Bahan dan Alat Waktu dan Tempat Penelitian Ekstraksi Pati Ubi Jalar

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat

Bahan–bahan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah : Ubi jalar varietas Sukuh, aquades, NaOH, HCl, H 2 SO 4 , fenoftalein, CH 3 COOH, larutan Luff, KI, larutan sodium sulfat 0.1 N, larutan kanji, enzim α-amilase Liquizims, enzim AMG Dekstrozims, kultur S. cerevisiae strain ATCC 9763 yang diperoleh dari Departemen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, peptone, ekstrak malt, ekstrak khamir, glukosa. Alat – alat yang digunakan berupa wadah plastik, parut, oven, cawan, kertas saring, pendingin tegak, reaktor 2 liter, penangas air, inkubator bergoyang, tabung reaksi, Erlenmeyer, timbangan, Effendorf, botol sampling, aluminium foil, kapas, tisu, pipet, spektrofotometer, HPLC, GC, pompa peristaltik. 3.2 Metodologi 3.2.1 Persiapan Substrat dan Penelitian Pendahuluan

3.2.1.1 Pengujian Ubi Jalar Yang Digunakan

Sebelum dilakukan pembuatan pati ubi jalar, terlebih dahulu ubi jalar segar yang akan digunakan dilakukan analisa proximat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar pati. Ubi jalar yang digunakan pada awal persiapan substrat terdiri atas dua jenis yang berbeda yaitu ubi jalar yang berasal dari Bogor dan ubi jalar dengan varietas Sukuh yang berasal dari Malang. Prosedur pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1. a b Gambar 6 Ubi jalar yang digunakan; a Ubi jalar Varietas Sukuh; b Ubi jalar berasal dari Bogor. 21

3.2.1.2 Pembuatan Pati Ubi Jalar

Penelitian selanjutnya yaitu dengan membuat pati dari ubi jalar. Setelah dilakukan pengujian awal, kemudian ubi jalar yang akan digunakan dicuci, lalu diparut, ditambahkan air dan disaring. Hasil saringan kemudian diendapkan lalu dikeringkan. Setelah itu dilakukan juga analisa proximat serta kadar pati dari pati yang telah dibuat. Diagram alir proses pembuatan pati ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Diagram alir proses pembuatan pati ubi jalar. Gambar 8 Pati ubi jalar varietas Sukuh yang dihasilkan. Ubi Jalar Segar Pencucian Pemarutan Penambahan air 1 : 5 Ekstraksi Pengendapan Pengeringan 5 hari dengan suhu 50 C Pati Ubi Jalar Ampas Air 22

3.2.1.3 Pembuatan Sirup Glukosa

Setelah pembuatan pati ubi jalar dilanjutkan dengan pembuatan sirup glukosa dengan menambahkan enzim α-amilase dan enzim AMG amiloglukosidase. Diagram alir pembuatan sirup glukosa dapat dilihat pada Gambar 9. Sirup glukosa yang dihasilkan, selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui kandungan yang terdapat didalamnya. Pengujian yang dilakukan meliputi kadar gula total. Prosedur analisis serta kurva standar pengujian total gula dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 9 Diagram alir proses pembuatan sirup glukosa Budiyanto, et al. 2006. Air suling Enzim α-amilase Enzim AMG Ampas Arang aktif 0.5 Pati Ubi Jalar Penambahan air 1 : 3 bagian Pengaturan pH 6 – 6.5 Likuifikasi : Pemanasan 90 C dengan pengadukan selama 1 jam Pengaturan pH 4.5 Sakarifikasi suhu 60 C, waktu 60 jam Pemisahan ampas Penetralan pH 7.0 Pemurnian Sirup Glukosa 23

