23
3.2.1.4 Persiapan Kultur S. cerevisiae
Media yang digunakan untuk menumbuhkan khamir S. cerevisiae adalah media YMGP yang terdiri atas 5 g ekstrak khamir, 5 g ekstrak malt, 5 g
peptone, dan 20 g glukosa serta 1 liter aquades. Mula–mula bahan ditimbang sesuai dengan jumlah yang ditentukan. Kemudian dimasukan ke dalam
Erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades. Erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam autoklaf dan disterilisasi pada suhu 121
C selama 15 menit. Setelah sterilisasi selesai, Erlenmeyer dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar.
Pembuatan starter dilakukan dengan cara memindahkan kultur murni khamir S. cerevisiae dari agar miring dengan jarum ose secara aseptis ke
dalam media cair yang telah disterilisasi. Kemudian Erlenmeyer tersebut ditutup kembali dan difermentasikan di dalam inkubator bergoyang selama
≤ 48 jam pada suhu kamar sebelum digunakan sebagai media propagasi pada
fermentasi etanol yang akan dilakukan.
a b
Gambar 10 Media propagasi a. Sebelum penambahan kultur; b. Setelah propagasi 48 jam.
3.1.2.5 Penentuan Konsentrasi Sirup glukosa yang akan digunakan
Sebelum dilakukan pengujian dengan menggunakan bioreaktor, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi sirup glukosa yang
24
akan digunakan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 18, 24, 30, dan 36. Penentuan konsentrasi ini dilakukan pada skala
Erlenmeyer, dengan penambahan kultur starter S. cerevisiae pada media propagasi yang telah berumur
≤ 48 jam. Fermentasi dilakukan selama 72 jam dengan kecepatan agitasi 125 rpm.
Pada proses ini, dilakukan pengambilan sample untuk dianalisis dengan selang waktu 6 jam sekali. Pengamatan yang dilakukan meliputi total gula,
OD, biomassa, serta kadar etanol yang dihasilkan. Setelah didapatkan konsentrasi pembentukan etanol yang paling tinggi, maka konsentrasi tersebut
digunakan pada penelitian utama.
3.2.2 Penelitian Utama 3.2.2.1 Variasi kondisi kultivasi pada sistem batch
Sebanyak 1200 ml sirup glukosa yang telah dibuat dengan konsentrasi terbaik pada penelitian pendahhuluan dimasukkan ke dalam reaktor 2 liter.
Setelah itu reaktor disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 105 C selama 15
menit. Setelah dingin, kemudian ditambahkan sumber N dan trace element yang disterilisasi terpisah lalu dilakukan inokulasi dengan media propagasi S.
cerevisiae yang telah dibuat sebelumnya. Inokulasi dilakukan sebanyak 10
dari volume substrat yang akan digunakan serta dalam keadaan aseptis setelah bioreaktor dingin. Inokulasi ini dilakukan untuk setiap variasi perlakuan yang
akan dilakukan. Kondisi aerobik dilakukan dengan aerasi 0.2-0.4 vvm dan agitasi 150 rpm.
Beberapa variasi pengkondisian yang akan dilakukan pada sistem batch ini meliputi:
o Reaktor dari awal perlakuan dalam kondisi yang aerobik, dalam hal ini,
diberi aerasi dan agitasi; o
Reaktor dari awal perlakuan dalam kondisi yang aerobik, dalam hal ini, diberi aerasi dan agitasi; dan setelah mencapai keadaan biomassa yang
maksimum aerasi dihentikan; o
Reaktor dari awal perlakuan dalam kondisi yang aerobik, dalam hal ini, diberi aerasi dan agitasi; dan untuk selanjutnya setelah mencapai keadaan
25
biomassa yang maksimum kondisi kultivasi dirubah menjadi anaerobik. Perubahan ini dilakukan dengan meniadakan perlakuan agitasi dan aerasi
pada reaktor yang digunakan.
3.2.2.2 Variasi kondisi kultivasi pada sistem fed batch
Sebanyak 600 ml sirup glukosa yang telah dibuat sebelumnya dimasukkan ke dalam reaktor 2 liter. Setelah itu reaktor disterilisasi di dalam
autoklaf pada suhu 105 C selama 15 menit. Setelah dingin, kemudian
dilakukan inokulasi dengan media propagasi S. cerevisiae yang telah dibuat sebelumnya. Inokulasi dilakukan dalam keadaan aseptis setelah reaktornya
dingin. Pada wadah lain, juga dipersiapkan substrat sirup glukosa yang telah steril sebanyak 600 ml untuk dimasukkan ke dalam reaktor dengan laju alir
sesuai dengan nilai μ maks yang diperoleh. Hal ini dimaksudkan untuk
melakukan sistem fed batch. Inokulasi ini dilakukan untuk setiap variasi perlakuan yang akan dilakukan.
Beberapa variasi pengkondisian yang akan dilakukan pada sistem fed batch
ini meliputi: o
Pada awal kultivasi digunakan sistem batch secara aerobik dengan aerasi dan agitasi, untuk selanjutnya setelah mencapai keadaan biomasa
maksimum dilakukan penambahan substrat secara fed batch dengan laju alir disesuaikan dengan laju pertumbuhan maksimum
μ maks pada sistem batch dan kondisi aerobik tetap dilakukan dengan menggunakan
aerasi dan agitasi. o
Pada awal kultivasi digunakan sistem batch secara aerobik dengan aerasi dan agitasi, untuk selanjutnya setelah mencapai keadaan biomasa
maksimum dilakukan penambahan substrat secara fed batch dengan menghentikan aerasi namun agitasi tetap dilakukan.
o Pada awal kultivasi digunakan sistem batch secara aerobik dengan aerasi
dan agitasi, untuk selanjutnya setelah mencapai keadaan biomasa maksimum dilakukan penambahan substrat secara fed batch dan kondisi
dirubah menjadi anaerobik tanpa melakukan aerasi maupun agitasi.
26
Secara umum perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama ini disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Variasi perlakuan yang dilakukan pada penelitian utama Sistem
No Kondisi awal Kondisi setelah biomasa maksimum
Batch 1 Aerobik:
• Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan
Aerobik: • Aerasi dilakukan
• Agitasi dilakukan 2
Aerobik: • Aerasi dilakukan
• Agitasi dilakukan Anaerobik:
• Aerasi tidak dilakukan • Agitasi dilakukan
3 Aerobik:
• Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan
Anaerobik: • Aerasi tidak dilakukan
• Agitasi tidak dilakukan Fed
batch 4 Aerobik:
• Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan
Penambahan substrat, aerobik: • Aerasi dilakukan
• Agitasi dilakukan
5 Aerobik:
• Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan
Penambahan substrat, anaerobik: • Aerasi tidak dilakukan
• Agitasi dilakukan 6
Aerobik: • Aerasi dilakukan
• Agitasi dilakukan Penambahan substrat, anaerobik:
• Aerasi tidak dilakukan • Agitasi tidak dilakukan
3.2.2.3 Pengamatan dan Analisa