Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Selatan

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA TANGERANG SELATAN

IMANIAR PUTRI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penerapan
Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Selatan adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Imaniar Putri
NIM A44100060

ABSTRAK
IMANIAR PUTRI. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang
Selatan. Dibimbing oleh ALINDA FM ZAIN.
Aktivitas yang terjadi di lanskap perkotaan menyebabkan berbagai masalah
lingkungan. Kota Tangerang Selatan merupakan kota penyangga bagi Jakarta karena
lokasinya memiliki berbagai permasalahan yang belum terselesaikan. Kota hijau atau
kota berkelanjutan adalah kota yang diintegrasikan dengan lingkungan lokal yang
menggunakan metode keberlanjutan dalam memproduksi energi, daur ulang air,
membuang sampah, dan mengurangi polusi terhadap air, lahan, dan udara. Penelitian
ini bertujuan memberi penilaian terhadap lanskap kawasan perkotaan khususnya di
Kota Tangerang Selatan dalam menerapkan konsep kota hijau dengan melihat peran
dari pemerintah, pengembang swasta, dan masyarakat serta mengukur tingkat
kebahagiaan masyarakat. Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode
survey lapang mengacu pada Asian Green City Index. Terdapat delapan kategori
keberlanjutan dengan hasil evaluasi berupa kinerja Kota dalam menerapkan kota hijau
adalah Energy and CO2 (42.40%), Land use and buildings (49.17%), Transport

(51.15%), Waste (38.80%), Water (51.75%), Sanitation (47.96%), Air Quality (69%),
dan Environmental Governance (66.9%). Hasil keseluruhan Kota Tangerang Selatan
dalam menerapkan kota hijau adalah 52.15% dan kedudukan Kota Tangerang Selatan
dalam tabel performa ada di rentang rata-rata. Tingkat kebahagiaan masyarakat
diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara. Tingkat kebahagiaan masyarakat yaitu
40% sangat bahagia, 55% bahagia, dan 5% kurang bahagia.
Kata kunci: asian green city index, kebahagiaan, keberlanjutan, kota hijau,
lanskap perkotaan

ABSTRACT
IMANIAR PUTRI. Evaluation of Green City Concept Implementation in South
Tangerang City. Supervised by ALINDA FM ZAIN
The activity of the urban landscape caused many environmental problems.
South Tangerang City as a buffer zone of Jakarta has problems that can’t be solved
yet. Green city or called as sustainable city is the city that integrated with local
environment which use sustainable methods to produce energy, recycle water, dispose
of waste, and reduce general pollution of water, land, and the air. This research was
aimed to give evaluation towards urban landscape especially South Tangerang City in
implementing green city concept by observing the role of government, developer, and
society as well as measuring the happiness index of society. The methods used in the

research was a survey method reffered to Asian Green City Index. There are eight
categories of sustainability. The result of evaluation for each categories were Energy
and CO2 (42.40%), Land use and buildings (49.17%), Transport (51.15%), Waste
(38.80%), Water (51.75%), Sanitation (47.96%), Air Quality (69%), and
Environmental Governance (66.9%). The overall result for South Tangerang City in
applying green city was 52.15% and in the performance table the city were placed in
average. The happiness index of society was derived from questionnaire and
interview. Index of happiness in South Tangerang City were 40% very happy, 55%
happy, and 5% less happy.
Key words: asian green city index, evaluation, green city, happiness, sustainable,
urban landscape

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmuah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU
DI KOTA TANGERANG SELATAN

IMANIAR PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas karunia–Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini ialah mengenai konsep Kota Hijau, dengan judul Evaluasi
Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Alinda FM Zain, M.Si
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan
dalam penyusunan dan penyelesaian penelitian ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Ir Qodarian Pramukanto, M.Si selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan banyak pengarahan selama mengikuti
perkuliahan, serta kepada keluarga terutama mama, papa, dan adik yang telah
memberikan banyak dukungan, teman–teman penulis, serta dinas–dinas dan
instansi di Kota Tangerang Selatan yang telah banyak membantu dalam
pengumpulan data, serta seluruh pihak yang telah memberikan doa, bantuan serta
dukungannya.
Penulis menyadari penelitian ini jauh dari sempurna. Penulis berharap
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak Pemerintah Kota Tangerang
Selatan dan pihak lain yang memerlukan. Atas segala kekurangan, penulis
memohon saran dan kritik yang membangun agar penulisan kedepannya dapat
lebih baik.


Bogor, Agustus 2014
Imaniar Putri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

PENDAHULUAN

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Permasalahan Kawasan Perkotaan

3


Kota Berkelanjutan

3

Kota Hijau

4

Green City Index

4

Energi dan CO2

4

Penggunaan Lahan dan Kepadatan

5


Transportasi

5

Sampah

5

Air

6

Sanitasi

6

Udara

6


Kebijakan Lingkungan

7

Kebahagiaan

7

METODOLOGI

8

Lokasi dan Waktu Penelitian

8

Batasan Penelitian

8


Alat dan Bahan Penelitian

9

Metode Penelitian

9

Inventarisasi

9

Analisis

12

Evaluasi

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Profil Wilayah Kota Tangerang Selatan

16

Kondisi Fisik dan Lingkungan

16

Topografi

16

Hidrologi

16

Iklim

17

Demografi

17

Sosial Masyarakat

17

Perekonomian

18

Penggunaan Lahan

18

Rencana Tata Ruang Wilayah

18

Inventarisasi

18

Aspek Kuantitatif

19

Aspek Kualitatif

19

Analisis

21

Energy and CO2

21

Land use and buildings

27

Transport

32

Waste

39

Water

44

Sanitation

50

Air Quality

52

Environmental Governance

57

Evaluasi

61

Index of Happiness

65

Green Initiatives

66

SIMPULAN DAN SARAN

70

Simpulan

70

Saran

70

DAFTAR PUSTAKA

71

LAMPIRAN

74

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan penelitian
2 Data yang dibutuhkan
3 Proporsi jumlah responden
4 Baku mutu tiap indikator pada aspek kuantitatif
5 Asian Green City Index
6 Contoh performa kota
7 Luas wilayah berdasarkan kecamatan
8 Data aspek kuantitatif
9 Data aspek kualitatif
10 Aspek kuantitatif Energy and CO2
11 Aspek kualitatif Energy and CO2
12 Aspek kuantitatif Land use and buildings
13 Aspek kualitatif Land use and buildings
14 Aspek kuantitatif Transport
15 Aspek kualitatif Transport
16 Aspek kuantitatif Waste
17 Aspek kualitatif Waste
18 Aspek kuantitatif Water
19 Aspek kualitatif Water
20 Aspek kuantitatif Sanitation
21 Aspek kualitatif Sanitation
22 Aspek kuantitatif Air Quality
23 Aspek kualitatif Air Quality
24 Aspek kualitatif Environmental Governance
25 Evaluasi penerapan konsep Kota Hijau berdasarkan Asian
City Index
26 Kinerja Kota Tangerang Selatan

