Analysis of Spatial Use Pattern and Demographic Parameters of Javan Leopard at Gunung Ciremai National Park.

ANALISIS POLA PENGGUNAAN RUANG DAN PARAMETER
DEMOGRAFI MACAN TUTUL JAWA DI TAMAN NASIONAL
GUNUNG CIREMAI

JOKO NUGROHO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pola
Penggunaan Ruang dan Parameter Demografi Macan Tutul Jawa Di Taman
Nasional Gunung Ciremai adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

Juli 2013

Joko Nugroho
NRP E351110161

RINGKASAN
JOKO NUGROHO. Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Parameter Demografi
Macan Tutul Jawa Di Taman Nasional Gunung Ciremai. Dibimbing oleh YANTO
SANTOSA dan NOVIANTO BAMBANG W.
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas F. Cuvier, 1809) merupakan
salah satu kucing besar yang ada di hutan Pulau Jawa. Macan tutul jawa memiliki
peran penting dalam ekosistem yaitu sebagai predator puncak (top predator).
Satwa ini merupakan spesies kunci (keystone spesies) khususnya di hutan hujan
tropis Pulau Jawa. Dalam beberapa tahun terakhir ini populasi macan tutul secara
umum mengalami penurunan, sehingga masuk dalam kriteria critically
endangered spesies dalam daftar IUCN, appendix I dalam daftar CITES dan

berstatus dilindungi oleh Undang-Undang RI No.5 Tahun 1990. Penelitian
dilakukan selama 11 bulan, dimulai Bulan April 2012 hingga Pebruari 2013 di
Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) Memperoleh informasi
mengenai penggunaan ruang spesies macan tutul jawa, 2) Memperoleh informasi
mengenai pendugaan parameter demografi macan tutul jawa di kawasan TNGC.
Penelitian dilakukan di Seksi Pengelolaan Wilayah I Kuningan dan Seksi
Pengelolaan Wilayah II Majalengka. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari atas peta kawasan, kamera jebak, binokuler, GPS,
kemera digital, senter, kompas dll. Metode yang digunakan adalah pengematan
langsung dilapangan dan studi literature.
Berdasarkan penelitian lapangan diketahui bahwa kawasan TNGC
memiliki empat ruang jelajah macan tutul jawa yaitu Blok Sigedong Resort
Jalaksana, Blok Sayana dan Sukamukti Resort Jalaksana, serta Resort Argamukti.
Parameter demografi macan tutul jawa di TNGC meliputi ukuran populasi
minimum adalah 3 ekor, sex ratio jantan:betina adalah 3:0 dan untuk struktur
umur anak : muda : dewasa adalah 0:0:3. Luas wilayah jelajah rata-rata macan
tutul jawa di TNGC sebesar 7,22 km2. Jumlah jenis mangsa adalah 11 jenis yang
didominasi oleh babi hutan, luak dan kijang. Indeks keanekaragaman jenis
mangsa sebesar 1,65 dan indeks kemerataan jenis 0,69.

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik diketahui bahwa faktor dominan
habitat yang berpengaruh terhadap keberadaan macan tutul jawa adalah jarak dari
pemukiman (X1), kelas kelerengan (X4), jarak mangsa (X6), jumlah jenis mangsa
(X7), dan jarak sumber air (X8) dengan persamaan:

Yang berarti setiap kenaikan satu satuan jarak ke pemukiman maka akan
meningkatkan peluang keberadaan macan tutul pada suatu habitat sebesar 0,001.
Setiap kenaikan satu satuan kelas kelerengan maka akan meningkatkan peluang
keberadaan macan tutul jawa pada suatu habitat sebesar 0,61. Setiap penurunan
satu satuan jarak mangsa maka akan meningkatkan peluang keberadaan macan
tutul jawa pada suatu habitat sebesar 0,125. Setiap kenaikan satu satuan jumlah
jenis satwa mangsa maka akan meningkatkan peluang keberadaan macan tutul

jawa pada suatu habitat sebesar 0,002. Setiap penurunan satu satuan jarak sumber
air maka akan meningkatkan peluang keberadaan macan tutul jawa sebesar 0,547.
Kata kunci: Macan tutul jawa, Parameter demografi, pola penggunaan ruang,
karnivora

SUMMARY
JOKO NUGROHO. Analysis of Spatial Use Pattern and Demographic

Parameters of Javan Leopard at Gunung Ciremai National Park. Under supervised
by YANTO SANTOSA and NOVIANTO BAMBANG W.
Javan Leopard (Panthera pardus melas F. Cuvier, 1809) is one of the big
cats on the Island of Java. Javan leopard has an important role in the ecosystem as
top predators. It is also called keystone species particularly in the tropical rain
forests of the Island of Java. Within the last few years leopard population in
general has decreased, so that the criteria being critically endangered species in
the IUCN red list, appendix I of the CITES, and protected by the laws of Republic
of Indonesia No. 5 in 1990. The research conducted over the past 11 months,
starting April 2012 to March 2013 within the Gunung Ciremai National Park
(TNGC).
The objectives of this research are: 1) together information on the use of
space of Javan leopard species 2) together information on estimation of
demographic parameters of the Javan leopard with the TNGC. Research was done
in Management Area I of Kuningan and Management Area II of Majalengka.
Equipment and materials used in this research consisting of the map of the
conservation area camera traps, binoculars, GPS, digital camera, flashlight,
compass etc. The method employed was direct observation in the field as well as
study of literature.
Based on research field known that TNGC has four space range of Javan

leopard i.e. Block Sigedong, Block Sayana and Block Sukamukti, as well as
Block Resort Argamukti. Demographic parameters of Javan Leopard in TNGC
include minimum population size is the 3 individuals, sex ratio of male: female is
3: 0 and the structure of cub: juveniles: adult is 0: 0: 3. The average of home range
of Javan leopard in TNGC is 7,22 km2. The number of prey is II and dominated
by wild boar, civet and barking deer. The index of diversity of prey 1.65 and
index of equity 0,69.
Based on the results of the logistic regression analysis known that the
dominant factor in habitat that have an effect on the occurrence of the Javan
leopard is the distance from settlement (X1), slope class (X4), distance of prey
(X6), the number of prey species (X7), and the distance of the water source (X8)
with the equation:

That means any increase of one unit of distance to the settlement will
increase the chances of the presence of Javan leopard at a habitat as much as of
0.001. Every increase of one unit of slope class will increases the chance of
presence of a Javan leopard at a habitat as much as 0,61. Any decrease in one unit
of distance to the prey, it will increase the chance of a Javan leopard presence in
the habitat as much as 0.125. Any increase in the number of units of as much as
prey species then increases the chance of presence of a Javan leopard in a habitat


as much as 0.002. Any decrease in one unit of distance of water sources then it
will increase the chances of the presence of Javan leopard in a habitat as much as
0.549.
Key Word : Javan leopard, demographic parameters, using spatial area.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

