Konsep jalur hijau jalan di Kota Tangerang

i

KONSEP JALUR HIJAU JALAN DI KOTA TANGERANG

SEPTHYAN SUSETYO ARIBOWO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Jalur
Hijau Jalan di Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013
Septhyan Susetyo Aribowo
A44080028

ABSTRAK
SEPTHYAN SUSETYO ARIBOWO. Perencanaan Jalur Hijau Jalan di Kota
Tangerang. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA.
Telah dilakukan penelitian perencanaan jalur hijau jalan di Kota
Tangerang, Provinsi Banten. Kota Tangerang merupakan kota besar di
Indonesia yang mengalami dampak buruk dalam penataan ruang sehingga
kualitas lingkungan Kota Tangerang mengalami penurunan baik dari suhu
udara maupun kualitas udaranya. Penggunaan wilayah pada Kota Tangerang
harus mempertimbangkan penataan ruang yang baik dalam pemanfaatan ruang
sebagai jalur hijau. Penelitian perencanaan jalur hijau jalan ini dilakukan di tiga
penggunaan lahan meliputi wilayah industri, perdagangan dan pemukiman
yang tersebar di kecamatan Batu Ceper, Tangerang dan Cipondoh. Dari hasil
penelitian menyatakan bahwa pemanfaatan jalur hijau jalan di wilayah tersebut
belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini terlihat dari belum teraturnya jarak

penanaman, kurangnya tanaman, tanaman yang tidak terawat dan tanaman
mati. Hasil penelitian ini menunnjukkan perlunya perubahan perencanaan
dibeberapa titik jalur hijau jalan di Kota Tangerang sehingga manfaat jalur
hijau jalan dapat meningkatkan kualitas lingkungan.
Kata kunci: jalur hijau, jalan, perencanaan kota

ABSTRACT
SEPTHYAN SUSETYO ARIBOWO. Planning of Green Line Street in
Tangerang City. Supervised by BAMBANG SULISTYANTARA.
Planning of green line street was studied in Tangerang City, Banten
Province. Tangerang is a city in Indonesia that has bad impact in spatial
planning such as the intensive building development, so the quality of the
environment in this city decreases especially in air quality. The land use in this
city should consider on good spatial planning with land use as a green line.
Study of planning of green line street was conducted in 3 landuse includes
industry area, commertial area, and residential area wich diffused in Batuceper
subdisctirck, Tangerang subdisctrick dan Cipondoh subdistrick. The result of
this study show that the fuction of green line street in this area was not
optimum used. It is seen from irregular of planting plant, less plant, not
maintained properly of plant and dead plant. These results showed necessary to

make planning of green line street in Tangerang City so it can be increase the
quality of environment.
Keyword: greenway, street, urban planning

KONSEP JALUR HIJAU JALAN DIKOTA TANGERANG

SEPTHYAN SUSETYO ARIBOWO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Konsep Jalur Hijau Jalan di Kota Tangerang

Nama
: Septhyan Susetyo Aribowo
NIM
: A44080028

Disetujui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara , M.Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara , M.Agr
Ketua Departemen

1udul Skripsi : Konsep 1alur Hijau 1alan di Kota Tangerang
Nama
: Septhyan Susetyo Aribowo
NIM
: A44080028


Disetujui oleh

M.A

Diketahui oleh

Ketua Departemen

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kesempatan, waktu, ide, dan pertolongan yang telah dianugerahkan-Nya sehingga
skripsi penelitian dengan judul Perencanaan Jalur Hijau Jalan di Kota Tangerang
dapat terselesaikan. Skripsi penelitian ini disusun sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Keberhasilan studi ini tidak terlepas dari kukungan berbagai pihak, dan pada
kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi
atas bimbingannya selama penyusunan skripsi

2. Fitriah Nurul HU, ST MT sebagai dosen pembimbing akademik atas
bimbingannya selama masa perkuliahan.
3. Semua dosen, staf administarsi dan pegawai Departemen Arsitektur
Lanskap IPB.
4. Kedua orang tua, Sumadi dan Arini Nurhandayani atas doa, bimbingan,
dukungan serta motivasi yang tidak pernah henti.
5. Drs. Atep Mahpud, M.Si sebagai Kepala Badan Kesbang dan Politik
Provinsi Banten
6. Drs. H. Habibullah, M.Si sebagai Kepala Kantor KesBangLinMas Kota
Tangerang.
7. Teman-teman ARL 45 atas kebersamaannya selama ini.
8. Rathih Wulansari, STP atas dukungan dan motivasinya selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi skripsi penelitian ini belum
sempurna. Walaupun demikian, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013

Septhyan Susetyo Aribowo

i


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Batasan Studi
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan
Jalur Hijau
Tata Hijau
Tanaman Jalur Hijau
Kota
Jalan
METODOLOGI
Waktu Dan Tempat Penelitian
Alat Dan Bahan
Metode Studi

INVENTARISASI
Kondisi Umum
Topografi
Geologi
Hidrologi
Klimatologi
Penggunaan Lahan
Jaringan Jalan
Fasilitas Umum
Vegetasi
Vegetasi Jalan Arteri Kawasan Industri
Vegetasi Jalan Arteri Kawasan Perdagangan
Vegetasi Jalan Arteri Kawasan Pemukiman
Vegetasi Jalan Kolektor Kawasan Industri
Vegetasi Jalan Kolektor Kawasan Perdagangan
Vegetasi Jalan Kolektor Kawasan Pemukiman
Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Industri
Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Perdagangan
Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Pemukiman
ANALISIS

Topografi
Geologi
Hidrologi
Penggunaan Lahan
Jaringan Sirkulasi
Kendaraan Transportasi
Fasilitas Umum

i
ii
iii
1
1
2
2
2
2
2
3
4

5
7
7
8
8
9
9
13
13
15
15
16
17
18
19
22
23
23
23
24

24
24
25
25
26
26
27
27
27
27
28
28
29
29

ii

Vegetasi
Drainase
SINTESIS
Topografi
Geologi
Hidrologi
Penggunaan Lahan
Jaringan Sirkulasi
Kendaraan Transportasi
Fasilitas Umum
Vegetasi
Drainase
PERENCANAAN
Jalan Arteri
Kawasan Industri
Kawasan Perdagangan
Kawasan Pemukiman
Jalan Kolektor
Kawasan Industri
Kawasan Perdagangan
Kawasan Pemukiman
Jalan Lokal
Kawasan Industri
Kawasan Perdagangan
Kawasan Pemukiman
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

29
30
30
30
31
31
31
31
32
33
33
35
35
35
35
39
42
45
45
48
51
54
54
57
60
63
64

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan dan
Penggunaan Lahan pada Wilayah Industri
Tabel 2 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan dan
Penggunaan Lahan pada Wilayah Perdagangan
Tabel 3 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan dan
Penggunaan Lahan pada Wilayah Pemukiman
Tabel 4 Luas Daerah menurut Kecamatan di Kota Tangerang Banten 2011
Tabel 5 Topografi Wilayah dan Ketinggian
Tabel 6 Daerah Aliran Sungai di Kota Tangerang
Tabel 7 Danau di Kota Tangerang
Tabel 8 Temperatur dan Kelembaban Udara di Kota Tangerang
Tabel 9 Curah Hujan di Kota Tangerang
Tabel 10 Luasan Penggunaan Lahan Tahun 2010
Tabel 11 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Wilayah
Industri
Tabel 12 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Wilayah
Perdagangan