9
9
12
13
14
15
16
19
20
22
23
27
29
32
33
39
40
44
46
50
51
53
55
57
Green
61
65

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian
2 Lokasi penelitian
3 Pengisian kuesioner
4 Solar cell Kebayoran Park Bintaro
5 Jalur pejalan kaki di BSD dan Bintaro
6 Jalur pejalan kaki di luar kawasan Pengembang
7 Jalur sepeda di Bintaro dan Alam sutera
8 Median jalan
9 Ruang terbuka hijau
10 Rusunawa Situ Gintung
11 Icon pengembang swasta
12 Stasiun Serpong dan Stasiun Jurangmangu
13 Angkutan perkotaan Kota Tangerang Selatan
14 In-Trans Alam Sutera
15 Trans Bintaro dan BSD
16 Roda Niaga Ciputat-Lebak bulus dan Kalideres-Serpong
17 Jalan tergenang dan perbaikan jalan
18 Parkir Stasiun Pondok Ranji dan Stasiun Serpong
19 Jembatan penyebrangan BSD
20 Penumpukan sampah
21 Pengolahan sampah di TPA Cipeucang
22 ITF Pondok Aren
23 TPST 3R-KSM Griya Resik
24 Produk daur ulang
25 Kegiatan Bank Sampah Melati Bersih
26 Sumur resapan
27 Polder di kawasan Bintaro Jaya
28 Situ Parigi dan gerakan bersih Situ Bungur
29 Lubang resapan biopori
30 Perbaikan kebocoran pipa
31 Penutupan permukaan daun oleh debu
32 Penanaman pohon
33 CFD Bintaro dan Serpong

2
8
15
24
24
25
25
26
28
31
31
34
34
34
35
35
37
37
38
40
41
41
43
43
44
47
47
48
49
49
53
56
56

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner Penelitian
2 Batasan skoring
3 Kriteria penerapan

74
77
77

PENDAHULUAN

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota yang terletak di
Provinsi Banten dan merupakan kota pemekaran dari Kabupaten Tangerang.
Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan Provinsi DKI
Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang
Selatan sebagai salah satu daerah penyangga Provinsi DKI Jakarta, selain sebagai
daerah yang menghubungkan Provinsi Banten dengan Provinsi DKI Jakarta.
Intervensi pengembang-pengembang besar seperti Bumi Serpong Damai (BSD),
Alam Sutera, Bintaro Jaya dan sebagainya menyumbang peran dalam
meningkatnya laju pertumbuhan di Kota Tangerang Selatan. Kenaikan laju
pertumbuhan yang tinggi diikuti pula dengan laju urbanisasi. Laju urbanisasi
ditandai dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga muncullah berbagai
permasalahan seperti meningkatnya polusi, menumpuknya sampah, kemacetan,
banjir, krisis air bersih serta lingkungan perkotaan belum tertata baik.
Berbagai permasalahan lingkungan yang dihadapi dunia memunculkan
suatu konsep baru untuk mengatasi permasalahan iklim dan kelestarian
lingkungan. Berdasarkan panduan kota hijau 2013, Kota hijau merupakan suatu
konsep yang sedang dicanangkan di seluruh dunia agar setiap daerah bertanggung
jawab memberi kontribusi terhadap penurunan emisi karbon untuk mengurangi
pemanasan global. Kota hijau merupakan kota yang ramah lingkungan dalam
pengefektifan dan efisiensi sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah,
menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin adanya kesehatan lingkungan,
dan mampu mengsinergikan lingkungan alami dan buatan yang mengacu pada
perencanaan dan perancangan kota dan berpihak pada prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan.
Kota hijau merupakan suatu konsep untuk mewujudkan kota yang
berkelanjutan. Asian Green City Index merupakan rangkaian penelitian yang
diselenggarakan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) dalam menilai status 22
kota di Asia berdasarkan berbagai kriteria yang disesuaikan dengan kondisi Asia.
Hasil penelitian yang disampaikan berupa indeks beserta green initiatives dari
setiap kota. Hasil tersebut dapat membantu kota-kota di Asia untuk saling belajar
menuju kota yang berkelanjutan agar menjadi lebih baik lagi dalam menghadapi
tantangan lingkungan saat ini.
Kota Tangerang Selatan sebagai kota baru, memerlukan aturan untuk
mengembangkan kotanya agar tetap berada dalam koridor berkelanjutan. Kota
yang berkelanjutan dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penduduknya
dengan kata lain tingkat kebahagiaan masyarakat memiliki keterkaitan dengan
kinerja kota dalam menerapkan konsep kota hijau. Semakin “hijau” kota, semakin
bahagia masyarakat. Evaluasi terhadap penerapan konsep kota hijau di Kota
Tangerang Selatan mengacu pada Asian Green City Index perlu dilakukan untuk
mengetahui kinerja kota dalam koridor berkelanjutan dan sejauh mana upaya yang
telah dilakukan oleh pemerintah, pengembang swasta, dan masyarakat
mewujudkan kota yang berkelanjutan serta kaitannya terhadap tingkat
kebahagiaan masyarakat.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan,
1. mengidentifikasi kondisi umum dan kinerja Kota Tangerang Selatan
berdasarkan 8 kategori kota hijau menurut Asian Green City Index;
2. menganalisis kondisi umum dan kinerja Kota Tangerang Selatan
berdasarkan 8 kategori kota hijau menurut Asian Green City Index;
3. mengevaluasi penerapan konsep kota hijau di Kota Tangerang Selatan; dan
4. mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Tangerang Selatan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi bagi pemerintah,
masyarakat, serta pengembang swasta untuk meningkatkan kinerja kota dalam
menerapkan konsep kota hijau agar Kota Tangerang Selatan tidak hanya sebagai
daerah penyangga bagi Ibukota DKI Jakarta namun juga sebagai kota
berkelanjutan yang berbasis lingkungan dan ekologis.
Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian (Gambar 1) dimulai dari melihat kondisi umum
serta upaya kota dalam mencapai kota hijau. Lalu dilakukan analisis berdasarkan
8 kategori kota hijau berdasarkan Asian Green City index serta mengukur tingkat
kebahagiaan masyarakat .