ANALISIS POLA PENGGUNAAN RUANG DAN PARAMETER
DEMOGRAFI MACAN TUTUL JAWA DI TAMAN NASIONAL
GUNUNG CIREMAI


JOKO NUGROHO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Ir Dolly Priatna MSi

i

PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Hidayah-Nya maka tesis dengan judul “Analisis Pola Penggunaan Ruang dan

Parameter Demografi Macan Tutul Di Taman Nasional Gunung Ciremai” ini
dapat saya selesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Yanto
Santosa, DEA dan Dr.Ir. Novianto Bambang W, M.Si selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan, pertimbangan dan saran selama masa
penelitian sampai tersusunnya tesis ini. Dr. Dolly Priatna selaku komisi penguji.
Terima kasih kepada Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Balai TN
Ciremai, dan Conservation Internasional (CI) yang telah memberikan kesempatan
beasiswa, sarana prasarana, dan data kepada penulis selama melakukan penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Sylvandari,
keluarga besar Bapak Paidi, keluarga besar Bapak Soegiharto S, serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Joko Nugroho
E351110161

ii


DAFTAR ISI

PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

i
ii
iv
v
Vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Maksud dan Tujuan
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran


1
2
2
3

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data

4
4
5
9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Ruang Macan Tutul Jawa
Penggunaan Tutupan Lahan
Jenis Mangsa Macan Tutul

Keanekaragaman Satwa Mangsa
Penggunaan Waktu Satwa
Faktor Dominan Komponen Habitat
Parameter Demografi Macan Tutul Jawa Di TNGC

12
30
32
37
39
40
42

KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

44
45
47

iii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Luas wilayah jelajah macan tutul jawa……………………………..
Satwa mangsa macan tutul………………………………………….
Frekuensi kehadiran macan tutul berdasarkan kelerengan tempat
pada lokasi pemasangan kamera jebak……………………………..
Penggunaan habiat oleh macan tutul jawa pada lokasi berdasarkan
ketinggian tempat dan frekuensi kehadiran pada kamera jebak……
Penggunaan habitat oleh macan tutul jawa pada setiap lokasi
berdasarkan kelas ketinggian dan frekuensi kehadiran……………..
Frekuensi perjumpaan macan tutul oleh kamera jebak di berbagai
ketinggian…………………………………………………………….
Sepuluh jenis vegetasi tingkat semai dengan kerapatan tertinggi……
Sepuluh jenis vegetasi tingkat pancang dengan kerapatan tertinggi…
Sepuluh jenis vegetasi tingkat tiang dengan kerapatan tertinggi ……
Sepuluh jenis vegetasi tingkat tiang dengan kerapatan tertinggi…….
Potensi tutupan lahan pada habitat macan tutul di TNGC…………...
Frekuensi perjumpaan satwa mangsa
Komposisi macan tutul jawa di TNGC………………………………
Sex rasio macan tutul jawa di TNGC………………………………..
Struktur umur macan tutul jawa di TNGC…………………………...

12
16
22
23
24
26
28
28
29
29
30
32
42
43
43

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Peta eksisting Gunung Ciremai………………………………….....
Bentuk dan ukuran jejak kaki macan tutul…………………………
Petak pengamatan vegetasi…………………………………………
Bentuk wilayah jelajah macan tutul jawa Sigedong………………..
Bentuk wilayah jelajah macan tutul jawa Sukamukti………………
Bentuk wilayah jelajah macan tutul jawa Sayana…………………..
Bentuk wilayah jelajah macan tutul jawa Argamukti………………
Sisa mangsa macan tutul jawa……………………………………...
Macan Sigedong……………………………………………………
Macan Sayana………………………………………………………
Macan Sukamukti…………………………………………………..
Grafik hubungan antara perjumpaan macan tutul pada berbagai
tipe habitat…………………………………………………………..
Proporsi penggunaan tutupan lahan oleh macan tutul di TNGC…...
Frekuensi perjumpaan satwa mangsa macan tutul jawa……………
Pola aktifitas satwa di TNGC………………………………………

4
6
8
13
13
14
14
18
24
25
25
26
30
37
39

iv

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Hasil analisis korelasi………...………………………………….....
Hasil Uji Chi square……………………...…………………………
Regresi Logistik…………………………………………………….
Analisis vegetasi Tingkat pohon…………………..………………..
Analisis vegetasi tingkat tiang……………………...………………
Analisis vegetasi tingkat pancang…………………………………..
Analisis vegetasi tingkat semai……………………..………………
Frekuensi perjumpaan satwa...……………………………………...
Kamera trap...………………………………………………...........
Gambar satwa mangsa……………………………………………...

47
50
51
54
56
58
60
61
63
64

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Juli 1985 di
Sleman DI. Yogyakarta. Merupakan anak kedua dari dua
bersaudara pasangan Bapak dan Ibu Paidi. Pada tahun 1997
menamatkan

pendidikan

sekolah

dasar

di

SD

Muhammadiah Klepu, tahun 2000 menamatkan pendidikan
di SMP Negeri 1 Minggir. Tahun 2003 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Godean dan pada tahun 2003 penulis masuk
di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Madah dan memilih Jurusan
Konservasi Sumber Daya Hutan, lulus pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis
bekerja di PT. INDAH KIAT Provinsi Riau. Tahun 2008 sampai dengan 2011
bekerja di Balai KSDA Sulawesi Tenggara dan tahun 2011 penulis ditugaskan
sebagai karyasiswa Departemen Kehutanan pada program studi Konservasi
Biodiversitas Tropika (KVT). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika sub
Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian tentang “Analisis Pola
Penggunaan Ruang dan Parameter Demografi Macan Tutul Jawa (Panthera
pardus melas F. Cuvier 1809) Di Taman Nasional Gunung Ciremai” yang
dibimbing oleh Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA sebagai ketua dan Dr. Ir. Novianto
Bambang, W. M.Si sebagai anggota komisi pembimbing.