11
12
12
14
15
16
17
17
18
19
20
21

iii

Tabel 13 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Wilayah
Pemukiman
Tabel 14 Jumlah Rata-rata Kendaraan yang Melintasi Kota Tangerang
Berdasarkan Penggunaan Lahan dan Klasifikasi Jalan
Tabel 15 Populasi Kendaraan menurut Jenis Kendaraan di Kota Tangerang,
2011
Tabel 16 Tingkat Polusi Udara Kota Tangerang Berdasarkan Jumlah
Kendaraan
Tabel 17 Rencana Pola Penanaman dan Jarak Tanam
Tabel 18 Matriks Pemilihan Karakter Tanaman Ideal Berdasarkan
Penggunaan Lahan
Tabel 19 Matriks Pemilihan Karakter Tanaman Ideal Berdasarkan
Penggunaan Lahan dan Pola Tanam

21
21
22
33
34
34
63

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Nilai fungsional vegetasi (Carpenter et al. 1975)
Gambar 2 Provinsi Banten Gambar 3 Kota Tangerang
(googlemaps.com)
(googlemaps.com)
Gambar 4 Tahapan Perencanaan Jalur Hijau Jalan
Gambar 5 Peta Administrasi Kecamatan Kota Tangerang
Gambar 6 Peta Jaringan Jalan di KotaTangerang
Gambar 7 JPO di Jalan Arteri Kawasan Pemukiman
Gambar 8 Perbaikan Pedestrian di Jalan Arteri Kawasan Pemukiman
Gambar 9 Vegetasi Jalan Arteri Kawasan Industri
Gambar 10 Vegetasi Jalan Arteri Kawasan Perdagangan
Gambar 11 Vegetasi Jalan Arteri Kawasan Pemukiman
Gambar 12 Vegetasi Jalan Kolektor Kawasan Industri
Gambar 13 Vegetasi Jalan Kolektor Kawasan Perdagangan
Gambar 14 Vegetasi Jalan Kolektor Kawasan Pemukiman
Gambar 15 Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Industri
Gambar 16 Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Perdagangan
Gambar 17 Vegetasi Jalan Lokal Kawasan Pemukiman
Gambar 18 Drainase Jalan Arteri di Kawasan Pemukiman
Gambar 19 Drainase Jalan Kolektor di Kawasan Perdagangan
Gambar 20 Drainase Jalan Lokal di Kawasan Pemukiman
Gambar 21 Ilustrasi Jalan Arteri di Kawasan Industri
Gambar 22 Site Plan Jalan Arteri di Kawasan Industri
Gambar 23 Potongan Jalan Arteri di Kawasan Industri
Gambar 24 Ilustrasi Jalan Arteri di Kawasan Perdagangan
Gambar 25 Site Plan Jalan Arteri di Kawasan Perdagangan
Gambar 26 Potongan Jalan Arteri di Kawasan Perdagangan
Gambar 27 Ilustrasi Jalan Arteri di Kawasan Pemukiman
Gambar 28 Site Plan Jalan Arteri di Kawasan Pemukiman
Gambar 29 Potongan Jalan Arteri di Kawasan Pemukiman
Gambar 30 Ilustrasi Jalan Kolektor di Kawasan Industri
Gambar 31 Site Plan Jalan Kolektor di Kawasan Industri

4
9
9
10
14
20
22
22
23
23
24
24
25
25
25
25
25
26
26
26
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46

iv

Gambar 32 Potongan Jalan Kolektor di Kawasan Industri
Gambar 33 Ilustrasi Jalan Kolektor di Kawasan Perdagangan
Gambar 34 Site Plan Jalan Kolektor di Kawasan Perdagangan
Gambar 35 Potongan Jalan Kolektor di Kawasan Perdagangan
Gambar 36 Ilustrasi Jalan Kolektor di Kawasan Perumahan
Gambar 37 Site Plan Jalan Kolektor di Kawasan Perumahan
Gambar 38 Potongan Jalan Kolektor di Kawasan Perumahan
Gambar 39 Ilustrasi Jalan Lokal di Kawasan Industri
Gambar 40 Site Plan Jalan Lokal di Kawasan Industri
Gambar 41 Potongan Jalan Lokal di Kawasan Industri
Gambar 42 Ilustrasi Jalan Lokal di Kawasan Perdagangan
Gambar 43 Site Plan Jalan Lokal di Kawasan Perdagangan
Gambar 44 Potongan Jalan Lokal di Kawasan Industri
Gambar 45 Ilustrasi Jalan Lokal di Kawasan Pemukiman
Gambar 46 Site Plan Jalan Lokal di Kawasan Pemukiman
Gambar 47 Potongan Jalan Lokal di Kawasan Industri

47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota besar di Indonesia memiliki wilayah yang luas untuk pembangunan
kota. Penggunaan wilayah kota saat ini lebih mengarah pada pembangunan
gedung-gedung bertingkat. Pertambahan penduduk yang tinggi menyebabkan
penggunaan ruang pada wilayah kota menjadi buruk, seperti adanya
pemukiman kumuh di kawasan sungai. Kota mengalami peningkatan suhu
dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya akibat pembangunan gedung yang
intensif. Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di
perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau
telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan. Penurunan
kualitas lingkungan tersebut mengakibatkan seringnya terjadi banjir di
perkotaan, tingginya polusi udara, meningkatnya kerawanan sosial
(kriminalitas dan krisis sosial), dan menurunnya produktivitas masyarakat
akibat stress karena terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk interaksi
sosial (Agung Dwiyanto 2009).
Kota Tangerang terletak di Provinsi Banten, Indonesia, tepat di sebelah
barat kota Jakarta, serta dikelilingi oleh Kabupaten Tangerang di sebelah
selatan, barat, dan timur. Kota Tangerang merupakan salah satu kota besar di
Provinsi Banten (164.54 km2) serta ketiga terbesar di kawasan perkotaan
Jabotabek setelah Jakarta. Kota Tangerang merupakan kota besar di Indonesia
yang mengalami dampak buruk dalam penataan ruang seperti pembangunan
gedung industri yang intensif sehingga kualitas lingkungan Kota Tangerang
mengalami penurunan baik dari suhu udara maupun kualitas udaranya.
Berdasarkan pengamatan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH)
Pemerintah Kota Tangerang, mutu udara di Kota seribu industri ini
menunjukan parameter yang melebihi baku mutu (REO 2011). Hal tersebut
juga ditambah dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dari berbagai
golongan yang melintasi jalan tol di kota ini yaitu sebanyak 60 057 184
kendaraan. Kota Tangerang sampai saat ini belum memiliki ruang terbuka
hijau (penghijauan) yang cukup. Daerah ruang terbuka hijau di kota ini sekitar
27.918% dari luas kotanya yang menjadi ruang terbuka hijau (PEMKOT
Tangerang 2010).
Berdasarkan pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG), suhu udara di Kota Tangerang juga terus meningkat, yaitu dari 31 oC
naik menejadi 33 oC sampai 34 oC di siang hari (BPS Kota Tangerang 2011).
Sedangkan, untuk malam hari, suhu mencapai 25 oC sampai 26 oC. Hal ini
menandakan bahwa penataan RTH yang kurang tepat pada kota ini
mengakibatkan menurunnya kualitas kota, penurunan kualitas udara, serta
menaikkan suhu kota.
Penggunaan wilayah pada Kota Tangerang harus mempertimbangkan
penataan ruang yang baik dalam pemanfaatan ruang sebagai jalur hijau atau
pemanfaatan jalur di sepanjang jalan raya yang memuat tanaman perdu atau
pohon agar dapat memberikan dampak yang baik serta peningkatan kualitas
bagi kota tersebut. Jalur hijau merupakan daerah yang dijadikan sebagai sabuk
hijau guna membatasi daerah yang rawan terhadap pencemaran udara dengan