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA
Permasalahan Kawasan Perkotaan
Menurut Fuhr (1999) urbanisasi merupakan peningkatan jumlah penduduk
pada suatu kota yang terjadi secara dramatis dalam dekade terakhir atau dengan
kata lain suatu kondisi perubahan penggunaan lahan. Kondisi lingkungan yang
semakin kritis dan memburuk disebabkan semakin cepatnya pertumbuhan dan
pengembangan kota tanpa memperhatikan aspek ekologis dan kemudian
meningkatkan terjadinya masalah kesehatan akibat ketidakcukupan air bersih,
sanitasi, drainase, dan pelayanan persampahan, rendahnya atau buruknya
pengolahan limbah industri dan domestik, dan polusi udara. Hal penting yang
mendasari terjadinya polusi adalah ketidaktepatan penggunaan lahan, kurangnya
transportasi publik yang nyaman, kemacetan dan kecelakaan. Urbanisasi juga
mempengaruhi penggunaan sumberdaya alam dan pengelolaan kota yang
menyebabkan terjadinya tekanan lingkungan seperti menipisnya sumberdaya air
dan hutan serta terjadinya konversi lahan. Pengembangan tersebut cenderung
memperburuk masalah polusi udara dan air pada kawasan perkotaan.

Kota Berkelanjutan
Asas kota berkelanjutan di Indonesia berdasarkan hasil lokakarya Urban
and Regional Development Institute dan Indonesia Decentralized Environment
and Resource Management (Kuswartodjo 2006) adalah kota yang :
1. memiliki visi, misi dan strategi jangka panjang dan pelaksanaan bersifat
jangka pendek;
2. mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan upaya perwujudan
keadailan sosial, kelestarian lingkungan, partisipasi masyarakat serta
keragaman budaya;
3. mengembangkan dan mempererat kerjasama antar pemangku kepentingan,
antar sektor dan antar daerah;
4. memelihara, mengembangkan, dan menggunakan secara bijak sumberdaya
lokal serta mengurangi secara bertahap ketergantungan akan sumberdaya
dari luar maupun sumberdaya yang tak tergantikan;
5. meminimilkan tapak ekologis yang ditimbulkan oleh kota serta
meningkatkan daya dukung ekologis lokal;
6. menerapkan manajemen kependudukan yang berkeadilan sosial disertai
dengan pengembangan kesadaran masyarakat akan pola konsumsi dan
gaya hidup yang ramah lingkungan;
7. memberikan rasa aman bagi warganya dan memberikan perlindungan
terhadap hak-hak publik;
8. penataan hukum yang didukung oleh komitmen dan konsistensi dari aparat
penegak hukum; dan
9. mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif bagi terciptanya
masyarakat belajar yang dicirikan dengan adanya perbaikan yang menerus.

4
Kota Hijau
Kota hijau merupakan kota yang memiliki kualitas udara dan kualitas air
yang baik, kota yang memiliki taman dan jalur yang nyaman, kota yang sigap
dalam mengatasi permasalahan seperti bencana alam dan penyebaran penyakit,
serta kota yang mendukung publik berperilaku “hijau” seperti menggunakan
transportasi umum dan menyebabkan dampak yang relatif kecil bagi lingkungan
(Kahn ME 2006).
Kota hijau dibangun dengan memanfaatkan keunggulan Indonesia, yaitu
iklim tropis beserta keunikan ekosistem dan budaya yang dimilikinya.
Optimalisasi sumberdaya manusia, teknologi, dan jasa ekosistem memungkinkan
kota dikelola secara cerdas dan berlanjut. Kota dibangun dengan memanfaatkan
ruang publik yang lebih alami dan tidak membahayakan kesehatan dan
keselamatan penduduknya. Kota harus layak terhadap pejalan kaki, pengguna
sepeda, manula, penyandang cacat, serta anak-anak. Implementasi Kota hijau
harus berorientasi terhadap infrastruktur yang sudah ada, bukan semata pada
upaya mendirikan bangunan-bangunan baru. Kota tersebut harus berwawasan
global namun sekaligus dapat mempertahankan kearifan lokalnya (Joga 2013).
Green City Index
Green City Index merupakan rangkaian penelitian yang diselenggarakan
oleh Economist Intelligence Unit (EIU). Lembaga ini memfokuskan terhadap isuisu kritis dari keberlanjutan suatu lingkungan perkotaan. Green City Index
memiliki beberapa kategori yaitu Energy and CO2, Land use and buildings,
Transport, Water, Waste, Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance
yang kemudian terbagi lagi menjadi 29 indikator dengan 14 indikator merupakan
tipe data kualitatif dan 15 indikator merupakan tipe data kuantitatif. Rangkaian
penelitian oleh EIU telah dimulai sejak tahun 2009 dan telah menilai lebih dari
120 kota di Eropa, Amerika Latin, Asia, Amerika Utara & Afrika serta tujuh kota
di Australian dan Selandia Baru. Hasil penelitian menampilkan keseluruhan
pengalaman kota-kota secara detil dalam mencapai kota yang berkelanjutan untuk
generasi yang akan datang. Asian Green City Index merupakan rangkaian
penelitian yang dilakukan di 22 kota di Asia. Indikator yang digunakan
menyesuaikan dengan kondisi umum wilayah Asia.
Energi dan CO2
Konsumsi energi berbanding lurus dengan emisi CO2 yang dihasilkan Kota.
Semakin tinggi konsumsi energi, semakin tinggi pula emisi yang dihasilkan.
Emisi CO2 dari aktifitas pemukiman dibagi menjadi 2 yaitu emisi CO2 primer dan
sekunder atau biasa disebut carbon footprint. Carbon footprint primer adalah
emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar di rumah tangga.
Sedangkan carbon footprint sekunder adalah emisi CO2 yang dihasilkan dari
penggunaan alat – alat listrik di rumah tangga (Wicaksono 2011).
Menurut Suhendi (2006), sektor rumah tangga/domestik merupakan
sumber emisi yang signifikan di Indonesia. Emisi dihasilkan dari penggunaan
peralatan yang menggunakan listrik dan bahan bakar (minyak tanah, gas cair, gas
kota) untuk keperluan rumah tangga. Emisi CO2 diperoleh dari perkalian antara
jumlah energi yang dikonsumsi dengan faktor emisi. Faktor – faktor yang