3.2.1.4 Persiapan Kultur S. cerevisiae

Media yang digunakan untuk menumbuhkan khamir S. cerevisiae adalah media YMGP yang terdiri atas 5 g ekstrak khamir, 5 g ekstrak malt, 5 g peptone, dan 20 g glukosa serta 1 liter aquades. Mula–mula bahan ditimbang sesuai dengan jumlah yang ditentukan. Kemudian dimasukan ke dalam Erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades. Erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam autoklaf dan disterilisasi pada suhu 121 C selama 15 menit. Setelah sterilisasi selesai, Erlenmeyer dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar. Pembuatan starter dilakukan dengan cara memindahkan kultur murni khamir S. cerevisiae dari agar miring dengan jarum ose secara aseptis ke dalam media cair yang telah disterilisasi. Kemudian Erlenmeyer tersebut ditutup kembali dan difermentasikan di dalam inkubator bergoyang selama ≤ 48 jam pada suhu kamar sebelum digunakan sebagai media propagasi pada fermentasi etanol yang akan dilakukan. a b Gambar 10 Media propagasi a. Sebelum penambahan kultur; b. Setelah propagasi 48 jam.

3.1.2.5 Penentuan Konsentrasi Sirup glukosa yang akan digunakan

Sebelum dilakukan pengujian dengan menggunakan bioreaktor, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi sirup glukosa yang 24 akan digunakan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan konsentrasi 18, 24, 30, dan 36. Penentuan konsentrasi ini dilakukan pada skala Erlenmeyer, dengan penambahan kultur starter S. cerevisiae pada media propagasi yang telah berumur ≤ 48 jam. Fermentasi dilakukan selama 72 jam dengan kecepatan agitasi 125 rpm. Pada proses ini, dilakukan pengambilan sample untuk dianalisis dengan selang waktu 6 jam sekali. Pengamatan yang dilakukan meliputi total gula, OD, biomassa, serta kadar etanol yang dihasilkan. Setelah didapatkan konsentrasi pembentukan etanol yang paling tinggi, maka konsentrasi tersebut digunakan pada penelitian utama. 3.2.2 Penelitian Utama 3.2.2.1 Variasi kondisi kultivasi pada sistem batch Sebanyak 1200 ml sirup glukosa yang telah dibuat dengan konsentrasi terbaik pada penelitian pendahhuluan dimasukkan ke dalam reaktor 2 liter. Setelah itu reaktor disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 105 C selama 15 menit. Setelah dingin, kemudian ditambahkan sumber N dan trace element yang disterilisasi terpisah lalu dilakukan inokulasi dengan media propagasi S. cerevisiae yang telah dibuat sebelumnya. Inokulasi dilakukan sebanyak 10 dari volume substrat yang akan digunakan serta dalam keadaan aseptis setelah bioreaktor dingin. Inokulasi ini dilakukan untuk setiap variasi perlakuan yang akan dilakukan. Kondisi aerobik dilakukan dengan aerasi 0.2-0.4 vvm dan agitasi 150 rpm. Beberapa variasi pengkondisian yang akan dilakukan pada sistem batch ini meliputi: o Reaktor dari awal perlakuan dalam kondisi yang aerobik, dalam hal ini, diberi aerasi dan agitasi; o Reaktor dari awal perlakuan dalam kondisi yang aerobik, dalam hal ini, diberi aerasi dan agitasi; dan setelah mencapai keadaan biomassa yang maksimum aerasi dihentikan; o Reaktor dari awal perlakuan dalam kondisi yang aerobik, dalam hal ini, diberi aerasi dan agitasi; dan untuk selanjutnya setelah mencapai keadaan 25 biomassa yang maksimum kondisi kultivasi dirubah menjadi anaerobik. Perubahan ini dilakukan dengan meniadakan perlakuan agitasi dan aerasi pada reaktor yang digunakan.