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas F. Cuvier, 1809) merupakan
salah satu jenis karnivora bersifat soliter yang memiliki peranan penting dalam
suatu ekosistem khususnya di hutan hujan tropis Pulau Jawa, yaitu sebagai
predator tertinggi dalam siklus rantai makanan. Macan tutul memiliki wilayah
jelajah yang sangat luas, hal ini disebabkan salah satunya untuk memenuhi
kebutuhan makanannya agar populasi satwa tersebut tetap terjaga.
Dalam beberapa tahun terakhir populasi macan tutul secara umum
mengalami penurunan. Satwa ini masuk dalam klasifikasi kritis yang terancam
punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis
Lembaga Konservasi Dunia IUCN (International Union for Conservation of
Nature). Macan tutul jawa termasuk dalam kategori appendix I dalam daftar
CITES (Conservation on International Trade in Endangered Spesies in Wild
Flora and Fauna) yang berarti jenis ini dilarang untuk diperdagangkan dalam
bentuk apapun. Macan tutul bersetatus dilindungi oleh Undang-Undang RI No.5
Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999. Infomasi yang jelas
mengenai pola penggunaan ruang dan parameter demografi sangat dibutuhkan,
terutama untuk merumuskan tindakan konservasi yang tepat dan diharapkan
mampu untuk mempertahankan kelestarian satwa tersebut di alam.
Jumlah macan tutul jawa pada areal hutan konservasi di seluruh Pulau
Jawa belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan antara 350 s/d 700 ekor
(Santiapillai & Ramono 1992). Beberapa lokasi sebaran macan tutul diperkirakan
telah mengalami penurunan kualitas dan kesesuaiannya sebagai habitat bagi satwa
tersebut, bahkan dibeberapa lokasi lainnya telah ditinggalkan karena tidak sesuai
lagi sebagai habitat macan tutul jawa. Penurunan kuwalitas habitat dari macan
tutul itu sendiri menyebabkan terjadinya fragmentasi habitat yang dapat
menyebabkan pemecahan suatu populasi menjadi sub-sub populasi yang
selanjutnya sangat rawan terhadap kepunahan lokal.
Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan salah satu habitat dari macan
tutul yang ada di Provinsi Jawa Barat. Penetapan sebagai taman nasional sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: 424/
Menhut-II/ 2004 Tanggal 19 Oktober 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan
Hutan Lindung Pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai dengan luas ± 15 500 ha.
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai selama ini mengalami beberapa
gangguan yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem khususnya habitat
macan tutul jawa. Kerusakan habitat tersebut meliputi hilangnya komponen
habitat, degradasi, dan fragmentasi habitat.
Penelitian macan tutul jawa (Panthera pardus melas F. Cuvier, 1809)
sangat penting untuk dilakukan, karena setelah harimau jawa punah macan tutul
jawa menduduki puncak dalam siklus rantai makanan khususnya di hutan hujan
tropis Pulau Jawa. Macan tutul termasuk dalam famili felidae yang berperan
sangat penting dalam keseimbangan ekosistem, sehingga satwa ini menjadi
spesies kunci (keystone spesies) dalam ekosistem hutan. Salah satu ciri satwa yang
menjadi spesies kunci adalah apabila terjadi kepunahan satwa kunci, maka akan

2

diikuti oleh punahnya spesies lain yang akibatnya keseimbangan ekosistem
menjadi terganggu. Upaya untuk melindungi spesies kunci merupakan prioritas
bagi usaha konservasi. Predator utama merupakan spesies kunci karena
peranannya untuk ikut mengontrol populasi satwa herbivora (Redford 1992).
Macan tutul berperan sebagai predator puncak (top predator), sehingga
keberadaannya sangat penting dalam keseimbangan ekosistem serta menjadi
indikator keseimbangan ekosistem terutama hubungan antara mangsa (prey)
dengan pemangsa (predator). Kawasan TNGC tidak seluruhnya di gunakan
sebagai ruang habitat macan tutul jawa, sehingga hanya wilayah dengan luasan
tertentu saja yang digunakan oleh satwa tersebut untuk beraktifitas. Pola
pergerakan macan tutul salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan satwa mangsa,
sebab sebagian besar dari penggunaan waktu macan tutul adalah untuk mencari
mangsa dan beristirahat. Potensi keberadaan mangsa macan tutul sangat penting
untuk diketahui khususnya untuk menentukan pola penggunaan ruangnya. Dalam
suatu sistem ekosistem yang seimbang, keberadaan mangsa dan pemangsa selalu
dalam kondisi tumpang tindih (overlay), apabila pola penggunaan ruang antara
mangsa dan pemangsa tidak tumpang tindih maka telah terjadi gangguan
ekosistem. Untuk itu sangat diperlukan penelitian tentang penggunaan ruang dan
kondisi populasi macan tutul jawa yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam
penanganan populasi dan habitat macan tutul, sehingga dapat dipertahankan dan
ditingkatkan populasinya.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pola penggunaan ruang macan tutul jawa (Panthera pardus melas
F. Cuvier, 1809) di Taman Nasional Gunung Ciremai.
2. Mengetahui parameter demografi macan tutul jawa (Panthera pardus melas
F. Cuvier, 1809) di Taman Nasional Gunung Ciremai.

Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Teridentifikasinya kondisi dan data terkini tentang pola penggunaan ruang
serta parameter demografi macan tutul jawa di kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai, sehingga data dan informasi tersebut dapat dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaan kawasan
TNGC dan juga pengelolaan habitat serta spesies satwa tersebut.
2. Membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang
konservasi macan tutul jawa.

3

Kerangka Pemikiran
Hutan di Pulau Jawa khususnya kawasan konservasi Taman Nasional
Gunung Ciremai merupakan salah satu habitat utama macan tutul jawa. Dari
waktu ke waktu kualitas hutan selalu berubah-ubah dengan kecenderungan
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kebakaran, penebangan liar, dan
perambahan, sehingga menimbulkan dampak perubahan kualitas habitat
khususnya macan tutul jawa.
Dampak selanjutnya dari penurunan kualitas habitat khususnya macan tutul
menyebabkan kesesuaian sebagai habitat macan tutul menjadi berkurang,
menurunnya populasi macan tutul secara regional, dan bahkan sebagian
mengalami isolasi populasi.
Dari dampak penurunan kualitas habitat macan tutul tersebut dapat
diidentifikasi tiga aspek yang penting diteliti untuk mendukung upaya konservasi
macan tutul jawa, yaitu:
a) Pendugaan pola penggunaan ruang macan tutul jawa.
b) Pendugaan Parameter demografi macan tutul jawa.
c) Keanekaragaman jenis satwa mangsa macan tutul jawa.
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
pola penggunaan ruang dan ukuran populasi yang teramati dari macan tutul jawa
selama penelitian yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai acuan dalam
penyusunan zonasi ataupun revisi zonasi di Taman Nasional Gunung Ciremai
tersebut.

4

2 METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi yang akan dijadikan wilayah studi penelitian ini adalah kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang meliputi dua seksi wilayah
pengelolaan yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kuningan dan
Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Majalengka. Penelitian ini
dilakukan selama lima bulan mulai Bulan Oktober 2012 s/d Februari 2013
khususnya untuk pola penggunaan ruang macan tutul jawa. Pendugaan parameter
demografi dan keanekaragaman jenis mangsa menggunakan kamera jebak
(camera trap) terpasang mulai Bulan April 2012 sampai dengan Bulan Februari
2013. Adapun peta kawasan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Eksisting Gunung Ciremai

Alat Dan Bahan
- Alat
 Peta kerja (peta kontur, peta sebaran satwa), seperangkat komputer/ laptop
untuk pengolahan data, software ArcGIS. ver 3.3, Minitab seri 14.00,
teropong binokuler, kamera jebak (camera trap), kamera digital SLR,
senter, GPS, kompas, meteran, pita meter, mistar, tenda dan peralatan
lapangan lainnya.
- Bahan
 Alat Tulis, tally sheet pengamatan, gipsum, dan populasi spesies baik
mangsa maupun pemangsa.

