumber penghasilan kena pajak yang diberikan SFAS No. 109 sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan tingkat VAA, dijadikan model perhitungan non-diskresioner VAA oleh Frank dan Rego (2006).
Tanusdjaja (2006) mengemukakan bahwa sebagian besar penelitian manajemen laba berusaha menemukan bukti bahwa laba diatur untuk memenuhi batas pelaporan laba (earnings thresholds). Burgstahler et al (2002), melakukan penelitian di sekitar earnings thresholds untuk mengidentifikasi aktivitas manajemen laba dalam menghindari penurunan laba dan pelaporan kerugian. Schrand dan Wong (2003) juga melakukan hal yang sama dalam penelitiannya, mereka meneliti tindakan manajemen laba dalam mencapai ramalan laba analis dan melaporkan peningkatan laba. Termasuk penelitian Frank dan Rego (2006), mereka meneliti aktivitas manajemen laba yang dilakukan perusahaan untuk mencapai earnings thresholds, atau disebut
commit to user
melaporkan peningkatan laba, dan mencapai ramalan laba analis.
Pasar memberikan penilaian positif pada perusahaan yang memenuhi earnings thresholds (Tanusdjaja, 2006), hal ini menjadi motivasi manajemen untuk mengelola labanya, selain adanya bonus scheme motivations. Frank dan Rego (2006) menemukan bukti empiris adanya income smoothing pada perusahaan yang dilakukan dengan memanfaatkan VAA untuk mencapai ramalan laba para analis. Temuan ini didukung oleh penelitian Schrand dan Wong (2003) yang menunjukkan tindakan income smoothing pada kedua target laba, yaitu melaporkan peningkatan laba dan mencapai ramalan laba para analis.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Frank dan Rego (2006) yang meneliti aktivitas manajemen laba dengan detektor perubahan diskresioner VAA yang dipengaruhi oleh target laba (earnings targets) dengan proksi premanaged earnings pada 194 perusahaan publik di Amerika Serikat. Adanya perbedaan dalam penerapan aturan perpajakan dan aturan pasar modal di setiap negara membuat penelitian ini penting untuk dilakukan, yaitu untuk mengetahui apakah konsep yang sama dapat diaplikasikan di Indonesia. Dengan demikian penelitian ini menguji kemampuan VAA untuk mendeteksi manajemen laba dalam mencapai earnings targets pada perusahaan non- manufaktur di Indonesia. Faktor-faktor yang akan diuji adalah dua target laba perusahaan, yaitu target untuk melaporkan laba positif dan target untuk melaporkan peningkatan laba. Perusahaan non-manufaktur dipilih menjadi
commit to user
manajemen laba melalui VAA (Tanusdjaja, 2006; Djamaluddin, 2007) telah meneliti perusahaan manufaktur di Indonesia, sedangkan semua perusahaan mempunyai VAA sehingga berpeluang melakukan manajemen laba dengan VAA tersebut.
Berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu tentang manajemen laba melalui VAA di Indonesia (Djamaluddin, 2007; Rakhmawati dan Zulaikha, 2011) yang menggunakan book-tax difference dan rasio perubahan VAA, dalam memproksikan tindakan diskresioner manajemen penelitian ini menggunakan metode yang sama dengan Tanusdjaja (2006), yaitu dengan menggunakan metode akrual. Tetapi dalam menganalisinya, penelitian ini melalui dua tahap regresi. Regresi pertama dimaksudkan untuk memisahkan akrual diskresioner dan akrual non-diskresioner dengan rumus yang dikembangkan oleh Frank dan Rego (2006), sedangkan regresi kedua menguji pengaruh antara akrual diskresioner tersebut dengan dua target laba untuk mengetahui pola manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan
uraian tersebut, maka judul untuk penelitian ini adalah “Praktek Manajemen Laba yang Dilakukan Perusahaan: Deteksi dengan Menggunakan Valuation Allowance Account (VAA), (Studi Empiris pada Perusahaan non-Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada tahun 2007- 2009)”.
commit to user
Atas dasar latar belakang penelitian di atas dan beberapa hasil penelitian sebelumnya, maka masalah yang hendak dijawab melalui penelitian ini adalah “Apakah perubahan diskresioner VAA dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas manajemen laba perusahaan dalam mencapai target laba? ”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai manajemen laba dengan menggunakan Valuation Allowance Account (VAA) dan hubungannya dengan earnings targets perusahaan (target untuk melaporkan laba positif dan melaporkan peningkatan laba) pada perusahaan non-manufaktur yang menyediakan cadangan aktiva pajak tangguhan di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi Investor Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang tepat mengenai investasinya dengan menggunakan informasi pada laporan keuangan khususnya informasi mengenai laba perusahaan.
commit to user
2. Bagi Penyusun Standar Akuntansi Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dari kebijakan yang telah dikeluarkan dan sebagai bahan pertimbangan untuk kebijakan yang akan dikeluarkan.
3. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada manajamen perusahaan mengenai penerapan kebijakan dan aturan dalam pembuatan laporan keuangan agar informatif dan tidak menyesatkan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat memberikan kontribusi sebagai bahan literature untuk meningkatkan minat dan perkembangan ilmu akuntansi di masa mendatang khususnya mengenai fenomena manajemen laba di Indonesia.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan terdiri dari lima bab yang diuraikan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
commit to user
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian ini, kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis.
BAB III
Metode Penelitian Bab ini membahas proses pemilihan sampel, pencarian data dan metodologi yang digunakan.
BAB IV
Analisis Data dan Pembahasan Bab ini membahas mengenai pengolahan data, hasil dari analisis data serta pembahasannya.
BAB V
Penutup Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari hasil analisis data, keterbatasan, implikasi dan saran bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
TINJAUAN PUSTAKA
1. Landasan Teori
1. Teori Akuntansi Positif
Teori akuntansi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a) teori akuntansi normatif, mencakup penjelasan atau penalaran untuk menjustifikasi kelayakan suatu perlakuan akuntansi yang paling sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan b) teori akuntansi positif, mencakup penjelasan atau penalaran untuk menunjukkan secara ilmiah kebenaran pernyataan atau fenomena akuntansi seperti apa adanya sesuai fakta.
Menurut Watt dan Zimmerman (1986) dalam Januarti (2004) terdapat tiga kelemahan pendekatan normatif yang mendasari terjadinya pergeseran pendekatan dari normatif ke positif, yaitu:
1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena didasarkan pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji keabsahannya secara empiris.
2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual daripada kemakmuran masyarakat luas.
3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa dalam sistem perekonomian yang mendasarkan
commit to user
pengendali bagi masyarakat dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.
Teori akuntansi positif dikembangkan oleh Watt dan Zimmerman (1986) karena ketidakpuasan terhadap teori akuntansi normatif, yang mana teori akuntansi normatif hanya menunjukkan cara terbaik untuk melakukan sesuatu berdasarkan premis, norma atau standar, sedangkan teori akuntansi positif berusaha menjelaskan atau memprediksi fenomena nyata dan mengujinya secara empiris (Godfrey et al, 1997 dalam Januarti, 2004). Pendekatan positif atau empiris berkaitan dengan usaha menguji atau menghipotesiskan teori dengan pengalaman atau fakta-fakta dunia nyata. Penelitian akuntansi positif difokuskan pada pengujian empiris terhadap asumsi-asumsi yang dibuat oleh teoritis akuntansi normatif.
Teori akuntansi positif berusaha menjawab pertanyaan dari sudut pandang ekonomi (Godfrey et al, 1997 dalam Rakhmawati dan Zulaikha, 2011), sebagai berikut:
1. Apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang
diperoleh dalam pemilihan metode akuntansi alternatif?
2. Apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh dalam regulasi dan proses penentuan standar akuntansi?
3. Apa dampak laporan keuangan yang dipublikasikan pada harga
saham?
commit to user
menggunakan asumsi sebagai berikut: a) manajer, investor, kreditor, dan individu lain bersikap rasional dan berusaha memaksimalkan kepuasaan mereka atau b) manajer memiliki kepuasan untuk memilih metode akuntansi yang memaksimumkan kepuasan mereka atau mengubah kebijakan produksi, investasi dan pendanaan perusahaan untuk memaksimumkan kepuasaan mereka, dan c) manajer mengambil tindakan yang memaksimumkan nilai perusahaan.
Teori akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan fenomena akuntansi yang diamati berdasarkan pada alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Dengan kata lain, teori akuntansi positif dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam teori akuntansi positif didasarkan pada proses kontrak (contracting process) atau hubungan keagenan (agency relationship) antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, pihak pengelola pasar modal, dan istitusi pemerintah (Watts dan Zimmerman, 1986).