5
mempengaruhi konsumsi energi domestik adalah jumlah anggota keluarga, tingkat
kesejahteraan, ukuran rumah, iklim, dan budaya. Dalam mereduksi emisi CO2
dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi energi pada bangunan rumah baru,
mengurangi konsumsi energi pada bangunan rumah lama, dan pemakaian bahan
bakar dengan intensitas CO2 yang rendah baik pada bangunan baru maupun lama.
Penggunaan Lahan dan Kepadatan
Menurut Litman (2014), pola pengembangan penggunaan lahan merujuk
pada aktivitas manusia pada permukaan bumi yang terdiri atas lokasi, tipe dan
desain infrastuktur seperti jalan dan bangunan. Pola penggunaan lahan
dipengaruhi oleh bermacam-macam, baik dari segi ekonomi maupun dari segi
sosial dan lingkungan. Setidaknya dibutuhkan permukaan yang kedap air seperti
(bangunan dan perkerasan) per kapita, ruang terbuka (kebun, kawasan pertanian,
dan habitat alami), serta beberapa ruang tersebut bisa diakses dengan mudah.
Penggunaan lahan terdiri atas dua kategori yaitu kawasan terbangun dan ruang
terbuka. Kawasan terbangun terdiri atas perumahan, area komersil (pertokoan dan
perkantoran), institusi (sekolah), area industri, brownfields (fasilitas yang tidak
terpakai), dan fasilitas transportasi (jalan, jalur, arena parkir, dll). Sedangkan
ruang terbuka terdiri atas taman, kawasan pertanian, hutan, lahan rumput, lahan
yang belum dikembangkan, dan garis pantai. Kepadatan mengacu pada orang,
pekerjaan, atau rumah tangga per unit dari suatu area (hektar, km2). Kepadatan
dapat diukur secara terpisah maupun secara keseluruhan. Kepadatan secara umum
tergabung dalam beberapa faktor penggunaan lahan seperti sifat konsentris kota,
pencampuran, penghubung jalan, dan keberagaman angkutan, serta manajemen
parkir yang efisien. Beberapa hal tersebut disebut compact development.
Transportasi
Transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan sesuatu dari satu
tempat ke tempat lain baik dengan atau tanpa sarana. Pemindahan ini harus
menempuh suatu jalur perpindahan atau lintasan yang mungkin telah disiapkan
oleh alam seperti sungai, laut, udara, dan jalur lintasan hasil kerja pemikiran
manusia, misalnya jalan raya, jalan rel, dan pipa. Angkutan kota terdiri dari
angkutan bus, bus mini, mikrolet, taksi, dokar, becak, bemo, dan ojek. Fungsi dari
transportasi bagi masyarakat untuk mempermudah perpindahan dari satu tempat
ke tempat lain. Selain itu, adanya transportasi umum dapat menjadi alternatif dari
penggunaan kendaraan pribadi, namun di beberapa kota, jumlah angkutan umum
yang terlalu banyak melebihi kebutuhan dapat memunculkan persoalan baru bagi
transportasi kota. Terjadinya kemacetan lalu lintas dapat diakibatkan
meningkatnya jumlah angkutan umum dengan jaringan trayek yang tumpang
tindih serta jaringan jalan yang terbatas (Setijowarno dan Frazila 2003).
Sampah
Sampah adalah segala sesuatu yang tidak terpakai lagi dan harus dibuang.
Sampah dapat berasal dari rumah tangga, rumah sakit, industri, dan lain lain.
Sampah dapat menjadi sumber penyakit yang dapat ditulari melalui hewan
tertentu (Widyati dan Yuliarsih 2002). Hal-hal yang dapat diakibatkan oleh
sampah selain menimbulkan penyakit yaitu menyebabkan polusi udara serta

6
menurunkan kualitas visual lanskap. Jika terjadi penumpukan sampah pada suatu
titik tertentu menyebabkan ketidaknyamanan pada lingkungan sekitar sehingga
harus dilakukan pengangkutan sampah serta pengolahan sampah yang tepat.
Air
Air merupakan substansi yang secara alami berada di bumi dalam 3 bentuk
fisik diantaranya gas, cair, dan padat serta selalu mengalami pergerakan. Air
memiliki sifat kimia yang unik dan bentuk fisik yang membuat air sangat
diperlukan dalam kehidupan. Ketersediaan air di bumi untuk minum atau kegiatan
pertanian hanya sebanyak 1%, sementara sebanyak 97% merupakan air asin yang
berada di samudra, dan hanya sebanyak 3% yang merupakan freshwater.
Sebanyak 68% dari freshwater berada di icecaps Antartika dan Greenland, 30%
berada di tanah, dan 0.3% terdapat di permukaan seperti danau dan sungai. Lebih
dari satu juta orang di seluruh dunia mengalami kesulitan akses untuk
memperoleh air minum (Shakhashiri 2011). Jenis air yang dikonsumsi masyarakat
terbagi atas tiga kategori berdasarkan tingkatan air yang serupa dalam
mengembangkan sanitasi. Ketiga kategori tersebut adalah unimproved sumber air
minum, improved sumber air minum, dan penyediaan air menggunakan saluran
pipa untuk penduduk, lahan, maupun halaman.
Sanitasi
Sanitasi merupakan upaya pencegahan penyakit yang menitikberatkan
kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Manfaat yang
diperoleh jika sanitasi lingkungan terjaga adalah dapat mencegah penyakit
menular, mencegah kecelakaan, mencegah timbulnya bau yang tidak sedap,
menghindari pencemaran, dan lingkungan menjadi bersih, sehat, dan nyaman.
Kota yang hijau bukan hanya kota yang memiliki infrastruktur, teknologi, maupun
sarana & prasarana yang ramah lingkungan, namun juga memiliki masyarakat
yang sehat dan memiliki perilaku hidup yang bersih (Widyati dan Yuliarsih 2002).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/2008 tentang Strategi Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah
fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan
penyakit.
Udara
Udara merupakan komponen alam yang mempengaruhi kehidupan
manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga kualitasnya harus dipelihara dan
ditingkatkan agar tetap berjalan sesuai fungsinya yaitu untuk memelihara
kesehatan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pencemaran
udara adalah masuknya zat, energi, atau komponen lain kedalam udara akibat
kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu udara ambien
hingga pada tingkat tertentu. Pencemaran udara dapat dikurangi dengan
melakukan pengendalian baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh masyarakat
(PP No.41 tahun 1999). Dalam suatu kota, kualitas udara yang baik akan
memberikan dampak positif terhadap masyarakatnya. Sebagai lapisan atmosfir
paling bawah, lapisan ini memiliki peran yang sangat penting bagi makhluk hidup
di bumi.