2

daerah hunian yang butuh udara bersih sehingga kualitas udara disekitar jalur
hijau akan meningkat. Contohnya jalur hijau sekitar kawasan industri, jalur
hijau sekitar jalan raya yang padat sehingga dapat mencegah pencemaran udara
ke luar daerah serta menurunkan suhu di daerah tersebut. Pemanfaatan jalur
hijau pada kota ini diharapkan mampu meningkatkan mutu kota serta
meningkatkan kualitas udara.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Membuat konsep jalur hijau jalan arteri, kolektor dan lokal untuk kota
Tangerang,
2. Membuat klasifikasi jalan serta spesifikasi karakter tanaman ideal dan pola
tanam untuk jalur hijau jalan di kota Tangerang.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pedoman untuk
melakukan perencanaan jalur hijau. Selain itu, hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi penatagunaan lahan untuk
jalur hijau jalan di Kota Tangerang yang akan datang.
Batasan Studi
Studi ini dibatasi sampai pada tahap perancangan jalur hijau jalan
dengan penyusunan site plan dan gambar yang berbentuk gambar detail,
perspektif, dan potongan.

TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan
Simonds (1983) mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proses
sintesis yang kreatif, kontinyu, tanpa akhir dan dapat bertambah. Di dalam
perencaan teradapat urutan pekerjaan yang panjang yang terdiri dari bagianbagian pekerjaan yang saling berhubungan, sehingga bila terjadi perubahan
pada suatu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Perencanaan yang terbaik
adalah perencanaan yang batas-batasnya dapat terlihat dengan jelas. Perencaan
tersebut juga menyelesaikan suatu kendala sebagai bagian dari permasalahan
yang makro.
Menurut Laurie (1994) menyatakan bahwa perencanaan dan perancangan
yang baik merupakan hasil dari suatu proses yang mengindahkan sifat manusia
dan alam. Sejauh ini telah menekankan kendala-kendala alam pada
perencanaan kawasan regional dan perencanaan tapak. Suatu kriteria bagi
perumahan, fasilitas rekreasi dan daerah-daerah fungsional lain, telah
memperkirakan sejumlah besar sifat-sifat manusia.
Menurut Chiara dan Koppelman (1994) menyatan bahwa proses
perencanaan tapak dimulai dengan pengumpulan data dasar yang berkaitan

3

secara khusus dengan tapak dan daerah sekitarnya. Data ini harus meliputi halhal seperti rencana induk dan penelaahannya, peraturan penzonaan, peta dasar
dan udara, survey, data topografi, informasi geologi, hidrologi dari daerah
tersebut, tipe tanah vegetasi dan ruang terbuka yang ada. Setelah semua
informasi yang diperoleh, maka informasi tersebut harus diperiksa dan
dianalisis. Salah satu sasarannya adalah untuk menetapkan keunggulan dan
keterbatasan tapak. Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan ini, selanjutnya dapat
ditentukan apakah tapak tersebut sesuai dengan kegunaan yang direncanakan.
Kegiatan perencanaan sumberdaya juga harus disesuaikan terhadap sifat-sifat
fisiografi setempat. Perbedaan dan permukaan lapangan, iklim dan vegetasi
sangat mempengaruhi kendala-kendala serta kesempatan membangun. Faktor
yang dapat dipertimbangkan berdasarkan suatu kerangka kerja struktur
sumberdaya alam dan budaya adalah tanah, vegetasi, hidrologi, iklim,
topografi, estetika, ciri historis, tataguna lahan, rintangan fisiografi.
Proses perencanaan-perancangan menurut Simonds (1983) terdiri dari
tahap-tahap commission (persiapan), research (inventarisasi), analysis
(analisis), synthesis (sintesis), construction (pelaksanaan), dan operation
(pemeliharaan).
Commission adalah tahap paling awal dimana klien menyatakan
keinginan atau kebutuhannya serta mendefinisikan pelayanan dalam suatu
kontrak kerja sehingga diperoleh suatu kesepakatan. Research adalah tahap
survei untuk mengumpulkan semua data yang dibutuhkan melalui wawancara,
pengamatan langsung maupun fotografi. Pada tahap analisis, kemungkinan
pengembangan dan kendala yang muncul pada setiap aspek diidentifikasi.
Simonds (1983) menjelaskan tahap analisis ini dengan teknik overlay, yaitu
menggabungkan peta tematik yang satu dengan yang lainnya untuk
mendapatkan berbagai kemungkinan-kemungkinan pengembangan pada tapak
serta kendala-kendalanya.
Pada tahap sintesis, konsep umum dikembangankan dari tujuan awal
perencanaan dan dijabarkan dalam bentuk rencana skematik. Pada rencana
skematik dijelaskan berbagai tindakan pemanfaatan yang dilakukan pada tapak,
namun bersifat kasar. Hasil akhir pada tahap ini adalah pengembangan rencana
skematik menjadi conceptual plan. Pada conceptual plan diterapkan standar
dimensi ukur untuk tiap tindakan pemanfaatan, sehingga pada tahap
selanjutnya (pelaksanaan) dapat dikembangkan menjadi dokumen pelaksaan
berupa gambar detail.
Jalur Hijau
Jalur hijau adalah pohon yang ditanam di kawasan jalan dengan berbagai
kriteria lebar jalan. Penggunaan badan jalan selain untuk trotoar atau tempat
pejalan kaki juga sebagai tempat penanaman pohon peneduh yang memberikan
kesan nyaman dan teduh bagi pengguna jalannya. Jalur hijau juga bisa disebut
pohon pelindung yang ditanam di kawasan jalan dan kawasan lainnya di
sepanjang jalan yang masih mempengaruhi iklim mikro pada ruas jalan.
Kawasan lain yang dimaksud adalah kawasan pemukiman, perdagangan, atau
jasa yang memiliki pohon yang ditanam mengikuti alur jalan.