3.2.2.2 Variasi kondisi kultivasi pada sistem fed batch

Sebanyak 600 ml sirup glukosa yang telah dibuat sebelumnya dimasukkan ke dalam reaktor 2 liter. Setelah itu reaktor disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 105 C selama 15 menit. Setelah dingin, kemudian dilakukan inokulasi dengan media propagasi S. cerevisiae yang telah dibuat sebelumnya. Inokulasi dilakukan dalam keadaan aseptis setelah reaktornya dingin. Pada wadah lain, juga dipersiapkan substrat sirup glukosa yang telah steril sebanyak 600 ml untuk dimasukkan ke dalam reaktor dengan laju alir sesuai dengan nilai μ maks yang diperoleh. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan sistem fed batch. Inokulasi ini dilakukan untuk setiap variasi perlakuan yang akan dilakukan. Beberapa variasi pengkondisian yang akan dilakukan pada sistem fed batch ini meliputi: o Pada awal kultivasi digunakan sistem batch secara aerobik dengan aerasi dan agitasi, untuk selanjutnya setelah mencapai keadaan biomasa maksimum dilakukan penambahan substrat secara fed batch dengan laju alir disesuaikan dengan laju pertumbuhan maksimum μ maks pada sistem batch dan kondisi aerobik tetap dilakukan dengan menggunakan aerasi dan agitasi. o Pada awal kultivasi digunakan sistem batch secara aerobik dengan aerasi dan agitasi, untuk selanjutnya setelah mencapai keadaan biomasa maksimum dilakukan penambahan substrat secara fed batch dengan menghentikan aerasi namun agitasi tetap dilakukan. o Pada awal kultivasi digunakan sistem batch secara aerobik dengan aerasi dan agitasi, untuk selanjutnya setelah mencapai keadaan biomasa maksimum dilakukan penambahan substrat secara fed batch dan kondisi dirubah menjadi anaerobik tanpa melakukan aerasi maupun agitasi. 26 Secara umum perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama ini disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Variasi perlakuan yang dilakukan pada penelitian utama Sistem No Kondisi awal Kondisi setelah biomasa maksimum Batch 1 Aerobik: • Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan Aerobik: • Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan 2 Aerobik: • Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan Anaerobik: • Aerasi tidak dilakukan • Agitasi dilakukan 3 Aerobik: • Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan Anaerobik: • Aerasi tidak dilakukan • Agitasi tidak dilakukan Fed batch 4 Aerobik: • Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan Penambahan substrat, aerobik: • Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan 5 Aerobik: • Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan Penambahan substrat, anaerobik: • Aerasi tidak dilakukan • Agitasi dilakukan 6 Aerobik: • Aerasi dilakukan • Agitasi dilakukan Penambahan substrat, anaerobik: • Aerasi tidak dilakukan • Agitasi tidak dilakukan

3.2.2.3 Pengamatan dan Analisa

Untuk setiap kondisi kultivasi yang digunakan, dilakukan pengamatan terhadap biomasa, kadar gula total, pH dan kadar etanol yang dihasilkan. Proses kultivasi dan fermentasi berlangsung selama 72 jam, untuk masing– masing perlakuan kondisi. Pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan setiap 6 jam untuk mengetahui keadaan larutan fermentasi. Prosedur pengujian dan analisa dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.2.2.4 Parameter Perhitungan