7
Kebijakan Lingkungan
Hampir seluruh kota memiliki lembaga atau badan resmi di pemerintahan
dalam menentukan kebijakan lingkungan. Pembagian kewenangan antara hukum
dan kekurangan ahli administrasi dalam menerapkan kebijakan menjadi tantangan
saat ini. Pengawasan lingkungan dan penyediaan bagi publik untuk mengakses
informasi lingkungan sangat penting terutama untuk wilayah dengan banyak
jumlah penduduk. Keterlibatan masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam
mengelola dan mengawasi lingkungan dapat mempermudah tugas pemerintah
dalam menjaga lingkungan (Denig 2011). Kebijakan yang baik adalah kebijakan
yang terbuka, transparan, dapat dipertanggungjawabkan oleh lembaga publik,
khususnya mengacu pada efisiensi pelayanan publik, penegakan hukum
berdasarkan peraturan, sektor peradilan yang efektif, menghargai hak perorangan,
free press, dan struktur kelembagaan yang plural.
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang baik adalah hal yang
penting untuk mengurangi kemiskinan dalam pengembangan berkelanjutan.
Walaupun begitu pelaksanaan kebijakan lingkungan (termasuk perjanjian
multilateral), dan pengukuran kinerja lingkungan lainnya masih lemah dalam
pengembangan dan peralihan pada suatu kota/negara. Saat ini muncul penekanan
bahwa kebijakan pemerintah memiliki pengaruh yang kuat pada lingkungan.
Penegakan hukum, hak masyarakat untuk mengakses informasi, partisipasi
masyarakat dan persamaan akses dalam keadilan adalah dasar untuk mengurangi
kemiskinan dan pengembangan berkelanjutan. Kebijakan lingkungan didesain
dalam konteks politik. Pada beberapa kasus, kebijakan lingkungan mengukur
kepentingan manusia dalam prinsip hukum seperti penegakan hukum, tranparansi
dan partisipasi publik, persamaan atau lebih penting dibandingkan kebijakan
lingkungan itu sendiri untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan. Hal ini
menunjukkan bahwa solusi dari permasalahan lingkungan tidak cukup dengan
memberlakukan pengembangan berkelanjutan saja, terdapat perhatian yang cukup
tinggi kepada kebijakan pemerintah dalam mengelola tantangan lingkungan dan
dampaknya (Ekbom et al. 2012).
Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan suatu aspirasi dari tingkah laku manusia dan dapat
diukur menggunakan pendekatan sosial. Berdasarkan The Greater Well Being
Vicotria Survey Tahun 2009, kebahagiaan merupakan bagian penting dari
kesejahteraan sosial. Faktor-faktor yang menyumbang dalam kesejahteraan adalah
kesehatan mental dan fisik, keseimbangan waktu, kemampuan bersosialisasi dan
bermasyarakat, standar materi, budaya, kualitas pelaksanaan kebijakan, dan
kualitas lingkungan. Kebahagiaan dapat diukur secara obyektif dan subyektif.
Kebahagiaan secara obyektif dilakukan dengan melihat data seperti GDP, harapan
hidup, kemampuan membaca, kematian, dan tingkat pendidikan sedangkan secara
subyektif dilakukan dengan survey dan pengumpulan data yang terdiri atas jenis
yang berbeda (Nitschke J 2008).

8

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan Penelitian dilakukan di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten
(Gambar 2). Sejak tahun 2008 Kota Tangerang Selatan resmi memisahkan diri
dari Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan merupakan kota satelit dan
gerbang inti utama Kota Jakarta. Penelitian dilakukan selama enam bulan yaitu
pada bulan Februari - Juli 2014.

Gambar 2 Lokasi penelitian
Sumber: RTRW 2011-2031
Batasan Penelitian
Batasan dari penelitian ini adalah melihat seberapa “hijau” Kota
Tangerang Selatan berdasarkan 8 kategori kota hijau menurut Asian Green City
Index untuk dijadikan bahan evaluasi dan melihat pengaruh pemerintah,
pengembang swasta, dan masyarakat dalam mewujudkan kota hijau serta
mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat di Kota Tangerang Selatan.

9
Alat dan Bahan Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan peralatan berupa hardware dan
software. Tabel 1 menunjukan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian.
Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer merupakan
data yang diperoleh secara langsung di lapang, sedangkan data sekunder
merupakan data pendukung dalam penyusunan skripsi yang berasal dari studi
literatur.
Alat
Kamera
Bahan
Bahan Pustaka
Kuesioner

Tabel 1 Alat dan bahan penelitian
Kegunaan
Menggambil gambar
Kegunaan
Studi literatur
Panduan dalam mengetahui data kualitatif dan persepsi
masyarakat

Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey lapang.
Metode ini digunakan untuk melihat sudah sejauh mana upaya suatu kota, baik
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat, maupun pengembang swasta
dalam mewujudkan kota hijau berdasarkan 8 kategori Asian Green City Index
(AGCI). Tahapan penelitian terdiri atas tahap pengumpulan data atau Inventarisasi,
analisis, dan evaluasi. Berikut penjelasan dari tahapan penelitian yang dilakukan.
Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung ke lapang serta
wawancara dengan dinas maupun instansi terkait sedangkan data sekunder
diperoleh melalui studi pustaka/literatur terkait informasi yang berkenaan dengan
kondisi tapak dan faktor-faktor yang dapat dijadikan indikator dalam
mengevaluasi konsep kota hijau. Pengisian kuesioner dan wawancara juga
dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai Kota Tangerang
Selatan serta mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat yang tinggal di Kota
Tangerang Selatan. Adapun data yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Data yang dibutuhkan
Jenis Data
Bentuk
Sumber
Data
Letak, luas, batas
sekunder RTRW Kota
tapak, hidrologi, iklim,
Tangerang Selatan,
tata guna lahan,
Bappeda, BLHD
demografi
Index of happiness
sekunder Masyarakat Kota
masyarakat
Tangerang Selatan

Cara Pengambilan
pencitraan satelit,
studi
pustaka
kuesioner,
wawancara

10
Tabel 2 Data yang dibutuhkan (lanjutan)
Jenis Data
Aspek Kuantitatif
Energy and CO2
 Emisi CO2
 Konsumsi Energi
Land use and
buildings
 Kepadatan
penduduk
 Jumlah RTH
Transport
 Panjang jaringan
transportasi
Waste
 Jumlah Sampah
yang dihasilkan
 Jumlah sampah
dikumpulkan
Water
 Konsumsi air
 Kebocoran sistem
air
Sanitation
 Akses masyarakat
terhadap sanitasi
 Pengelolaan
limbah cair
Air Quality
 Tingkat NO2 /hari
 Tingkat SO2 /hari
 Tingkat PM10 /hari
Aspek Kualitatif
Energy and CO2
 Kebijakan energi
bersih
 Kebijakan
mengatasi
perubahan iklim

Bentuk
Data

Sumber

Cara Pengambilan

sekunder

BLHD, PLN,
Pengembang swasta,

studi pustaka

sekunder

Bappeda, BLHD,
DKPP,

studi pustaka

sekunder

Dinas perhubungan,
Pengembang swasta,

studi pustaka

sekunder

DKPP, Pengembang
swasta

studi pustaka

sekunder

PDAM, Dinas
Industri &
Perdagangan,
Pengembang swasta
BLHD, BAPPEDA,
Pengembang swasta

studi pustaka

sekunder

BLHD

studi pustaka

primer,
sekunder

BLHD, PLN,
Pengembang swasta,
RTRW

survey,
wawancara, studi
pustaka

sekunder

studi pustaka

11
Tabel 2 Data yang dibutuhkan (lanjutan)
Jenis Data
Land use and
buildings
 Kebijakan “EcoBuilding”
 Kebijakaan
penggunaan lahan
Transport
 Kebijakan
menciptakan
transportasi massa
 Kebijakan
mengurangi
kemacetan
Waste
 Kebijakan
mengurangi
dampak sampah
 Kebijakan 3R
Water
 Kebijakan
meningkatkan
kualitas air
 Kebijakan
mengenai
keberlanjutan air
Sanitation
 Kebijakan
kebersihan
lingkungan
Air Quality
 Kebijakan
kebersihan udara
Environmental
Governance
 Pengelolaan
lingkungan
 Pengawasan
lingkungan
 Partisipasi publik

