Bahasa Tolaki

3. Bahasa Tolaki

Penelitian terhadap bahasa Tolaki belum banyak dilakukan oleh para sarjana, kecuali H. Van der Kliftn yang pernah menulis karangan dengan judul Mededelingen Over

de Faal van Mekongga. Ditinjau dari segi lapisan sosial pemakainya, penggunaan

Praktik Antropologi

bahasa Tolaki, seperti juga kebanyakan bahasa yang lain, (Kecakapan Akademik tampak bervariasi dalam beberapa gaya. Masyarakat Tolaki

dan Personal) sendiri membedakan jenis bahasa Tolaki menjadi tiga, yaitu

Bacalah buku-buku di tulura anakia (bahasa golongan bangsawan), tulura lolo perpustakaan mengenai

(bahasa golongan menengah), dan tulura ata (bahasa penggunaan bahasa golongan budak).

Tolaki berdasarkan Bahasa golongan bangsawan adalah bahasa yang dipakai tingkatan sosial sese- dalam berkomunikasi antara sesama golongan bangsawan. orang dalam masyara- Jika seseorang dari golongan menengah atau golongan budak kat. Buatlah laporan berbicara kepada seorang golongan bangsawan maka ia juga sederhana dari hasil ka- menggunakan kata-kata dalam bahasa golongan bangsawan. jian Anda lalu kumpul-

kan kepada bapak/ibu Contoh: bahasa golongan bangsawan, misalnya perkataan: guru.

ipetaliando inggomiu mombe’ihi. Perkataan tersebut dalam bahasa golongan menengah untuk sesamanya akan diucapkan leundo ponga. Contoh lain: ipe’ekato inggomiu mekoli untuk golongan bangsawan, sedangkan untuk golongan menengah lakoto poiso. Bahasa bangsawan ini dalam wujudnya penuh dengan aturan sopan santun. Bahasa ini juga disebut bahasa mombokulaloi, bahasa mombe’owoso, bahasa metabea, dan bahasa mombona’ako. Bahasa bangsawan pada hakikatnya adalah suatu pandangan yang melihat golongan bangsawan sebagai manusia yang lebih dalam banyak hal karena darah keturunannya, ilmunya, dan kekuasaannya yang lebih tinggi.

Bahasa golongan menengah adalah bahasa yang dipakai di kalangan umum masyarakat. Berbeda dengan bahasa go- longan bangsawan yang penuh dengan perasaan melebihkan, meninggikan, dan membesarkan. Pada bahasa ini antara pem- bicara dengan pendengar tak ada perbedaan derajat meskipun berbeda umur dan status sosial dalam masyarakat. Contoh: bahasa golongan menengah Leundo atopongga artinya mari kita makan, akuto mo’iso artinya saya sudah akan tidur, imbe nggo lako’amu artinya ke mana hendak kau pergi.

Bahasa golongan budak adalah bahasa yang dipakai dalam kalangan budak. Bahasa ini disebut juga bahasa dalo langgai (bahasa orang-orang bodoh), maksudnya bahasa yang kurang mengikuti aturan-aturan bahasa umum agar mudah dipahami oleh pendengarnya. Bahasa ini tampak dalam wujud tulura bendelaki (bahasa gagah tetapi sesungguhnya

108 Antropologi SMA Jilid 1 108 Antropologi SMA Jilid 1

Ditinjau dari segi teknik berbicara dan makna pembicara- an serta maksud dan tujuan pembicaraan, tentu juga ada dalam bahasa Tolaki. Berbagai gaya bahasa, seperti bahasa resmi, bahasa akrab, bahasa kiasan, dan sebagainya. Namun yang khusus dalam bahasa Tolaki adalah bahasa lambang kalo, yaitu bahasa isyarat dengan menggunakan kalo sebagai alat ekspresi dan komunikasi. Tanpa berkata-kata, penerima bahasa lambang kalo telah dapat memahami maksud dan tujuan dari pemakai. Bahasa lambang kalo itu sendiri mengandung makna tertentu.