Parameter yang diukur dan dihitung sebagai indikator kinerja proses fermentasi adalah: ♦ Kadar etanol yang diproduksi pada akhir fermentasi p ♦ Total biomasa atau sel khamir yang dihasilkan pada awal dan akhir fermentasi x ♦ Sisa substrat yang masih terdapat dalam media s 27 ♦ Laju pertumbuhan sel spesifik μ ♦ Rendemen Yield pemakaian substrat terhadap pembentukan sel dan produk Yxs dan Yps ♦ Rendemen pembentukan produk terhadap sel Ypx ♦ Efisiensi penggunaan substrat 1-SSo.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan Mei 2007-Maret 2008. Persiapan substrat dilaksanakan pada Laboratoruim Balai Besar Penelitian Pascapanen Bogor. Penelitian pendahuluan serta penelitian utama dilakukan pada Laboratorium Rekayasa Bioproses Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Pati Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan jenis tanaman yang berumbi. Umbi dari ubi jalar bermacam-macam tergantung dari jenis dan varietas yang diusahakan. Pada umumnya umbi dari ubi jalar ada dua jenis yaitu yang berumbi keras dan berumbi lunak. Umbi yang keras memiliki kadar air yang lebih sedikit namun kadar patinya lebih banyak. Sebaliknya, umbi yang lunak, memiliki kadar air yang tinggi namun memiliki kadar pati yang lebih rendah. Menurut Lingga et al. 1986, umbi yang berwarna putih memiliki kadar pati yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan umbi yang berwarna merah. Berikut Tabel 5 merupakan perbandingan antara ubi jalar yang memiliki umbi berwarna putih dan merah. Tabel 5 Perbandingan komposisi kimia ubi putih dan merah Jumlah Komponen Ubi putih Ubi merah Air 64.60 79.59 Abu 0.98 0.92 Pati 28.19 17.06 Protein 2.07 1.19 Gula 0.38 0.43 Serat kasar 2.16 5.24 Beta karoten 51.20 174.20 Sumber: Lingga et al. 1986 Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini digunakan umbi yang berwarna putih karena diharapkan memperoleh rendemen pati yang lebih banyak. Salah satu varietas unggul ubi jalar yang memiliki warna daging putih adalah varietas Sukuh. Varietas unggul ubi jalar lainnya juga banyak, namun memiliki warna daging umbi jingga dan orange diantaranya yaitu: Daya, Prambanan dan Borobudur yang memiliki warna kulit dan daging umbi jingga, sedangkan Kalasan warna umbi orange muda kuning Musaddad 2005. Beberapa 29 kelebihan yang terdapat pada ubi jalar varietas Sukuh adalah umur panen yang relatif singkat 3-3.5 bulan serta kandungan pati yang tinggi mencapai 31.16 Puslittan 2008. Ciri–ciri umum ubi jalar varietas Sukuh dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah dilakukan pemilihan varietas ubi jalar, untuk selanjutnya dilakukan ekstraksi pati dari ubi jalar tersebut. Ekstraksi pati dilakukan dengan menggunakan dua varietas yang berbeda yaitu ubi jalar yang berasaldibeli di daerah Bogor dan ubi jalar yang di beli di Malang dari varietas Sukuh. Penggunaan dua jenis ubi jalar pada saat ekstraksi pati ini, dimaksudkan untuk membandingkan varietas unggulan dengan varietas yang biasa terdapat di pasaran. Ekstraksi yang dilakukan merupakan ekstraksi basah yaitu dengan memarut ubi serta melakukan penambahan air sebanyak 1 : 5 untuk mengekstrak pati dari ampasnya. Pemarutan umbi dari ubi jalar tersebut dimaksudkan agar pati yang terdapat dalam umbi dapat keluar dengan jumlah yang maksimal, karena dengan pemarutan, maka sel dari umbi tersebut akan pecah. Penambahan air 1 : 5 dimaksudkan untuk melarutkan pati yang terdapat pada ampas ubi sehingga dapat diperoleh pati yang banyak. Hasil perbandingan rendemen pati ubi jalar dari dua varietas tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan rendemen pati dari ubi jalar yang digunakan Varietas Ubi Jalar Berat Awal Ubi Jalar gr Berat Akhir Pati gr Rendemen Ubi jalar dari Bogor 1537.08 ± 110.36 302.62 ± 39.66 19.65 ± 1.5 Varietas