Bentuk
Data
primer,
sekunder

Sumber

Cara Pengambilan

Bappeda, BLHD,
DKPP, RTRW

survey,
wawancara, studi
pustaka

primer,
sekunder

Dinas perhubungan,
Pengembang swasta,
RTRW

survey,
wawancara, studi
pustaka

primer,
sekunder

DKPP, Pengembang
swasta, RTRW

survey,
wawancara, studi
pustaka

primer,
sekunder

PDAM, Dinas
Industri &
Perdagangan,
Pengembang swasta,
RTRW

survey,
wawancara, studi
pustaka

primer,
sekunder

BLHD, BAPPEDA,
Pengembang swasta,
RTRW

survey,
wawancara, studi
pustaka

primer,
sekunder

BLHD

primer,
sekunder

BLHD

survey,
wawancara, studi
pustaka
survey,
wawancara, studi
pustaka

12
Index of happiness masyarakat diperoleh dengan menggunakan kuesioner.
Berdasarkan Webster’s New Collegiate Dictionary, kuesioner merupakan
sekumpulan pertanyaan yang harus diisi oleh sejumlah orang tertentu untuk
memperoleh data. Dalam menentukan jumlah responden, konsep yang digunakan
adalah konsep Slovin. Menurut Setiawan (2007), konsep Slovin digunakan untuk
menentukan ukuran sampel jika penelitian bertujuan menduga proporsi populasi.
Berikut ditampilkan hasil perhitungan dalam menentukan jumlah responden di
Kota Tangerang Selatan menggunakan rumus Slovin,

n merupakan ukuran sampel, N adalah ukuran populasi penduduk pada
suatu kota, dan d merupakan galat pendugaan atau bisa disebut dengan tingkat
eror yang dapat ditolerir. Galat pendugaan yang ditetapkan dalam menentukan
sampel kuesioner di Kota Tangerang Selatan adalah 10% (0.1) sehingga diperoleh
perhitungan sebagai berikut,

Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling atau cara
pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil
kepada setiap elemen populasi (Mustafa 2000). Proporsi jumlah responden di
Kota Tangerang Selatan ditentukan untuk mewakili sejumlah populasi pada
wilayah tertentu (area sampling). Semakin banyak jumlah penduduk tiap
kecamatan, kesempatan untuk dipilih semakin besar begitu juga sebaliknya.
Jumlah responden pada tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Proporsi jumlah responden
Kecamatan
Serpong
Serpong Utara
Setu
Pamulang
Ciputat
Ciputat Timur
Pondok Aren
Jumlah
*b=(a/c)*n

Jumlah Penduduka
128 747
113 552
63 ,737
186 744
171 ,574
291 265
274 425
1 230 044c

Jumlah Respondenb
10.46 = 11
9.23 = 9
5.18 = 5
15.18 = 15
13.94 = 14
23.67 = 24
22.3 = 22
100n

Analisis
Tahapan analisis dimulai dengan melakukan pembobotan berdasarkan 2
aspek pada 8 kategori Asian Green City Index. Pembobotan pada Aspek
kuantitatif menggunakan teknik normalisasi dengan nilai penerapan berada
diantara nilai 0 – 1. Perhitungan yang digunakan adalah zero – max / min-max
approximation. Terdapat 2 jenis data pada aspek kuantitatif yaitu data dengan
ketentuan memiliki bobot semakin rendah jika mendekati baku mutu dan data

13
dengan ketentuan memiliki bobot semakin tinggi jika mendekati baku mutu.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut,
a. Data dengan ketentuan memiliki bobot yang semakin rendah atau semakin
buruk jika mendekati baku mutu
(

)

b. Data dengan ketentuan memiliki bobot semakin tinggi atau semakin hijau
jika mendekati baku mutu
(

)

c. Data yang memiliki nilai minimal-maksimal dan memiliki bobot semakin
tinggi atau semakin hijau jika mendekati baku mutu
(

)

d. Data yang memiliki nilai minimal-maksimal dan memiliki bobot semakin
rendah atau semakin buruk jika mendekati baku mutu
(

)

Keluaran yang dihasilkan pada tahapan ini adalah pembobotan dari setiap
indikator Asian Green City Index berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan
(Tabel 4). Ketika nilai yang diperoleh melewati baku mutu yang ada maka bobot
mengikuti nilai penerapan terendah (0) atau nilai penerapan tertinggi (1).
Tabel 4 Baku mutu tiap indikator pada aspek kuantitatif
Kategori
Energy and CO2

Indikator
Baku Mutu
Emisi CO2
≤245 410.27 Ton CO2(a)
Konsumsi Energi
≤900 kwh/orang(b)
Land use and
Kepadatan Penduduk
≤10 000 org/km2(c)
buildings
Jumlah Ruang terbuka hijau
≥30%(d)
Transport
Jaringan Transportasi
≥0.30 km/km2(c)
Waste
Jumlah sampah dihasilkan
≤3075.11m3/hari(e)
Jumlah sampah terkumpul
≥70%(f)
Water
Konsumsi Air
≤60-126.9 lt/org/hri(g)
Kebocoran Sistem air
≤45%(c)
Sanitation
Akses terhadap sanitasi
≥20% - 100%(c)
Pengelolaan limbah cair
≥10% - 100%(c)
Air Quality
Tingkat NO2/hari
≤150 μg / Nm3/hari(h)
Tingkat SO2/hari
≤365 μg / Nm3/hari(h)
Tingkat PM10/hari
≤150 μg / Nm3/hari(h)
(a)
(b)
Sumber: Mentri ESDM 2013 dan hasil perhitungan, Mentri ESDM 2013-konsumsi energi
Indonesia, (c)AGCI, (d)UU No. 26/2007, (e) SNI 19-3964-1994, (f) Permen PU No. 14/2010,
(g)
Standar PU (h) PP No. 41/1999

Analisis pada aspek kualitatif dilakukan secara deskriptif dan dilakukan
pembobotan untuk mengukur seberapa jauh upaya yang telah dilakukan suatu kota
dalam menerapkan konsep kota hijau. Pembobotan pada aspek kualitatif
menggunakan metode skoring dengan kriteria sebagai berikut:
0= tidak ada aturan tidak ada penerapan
1= ada aturan belum ada penerapan/ belum ada aturan ada penerapan
2= Ada aturan dengan penerapan ≤ 50%
3= ada aturan dengan penerapan > 50%

