Cacad Kehendak

F. Cacad Kehendak

Cacad kehendak ini dapat meliputi empat hal. tiga hal masuk dalam KUH Perdata dan satu hal lagi di luar KUH Perdata. Cacad kehendak yang ada dalam ketentuan KUH Perdata yaitu sesuai dalam Pasal 1321 KUH Perdata :

Kesesatan/kehilafan. Paksaan. Penipuan.

Dan dalam ketentuan di luar KUH Perdata yaitu :

Penyalahgunaan keadaan. (Undue influence). Akan lebih jelas lagi kalau kita melihat Pasal 1322 KUH Perdata tentang kekhilafan atau kesesatan dapatlah dibedakan : o Khilaf atau sesat mengenai orangnya. Kesesatan mengenai orangnya

dinamakan ”error in persona”. Bila dalam perjanjian sampai terjadi keadaan tersebut, maka sebagai akibatnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak dapat dibatalkan. Pembatalan atas permintaan pihak yang dirugikan. Misalnya dalam perjanjian transfer pemain sepakbola, yang dimaksud pemain Ronny dari klub yang terkenal tetapi ternyata perjanjian dibuat dengan Ronny juga pemain sepakbola dari klub yang kurang terkenal hanya kebetulan namanya sama.

o Khilaf atau sesat mengenai hakekat barangnya dinamakan ”error in substantia” . Meskipun disini sesat mengenai barangnya yang dengan

sendirinya mengenai obyek dari perjanjian, namun karena termasuk dalam kriteria syarat pertama sahnya perjanjian maka sebagai akibatnya sama dengan sesat tentang hakekat orangnya, jadi dapat dibatalkan. Misalnya mau beli barang hasil karya pengrajin kuningan dari Juwana keliru hasil karya pegrajin kuningan dari Kendal. Oleh karena itu pihak yang mempunyai pandangan keliru tadi dapat mengajukan gugatan pembatalan berdasarkan kekhilafan (dwaling) dengan memenuhi syarat : dapat diketahui, dapat dimaafkan dan kekhilafan hanya mungkin terhadap ”sifat yang pada waktu perjanjian dibuat telah ada”. Dapat diketahui artinya pihak lawan mengetahui atau setidak-tidaknya dapat menduga bahwa seseorang telah sesat/keliru dalam memilih barang atau memandang seseorang berdasarkan ciri-ciri dan keadaan yang keliru tersebut. Dapat dimaafkan artinya dengan mempertahankan semua keadaan, pihak yang dalam keadaan sesat tersebut selayaknya dapat dan boleh serta ungkin membuat kekeliruan. Atau setidak-tidaknya salah satu pihak mempunyai gambaran keliru secara akal sehat memang seharusnya mempunyai gambaran seperti itu.

Dalam persoalan selanjutnya tentang paksaan dapatlah dibedakan ketentuan dalam Pasal 1324 KUH Perdata berupa : o Paksaan mutlak/absolut

Artinya atas adanya paksaan tersebut tidak ada pilihan lain atau tidak ada alternatif untuk berfikir untuk menyetujui perjanjian yang disodorkan atau tidak. Jadi hanya ada suatu pilihan harus menerima.

o Paksaan Relatif. sering terjadi di perjanjian baku/standard contract Artinya disini salah satu yang dipaksa masih ada kesempatan untuk

mempertimbangkan menerima atau menolak perjanjian tersebut. Disamping itu ada pula bentuk paksaan yang sifatnya : o Paksaan phisikis yaitu suatu paksaan yang nyata dilakukan pada jasmani. o Paksaan psikhis yaitu suatu paksaan yang mengarah pada ketentraman

batin atau kejiwaan/rohani. Sehingga yang dimaksud dengan paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman mempengaruhi kejiwaan yang menimbulkan ketakutan pada orang lain sehingga dengan sangat terpaksa membuat suatu perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1328 KUH Perdata bahwa penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.

Selanjutnya lebih tegas lagi untuk menyatakan adanya penipuan maka pihak yang merasa kedudukannya dirugikan harus dapat membuktikan adanya tipu daya atau tipu muslihat tersebut.