4

Carpenter et al. (1975) menyatakan bahwa prinsip yang diperhatikan
dalam penanaman pada jalan bebas hambatan adalah kesederhanaan, skala atau
proporsi, keseimbangan, irama, kontras dan kesatuan yang dapat memberikan
nilai keindahan dan menambah kualitas lingkungan.
Menurut Hong dan Oguchi (2005) menyatakan bahwa jalur hijau yang
baik yakni jalur hijau yang memiliki fungsi kompensasi dan keindahan, fungsi
penahan bising meliputi penyerapan dan pemantulan suara, fungsi pembersihan
udara meliputi penyerapan debu, polutan berbentuk gas dan fungsi penyekat
untuk menutupi pemandangan buruk.
Tata Hijau
Vegetasi merupakan bagian yang paling terlihat pada suatu lanskap.
Vegetasi juga merupakan sebuah tolak ukur yang sensitif terhadap kondisi
suatu lanskap yang tidak terlihat, kecuali oleh pengukuran dan observasi yang
cermat (Marsh 1991). Keanekaragaman jenis-jenis vegetasi dan distribusinya
pada sebuah kawasan dipengaruhi oleh berbagai variable seperti iklim, kondisi
ari, jenis dan keadaan tanah, serta topografi dan kemiringan (Laurie 1994).
Laurie (1994) menyatakan bahwa vegetasi asli sebaiknya dipertahankan
dimana mungkin dan dirasa perlu, karena pada umumnya jenis tersebut
memiliki daya penyesuaian yang paling erat dengan daerahnya sendiri.

Gambar 1 Nilai fungsional vegetasi (Carpenter et al. 1975)
Carpenter et al. (1975) mengemukakan nilai fungsional tanaman adalah
pengendali visual (screen), pengarah angin, modifikasi radiasi matahari dan

5

suhu, pengendali kelembaban dan hujan, penyaring polutan, pengendali
kebisingan, pengendali erosi, habitat alami, dan estetika (Gambar 1).
Pada perencanaan suatu lanskap alami, pemahaman vegetasi yang baik
akan dapat mempertahankan spesies yang telah terdapat di kawasan tersebut.
Pada lanskap buatan, seleksi vegetasi yang direncanakan untuk ditanam
hendaknya berdasar pertimbangan tempat hinggap, tempat istirahat atau habitat
satwa sehingga pemeliharaan ide suatu lanskap dapat terjadi secara alami
(Nurisjah & Pramukanto 1996). Menurut Laurie (1994) perencanaan tata hijau
merupakan aspek penting dalam perencanaan suatu lahan yang mencakup
fungsi tanaman, peletakan tanaman, tujuan perencanaan, habitat tanaman dan
prinsip desain penanaman.
Tanaman Jalur Hijau
Tanaman jalur hijau merupakan semua jenis tanaman yang mampu
tumbuh dan beradaptasi pada daerah yang berupa jalur (jalan) sehingga jalur
tersebut akan memperoleh manfaat dengan adanya tanaman disekelilingnya.
Manfaat dengan adanya jalur hijau pada kota yaitu :
1. Merupakan ruang terbuka hijau utama dalam kota
2. Menyebar rata dalam kota
3. Dominan memberi karakter lanskap kota
4. Peranan ekologisnya berkontribusi besar dalam meningkatkan kualitas
lingkungan kota
Menurut PU (1996) dikatakan bahwa fungsi tanaman pada tepi jalan
adalah sebagai peneduh, penyerap polusi udara, peredam kebisingan, pemecah
angin dan pembatas pandang. Pada median jalan, fungsi tanaman adalah
sebagai penahan silau lampu kendaraan.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam mengklasifikasikan
tanaman secara arsitektural biasanya ditinjau dari tajuk, bentuk massa dan
struktur tanaman. Menurut PU (1996), pengertian dari beberapa istilah tersebut
adalah :
1. Tajuk merupakan keseluruhan bentuk dan kelebaran maksimal tertentu
dari ranting dan daun suatu tanaman,
2. Struktur Tanaman ialah bentuk tanaman yang terlihat secara
keseluruhan.
Berdasarkan bentuk massa, tajuk dan struktur tanaman, Laurie (1994)
mengelompokkan tanaman menjadi:
1. Tanaman pohon
Tanaman pohon adalah jenis tanaman berkayu yang biasanya
mempunyai batang tunggal dan dicirikan dengan pertumbuhan yang
sangat tinggi. Biasanya, tanaman pohon digunakan sebagai tanaman
pelindung dan centre point. Pengelompokan pohon lebih dicirikan
oleh ketinggiannya yang mencapai lebih dari 8 m.
2. Tanaman perdu
Tanaman golongan perdu merupakan tanaman berkayu yang pendek
dengan batang yang cukup kaku dan kuat untuk menopang bagianbagian tanaman. Golongan perdu biasanya dibagi menjadi tiga, yaitu

6

perdu rendah, perdu sedang, dan perdu tinggi. Bunga sikat botol,
krossandra dan euphorbia termasuk dalam golongan tanaman perdu.
3. Tanaman semak (shrubs)
Tanaman golongan semak dicirikan dengan batang yang berukuran
sama dan sederajat. Bambu hias termasuk dalam golongan tanaman
ini. Pada umumnya tanaman ini mempunyai ketinggian di bawah 8 m.
4. Tanaman merambat (liana)
Tanaman golongan liana lebih banyak digunakan untuk tanaman
rambat dan tanaman gantung. Liana dicirikan dengan batang yang
tidak berkayu dan tidak cukup kuat untuk menopang bagian tanaman
lainnya. Alamanda termasuk dalam golongan tanaman liana.
5. Tanaman Herba, Terna, Bryoids dan Sukulen
Golongan herba (herbaceous) atau terna merupakan jenis tanaman
dengan sedikit jaringan sekunder atau tidak sama sekali (tidak
berkayu) tetapi dapat berdiri tegak. Kana dan tapak darah termasuk
dalam golongan tanaman herba. Tanaman bryoids, terdiri dari lumut,
paku-pakuan, dan cendawan. Ukurannya dibagi berdasarkan tinggi
vegetasi. Bentuk dan ukuran daunnya ada yang besar, lebar,
menengah, dan kecil (jarum dan rumput-rumputan) dan campuran.
Tekstur daun ada yang keras, papery dan. Coverage biasanya sangat
beragam, ada tumbuhan yang sangat tinggi dengan penutupan
horizontal dan luas, relatif dapat sebagai penutup, ada yang
menyambung dan terpisah-pisah. Penutupan tumbuhan merupakan
indikasi dari sistem akar di dalam tanah. Sistem akar sangat penting
dan mempunyai pengaruh kompetisi pada faktor-faktor ekologi.
Tanaman sekulen adalah jenis tanaman ’lunak’ yang tidak berkayu
dengan batang dan daun yang mampu menyimpan cadangan air dan
tahan terhadap kondisi yang kering. Kaktus termasuk dalam golongan
tanaman sekulen
Kriteria tanaman untuk jalur hijau jalan menurut MENPU (2008)
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008 tentang pedoman
penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut:
1. Berasal dari biji terseleksi sehat dan bebas penyakit,
2. Memiliki pertumbuhan sempurna baik batang maupun akar,
3. Perbandingan bagian pucuk dan akar seimbang,
4. Batang tegak dan keras pada bagian pangkal,
5. Tajuk simetris dan padat,
6. Sistim perakaran padat,
7. Tumbuh baik pada tanah padat,
8. Sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak konstruksi dan
bangunan,
9. Fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase dewasa,
10. Ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia,
11. Batang dan sistem percabangan kuat,
12. Batang tegak kuat, tidak mudah patah dan tidak berbanir,
13. Perawakan dan bentuk tajuk cukup indah,
14. Tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap,