14
Penentuan penerapan pada skor 2 dan 3 menggunakan kriteria seperti terlihat pada
Lampiran 3. Hasil skoring kemudian akan dikalikan dengan bobot masing-masing
indikator. Perhitungan skoring dapat dilihat sebagai berikut,

Evaluasi

(

)

Tabel 5 merupakan kategori dan indikator Asian Green City Index beserta
bobot masing-masing indikator dan perhitungan yang digunakan.
Tabel 5 Asian Green City Index
Kategori
Energy and
CO2
Land use
and
buildings
Transport

Waste

Water

Sanitation

Air Quality

Env.
Governance

Indikator
Emisi CO2
Konsumsi Energi
Kebijakan energi bersih
Kebijakan mengatasi perubahan iklim
Kepadatan penduduk
Jumlah ruang terbuka hijau (RTH)
Kebijakan Eco Building
Kebijakan penggunaan lahan
Panjang jaringan transportasi publik
Kebijakan menciptakan angkutan umum
perkotaan
Kebijakan mengurangi kemacetan
Jumlah sampah dihasilkan
Jumlah sampah dikumpulkan
Kebijakan mengurangi dampak sampah
Kebijakan 3R
Konsumsi air
Kebocoran sistem air
Kebijakan meningkatkan kualitas air
Kebijakan keberlanjutan air
Akses masyarakat terhadap sanitasi
Pengelolaan limbah cair
Kebijakan sanitasi
Tingkat NO2/hari
Tingkat SO2/hari
Tingkat PM10/hari
Kebijakan udara bersih
Pengelolaan lingkungan
Pengawasan lingkungan
Partisipasi publik

Tipe data
Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kuantitatif
Kualitatif

Bobot
25%
25%
25%
25%
25%
25%
25%
25%
33%
33%

P*
a
a
s
s
a

Kualitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kuantitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kualitatif

33%
25%
25%
25%
25%
25%
25%
25%
25%
33%
33%
33%
25%
25%
25%
25%
33%
33%
33%

s
a
b
s
s
d
a

b
s
s
b
s

s
s
c
c
s
a
a
a
s
s
s
s

*P = Perhitungan/rumus yang digunakan dalam pembobotan
(lihat rumus halaman 13 poin a,b,c,d)
s = Teknik skoring
Hasil dari pembobotan dari setiap indikator akan disusun kedalam tabel
performa yang diadaptasi dari Asian Green City Index. Tabel performa terdiri atas
lima tingkatan. Setiap kategori memiliki hasil perhitungan berupa persentase nilai
penerapannya. Persentase tiap kategori dikelompokkan ke dalam 5 tingkatan
seperti terdapat pada Tabel 6.

15
Tabel 6 Contoh performa kota
Kategori

Sangat di
bawah ratarata
0-20%

Di bawah
rata-rata

Rata-rata

Di Atas
rata-rata

20-40%

40-60%

60-80%


Energy and CO2
Land use and
buildings
Transport
Waste
Water
Sanitation
Air Quality
Environmental
Governance
Hasil Keseluruhan

Sangat Di
atas ratarata
80-100%










Dalam tahap evaluasi juga dilakukan pengukuran Index of Happiness
masyarakat Kota Tangerang Selatan. Menurut Powell dan Connaway (2004),
wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan pada lingkungan informal (Gambar
3) karena suasana informal yang diciptakan dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya respon bias. Tingkat kebahagiaan masyarakat diketahui melalui
persepsi masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya.

Gambar 3 Pengisian kuesioner
Skala yang digunakan untuk melihat persepsi masyarakat adalah skala
likert. Skala yang digunakan pada penelitian adalah 1 – 3 dengan ketentuan yaitu
1 tidak setuju, 2 kurang setuju, dan 3 setuju. Terdapat 20 pertanyaan pada
kuesioner (Lampiran 1) sehingga diperoleh nilai minimum sebesar 20 dan skala
maksimum sebesar 60. Interval skala kemudian diperoleh dengan perhitungan
sebagai berikut,

Tingkat kebahagiaan masyarakat yang diukur memiliki keterkaitan dengan
persepsi masyarakat terhadap kualitas lingkungan sekitar. Berikut merupakan
pengelompokan tingkatan/skala dalam penilaian Index of Happiness atau tingkat
kebahagiaan masyarakat, 1) kurang bahagia (20.00 – 33.3); 2) bahagia (33.4 –
46.7); dan 3) sangat bahagia (46.8 – 60.00).

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Wilayah Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang terletak di Provinsi Banten.
Sejak tahun 2008, Kota Tangerang Selatan resmi memisahkan diri dari Kabupaten
Tangerang. Secara geografis Kota Tangerang Selatan berada diantara 6º39’ - 6º47’
Lintang Selatan dan 160º14’ - 160º22’ Bujur Timur. Secara administartif, Kota
Tangerang Selatan memiliki luas 147.19 km2 terdiri atas 7 Kecamatan, 49
Kelurahan, dan 5 desa. Persentase wilayah berdasarkan kecamatan dapat dilihat
pada Tabel 7. Kota Tangerang Selatan memiliki batas administrasi yaitu sebelah
Utara berbatasan dengan Kota Tangerang dan DKI Jakarta, sebelah Timur
berbatasan dengan Kota Depok dan DKI Jakarta, sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, serta sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang.
Tabel 7 Luas wilayah berdasarkan kecamatan
No
1
2
3
4
5
6
7

Luas (km2)
14.50
24.04
26.82
18.38
15.43
29.88
17.84
147.19

Kecamatan
Setu
Serpong
Pamulang
Ciputat
Ciputat Timur
Pondok Aren
Serpong Utara
Jumlah

Persentase
10.06
16.33
18.22
12.49
10.48
20.30
12.12
100

Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan
Kondisi Fisik dan Lingkungan
Topografi
Kondisi topografi di Kota Tangerang Selatan sebagian besar merupakan
dataran rendah, topografi relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3% dan
ketinggian wilayah 0 – 25 m dpl. Pembagian kemiringan terdiri atas dua yaitu
kemiringan antara 0-3% meliputi Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur,
Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Serpong Utara
sedangkan untuk kemiringan antara 3-8% meliputi Kecamatan Pondok Aren dan
Kecamatan Setu.
Hidrologi
Sistem hidrologi Kota Tangerang Selatan terdiri atas 2 yaitu air tanah dan
air permukaan. Aliran air permukaan yang terdapat di wilayah ini adalah aliran
sungai Cisadane, Sungai Angke, dan sebagian wilayah dilewati Sungai
Pesanggrahan. Terdapat saluran-saluran alam yang dialiri air sepanjang tahun
sebagai penampung drainase lokal. Namun, saluran semacam ini cenderung
meluap pada musim hujan. Kondisi air tanah di Kota Tangerang Selatan memiliki