5

Jenis Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder, dengan
rinciannya sebagai berikut:
Data Primer
Data primer merupakan data pokok yang digunakan untuk kajian mengenai
pola penggunaan ruang dan parameter demografi macan tutul jawa (Panthera
pardus melas F. Cuiver. 1809). Data primer terdiri dari:
1. Pola penggunaan ruang macan tutul jawa secara horisontal, berupa data
pergerakan yang diketahui dari tanda-tanda yang ditinggalkan. Data tersebut
meliputi data bentuk wilayah jelajah dan luas wilayah jelajah.
2. Parameter demografi, meliputi ukuran populasi, sex ratio, dan struktur umur.
3. Data karakteristik habitat yang meliputi:
- Kondisi fisik: ketinggian tempat, kelerengan, jarak terhadap jalan, jarak
terhadap mata air/ sungai/ sumber air, jarak terhadap pemukiman, dan
jarak terhadap perkebunan/ lahan pertanian.
- Kondisi biotik: struktur vegetasi, dan keanekaragaman jenis mangsa
macan tutul.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka ataupun
wawancara dengan pihak pengelola, petugas lapangan, dan masyarakat setempat.
Data sekunder ini dibutuhkan untuk mendukung data primer yang didapatkan.
Adapun data sekunder yang diperlukan adalah kondisi umum lokasi
penelitian, peta kawasan, bioekologi macan tutul jawa, hasil-hasil penelitian
tentang macan tutul sebelumnya yang diperoleh dengan mempelajari laporan dan
karya ilmiah, serta kondisi penduduk di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung
Ciremai (TNGC).
Metode Pengumpulan Data
Studi Literatur
Dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen laporan, buku, karya
ilmiah serta rencana pengelolaan yang ada atau yang telah disusun sebelum
penelitian ini. Studi literatur dilakukan terutama untuk memperoleh data sekunder.
Pengamatan Lapangan
a. Pola Penggunaan Ruang Macan Tutul Jawa
Data penggunaan ruang secara horisontal berupa bentuk dan luas wilayah
jelajah dikumpulkan dengan cara mencatat titik koordinat pola pergerakan
individu macan tutul jawa. Metode yang digunakan adalah metode eksplorasi
dengan memaksimalkan perjumpaan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Perjumpaan tidak langsung meliputi jejak kaki, hasil foto kamera jebak,
suara, cakaran, kotoran, dan sisa mangsa. Pengamatan dilakukan pada setiap titik
sebaran satwa macan tutul di dua Seksi Wilayah Pengelolaan Kuningan dan
Majalengka.

6

Pada lokasi/ titik pengamatan dengan kamera jebak yang berhasil
menangkap gambar kehadiran individu macan tutul jawa akan dilakukan
pengamatan penggunaan ruangnya selama sepuluh hari dan untuk lokasi
pemasangan kamera jebak yang tidak berhasil menangkap gambar individu macan
tutul jawa akan dilakukan pengamatan selama lima hari. Penelitian dilakukan
menggunakan metode eksplorasi pada seluruh lokasi pengamatan. Penelitian
dilakukan mulai pukul 06.00 s/d 18.00 WIB dan sebagai data penunjang
dilakukan pengamatan pada malam hari dengan pertimbangan sifat nokturnal
yang dimiliki oleh macan tutul jawa.
Identifikasi tanda-tanda keberadaan satwa macan tutul jawa salah satunya
dengan jejak, identifikasi jejak akan dilakukan dengan melihat perbedaan antara
jejak masing-masing individu. Untuk dapat membedakannya jejak kaki setiap
individu macan tutul, maka setiap jejak yang ditemui di ukur menggunakan mistar
dan untuk jejak yang masih utuh/ kondisi sempurna maka akan dicetak
menggunakan gipsum. Pengenalan jejak dan cara pengukurannya seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Bentuk dan Ukuran jejak kaki macan tutul serta cara pengukurannya
untuk identifikasi individu (BTNGHS 2009).
b. Parameter Demografi Macan Tutul Jawa
Parameter demografi macan tutul yang diamati dalam penelitian ini
meliputi beberapa komponen, diantaranya adalah:
1. Ukuran Populasi
Pengumpulan data parameter demografi menggunakan metode kamera
jebak. Pemasangan kamera jebak dilakukan pada 20 titik sebaran macan tutul
jawa sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (LIPI & BTNGHS 2011). Data
diambil menggunakan kamera jebak (kamera trap) yang meliputi identifikasi
individu macan tutul, jenis kelamin, pendugaan struktur umur, dan aktivitasnya
pada lokasi penelitian. Kamera dipasang selama waktu penelitian dan akan
dipindah sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan perjumpaan terhadap
objek yang diamati.
Jumlah kamera jebak yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10
buah yang dipasang mulai Bulan April 2012 pada titik pengamatan yang telah