7

15. Ukuran dan bentuk tajuk seimbang dengan tinggi pohon,
16. Daun sebaiknya berukuran sempit (nanofill),
17. Tidak menggugurkan daun,
18. Daun tidak mudah rontok karena terpaan angin kencang,
19. Saat berbunga/berbuah tidak mengotori jalan,
20. Buah berukuran kecil dan tidak bisa dimakan oleh manusia secara
langsung,
21. Sebaiknya tidak berduri atau beracun,
22. Mudah sembuh bila mengalami luka akibat benturan dan akibat lain,
23. Tahan terhadap hama penyakit,
24. Tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri,
25. Mampu menjerap dan menyerap cemaran udara,
26. Sedapat mungkin mempunyai nilai ekonomi, dan
27. Berumur panjang.
Kota
Kota dalam arti lengkap adalah jejaring geografis, organisasi ekonomi,
proses kelembagaan, teater aksi sosial, simbol dan unit kolektif. Di satu sisi
kota adalah rangka fisik untuk kegiatan domestik dan kegiatan ekonomi, di sisi
lain, kota adalah pengatur kesadaran untuk tindakan yang lebih signifikan dan
lebih mendesak dari budaya manusia (Simonds 1983). Kota juga merupakan
kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumahrumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk
mendukung kehidupan warganya secara mandiri. Kota merupakan suatu
permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok
individu yang heterogen heterogen dari segi sosial. Kota juga merupakan suatu
permukiman yang dirumuskan bukan dari ciri morfolgi kota tetapi dari suatu
fungsi yang menciptakan ruang.
Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,
di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (PP RI 2006).
Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat
oleh manusia dengan bentuk, ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat
digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang
mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan
cepat (Oglesby 1999).
Menurut Harris dan Dinnes (1998), jalan raya dikelompokan kedalam
empat kategori yaitu sistem jalan bebas hambatan, sistem jalan arteri, sistem
jalan kolektor dan sistem jalan lokal. Dikatakan pula lebar jalan bebas
hambatan adalah sebesar 36 m atau lebih dengan jumlah lajur kendaraan
sebanyak 4 lajur atau lebih. Pada sistem jalan arteri, lebar jalan arteri adalah
sebesar 36 m atau lebih dengan jumlah lajur kendaraan sebanyak 4 hingga 6

8

lajur. Pada sistem jalan kolektor, lebar jalan kolektor adalah sebesar 18 m
dengan jumlah lajur kendaraan sebanyak 2 hingga 4 lajur. Pada sistem jalan
lokal, lebar jalan lokal adalah sebesar 15 m dengan jumlah lajur kendaraan
sebanyak 2 lajur.
Perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan
pelayanan yang optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya, sebab
tujuan akhir dari perencanaan geometrik ini adalah menghasilkan infrastruktur
yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan rasio
tingkat penggunaan biaya juga memberikan rasa aman dan nyaman kepada
pengguna jalan.
Daerah manfaat jalan (DAMAJA) merupakan ruang sepanjang jalan yang
dibatasi oleh lebar tinggi dan kedalaman ruang batas tertentu. Ruang tersebut
diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan,
saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian,
gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya
Daerah milik jalan (DAMIJA) merupakan ruang sepanjang jalan yang
dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan.
DAMIJA ini diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan (DAMAJA) dan
pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu-lintas dikemudian hari serta
kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan
Daerah pengawasan jalan (DAWASJA) merupakan ruang sepanjang
jalan di luar daerah milik jalan (DAMIJA) yang dibatasi oleh lebar dan tinggi
tertentu, dan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan
konstruksi jalan.
Menurut Landcome (2008), elemen utama penyusun jalan adalah sebagai
berikut :
1. Jalan Kendaraan
Area dari jalan cadangan yang disediakan untuk pergerakan atau parkir
kendaraan dihitung dari tepi atau tepi jalan lainnya.
2. Bahu Jalan (Jalan Cadangan)
Area tapak yang di atur pada tepi untuk jalan kendaraan dan tepi jalan
menghubungkan fasilitas yang satu dengan fasilitas yang lain.
3. Jalur Perpindahan
Bagian dari jalan kendaraan dimana digunakan untuk perpindahan
kendaraan dan tidak termasuk area normal untuk parkir.
4. Tepi Jalan
Bagian antara bahu jalan dan jalan kendaraan. Bagian ini mungkin
dapat mengakomodasi utilitas publik, jalur pedestrian, area penanaman
bunga, lampu jalan dan area taman.

METODOLOGI
Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian Jalur Hijau Jalan di Kota Tangerang dilaksanakan di kawasan
Kota Tangerang, Provinsi Banten seperti pada Gambar 2 dan Gambar 3. Waktu
penelitian mulai bulan Februari hingga bulan Maret 2013.

9

Gambar 2 Provinsi Banten
(googlemaps.com)

Gambar 3 Kota Tangerang
(googlemaps.com)
Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain peralatan untuk
mengumpulkan data (meteran, buku sketsa, kamera digital, GPS), alat-alat
gambar, komputer untuk mengolah data dan menulis. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah : buku-buku sebagai referensi dan tinjauan pustaka, peta
sebagai acuan.
Metode Studi
Penelitian jalur hijau jalan ini menggunakan metode pendekatan proses
perencaan Simonds (1983) yang disesuaikan dengan pertimbangan bentuk data
dan tujuan studi, yaitu Planning Design Proses meliputi beberapa tahapan,
diantaranya Commision, research, analysis, synthesis, construction dan
operation. Pada studi ini, tahapan yang dilaksanakan yaitu commision,
research, analysis, synthesis sementara tahap construction dan operation tidak
dilaksanakan seperti pada Gambar 4.
1. Commision (Persiapan)
Tahap ini merupakan pertemuan antara mahasiswa dengan pengelola
Kota Tangerang untuk menjelaskan tugas yang di berikan.
Kemudian mahasiswa menggambarkannya dalam bentuk rancangan
jalur hijau jalan Kota Tangerang. Dalam hal ini, rancangan yang
dibuat harus mengacu pada konsep awal jalur hijau jalan yang
sebelumnya telah dilaksanakan oleh pengelola Kota Tangerang.
Tahapan ini juga meliputi studi pustaka, penyusunan proposal,
perizinan dan sampling jalan. Sampling akan dilakukan pada jalan
arteri, jalan kolektor, jalan lokal yang berada di wilayah pemukiman,
industri dan pusat perdagangan.
2. Research (Inventarisasi)

10

Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data primer berupa data
jalan arteri, jalan lokal dan jalan kolektor yang berupa badan jalan,
jalur lalu linta kendaraan, jalur pedestrian, tanaman, median,
drainase, dan data sekunder berupa data fisik, iklim, badan air,
vegetasi, struktur bangunan, dan sosial budaya.
TAHAPAN

BENTUK KEGIATAN

Commision

Studi pustaka, Perizinan,
Sampling Jalan

Persiapan

HASIL

Data Primer
Research
Inventarisasi

Analysis
Analisis

Pengumpulan data tapak
Data Sekunder
Data primer dan data sekunder

Analisis tapak dan analisis
data berdasarkan peraturan
daerah kota tangerang nomor
5 tahun 2007

Alternatif pemecahan masalah
Synthesis

Klasifikasi kelas jalur

Alternatif terpilih, Rencana
Rancangan Jalan, Model Jalur
Hijau Jalan, Klasifikasi Jalan