17
kualitas yang cukup baik sehingga banyak penduduk masih menggunakannya
sebagai air bersih. Debit air tanah dangkal di Kota Tangerang Selatan berkisar
antara 3 – 10 Liter/detik/km2. Air tanah ini cenderung diambil secara berlebihan di
sepanjang jalan-jalan utama terutama oleh industri/pabrik. Rata-rata kedalaman air
tanah di pemukiman warga adalah 5 – 10 meter. Selain itu kawasan-kawasan
perumahan baru yang dikembangkan oleh pengembang swasta menggunakan
pompa deepwell.
Iklim
Data iklim berupa temperatur udara, kelembaban udara, intensitas matahari,
banyaknya curah hujan, dan kecepatan angin diambil dari Stasiun Geofisika Kelas
I Tangerang. Tahun 2009, temperatur udara rata-rata di Kota Tangerang Selatan
berada di antara 23.74ºC – 32.68ºC . Kelembaban udara rata-rata sebesar 79% dan
intensitas matahari sebesar 53.8% (BMKG dalam MPSS 2013). Berdasarkan hasil
pengukuran pada 4 (empat) stasiun pengukur air hujan, curah hujan maksimum
terjadi pada bulan Februari sebesar 1211.5 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada
bulan Februari di Kecamatan Setu sebesar 392.5 mm dan curah hujan terendah
terjadi pada bulan September sebesar 11.4 mm.
Demografi
Jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013 mengalami
penurunan dibanding tahun 2012. Pada tahun 2012 jumlah penduduk mencapai
mencapai 1 355 926 jiwa dengan jumlah penduduk perempuan sebesar 671 771
jiwa dan laki-laki sebesar 684 155 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di
Kecamatan Pondok Aren dengan jumlah penduduk sebesar 319 301 jiwa (23%)
dan Kecamatan Setu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling
sedikit yaitu 69 898 jiwa (5%). Pada tahun 2013 jumlah penduduk 1 230 044 jiwa
dengan jumlah penduduk laki-laki 602 584 jiwa dan perempuan 627 445 jiwa.
Meskipun mengalami penurunan di wilayah kecamatan Serpong dan Serpong
Utara sebesar 0.23 %, tetapi menurut Airin Rachmi Diani selaku Walikota
Tangerang Selatan dalam Tempo menyatakan bahwa jumlah penduduk Kota
Tangerang Selatan meningkat sebesar 17.5% dibanding tahun 2008 yang hanya
berjumlah sekitar 1.1 juta jiwa.
Sosial Masyarakat
Sebagian besar penduduk Kota Tangerang Selatan beragama Islam dengan
persentase sebesar 89.55%, penduduk beragama Kristen 5.66%, Katolik sebesar
3.48%, Hindu sebesar 0.26%, Budha sebesar 0.99%, Konghucu 0.03%, dan
penganut kepercayaan 0.03%. Beragam mata pencaharian penduduk di Kota
Tangerang Selatan terbagi atas 15.44% memiliki pekerjaan utama di sektor jasa
kemasyarakatan sosial dan perorangan, 0.45% di sektor pertanian, perkebunan,
dan perkantoran, 4.74% di sektor industri, 13.14% di sektor perdagangan, rumah
dan jasa akomodasi, dan lainnya 13.8%.

18
Perekonomian
Kota Tangerang Selatan sebagai kota baru dengan letak strategis memiliki
pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Hal ini terlihat dari Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menggambarkan kemampuan suatu
wilayah dalam menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu. PDRB dilihat
dari 3 sisi pendekatan yaitu produksi, pengeluaran, dan pendapatan. Komposisi
data nilai tambah ketiganya dirinci menurut sektor ekonomi, komponen
penggunaan, dan sumber pendapatan. Berdasarkan BPS Kota Tangerang Selatan
tahun 2012, pada tahun 2011 PDRB Kota Tangerang Selatan atas dasar harga
berlaku mencapai sekitar 13 290.62 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan 2000 meningkat sebesar 8.84% atau nilai PDRB mencapai 5 853.76
milyar rupiah. Beberapa tahun terakhir peranan sektor pertanian terus menurun
dan peranan sektor berbasis jasa meningkat. Pada tahun 2011, sumbangan
tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran (30.78%), sektor
pengangkutan dan komunikasi (15.06%), sektor industri pengolahan (14.86%),
sektor jasa (14.83%), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (12.06%),
serta pertambangan dan penggalian (0.02%).
Penggunaan Lahan
Saat ini, Kota Tangerang Selatan memiliki lahan sawah sebesar 170 Ha
yang berarti mencakup hanya 1.15% dari luas keseluruhan kota. Sementara itu,
untuk lahan perkebunan memiliki luas 118.55 Ha atau mencakup 0.8% dari luas
Kota Tangerang Selatan. Peruntukan lainnya berupa non pertanian, lahan kering,
dan lainnya. Kota Tangerang Selatan memiliki 5 hutan kota yaitu Hutan Kota
BSD, Hutan Kota Taman Tekno, Hutan Kota Graha Raya, Hutan Kota Situ
Gintung, dan Hutan Kota Jombang.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Berdasarkan Peraturan Daerah No.15 tahun 2011-2013, Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan menjadi pedoman untuk
penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana
pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah kota, perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan antar wilayah, serta keserasian antar sektor,
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penetapan ruang kawasan
strategis kota, dan penyusunan rencana detail tata ruang Kota Tangerang Selatan.
Inventarisasi
Dalam mewujudkan kota yang berkelanjutan diperlukan beberapa
indikator yang harus dipenuhi suatu kota. Asian Green City Index (AGCI)
merupakan salah satu metode untuk menentukan kinerja kota, masihkah dalam
koridor “hijau” atau tidak. Terdapat 8 kategori keberlanjutan dalam menentukan
status kota yaitu Energy and CO2, Land use and buildings, Transport, Waste,
Water, Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance. Dalam AGCI, 8
kategori tersebut dibagi lagi menjadi dua aspek yaitu aspek kuantitatif dan aspek
kualitatif. Tujuh kategori yaitu Energy and CO2, Land use and buildings,

19
Transport, Waste, Water, Sanitation dan Air Quality memiliki kedua aspek
tersebut dan satu kategori yaitu Environmental Governance hanya memiliki
aspek kualitatif saja.
Aspek Kuantitatif
Data yang terdapat dalam aspek kuantitatif merupakan data terukur dari
kondisi umum di Kota Tangerang Selatan dan dapat menjadi acuan untuk
menentukan upaya yang harus dilakukan jika kondisi umum di Kota Tangerang
Selatan mendekati koridor tidak “hijau”. Tabel 8 merupakan data aspek kuantitatif
dari tujuh kategori menurut Asian Green City Index yaitu Energy and CO2, Land
use and buildings, Transport, Waste, Water, Sanitation, dan Air Quality yang
diperoleh di Kota Tangerang Selatan.
Tabel 8 Data asp