7

ditentukan. Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan populasi macan tutul
jawa yang teramati/ tertangkap gambar oleh kamera jebak di kawasan TNGC.
.
2. Sex Ratio
Penghitungan sex ratio diperoleh melalui analisis foto kamera jebak,
dengan cara menghitung jumlah individu jantan dan betina yang terekam kamera
yang kemudian membandingkannya. Untuk pengamatan sex ratio hanya
dilakukan pada kelas umur muda dan dewasa, karena untuk anak sulit untuk
ditemukan dan dilakukan identifikasi jenis kelaminnya.
3. Struktur Umur
Untuk data struktur umur macan tutul jawa diperoleh dengan pengamatan
melalui kamera jebak bersamaan dengan kegiatan penghitungan populasi dan
natalitas macan tutul jawa. Perbedaan struktur umur yang digunakan dalam
identifikasi macan tutul di lapangan yaitu berdasarkan ciri-ciri dari setiap fase
pertumbuhan macan tutul menurut Seidensticker (1976) adalah:
Bayi
: anak yang baru dilahirkan berwarna abu-abu karena rosette-nya
belum tampak jelas, rambut lebih panjang dan lembut, dan mata
masih tertutup sampai kurang lebih umur 4 minggu. Masih
berada di dalam sarang.
Anak : mata macan tutul sudah mulai terbuka, rosette nya sudah tampak
jelas dengan totol-totol kecil, kurang lebih umur 8 minggu
setelah dilahirkan sampai dengan umur 12 minggu atau 3 bulan.
Kegiatan di sekitar sarang, tetapi masih banyak berada di dalam
sarang.
Remaja : kulit sudah tampak jelas rosettenya dan mulai diajari induk untuk
berburu, dan mulai disapih dan diajari makan daging. Dilakukan
pada umur 3 bulan sampai dengan umur 1,5 tahun, setelah umur
1,5 tahun sang induk sudah meninggalkan anaknya dan anak
mulai membangun teritorinya sendiri.
Dewasa : sudah memiliki teritori sendiri, umur lebih dari 2,5 tahun. ukuran
tubuh macan tutul jantan lebih besar dibandingkan macan tutul
betina.
c. Karakteristik Habitat
Karakteristik habitat macan tutul jawa meliputi komponen fisik dan
komponen biotik dengan rincian sebagai berikut:
1. Komponen Fisik
Komponen fisik terdiri dari kelerengan lahan, ketinggian tempat, dan jarak
terhadap aktivitas manusia, sumber air serta jalan raya. Teknik pengumpulan data
komponen fisik habitat macan tutul adalah sebagai berikut:
 Kelerengan lahan. Pengukuran kelerengan lahan dilakukan dengan cara
menelaah peta kontur, peta rupa bumi, dan peta kelas lereng kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai.
 Ketinggian tempat. Pengukuran ketinggian tempat lokasi penelitian
dilakukan dengan menggunakan GPS atau dengan altimeter.

8

 Jarak terhadap jalan, sumber air, pemukiman dan lahan pertanian atau
perkebunan diperoleh dengan mencatat titik koordinat jalan, sumber air,
lokasi pemukiman, perkebunan/ pertanian masyarakat, dengan
menggunakan GPS. Titik koordinat tersebut dipetakan dalam peta
kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai selanjutnya diukur jaraknya
terhadap titik koordinat dimana macan tutul ataupun jejaknya ditemukan.
2. Komponen Biotik
Komponen biotik terdiri dari vegetasi dan keanekaragaman satwa mangsa
macan tutul jawa di kawasan TNGC dengan rincian sebagai berikut:
2.1 Vegetasi
Komposisi jenis dinilai berdasarkan nilai-nilai parameter kuantitatif
tumbuhan yang mencerminkan tingkat penyebaran, dominansi dan kelimpahannya
dalam suatu komunitas hutan. Dalam penelitian ini yang akan dihitung adalah
kerapatan masing-masing jenis pada tingkat hidup semai sampai dengan pohon.
Vegetasi yang diamati mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon, hal ini
dilakukan karena macan tutul dalam aktivitasnya menggunakan strata vegetasi
dari semai sampai dengan tingkat pohon. Pengambilan data kerapatan vegetasi ini
menggunakan metode petak contoh dengan jumlah 5 petak untuk masing-masing
titik pengamatan dan pada setiap titik perjumpaan satwa target. Adapun petak
contoh yang dibuat berukuran (2m x 2m) untuk semai, (5m x 5m ) untuk pancang,
(10m x 10m) untuk tiang, dan (20m x 20m) untuk tingkat pohon. Kriteria yang
digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan adalah sebagai berikut:
a) Semai
: Kecambah sampai tinggi 1,5 m;
b) Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,50 m sampai anakan berdiameter
kurang dari 10 cm;
c) Tiang
: Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm;
d) Pohon
: Pohon dewasa berdiameter 20 cm dan lebih.
C

D

B
A

Gambar 3 A = petak pengamatan untuk tingkat semai; B = petak pengamatan
untuk tingkat pancang; C = petak pengamatan untuk tingkat tiang; dan
D = petak pengamatan untuk tingkat pohon.
2.2 Sebaran dan Keanekaragaman pakan
Pengambilan data sebaran mangsa macan tutul ini dilakukan dengan cara
pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung dan dengan kamera jebak. Data
keanekaragaman dan kekayaan jenis satwa mangsa macan tutul jawa diperoleh
dengan mengidentifikasi satwa mangsa yang berhasil terekam kamera jebak pada
20 titik pengamatan. Pengamatan langsung dilakukan dengan cara mengamati

9

satwa mangsa menggunakan binokuler ataupun dengan mata biasa kemudian
dicatat jenis dan titik koordinatnya. Untuk pengamatan secara tidak langsung
dilakukan dengan cara mengamati tanda-tanda kehadiran satwa mangsa seperti
jejak, bekas mangsa, feses, suara dll. Menurut Harahap & Sakaguchi (2003) jenis
hewan yang biasa dimakan oleh macan tutul adalah surili (Presbithis comata),
lutung (Trachypithecus auratus), babi hutan (Sus scrofa), pelanduk (Tragulus
javanicus), muntjak (Muntiacus muntjak), trenggiling (Manis javanica), landak
jawa (Histrix brachyura).
Analisis Data
Pola Penggunaan Ruang
a. Analisis Perilaku/ Aktifitas
Data dan informasi aktifitas macan tutul dianalisis secara deskriptif yaitu
menggambarkan seluruh jenis aktifitas macan tutul yang dijumpai/ hasil
gambar kamera jebak menurut tipe habitat yang digunakan.
b. Bentuk dan Luas Wilayah Jelajah
Untuk mendapatkan bentuk dan luas wilayah jelajah macan tutul jawa
digunakan metode analisis minimum convex polygon (MCP). MCP
merupakan wilayah terkecil berbentuk konveks di mana di dalamnya terdapat
titik-titik lokasi satwa selama periode pengamatan dengan membentuk garisgaris poligon yang menghubungkan titik-titik terluar dari semua catatan
lokasi satwa tersebut. Analisis wilayah jelajah dilakukan dengan bantuan
program komputer ArcView GIS 3.2 (ESRI). Langkah-langnkahnya sebagai
berikit:
- Titik koordinat unit contoh yang dikumpulkan dengan GPS dipetakkan
dan kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3.
Analisis dilakukan dengan cara menggabungkan titik koordinat terluar
(maximum convex polygon) tempat macan tutul jawa beraktifitas.
- Berdasarkan hasil analisis akan diperoleh luas penggunaan ruang secara
horisontal atau wilayah jelajah masing-masing individu macan tutul
jawa.
- Analisis secara diskriptif dilakukan pada masing-masing wilayah
jelajah macan tutul jawa.
Parameter Demografi
Parameter demografi macan tutul jawa yang akan dianalisis meliputi
beberapa parameter diantaranya adalah:
1. Ukuran populasi
Ukuran populasi dalam penelitian ini yang dipakai adalah ukuran populasi
minimum berdasarkan identifikasi individu macan tutul yang tertangkap kamera
jebak dan dianalisis secara visual. Hasil dari identifikasi gambar dari kamera
jebak akan diperoleh jumlah populasi macan tutul yang teramati di kawasan
tersebut selama waktu penelitian, sehingga dibutuhkan ketelitian dan ketepatan
dalam membedakan setiap individu macan tutul. Identifikasi macan tutul tersebut
menggunakan metode album, yaitu dengan membuat data base macan tutul yang

