Sirup Glukosa Rekayasa Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) dengan Menggunakan Saccharomyces cerevisiae

6 Menurut Lingga et al. 1986, umbi dari ubi jalar bermacam-macam tergantung dari varietas tanaman yang diusahakan. Tapi umumnya hasil umbi dibagi dua golongan yakni ubi yang berumbi keras karena banyak mengandung tepung dan ubi yang berumbi lunak karena banyak mengandung air dan berdaging manis. Umbi putih mengandung kadar air yang lebih sedikit dibandingkan dengan ubi merah. Ubi jalar memiliki waktu panen yang lebih singkat jika dibandingkan dengan beberapa tanaman umbi di indonesia. Tabel 1 menunjukkan perbandingan karakterisitik beberapa tanaman umbi di Indonesia. Umur panen ubi jalar lebih singkat 3–3.5 bulan serta produktivitas yang cukup tinggi 10–30 tonha, selain itu ubi jalar merupakan tanaman yang cocok ditanam pada daerah yang marjinal yang tidak terlalu subur. Ubi jalar tidak membutuhkan pupuk yang banyak untuk tumbuhnya. Melihat beberapa keunggulan dari ubi jalar tersebut, maka diharapkan ubi jalar dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan baku pada pembuatan bahan bakar yang bersumber dari alam biofuel.

2.2 Sirup Glukosa

Sirup glukosa merupakan salah satu jenis dari gula cair, dimana komponen utamanya adalah glukosa sehingga disebut sirup glukosa. Namun bila komponen utamanya adalah fruktosa yang dipekatkan, maka dikenal sebagai HFS High Fruktose Syrup yang memiliki derajat kemanisan yang lebih tinggi. Pembuatan sirup glukosa dilakukan dengan menghidrolisa pati yang merupakan bahan baku pembuatnya. Hidrolisa pati dapat dilakukan dengan cara hidrolisa dengan katalis asam, kombinasi asam dan enzim, serta kombinasi enzim dan enzim Judoamidjojo, 1989. Pada hidrolisa pati dengan asam, diperlukan suhu tinggi yaitu 140–160 C. Asam akan memecah molekul pati secara acak dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi. Hidrolisa pati dengan asam mempunyai kelemahan antara lain yaitu diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan sakarida dengan spektra- spektra tertentu saja karena katalis asam menghidrolisa secara acak. Kelemahan lain, jika nilai ekuivalen dekstrosa ditingkatkan, disamping terjadi degradasi 7 7 Tabel 1 Perbandingan karakteristik tanaman umbi Karakteristik Ubi Jalar Singkong Tebu Kentang Talas Jenis Tanah Cocok untuk semua jenis tanah Cocok untuk semua jenis tanah Tanah lembab Tanah lembab Tanah lembab pH 5.5 – 7.5 4.5 – 8 5 - 6 5.5-6.0 5 - 6 Kebutuhan pupuk rendah Rendah tinggi Tinggi tinggi Masa panen bulan 3 – 3.5 6 – 12 8 -14 3-7 6 - 10 Kandungan karbohidrat bk 98.13 51.36 Kadar sukrosa = 10 18 21-27 Produktivitas tonha 11 - 30 10 -13 90 13,7 30 Sumber: Deptan 2005 8 karbohidrat, juga terjadi rekombinasi produk degradasi yang dapat mempengaruhi warna, rasa, bahkan menimbulkan masalah teknis. Hidrolisa pati dengan enzim dapat menghasilkan sirup dengan DE lebih dari 95 persen. Selain itu, penggunaan enzim dapat mencegah terjadinya reaksi sampingan karena sifat enzim sangat spesifik, sehingga dapat mempertahankan flavour dan aroma bahan dasar. Pembuatan sirup glukosa dengan menggunakan enzim terdiri atas dua tahap penting yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Pada proses likuifikasi, pati diubah menjadi glukosa, maltosa, maltotriosa dan oligosakarida. Proses ini berlangsung pada suhu yang tinggi dengan menggunakan enzim yang tahan serta lebih efektif bekerja pada suhu tinggi yaitu α-amilase. Tahap selanjutnya adalah proses sakarifikasi. Pada tahap ini, larutan hasil likuifikasi diturunkan suhunya hingga mencapai 55–58 C, setelah itu ditambahkan enzim AMG amiloglukosidase. Pada tahap ini, enzim akan merubah semua karbohidrat menjadi glukosa. Proses pada tahap sakarifikasi ini berlangsung pada suhu 55–58 C selama 48–96 jam. Setelah proses sakarifikasi selesai, selanjutnya hidrolisat yang diperoleh disaring dan dihilangkan warnanya dengan menggunakan karbon aktif. Untuk mendapatkan konsentrasi sirup glukosa yang tinggi maka dilakukan proses evaporasi. Enzim yang digunakan pada pembuatan sirup glukosa dimulai dari tahap likuifikasi hingga sakarifikasi adalah sebagai berikut: α- Amilase Menurut Judoamidjojo et al. 1989, α-amilase termasuk enzim pemecah dari dalam molekul, bekerja menghidrolisa dengan cepat ikatan α-1,4 glukosida pati yang telah mengalami gelatinisasi. Pada proses likuifikasi, α-amilase akan memecah ikatan α-1,4 pada amilosa dan menghasilkan dekstrin. Aktivitas α- amilase pada amilopektin menghasilkan oligosakarida dengan jumlah monomer dua sampai enam. Mekanisme kerja enzim ini pada amilosa dibagi dalam dua tahap, yaitu: 1 Degradasi secara cepat molekul amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Pada tahap pertama ini, kekentalan menurun dengan cepat. 9 2 Pembentukan glukosa dan maltosa dengan laju lebih lambat tidak secara acak. Degradasi α-amilase pada amilopektin akan menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis α-limit dekstrin. Sumber enzim α-amilase sangat beragam, mulai dari tanaman, jaringan mamalia sampai mikroorganisme. Saat ini sumber enzim α-amilase yang paling potensial dan banyak digunakan di industri berasal mikroorganisme. Salah satu bakteri penghasil enzim α-amilase adalah yang berasal dari spesies Bacillus. Bakteri ini menghasilkan enzim yang tahan terhadap panas termostabil Judoamidjojo, 1989. Amiloglukosidase Enzim amiloglukosidase atau disebut juga glukoamilase 1,4 glucan glucohydrolase, EC. 3.2.1.3 mengkatalis pemotongan gugusan glukosa dari ujung non reduksi dari polimer pati, hasil akhir dari hidrolisa adalah senyawa glukosa Schwimmer, 1981. Enzim amiloglukosidase dapat menghidrolisis ikatan α-1,6 glukosida namun reaksinya berlangsung lambat. Aktivitas optimal dari enzim amiloglukosidase sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu. Secara komersial, enzim amiloglukosidase diproduksi dari Aspergillus niger dan Rhizopus sp. Amiloglukosidase dapat menghidrolisa pati sampai mencapai DE 95 – 98 persen. Produk hidrolisa yang dihasilkan bersifat lebih manis, namun cenderung membentuk kristal disebabkan kandungan dekstrosanya yang tinggi Judoamidjojo, 1989.

2.3 Bioetanol