2. Teori Agensi
Teori Agensi (agency theory) menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut prinsipal (pemegang saham) yang menyewa pihak lain disebut
commit to user
meliputi pendelegasian wewenang (Jensen dan Meckling, 1976). Prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agen, hal ini dapat pula dikatakan bahwa prinsipal memberikan suatu amanah kepada agen untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agen maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Kontrak kerja yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor (Indriana, 2009), yaitu :
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada di dalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki
commit to user
prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu mekanisme pengawasan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara agen dan prinsipal. Mekanisme pengawasan ini akan menimbulkan suatu biaya yang disebut dengan agency cost. Biaya keagenan (agency cost) adalah biaya yang dikeluarkan pemilik untuk mengatur dan mengawasi kerja para manajer sehingga mereka berkerja untuk kepentingan perusahaan, Terdapat tiga jenis biaya keagenan (Jansen dan Meckling, 1976), yaitu:
1. Monitoring Cost Biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contohnya, biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi.
2. Bonding Cost Biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk
commit to user
manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.
3. Residual Loss Timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen kadangkala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan prinsipal.
Teori keagenan (agency theory) ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang terjadi dalam hubungan keagenan. (1) Masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan prinsipal dan agen saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu yang tepat. (2) Masalah pembagian dalam menanggung resiko yang timbul dimana prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko.
3. Manajemen Laba (Earning Management)
Terdapat beberapa definisi manajemen laba, misalnya Fischer dan Rozenzweigg (1995) yang mendefinisikan manajemen laba sebagai, “ …actions of a manager which serve to increase (decrease)
current reported earnings of the unit which the manager is responsible without generating a corresponding increase (decrease) in the long term economi cs profitability of the unit.”
Healy et al (1999) menyatakan bahwa, “earnings management occurs when managers use judgment in
financial reporting and in structuring transaction to alter financial reports to either mis lead some stakeholders about the underlying economic performance of the company, or to influence contractual out comes that depend on reported accounting numbers.”
commit to user
Pengertian tersebut mempunyai dua aspek, (1) Ada banyak cara dimana manajemen dapat melakukan judgment untuk mempengaruhi laporan keuangan mereka. Sebagai contoh, judgment dibutuhkan untuk mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa mendatang yang tercermin dalam laporan keuangan, seperti usia manfaat dan nilai sisa aktiva, kewajiban dana pensiun, pajak tangguhan, dan kerugian dari bad debts dan asset impairements. Manajemen juga harus memilih diantara metode akuntansi yang diperbolehkan, seperti metode penyusutan dan metode pencatatan persediaan. (2) Tujuan dari earnings management adalah untuk menyesatkan penilaian semua atau sebagian stakeholders mengenai kinerja keuangan perusahaan. Ini muncul bila manajemen yakin bahwa stakeholders tidak akan mengetahuinya, atau tidak tersedia informasi untuk outside stakeholders.
Menurut Saputro dan Setiawati (2004), manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri atau perusahaannya sendiri. Sedangkan Kusumawati (2009) mendefinisikan earnings management sebagai proses dengan sengaja (dalam batasan Generally Accepted Accounting Principles ) untuk melaporkan tingkat laba periodik (earnings) sesuai yang diinginkan.
commit to user
Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi atau insentif manajemen laba tersebut, antara lain:
a. Bonus Scheme Motivations Bonus yang hanya didasarkan pada besarnya laba yang dilaporkan memotivasi manajemen untuk secara opportunistic mengelola laba tersebut demi memaksimalkan bonus yang mereka dapatkan.
b. Initial Public Offering (IPO) Informasi keuangan yang disajikan dalam prospektus penawaaran umum perdana menjadi sumber informasi bagi investor, dan hal ini menimbulkan kemungkinan manajemen untuk mengatur laba dengan harapan mendapatkan harga saham yang cukup tinggi.
c. Changes of Chief Executive Officer CEO yang akan pensiun atau yang akan diganti memiliki motivasi meningkatkan laba untuk memaksimalkan bonus terakhirnya. Begitu juga dengan CEO yang kinerjanya buruk, mereka meningkatkan laba untuk mencegah atau menunda kemungkinan pemecatan.
d. Political Motivations Perusahaan besar yang aktivitasnya bersinggungan dengan rakyat banyak, serta perusahaan dalam industri strategis, seperti minyak dan gas, yang berkaitan dengan isu monopoli cenderung menggunakan kebijakan dan prosedur akuntansi untuk menurunkan laba yang
commit to user
dengan kata lain agar perusahaan tidak terlalu disorot publik.