Sukuh 1006 ± 0.05 227 ± 0.14 22.53 ± 1.48 Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa rendemen pati yang dihasilkan dari dua jenis ubi jalar yang digunakan yaitu ubi jalar yang berasal dari Bogor dan ubi jalar Varietas Sukuh terdapat perbedaan. Pati yang dihasilkan oleh Ubi jalar dengan varietas Sukuh memiliki rendemen yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan ubi jalar dengan varietas Sukuh merupakan salah satu jenis ubi jalar varietas unggulan yang memang terkenal dengan kandungan pati yang tinggi, serta memiliki produktivitas yang tinggi mencapai 30–35 tonha 30 Musaddad 2005. Oleh karena itu, pembuatan sirup glukosa selanjutnya dilakukan dengan menggunakan pati yang berasal dari varietas Sukuh tersebut. Hasil analisa proximat dari ubi jalar varietas Sukuh serta pati yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7 Hasil analisa proximat ubi jalar varietas Sukuh dan pati yang dihasilkan Parameter bb Ubi Jalar Pati Ubi Jalar Kadar Air 64.73 ± 1.018 7.03 ± 0.241 Kadar Abu 1.06 ± 0.248 0.27 ± 0.086 Kadar Protein 0.92 ± 0.085 0.86 ± 0.057 Kadar Serat Kasar 0.72 ± 0.184 Kadar Lemak 1.72 ± 0.031 0.69 ± 0.243 Kadar Pati 28.21 ± 0.933 92.95 ± 1.633 Hasil analisa proximat di atas menunjukkan nilai kandungan yang terdapat dalam ubi jalar segar serta pati hasil ekstraksi. Jika dilihat dari kadar airnya, ubi jalar varietas Sukuh memiliki kandungan air yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ubi jalar varietas Borobudur yang mencapai 71.4, serta ubi jalar yang berumbi merah 79.59 Lingga et al. 1986. Rendahnya kandungan air ini, disebabkan karena ubi jalar varietas Sukuh merupakan jenis ubi jalar yang memiliki kandungan bahan kering yang tinggi dalam hal ini berupa pati. Menurut Lingga et al. 1986, ubi jalar yang berumbi putih memiliki kadar air yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan ubi jalar yang berumbi merah. Nilai kadar pati pada ubi jalar segar sebesar 28.21 ±0.933. Hal ini berbeda dengan nilai kandungan pati ubi jalar varietas Sukuh yang dilaporkan oleh Musaddad 2005 sebesar 31 serta Puslittan 2005 sebesar 31.16. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh lamanya waktu panen serta selang waktu antara pengukuran dari kadar pati tersebut dengan waktu panen dari ubi terpaut beberapa hari. Menurut Winarno 1992, kandungan pati dalam suatu bahan akan berkurang seiring dengan lamanya waktu panen. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan oleh enzim yang terdapat dalam tanaman yang dapat memecah pati menjadi disakarida. 31 Nilai kadar pati pada ubi jalar yang diukur mencapai 28.21 ±0.933, namun hasil rendemen yang diperoleh tidak mencapai nilai kadar pati tersebut yaitu 22.53 ±1.48. Perbedaan ini, diakibatkan terjadinya loss kehilangan pati pada saat ekstraksi dilakukan. Loss tersebut kemungkinan terdapat pada saat proses pemarutan, pencucian ubi serta pada saat perendaman. Pada saat ekstraksi kemungkinan masih terdapat sisa pati pada ampas, sehingga tidak ikut terekstraksi. Setelah dilakukan ekstrasi untuk mendapatkan pati, nilai dari kadar abu, kadar protein, kadar lemak serta kadar serat kasar dari pati ubi jalar terjadi penurunan jika dibandingkan dengan parameter yang sama pada ubi jalar segar. Hal ini disebabkan pada saat ekstraksi, beberapa senyawa berupa lemak, protein, serat serta abu tidak ikut terekstraksi, namun ikut terbuang bersama ampas. Nilai kadar pati dari pati ubi jalar mencapai 92.95 ±1.633. Hal ini berarti proses ekstraksi yang dilakukan cukup bagus dan efisien Nilai kadar pati tersebut tidak mencapai angka mutlak 100 karena masih terdapatnya kandungan bahan lainnya yang berupa lemak, protein, abu, serta air yang masih ikut terbawa dengan pati setelah proses ekstraksi.

4.2 Pembuatan Sirup Glukosa Ubi Jalar