10

telah tertangkap kamera dan menentukan ciri khusus yang membedakan setiap
individu sehingga peluang untuk penghitungan ulang semakin kecil.
2. Sex ratio
Sex ratio diperoleh dengan menghitung dan kemudian membandingkan
antara jumlah jantan dan betina (Santosa & Sitorus, 2008). Adapun persamaan
untuk menghitung sex ratio adalah:
S=

Keterangan :
S = Sex Ratio
Y = Jumlah Individu jantan
X = Jumlah Individu Betina

3. Struktur umur
Struktur umur macan tutul jawa dianalisis secara visual dari hasil gambar
kamera jebak. Struktur umur diperoleh dengan menghitung dan mengelompokkan
jumlah jantan dewasa, betina dewasa, betina muda, anak, dan bayi berdasarkan
hasil dari kamera jebak dan perjumpaan langsung.
Karakteristik Habitat
Terdiri dari komponen fisik dan non fisik. Komponen fisik habitat macan
tutul jawa yang akan dianalisis terdiri dari kelerengan lahan, ketinggian tempat,
dan jarak terhadap aktivitas manusia, sumber air serta jalan raya. Komponenkomponen tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi serta dianalisis secara
deskriptif kualitatif. Untuk komponen non fisik/ biotik terdiri dari:
1. Analisis vegetasi
Komposisi jenis dinilai berdasarkan nilai-nilai parameter kuantitatif
tumbuhan yang mencerminkan tingkat penyebaran, dominansi dan kelimpahannya
dalam suatu komunitas hutan. Dalam penelitian ini yang akan dihitung adalah
kerapatan masing-masing jenis tumbuhan saja. Nilai-nilai ini dapat dinyatakan
dalam nilai mutlak maupun nilai relatif, sesuai dengan yang dirumuskan oleh
Soerianegara dan Indrawan (1988) sebagai berikut:
Kerapatan (K)

==

Jumlah individu suatu jenis
Total luas unit contoh (ha)

2. Analisis Keanekaragaman Jenis Mangsa
- Kekayaan jenis mangsa macan tutul menggunakan Indeks kekayaan
Margalef (Krebs 1978):
Keterangan :
S 1
Dmg = Indeks kekayaan Margalef
Dmg
=
;
ln N
S = Jumlah jenis yang teramati
N = Jumlah total individu yang
teramati
- Keanekaragaman jenis mangsa, menggunakan pendekatan indeks
Keragaman Shannon-Wiener (Krebs 1978) :

11

H’ = -

 pi. ln pi

Keterangan :
H’ = Indeks Keragaman Shannon-Wiener
Pi = Proporsi jumlah individu ke-i (ni/N)

- Kemerataan jenis mangsa macan tutul pada seluruh plot contoh
pengamatan menggunakan pendekatan Indeks Kemerataan Pielou :

H'
;
D max

J’ =

Keterangan :

Dmax = Ln S
J’ = Nilai evennes (0-1)
H’ = Indeks keragaman Shannon-Wiener
S = Jumlah jenis

Komponen Dominan Habitat
Penentuan faktor dominan komponen habitat oleh macan tutul jawa akan
dianalisis dengan menggunakan pendekatan regresi logistik yang diolah dengan
software Minitab 14.00 melalui metode stepwise. Dalam hal ini dianalisa
hubungan antara peubah tidak bebas (Y) dengan peubah bebas (X). Peubah tidak
bebas adalah keberadaan macan tutul, sedangkan peubah tidak bebasnya adalah
peubah-peubah yang berasal dari faktor fisik dan biotik. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut:
P(Y=1) = e

b0 + b1x1 + b2x2 +.......+ b10x10

1+ eb0 + b1x1 + b2x2 +.......+ b10x10
Keterangan :
Y = Keberadaan macan tutul
b0 = nilai intersep
bi = nilai koefisien regresi ke-i
X1 = Jarak dari pemukiman (m)
X2 = Jarak dari jalan (m)
X3 = Jarak dari perkebunan (m)

X4 = Kelas lereng
X5 = Jarak lokasi kebakaran (m)
X6 = Jarak mangsa (m)
X7 = Jumlah jenis mangsa
X8 = Jarak sumber air (m)
X9 = Kerapatan vegetasi
X10= Jumlah mangsa

Hipotesis yang dibuktikan adalah:
Ho: b1 = b2 =...... = b10 = 0 (semua variabel bebas X tidak ada yang mempengaruhi
variabel tidak bebas Y atau semua variabel yang diamati tidak mempengaruhi
kehadiran macan tutul jawa di Taman Nasional Gunung Ciremai)
H1: b1 ≠ b2 ≠...... ≠ b10 ≠ 0 (paling sedikit ada satu variabel bebas X yang
mempengaruhi Y atau terdapat paling sedikit satu variabel yang mempengaruhi
kehadiran macan tutul jawa di Taman Nasional Gunung Ciremai).

12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Ruang Macan Tutul Jawa Di TNGC
Hasil penelitian selama lima bulan, mulai Bulan Oktober 2012 sampai
dengan Bulan Februari 2013 diketahui terdapat empat penggunaan ruang oleh
macan tutul jawa di kawasan TNGC. Dari keempat penggunaan ruang tersebut,
tiga lokasi individu macan tutul telah berhasil tertangkap gambar kamera jebak
dan satu lokasi belum berhasil tertangkap kamera tetapi bukti-bukti keberadaan
satwa tersebut telah ditemukan. Setelah individu macan tutul jawa selesai
diidentifikasi menurut morfologi dan jenis kelamin kemudian diberikan identitas
(ID) nama masing-masing individu tersebut, yaitu Sigedong (jantan), Sukamukti
(jantan), Sayana (jantan) dan Argamukti (jantan). Dalam penelitian ini
penggunaan ruang macan tutul jawa yang akan dikaji adalah bentuk, luas wilayah
jelajah, dan pemanfaatan tutupan lahan.
Luas dan Bentuk Wilayah Jelajah Macan Tutul Jawa
Dari hasil penelitian disajikan luas wilayah jelajah masing-masing
individu macan tutul jawa di TNGC yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas wilayah jelajah macan tutul jawa di TNGC
No Nama Individu

Proporsi Tutupan Lahan Luas (ha) Luas Total (ha)

1. Sigedong
Hutan Tanaman Industri
Semak belukar
Tanah terbuka

408,675
199,643
1,974

610,27

Hutan Tanaman Industri
Pertanian lahan kering

783,618
22,364

805,982

Hutan Tanaman Industri

580,021

580,021

Hutan primer
Hutan skunder
Hutan Tanaman Industri

250,039
308,535
119,497

750,071

2. Sukamukti

3. Sayana
4. Argamukti

Macan Sigedong memiliki luas wilayah jelajah 6,1 km2 dan menggunakan
tiga tipe tutupan lahan, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun bentuk
wilayah jelajah Macan Sigedong berdasarkan hasil analisis menggunakan program
GIS dengan model MCP dapat dilihat pada Gambar 4.