e. Taxation Motivations Manajemen berusaha mengelola labanya untuk memperoleh tax saving . Karena semakin besar laba yang diperoleh perusahaan, akan semakin besar pula pajak yang ditanggung perusahaan tersebut.
f. Other Contractual Motivations Ada sejumlah kontrak yang memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba tetapi yang paling menonjol adalah kontrak pinjaman jangka panjang. Kontrak pinjaman jangka panjang memiliki perjanjian (covenants) untuk melindungi para pemberi pinjaman dari tindakan manajemen yang dapat merugikan mereka, seperti pembagian dividen yang berlebihan, pinjaman tambahan, dan tindakan lainnya yang membahayakan kepentingan pemberi pinjaman.
Sedangkan Healy et al (1999) mengklasifikasikannya menjadi tiga motivasi manajemen laba, yaitu sebagai berikut:
a. Capital Market Motivations Penggunaan secara luas informasi akuntansi oleh investor dan analisis keuangan untuk membantu menilai saham dapat menciptakan insentif bagi manajemen untuk memanipulasi laba dalam usaha mempengaruhi harga saham.
commit to user
Motivasi ini dibagi menjadi dua, yaitu lending contracts motivations (sama dengan other contractual motivations) dan management compensation contracts motivations (sama dengan bonus scheme motivations ).
c. Regulatory Motivations Motivasi ini terdiri dari: industry regulation motivations, anti-trust dan other regulations , serta tax planning purposes.
Selanjutnya, dalam melakukan manajemen laba ada berbagai cara, adapun pola manajemen laba adalah sebagai berikut:
a. Taking a Bath Manajemen melaporkan kerugian dalam jumlah besar dengan tujuan melaporkan laba besar di masa yang akan datang, sehingga memeroleh bonus yang lebih besar (Scott, 2000).
b. Income Minimization Pola ini hampir sama dengan taking a bath tetapi tidak ekstrim dan dilakukan dengan menggunakan kebijakan akuntansi yang mengurangi laba (Scott, 2000).
c. Income Maximization Pola ini sering dilakukan untuk memaksimalkan laba perusahaan dengan tujuan agar pihak manajemen mendapat bonus (Scott, 2000).
commit to user
Pola meratakan laba dalam rentang bogey (nilai laba minimal tertentu) dan cap (nilai laba maksimal tertentu) ini bertujuan agar bonus yang diterima konstan, selain itu investor lebih mnyukai laba yang relatif stabil (Scott, 2000).
e. Cookie Jar Reverse Manajemen secara bebas membentuk cadangan di masa booming yang kemudian digunakan untuk meratakan laba di masa sulit. Di masa booming tersebut cadangan cenderung diperbesar sehingga dapat digunakan pada saat perusahaan mengalami kerugian ataupun penurunan laba agar perusahaan tidak terlihat jelek (C. Mulford dan E. Commiskey 2002 dalam Yuliana 2007).
f. Revenue Recognition Penjualan di masa depan diakui sebagai penjualan pada periode berjalan dan atau menggeser biaya penjualan periode berjalan ke periode akan datang untuk menghasilkan laba pada tahun berjalan lebih tinggi atau sebaliknya (C. Mulford dan E. Commiskey 2002 dalam Yuliana 2007).
4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46
Pada tahun 1997 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 46 yang mengatur tentang akuntansi pajak penghasilan (PPh). PSAK no. 46 diberlakukan
commit to user
mulai tanggal 1 Januari 2001 bagi perusahaan lainnya. PSAK no. 46 diterbitkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan yang berkaitan dengan pajak penghasilan. Alokasi pajak antar periode berdasarkan pada PSAK no. 46 diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih berkualitas dibanding pada peraturan sebelumnya, yaitu PSAK no. 16 paragraf 77;
“Apabila perusahaan memilih untuk menghitung pajak penghasilan menurut laba akuntansi, selisih perhitungan tersebut
dengan hutang pajak (yang dihitung menurut laba kena pajak), yang disebabkan "perbedaan waktu" pengakuan pendapatan dan beban untuk tujuan akuntansi dengan tujuan pajak, ditampung dalam akun "pajak penghasilan yang ditangguhkan", dikelompokkan sebagai bagian dari aktiva lain-lain dan dialokasikan pada beban kena pajak penghasilan tahun-tahun mendatang. ”
Perbedaan pokok antara PSAK no. 46 dengan PSAK no. 16 paragraf 77 adalah bahwa PSAK no. 46 mengatur akuntansi pajak penghasilan menggunakan dasar akrual, yang secara komprehensif menerapkan pendekatan aktiva-kewajiban (asset-liability approach), sedangkan alokasi pajak antar periode berdasarkan PSAK no. 16 paragraf
77 dilakukan dengan pendekatan laba-rugi (income-statement approach). Peraturan pada PSAK no. 46 secara prinsip tidak berbeda dengan standar yang berlaku di Amerika Serikat, Statements of Financial Accounting Standard (SFAS) no. 109 (1992) dan di Eropa, International Accounting Standard (IAS) no. 12 (revisi 1998). Penerapan peraturan baru
commit to user
2006), yaitu:
a. Perusahaan harus mengakui aktiva (kewajiban) pajak tangguhan apabila memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur oleh standar.