Sintesis
Batasan Studi
Pengawasan Konstruksi
Pembangunan
Construction
Kunjungan Periodik,
Obeservasi pelakasanaan
Operation

Gambar 4 Tahapan Perencanaan Jalur Hijau Jalan
3. Analysis (Analisis)
Data jalan yang diperoleh pada tahap inventarisasi, dianalisis
berdasarkan klasifikasi sistem jalan menurut Harris dan Dinnes
(1998) dan fungsi tanaman pada jalur hijau menurut Anonim (1996)
Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No :033/T/Bm/1996 Tata
Cara Perencanaan Tektik Lanskap Jalan, yang membagi jalan
berdasarkan kelas-kelas tertentu seperti :
1. Sistem Jalan bebas hambatan (termasuk jalur cepat dan jalur
lambat). Sistem klasifikasi ini menghubungkan pergerakan cepat
dan efisien dari volume kendaraan yang melewati dan

11

menyebrang area kota. Fungsi median yaitu sebagai penghalang
silau lampu kendaraan.
2. Sistem jalan arteri. Sistem ini menghubungkan pergerakan lalu
lintas kendaraan yang melewati dan menyebrang area kota
dengan akses langsung menuju fasilitas kota. Sistem ini
menentukan pengendalikan jalur masuk, jalur keluar dan
membatasi penggunaan jalan. Fungsi tanaman tepi yaitu sebagai
penyerap polutan dan pembatas pandang. Fungsi tanaman
median yaitu sebagai penghalang silau lampu kendaraan. Fungsi
tanaman tikungan yaitu sebagai pengarah pandang.
3. Sistem jalan kolektor. Sistem ini menghubungkan pergerakan
lalulintas antara jalur arteri dan jalan lokal, dengan akses
langsung menuju fasilitas kota. Pengaturan lalulintas pada
sistem ini biasanya disediakan dengan rambu lalulintas pada tepi
jalan. Fungsi tanaman tepi yaitu sebagai penyerap polutan dan
peredam bising. Fungsi median yaitu sebagai penghalang silau
lampu kendaraan. Fungsi tanaman tikungan yaitu sebagai
pengarah pandang.
4. Sistem jalan local. Sistem ini menghubungkan pergerakan
lalulintas lokal dan akses langsung menuju fasilitas kota. Fungsi
tanaman tepi pada sistem ini berupa penyerap polutan, peredam
bising, peneduh, pemecah angin.
Hal ini dilakukan karena setiap jalan yang ada disuatu tempat memiliki
ciri dan karakteristik yang berbeda. Selanjutnya hasil analisa digunakan untuk
untuk mengidentifikasi kendala dan pengembangan tapak serta kecocokan
fungsi tanaman untuk kenyamanan pengguna. Dari hasil identifikasi, setiap
data jalan dibuat matriks elemen jalan seperti pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel
3.
Tabel 1 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan dan Penggunaan Lahan pada Wilayah
Industri
Klasifikasi Jalan
Penggunaan
lahan
Elemen jalan
Jalan arteri
Kolektor
Lokal
Kondisi
Jalur Lalu
Lintas
Kendaraan

Ukuran
Material yang
digunakan
Kondisi

Tanaman

Industri

Jalur
Pedestrian

Median

Drainase

Jenis
Jarak tanam
Keberadaan
Kondisi
Ukuran
Paving yang
digunakan
Kondisi
Ukuran
Keberadaan tanaman
Keberadaan
Jenisnya
Lebar

12

Tabel 2 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan dan Penggunaan Lahan pada Wilayah
Perdagangan
Klasifikasi Jalan
Penggunaan
lahan
Elemen jalan
Jalan arteri
Kolektor
Lokal
Kondisi
Jalur Lalu
Lintas
Kendaraan

Ukuran
Material yang
digunakan
Kondisi

Tanaman

Perdagangan

Jalur
Pedestrian

Median

Drainase

Jenis
Jarak tanam
Keberadaan
Kondisi
Ukuran
Paving yang
digunakan
Kondisi
Ukuran
Keberadaan
tanaman
Keberadaan
Jenisnya
Lebar

Tabel 3 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan dan Penggunaan Lahan pada Wilayah
Pemukiman
Klasifikasi Jalan
Penggunaan
lahan
Elemen jalan
Jalan arteri
Kolektor
Lokal
Kondisi
Jalur Lalu
Lintas
Kendaraan

Ukuran
Material yang
digunakan
Kondisi

Tanaman

Pemukiman

Jalur
Pedestrian

Median

Drainase

Jenis
Jarak tanam
Keberadaan
Kondisi
Ukuran
Paving yang
digunakan
Kondisi
Ukuran
Keberadaan
tanaman
Keberadaan
Jenisnya
Lebar

4. Systhesis (Sintesis)
Konsep umum jalur hijau jalan dibuat berdasarkan tujuan
perencanaan dengan pertimbangan kemungkinan pengembangan dan
kendala yang diidentifikasi dalam tahap analisis. Pada tahap ini,
setelah konsep ditentukan akan dibuat perencanaan jalur hijau jalan
yang lebih dikembangkan baik potensi maupun kendala yang ada.

13

Dari hasil sintesis ditentukan kriteria jalur hijau. Kriteria untuk jalur
hijau ini adalah menciptakan kenyamanan dan keamanan serta
meningkatkan kualitas lingkungan.
Selanjutnya dibuat perencanaan yang diperkuat dengan metode
pelaksanaan yang sesuai bagi kondisi tapak. Hasil sintesis dijadikan
ide konsep perancangan dalam rencana awal pengembangan
(development preliminary plan). Selain itu pada tahap ini akan
dilengkapi dengan klasifikasi jalan dan model jalur hijau jalan yang
baik untuk setiap klasifikasinya. Untuk lebih memperjelas, beberapa
bagian dilengkapi dengan gambar tampak atau sketsa.

INVENTARISASI
Inventarisasi merupakan tahap pengambilan data berupa data primer
(data langsung atau survey lapang) dan data sekunder (data tidak langsung) di
Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Kondisi Umum
Kota Tangerang memiliki luas wilayah 164.55 km² dimana tidak
termasuk Bandara Soekarno-Hatta dengan luas 19.69 km² (Tabel 4). Kota
Tangerang memiliki jumlah penduduk sebesar 1 798 601 (2010) dan kepadatan
penduduk sebesar 9.037 jiwa/km². Secara administratif, wilayah Kota
Tangerang termasuk di dalam Provinsi Banten, dan terbagi menjadi 13
Kecamatan, 104 Kelurahan, 956 Rukun Warga (RW), dan 4 704 Rukun
Tetangga (RT).
Secara geografis, wilayah Kota Tangerang terletak antara 6° 6' sampai 6°
13' Lintang Selatan dan 106° 36' sampai 106° 42' Bujur Timur (Gambar 5),
dengan batas administrasi wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan
Sepatan, Kabupaten Tangerang,
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug, Kabupaten
Tangerang, serta Kecamatan Serpong dan Pondok Aren, Kota Tangerang
Selatan,
3. Sebelah timur berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan,
Provinsi DKI Jakarta,
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan
Cikupa, Kabupaten Tangerang.