13

Gambar 4 Bentuk wilayah jelajah macan tutul jawa Sigedong
Ruang jelajah Macan Sigedong sebagian besar menggunakan wilayah di
Resort Mandirancan kurang lebih 83% dan wilayah perbatasan Resort Pasawahan
kurang lebih 17% dari total ruang jelajah yang digunakan. Macan Sukamukti
memiliki bentuk wilayah jelajah yang tidak berbeda jauh dengan bentuk wilayah
jelajah Macan Sigedong, adapun bentuk wilayah jelajah Macan Sukamukti dapat
dilihat pada Gambar 5.

Sukamukti

Gambar 5 Bentuk wilayah jelajah macan tutul jawa Sukamukti
Dari gambar di atas diketahui Macan Sukamukti menggunakan dua
macam tutupan lahan untuk beraktifitas. Ruang jelajah Macan Sukamukti secara
administrasi seluruhnya masuk dalam Resort Jalaksana kurang lebih
memanfaatkan 46% dari total luas resort tersebut. Bentuk wilayah jelajah macan
tutul yang ketiga adalah wilayah jelajah Macan Sayana. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan program GIS dengan model MCP dapat dilihat pada gambar 6.

14

Gambar 6. Wilayah jelajah macan tutul jawa Sayana
Ruang jelajah Macan Sayana secara administrasi masuk dalam Resort
Jalaksana kurang lebih 66% dan Resort Cilimus 34%. Macan Sayana ini
menggunakan satu tutupan lahan dan berbeda dengan ruang jelajah macan tutul
jawa lainnya yang menggunakan lebih dari satu tutupan lahan. Bentuk wilayah
jelajah yang ke empat adalah bentuk wilayah jelajah Macan Argamukti. Adapun
bentuk wilayah jelajah Macan Argamukti dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Wilayah jelajah macan tutul jawa Argamukti
Ruang jelajah Macan Argamukti secara administrasi masuk dalam Resort
Argamukti kurang lebih 72% mulai dari Blok Loji sampai dengan Blok Gunung
Pucuk dan Resort Argalingga 28% mulai dari Blok Watu Gajah sampai dengan
Blok Grogol serta Blok Arpesi. Macan Argamukti ini memanfaatkan tiga tutupan
lahan yaitu hutan primer, hutan eks tanaman industri dan hutan sekunder.

15

Berdasarkan pengamatan di lapangan luas wilayah jelajah macan tutul
jawa dari kecil hingga paling luas adalah Macan Sayana dengan luas wilayah
jelajah 5,8 km2, Macan Sigedong memiliki luas wilayah jelajah 6,1 km2, Macan
Argamukti memiliki luas wilayah jelajah 7,5 km2, dan macan Sukamukti memiliki
luas wilayah jelajah 8,05 km2. Wilayah jelajah macan tutul jawa khususnya di
kawasan TNGC rata-rata adalah 6,86 km2. Menurut hasil penelitian oleh Ario
(2006) luas wilayah jelajah macan tutul jawa di kawasan Gunung Halimun Salak
kurang lebih adalah 6,5 km2. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ewer (1974) bahwa wilayah jelajah macan tutul jawa kurang dari 10 km2, serta
penelitian oleh Santiapillai & Ramono (1992) yang mengasumsikan daerah jelajah
1 individu macan tutul jawa pada habitat yang tidak terganggu maksimal 10 km 2
dan pada habitat yang terganggu maksimal adalah 5 km2.
Perbedaan luas wilayah jelajah macan tutul jawa di kawasan TNGC
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah luas total kawasan TNCG
yang relatif kecil yaitu 15 500 ha. Semakin kecil kawasan yang menjadi habitat
macan tutul jawa maka pembagian wilayah jelajah khususnya untuk macan tutul
yang memiliki jenis kelamin yang sama akan semakin sempit, sebab wilayah
jelajah macan tutul jawa dengan jenis kelamin yang sama tidak akan tumpang
tindih (Gunawan 2008). Penelitian serupa dilakukan oleh Ario (2006) pada habitat
macan tutul jawa dengan luas daerah penelitian 105 km2, dengan ruang jelajah
macan tutul jawa pada habitat tersebut rata-rata adalah 6,5 km2. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan di Taman Nasional Kruger di Afrika Selatan dengan
luas 895.623 ha, bahwa pada kawasan tersebut macan tutul jantan memiliki
wilayah jelajah mulai dari 16,4 s/d 96,1 km2 dan untuk macan tutul betina
memiliki luas wilayah jelajah 5,6 s/d 29,9 km2 (Friedman 2008). Luas wilayah
jelajah macan tutul di Limpopo Afrika Selatan berkisar antara 245 km 2 untuk
individu jantan dan 139 km2 untuk individu betina (Swanepoel 2008).
Wilayah jelajah macan tutul jawa dipengaruhi oleh faktor lingkungan
terutama jumlah jenis satwa mangsa dalam penelitian ini antara 7 s/d 11 jenis dari
keempat ruang jelajah yang digunakan dan jarak terhadap satwa mangsa yang
berkisar antar 18,23 meter s/d 110,24 meter, hal ini sesuai dengan hasil
perhitungan analisis regresi logistik yang selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3. Apabila jumlah jenis satwa mangsa dan populasi masing-masing
jenis besar, maka peluang semakin kecilnya jarak macan tutul terhadap satwa
mangsa semakin besar pula. Jumlah jenis satwa mangsa di seluruh kawasan
TNGC yang teramati selama waktu penelitian adalah 11 jenis. Pakan atau satwa
mangsa merupakan salah satu aspek ekologi satwa liar yang sangat mendasar, hal
ini karena pakan adalah sumber nutrisi dan energi (Duc et al. 2009). Ruang jelajah
macan tutul dalam kondisi yang normal selalu tumpang tindih (overlap) dengan
ruang jelajah satwa mangsanya. Hal ini biasa dijadikan indikator keseimbangan
ekosistem khususnya di habitat macan tutul jawa. Apabila kondisi habitat tidak
lagi menguntungkan macan tutul dari segi ketersediaan satwa mangsa, maka
individu tersebut cenderung akan memperluas wilayah jelajah dan keluar dari
teritori yang telah dipertahankan begitu juga sebaliknya seperti yang dituliskan
oleh Grzimek (1975).
Hasil analisis kamera jebak terhadap tingkat perjumpaan satwa mangsa di
ruang jelajah macan tutul jawa di TNGC disajikan dalam Tabel 2.