b. Perusahaan harus mengungkapkan perbedaan temporer akuntansi dan fiskal, yang terdiri dari berbagai komponen utama informasi pajak tangguhan sebagai unsur pembentuk aktiva (kewajiban) pajak tangguhan.
c. Perusahaan diperbolehkan membentuk akun penyisihan penilaian (valuation allowance account) aktiva pajak tangguhan apabila besar kemungkinan aktiva pajak tangguhan tidak dapat direalisasi (more likely than not ).
5. Aktiva Pajak Tangguhan
a. Pengertian
Menurut PSAK no. 46, pajak tangguhan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities), merupakan
jumlah penghasilan pajak terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
2) Aktiva pajak tangguhan (deferred tax asset), merupakan jumlah
pajak penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode
commit to user
dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.
Perbedaan temporer timbul karena adanya perbedaan peraturan dalam perhitungan laba komersial/akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan temporer (temporary differences) adalah perbedaan antara jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan DPP-nya (Dasar Pengenaan Pajak). Perbedaan temporer dapat berupa:
1) Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences)
Merupakan perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxable amounts) dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled).
2) Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible
temporary differences ) Merupakan perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductible amounts) dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled).
b. Pengakuan
Berdasarkan PSAK No. 46 paragraf 21, aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) diakui untuk seluruh perbedaan temporer yang
commit to user
yang boleh dikurangkan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa yang akan datang, kecuali aktiva pajak tangguhan yang timbul dari :
1) goodwill negatif yang diakui sebagai pendapatan tangguhan sesuai
dengan PSAK 22 tentang Akuntansi Penggabungan Usaha; atau
2) pengakuan awal aktiva atau kewajiban pada suatu transaksi yang :
a) bukan transaksi penggabungan usaha; dan
b) tidak mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba fiskal.
c. Penilaian Kembali
Pada setiap tanggal neraca, perusahaan menilai kembali aktiva pajak tangguhan yang tidak diakui. Perusahaan mengakui aktiva pajak tangguhan yang sebelumnya tidak diakui apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa yang akan datang akan tersedia untuk pemulihannya. Sebagai contoh, perbaikan dalam kondisi perekonomian meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba fiskal dalam jumlah yang memadai pada periode mendatang aktiva pajak tangguhan yang sebelumnya tidak diakui menjadi memenuhi kriteria pengakuan (PSAK No. 46 paragraf 28).
Apabila dalam menilai kembali terdapat bukti bahwa laba fiskal tidak mungkin memadai untuk mengkompensasi sebagian atau semua aktiva pajak tangguhan, maka perusahaan harus menurunkan
commit to user
disesuaikan kembali apabila besar kemungkinan laba fiskal memadai (PSAK No. 46 paragraf 35).
6. Valuation Allowance Account (VAA) Pajak Tangguhan
Realisasi aktiva pajak tangguhan (deffered tax asset) akan terjadi di masa depan. Apabila berdasarkan bukti yang ada, aktiva pajak tangguhan besar kemungkinannya (lebih dari 50%) tidak dapat direalisasi, maka harus diturunkan nilainya dengan membentuk penyisihan (allowance) yang dibebankan pada periode berjalan (SFAS No. 109). Valuation Allowance Account merupakan akun penyisihan nilai sebagai contra account aktiva pajak tangguhan, dan digunakan untuk menyesuaikan nilai tercatat aktiva pajak tangguhan, sesuai dengan besar kemungkinan (more likely than not ) realisasinya (Tanusdjaja, 2006).