Selain dari gaya bahasa seperti di atas, orang Tolaki juga mengenal adanya bahasa yang disebut tulura ndonomotuo, tulura mbandita atau tulura andeguru, tulura ndolea, atau tulura mbabitara dan tulura mbu’akoi. Bahasa orang tua adalah bahasa yang dipakai oleh orang tua dalam memberikan nasihat, petuah, ajaran-ajaran leluhur bagi hidup dan kehidupan, terutama kepada generasi muda. Bahasa ulama adalah bahasa seorang ulama dalam berbicara mengenai ilmu dan pengetahuan tentang dunia hakiki, dunia metafisika, dunia gaib, dan dunia akhirat. Bahasa upacara adat adalah bahasa yang dipakai juru bicara dalam urusan adat perkawinan dan urusan peradilan. Dalam peradilan adat, bahasa ini tampak dalam wujud harapan-harapan agar pihak yang bersengketa dapat damai. Adapun dalam urusan perkawinan, misalnya dalam peminangan, bahasa ini tampak dalam wujud kata-kata mempertemukan agar kedua belah pihak dapat saling cocok dengan apa yang harus diputuskan menurut sewajarnya sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku. Seorang juru bicara dalam urusan perkawinan biasanya mengemukakan pernyataan- pernyataan yang banyak memberikan pujian terhadap pihak keluarga wanita dan merendahkan pihak keluarga pria, serta kata-kata yang melukiskan hal-hal yang lucu, sehingga upacara menjadi lebih ramai dan lebih akrab.

Bahasa dukun adalah bahasa seorang dukun yang tampak baik pada upacara-upacara yang bersifat ritual maupun ketika membicarakan mengenai makhluk halus dan dunia gaib.

Bahasa dan Dialek 109

Bahasa dukun banyak mengandung pernyataan-pernyataan menyembah, memuja, memuji, dan meminta perlindungan terhadap makhluk halus, roh nenek moyang, dewa, dan Tuhan. Hal itu bertujuan agar dirinya dan orang yang diupacarakan terhindar dari aneka ragam bala dan bencana, serta meng- harapkan berkah dari mereka. Bahasa dukun ini disebut juga tulura mesomba (bahasa menyembah) dan tulura mongoni- ngoni (bahasa minta berkah).

Pembicaraan mengenai penggunan bahasa Tolaki dan penggolongannya yang terurai di atas disebut varietas linguistik. Hubungan sistematik dengan faktor-faktor sosiolinguistik yang menentukan seleksi dari salah satu varietas itu tampak pada peranan dan status peserta dalam interaksi (pembicara dan pendengar) dan pada topik yang dibicarakan. Kerangka inilah yang digunakan dalam meluluskan jenis-jenis bahasa Tolaki. Dalam hal ini misalnya ulama mempunyai sta- tus serta peranan tertentu. Oleh karena itu, digunakan jenis bahasa tertentu yang mempunyai status dan peranan yang berbeda. Demikian pula dengan topik untuk bahasa ilmu pengetahuan, misalnya peranan peserta baik pembicara maupun pendengar pada saat tertentu dapat konstan dan pada saat yang lain dapat berubah. Demikian halnya topik yang dibicarakan dapat konstan dan dapat pula divariasikan.

Perbedaan-perbedaan yang tampak pada variasi bahasa Tolaki menurut lapisan sosial pemakainya adalah perbedaan- perbedaan yang bersifat gramatikal dan ungkapan-ungkapan yang dipakai hanya terbatas pada penggunaan dalam masing- masing golongan dan tidak dipakai di luar golongan yang bersangkutan. Dalam hal ini, penggunaan kata dan ungkapan tersebut sama untuk semua golongan. Adapun perbedaan antara satu isi atau makna saja disebabkan oleh perbedaan status sosial. Bangsawan mampunyai perhatian berbeda dengan rakyat, ulama berorientasi pada agama, cendekiawan pada ilmu pengetahuan, sedangkan dukun karena pekerjaannya lebih banyak berbicara tentang pengobatan.