14

Gambar 5 Peta Administrasi Kecamatan Kota Tangerang
Tabel 4 Luas Daerah menurut Kecamatan di Kota Tangerang Banten 2011
Persentase Terhadap Luas
No
Kecamatan
Luas (Km²)
Kota Tangerang
1 Batuceper
11.58
4.99
2 Benda
5.92
14.84
3 Cibodas
9.61
5.08
4 Ciledug
8.77
4.87
5 Cipondoh
17.91
9.72
6 Jatiuwung
14.41
7.93
7
8
9
10
11
12
13

Karang Tengah

10.47

Karawaci
13.48
Larangan
9.40
Neglasari
16.08
Periuk
9.54
Pinang
21.59
Tangerang
15.79
Luas Kota Tangerang*
164.55
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang
*)Tidak termasuk luas Bandara Soekarno Hatta 19.69 km2

5.64
7.28
4.47
8.12
6.34
12.13
7.28
100.00

15

Topografi
Secara topografi, wilayah Kota Tangerang termasuk kedalam wilayah
dataran, sebagian besar berada pada ketinggian 10-18 m diatas permukaan laut
(dpl). Wilayah bagian utara (meliputi sebagian besar wilayah Kecamatan
Benda) memiliki ketinggian rata-rata 10 m dpl, sedangkan di bagian selatan
memiliki ketinggian 18 m dpl. Untuk lebih jelas topografi dan ketinggian setiap
kecamatan di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 5.
Dilihat dari kemiringan tanahnya, sebagian besar Kota Tangerang
mempunyai tingkat kemiringan tanah 0%-30% dan sebagian kecil (yaitu di
bagian Selatan kota) kemiringan tanahnya antara 3%-8% berada di Kelurahan
Parung Serab, Kelurahan Paninggilan Selatan dan Kelurahan Cipadu Jaya.
Tabel 5 Topografi Wilayah dan Ketinggian
No
1
2

Kecamatan

Topografi
Wilayah
Dataran
Dataran

Ketinggian di Atas
Permukaan Laut (m)
18
18

Ciledug
Larangan
Karang
Dataran
18
3
Tengah
4
Cipondoh
Dataran
14
5
Pinang
Dataran
14
6
Tangerang
Dataran
14
7
Karawaci
Dataran
14
8
Cibodas
Dataran
14
9
Jatiuwung
Dataran
14
10 Periuk
Dataran
14
11 Neglasari
Dataran
14
12 Batu Ceper
Dataran
14
13 Benda
Dataran
10
Rata-rata
14.62
Sumber : Bakosurtanal, Satuan Peta Topografi
Geologi

Secara geologi, Kota Tangerang termasuk dalam Cekungan Jakarta
bagian Barat, yang tersusun oleh endapan alluvium pantai, endapan delta dan
sebagian tersusun dari material gunungapi. Yang berada pada suatu tinggian
struktur yang dikenal dengan sebutan Tangerang High. Tinggian ini terdiri atas
batuan Tersier yang memisahkan Cekungan Jawa Barat Utara di bagian barat
dengan Cekungan Sunda di bagian timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan
bawah permukaan berupa lipatan dan patahan normal, berarah utara-selatan. Di
bagian timur patahan normal tersebut terbentuk cekungan pengendapan yang
disebut dengan sub cekungan Jakarta.

16

Batuan yang menutupi Kota Tangerang terdiri dari endapan alluvium,
endapan kipas alluvium vulkanik muda, dan satuan Tuf Banten. Deskripsi
singkat mengenai jenis batuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Endapan Alluvium. Endapan ini terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil,
kerakal, dan bongkah. Endapan ini berumur kuarter dan tersebar pada
daerah pedataran serta sekitar aliran sungai.
2. Endapan Kipas Alluvium Vulkanik Muda. Endapan ini terdiri dari material
batupasir dan batu lempung tufan, endapan lahar, dan konglomerat.
Ukuran butiran pada endapan kipas aluvial ini akan berubah menjadi
semakin halus ke arah utara. Satuan ini terbentuk oleh material endapan
volkanik yang berasal dari gunung api di sebelah selatan Kabupaten
Tangerang, seperti Gunung Salak dan Gunung Gede-Pangrango. Batuan
ini diendapkan pada umur Plistosen (dua juta tahun). Kipas aluvial
vulkanik tersebut terbentuk pada saat gunung api menghasilkan material
vulkanik dengan jumlah besar. Kemudian ketika menjadi jenuh air,
tumpukan material tersebut bergerak ke bawah dan membentuk aliran
sungai. Ketika mencapai tempat yang datar, material tersebut akan
menyebar dan membentuk endapan seperti kipas yang disebut kipas
aluvial.
3. Satuan Batuan Tuf Banten. Satuan ini terdiri atas lapisan tuf, tuf batu
apung, dan batu pasir tufan yang berasal dari letusan Gunung Rawa
Danau. Tuf tersebut menunjukkan sifat yang lebih asam (pumice)
dibandingkan dengan batuan vulkanik yang diendapkan sesudahnya.
Bagian atas satuan tersebut menunjukkan adanya perubahan kondisi
lingkungan pengendapan dari lingkungan pengendapan di atas permukaan
air menjadi di bawah permukaan air. Satuan ini berumur Plio-Plistosen
atau sekitar dua juta tahun yang lalu.
Hidrologi
Wilayah Kota Tangerang dilalui oleh 3 aliran sungai besar, yaitu sungai
Cisadane, kali Angke dan kali Cirarab, dengan panjang daerah yang dilalui 32
km seperti pada Tabel 6.
Tabel 6 Daerah Aliran Sungai di Kota Tangerang
Nama Daerah
Aliran Sungai
(DAS)

Panjang
(Km)

Lebar
(m)

Tinggi
(m)

Debit
(m³/detik)

DAS Cisadane
15.0
100
12.5
70
DAS Cirarab
7.7
8
4.0
12
DAS Angke
10.45
14
4.7
18
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, 2011
Selain sungai, di Kota Tangerang juga terdapat 6 buah danau yang
memiliki luas 152.31 Ha dengan kedalaman antara 2-3 meter (Tabel 7). Kota
Tangerang juga mempunyai 46 saluran pembuangan dengan total panjang

17

122,66 Km, dan 16 saluran irigasi dengan total panjang mencapai 62 488.30
km.
Tabel 7 Danau di Kota Tangerang
No
Nama Danau
Luas (Ha) Kedalaman (m)
1 Situ/ Rawa Cipondoh
126.17
3.0
2 Situ/ Rawa Besar
5.07
3.0
3 Situ/ Rawa Cangkring
6.17
3.0
4 Situ/ Rawa Bojong
0.60
2.0
5 Situ/ Rawa Kunciran
0.30
2.0
6 Situ/ Rawa Bulakan
15.00
2.5
Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka 2011
Klimatologi
Keadaan iklim Kota Tangerang pada tahun 2010 didasarkan pada
penelitian di Stasiun Geofisika Kelas I Tangerang, yaitu berupa data
temperatur (suhu) udara, kelembaban udara, dan curah hujan seperti pada Tabel
8. Temperatur udara rata-rata berkisar antara 24.1 °C – 32.5 °C, temperatur
maksimum tertinggi pada bulan April yaitu 34.2 °C dan temperatur minimum
terendah pada bulan Oktober yaitu 23.4 °C. Rata-rata kelembaban udara
81.2%.
Tabel 8 Temperatur dan Kelembaban Udara di Kota Tangerang