Penerapan kriteria “more likely than not” dapat menimbulkan diskresi manajer, karena standar akuntansi tidak menetapkan secara baku bagaimana menghitung VAA pajak tangguhan (Frank dan Rego, 2006). SFAS 109 hanya memberikan pedoman dalam menentukan VAA dengan mengidentifikasi empat sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk merealisasi aktiva pajak tangguhan, diantaranya:
1. Pembalikan kemudian terhadap pos-pos perbedaan temporer yang ada (future reversals of existing temporary differences)
commit to user
dianggap cukup obyektif karena berbasis perbedaan temporer yang telah ada pada masa sebelumnya.
2. Potensi penghasilan kena pajak masa depan (future taxable income) Sumber ini dianggap sangat subyektif karena berdasarkan justifikasi manajemen terhadap berbagai asumsi seperti, kondisi ekonomi dan persaingan dalam menyusun proyeksi kinerja laba masa depan.
3. Penghasilan kena pajak pada tahun sebelumnya (taxable income in prior carryback years if carryback is permitted )
Sumber ini dapat dinilai obyektif, karena tidak menggunakan asumsi laba masa depan, tapi menggunakan transaksi masa lalu yang terjadi.
4. Strategi perencanaan pajak perusahaan (tax planning strategies) Sumber ini juga memerlukan banyak pertimbangan subyektif manajemen dalam strukturisasi transaksi yang dapat menimbulkan efisiensi perpajakan, sehingga dapat menciptakan laba kena pajak masa depan untuk merealisasikan aktiva pajak tangguhan tersebut.
Standar akuntansi tersebut juga memberikan contoh bukti positif dan negatif yang dapat menjadi pertimbangan dalam memperkirakan laba masa depan (Jung dan Pulliam, 2006). Bukti positif, yang mengurangi kebutuhan akan VAA, terdiri dari kontrak penjualan dan pesanan yang
commit to user
nilai buku. Sedangkan bukti negatif, yang mendorong dibentuknya atau ditingkatkannya VAA, terdiri dari, kerugian tahun berjalan yang dipindahkan, sejarah kerugian atau kadaluwarsa rugi fiskal yang masih berlaku, dan peramalan kerugian terhadap periode-periode mendatang.
Standar akuntansi menyikapi ketentuan yang tidak baku tentang realisasi aktiva pajak tangguhan dengan mengandalkan pertimbangan manajer, yang memberikan batasan perkiraan kemampuan laba masa depan dalam merealisasi aktiva pajak tangguhan. Manajer akan menggunakan informasinya, di bawah ketentuan standar akuntansi, untuk membuat pernyataan kemungkinan realisasi aktiva pajak tangguhan dan untuk menetapkan VAA (Kumar dan Visvanathan, 2001).
2. Penelitian Terdahulu
Secara ringkas, penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai manajemen laba melalui VAA disajikan pada tabel di bawah ini:
Peneliti
Setting dan Variabel
Motivasi dan Hasil Penelitian
Gregory S. Miller dan Douglas J. Skinner. 1998.
Amerika, 1992-1994. 200 sampel di Compustat. Variabel: Kewajiban dan penyisihan (VAA) pajak tangguhan, ekspektasi
Motivasi: Pemanfaatan VAA untuk tujuan manajemen laba, di bawah peraturan SFAS No. 109. Hasil: Menunjukkan bahwa faktor-faktor
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
commit to user
penghasilan pajak kena pajak, tingkat hutang, dan perubahan laba.
atau kriteria yang tercantum dalam SFAS No. 109 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat VAA perusahaan. Terdapat bukti yang lemah VAA digunakan untuk manajemen laba, ditunjukkan dengan tingkat hutang dan proksi income smoothing tidak berpengaruh pada penilaian VAA.
Christine C. Bauman, Mark P. Bauman, dan Robert F. Halsey. 2000.
Amerika, 1995-1997. 122 sampel di Fortune 500.
Variabel: Perubahan VAA dan efek laba/penghasilan kena pajak.
Motivasi: Dugaan VAA sebagai media manajemen laba untuk menghindari kerugian, menghindari penurunan laba, menghindari kesalahan ramalan laba oleh analis (analyst forecast), dan untuk tujuan taking a bath. Tidak semua perubahan VAA berpengaruh pada penghasilan kena pajak, jadi menurutnya ETR reconciliation proksi paling tepat untuk mengukur efek perubahan VAA pada income tax. Hasil: Tidak menemukan bukti tindakan earning management , perubahan VAA yang dilakukan oleh perusahaan konsisten pada ketentuan SFAS No. 109.
commit to user
David Burgstahler, W. Brooke Elliott, dan Michelle Hanlon. 2002.