16

Tabel 2 Satwa mangsa macan tutul
No Nama Satwa

Nama Ilmiah

Nilai ER

Jarak Mangsa

Macan Sigedong
1. Musang luwak
2. Kucing congkok
3. Babi hutan
4. Kijang
5. Ayam hutan
6. Landak
7. Anjing
8. Surili

Paradoxurus hermaphroditus
Felis bengalensis
Sus scrofa
Muntiacus muntjak
Gallus gallus
Hystrix brachyura
Canis lupus
Presbytis comata

1,818
2,121
1,212
3,333
5,151
0,606
2,424
0,303

21,24

Macan Sukamukti
1. Musang luak
2. Kucing congkok
3. Kera
4. Babi hutan
5. Kijang
6. Landak
7. Anjing
8. Surili

Paradoxurus hermaphroditus
Felis bengalensis
Macaca facicularis
Sus scrofa
Muntiacus muntjak
Hystrix brachyura
Canis lupus
Presbytis comata

3,030
0,303
0,303
5,151
4,848
0,909
1,515
0,303

45,23

Macan Sayana
1. Musang luak
2. Kucing congkok
3. Kera
4. Babi hutan
5. Kijang
6. Landak
7. Trenggiling
8. Surili
9. Kukang jawa
10. Lutung
11. Ayam hutan

Paradoxurus hermaphroditus
Felis bengalensis
Macaca facicularis
Sus scrofa
Muntiacus muntjak
Hystrix brachyura
Manis javanica
Presbytis comata
Nycticebus coucang
Trachypithecus auratus
Gallus gallus

7,272
3,333
0,909
10,909
5,757
0,606
0,606
1,181
0,303
0,606
0,303

18,23

Macan Argamukti
1. Musang luak
2. Kucing congkok
3. Babi hutan
4. Kijang
5. Landak
6. Anjing
7. Surili

Paradoxurus hermaphroditus
Felis bengalensis
Sus scrofa
Muntiacus muntjak
Hystrix brachyura
Canis lupus
Presbytis comata

0,818
0,311
3,112
2,213
0,606
0,424
2,303

110,24

Jenis-jenis satwa tersebut di atas tersebar pada daerah jelajah macan tutul
dan diduga sebagai satwa mangsa, sebab macan tutul akan memangsa berbagai
satwa besar maupun kecil yang ditemuinya. Berdasarkan Table 2 diduga adanya

17

jenis satwa mangsa tertentu bukan merupakan faktor pembatas bagi macan tutul
jawa untuk memilih suatu daerah sebagai habitatnya. Hal ini disebabkan oleh
kelimpahan jenis yang bervariasi dari keempat habitat macan tutul jawa di TNGC.
Ketersediaan sumber pakan yang cukup baik dari segi kelimpahan jenis maupun
jumlahnya merupakan salah satu indikator/ tanda bahwa habitat tersebut masih
ideal untuk habitat macan tutul jawa. Jumlah jenis satwa mangsa di ruang jelajah
Macan Sayana lebih banyak yaitu 11 jenis dibandingkan dengan ruang jelajah
macan tutul yang lain, hal ini diduga menjadi salah satu faktor penyebab luas
wilayah jelajah Macan Sayana lebih kecil dibandingkan wilayah jelajah Macan
Sukamukti, Argamukti dan Sigedong yang hanya memiliki 7-8 jenis satwa
mangsa. Jumlah jenis satwa yang beranekaragam berpotensi untuk meningkatkan
kepadatan satwa mangsa, sebab setiap jenis satwa akan mempertahankan jenis dan
kelompoknya untuk tetap lestari di alam. Kepadatan satwa yang tinggi
menyebabkan jarak dengan predator khususnya macan tutul jawa semakin kecil/
dekat, sehingga predator akan lebih mudah dalam mendapatkan mangsanya.
Berdasarkan Tabel 2 diduga semakin tinggi jumlah jenis satwa mangsa, maka
jarak rata-rata dengan predator semakin kecil.
Diduga wilayah jelajah macan tutul jawa semakin kecil seiring dengan
bertambahnya jenis mangsa dan semakin dekat jarak mangsa terhadap habitat
macan tutul. Hal ini dapat dibuktikan dengan ruang jelajah Macan Sayana yang
memiliki 11 jenis satwa mangsa dan jarak rata-rata terhadap satwa mangsa relatif
kecil yaitu 18,23 meter, maka luas wilayah jelajahnya hanya 5,8 km2. Berdasarkan
uji korelasi antara luas wilayah jelajah macan tutul terhadap jumlah jenis satwa
mangsa dan jumlah satwa mangsa memiliki hubungan negatif yang artinya
wilayah jelajah berbanding terbalik dengan jumlah jenis dan jumlah satwa mangsa
dapat dilihat pada Lampiran 1. Semakin banyak jumlah jenis satwa mangsa dan
jumlah satwa mangsa maka wilayah jelajah macan tutul semakin kecil, hal ini
sama dengan hasil penelitian Grzimek (1975) yang menyebutkan bahwa macan
tutul tidak akan mengembara atau keluar dari teritorinya apabila satwa mangsanya
tersedia cukup melimpah dan mudah diperoleh. Trombulak (1984) menuliskan
bahwa faktor yang mempengaruhi wilayah jelajah satwa adalah: ukuran tubuh,
tingkat trofik, kepadatan populasi, kompetisi, kompleksitas habitat dan
produktifitas habitat.
Luas wilayah jelajah Macan Sukamukti dan Argamukti cenderung lebih
besar dibandingkan dengan wilayah jelajah Macan Sigedong dan Sayana. Dari
perbandingan jumlah jenis dan jumlah satwa mangsa dapat diketahui penyebab
perbedaaan luas wilayah jelajah tersebut yaitu pada wilayah jelajah Macan
Argamukti dan Sukamukti memiliki keanekaragaman jenis mangsa yang relatif
sedikit dibandingkan keanekaragaman jenis satwa mangsa pada wilayah jelajah
macan tutul Sigedong dan Sayana. Keanekaragaman satwa mangsa dan
kemerataan jenis mangsa di ruang jelajah Macan Sigedong adalah 2,1 dan 0,97,
sedangkan pada ruang jelajah Macan Sayana adalah 2,5 dan 1,04. Kedua wilayah
jelajah macan tersebut cenderung lebih besar nilai indeks keanekaragaman jenis
mangsa dan kemerataan jenis mangsa dibandingkan dengan ruang jelajah Macan
Sukamukti dan Macan Argamukti dengan nilai indeks 1,76 dan 0,846 serta 1,86
dan 0,72. Satwa mangsa yang beragam jenisnya sangat menguntun