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember

Kelembaban
Udara (%)
83.0
84.4
81.8
76.6
79.3
83.3
82.0
80.0
84.1
80.2
79.3
80.5

Temperatur
Maksimum
(°C)
31.0
32.4
32.7
34.2
33.9
32.3
32.1
32.5
32.1
32.6
32.8
31.9

Temperatur
Minimum
(°C)
23.9
24.6
24.7
24.7
24.8
23.8
23.8
23.9
23.6
23.4
24.3
23.8

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika

Temperatur
Ratarata (°C)
27.1
27.7
28.0
29.0
28.6
27.6
27.4
27.7
27.0
27.4
27.9
27.3

18

Tabel 9 Curah Hujan di Kota Tangerang
Bulan

Banyak Hari Hujan
(hari)

Banyak Curah
Hujan
(mm)

Curah Hujan Maksimum
Tanggal

Januari
18
264.4
18
Februari
13
213.6
18
Maret
17
214.8
29
April
6
55.4
29
Mei
14
67.8
23
Juni
18
184.5
7
Juli
13
124.1
17
Agustus
16
108
13
September
18
187.4
21
Oktober
13
181.7
25
Nopember
11
87.1
18
Jumlah
157
1688.8
218
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika

Volume (mm)
76.2
53.3
58
28.9
18
72.3
34
27.2
47.7
69.7
20.8
110.0

Tabel 9 menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di Kota Tangerang
pada tahun 2010 volume setahun adalah 1688.88 mm, dengan curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan Januari, yaitu 264.4 mm. Curah hujan tertinggi
dalam 1 hari adalah pada tanggal 18 Januari dengan volume mencapai 76.2
mm.
Penggunaan Lahan
Gambar 5 menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kota Tangerang
adalah bandar udara, industri, pemakaman, lapangan, lembaga pemasyarakatan,
pasar, pendidikan, perdagangan, perkantoran, perumahan, ruang terbuka hijau,
rumah sakit, sawah, stadiun, tempat pembuangan akhir, tempat peribadatan,
terminal dan waduk. Tabel 10 menyatakan bahwa pada tahun 2010 didominasi
oleh 4 jenis penggunaan lahan yaitu lahan terbuka hijau seluas 50.786 km²
(27.9%) dari total luas Kota Tangerang, kawasan pertanian seluas 39.516 km2
(21.7%), kawasan pemukiman tidak teratur seluas 28.6 km2 (15.761%) dan
lahan terbuka seluas 18.84 km2 (10.357%) . Sedangkan 4 jenis penggunaan
lahan terkecil adalah bangunan sejarah seluas 0.007 km2 (0.004%), sarana
kesehatan seluas 0.042 km² (0.023%), infrastruktur wilayah 0.121 km²
(0.066%) dan sarana peribadatan seluas 0.257 km² (0.141%). Selain lahan
terbuka hijau, penggunaan lahan yang juga cukup besar di Kota Tangerang
adalah kawasan perairan (seluas 5.887 km² atau 3.236%), permukiman (seluas
40.2 km² atau 22.1%), pabrik industri (seluas 7.309 km² atau 4.018%), lahan
terbuka non hijau (18.8 km² atau 10.4%), dan sarana transportasi - terutama
Bandar Udara Soekarno-Hatta (seluas 13.7 km² atau 7.5%).

19

Tabel 10 Luasan Penggunaan Lahan Tahun 2010
No
Jenis Penggunaan Lahan
Luas (Km²)
1
Bangunan Bersejarah
0.007
2
Fasilitas Umum
2.428
3
Gedung Pemerintah
0.402
4
Infrastruktur Wilayah
0.121
5
Kawasan Perairan
5.887
6
Kawasan Pertanian
39.516
7
Lahan Terbuka
18.840
8
Lahan Terbuka Hijau
50.786
9
Pabrik Industri
7.309
10 Pemukiman Teratur
11.603
11 Pemukiman Tidak Teratur
28.671
12 Sarana Kesehatan
0.042
13 Sarana Olah Raga
2.012
14 Sarana Pendidikan
0.331
15 Sarana Peribadatan
0.257
16 Sarana Transportasi
13.700
Jumlah
187.653
Sumber: Kota Tangerang Dalam Angka 2011

Persentase (%)
0.004
1.335
0.221
0.066
3.236
21.723
10.357
27.918
4.018
6.379
15.761
0.023
1.106
0.182
0.141
7.531
100

Sumber Badan Perencana Daerah Kota Tangerang
Gambar 5 Peta Penggunaan Lahan Kota Tangerang

Jaringan Jalan
Gambar 6 menunjukkan sistem jalan di Kota Tangerang merupakan
bagian dari jalan Nasional dan Propinsi. Jalan Tol Sukarno-Hatta, Jalan Daan

20

Mogot, Jalan Gatot Subroto, Jalan Thamrin dan Jalan Jendral Sudirman
merupakan jalan negara yang menghubungkan Kota Tangerang dengan Kota
Jakarta dan Kabupaten Tangerang dan diklasifikasikan sebagai jalan arteri
primer. Jalan Cokroaminoto, Jalan M. Toha, Jalan Maulana Hasanudin, Jalan
Kisamaun, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Raden Saleh dan Jalan Raden
Patah yang menghubungkan Kota Tangerang dan Jakarta diklasifikasikan
sebagai jalan arteri sekunder

Sumber Badan Perencana Daerah Kota Tangerang
Gambar 6 Peta Jaringan Jalan di KotaTangerang

Menurut PEMKOT Tangerang (2003) panjang jalan Kota Tangerang
sekitar 555.59 km yang statusnya terdiri dari jalan negara, jalan propinsi dan
jalan kota. Adapun panjang jalan berdasarkan klasifikasi fungsi jalan yang ada
meliputi jalan arteri sepanjang 57.81 km, jalan kolektor sepanjang 174.42 km
dan jalan lokal sepanjang 323.36 km.
Tabel 11 Matriks Elemen Jalan Berdasarkan Klasifikasi Jalan pada Wilayah
Industri
No
1

Elemen jalan
Jalur Lalu
Lintas
Kendaraan

2
Jalur
Pedestrian
3
Median

Kondisi
Ukuran
Material yang digunakan
Keberadaan
Kondisi
Ukuran
Paving yang digunakan
Kondisi
Ukuran

Jalan arteri (8 km)
Baik
8.7 m /jalur
Aspal
Ada
Baik
1.2 m
Paving block
Baik
0.6 m

Keberadaan tanaman

Tidak ada

Klasifikasi Jalan
Kolektor (2.1 km)
Baik
7.15 m /jalur
Cor semen
Ada
Baik
1.2 m
Paving block
Baik
2.45 m
Ada, akasia, tehtehan

Lokal (1.3 km)
Baik
7 m /2jalur
Aspal
Ada
Kurang terawat
1.2 m
Cor semen
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

21

Data primer penelitian ini diambil di lokasi penggunaan lahan industri,
pemukiman dan perdagangan di Kecamatan Tangerang, Batuceper dan
Cipondoh Kota Tangerang. Tabel 11 menunjukkan data survey lapang elemen
jalan arteri,