Penentuan Konsentrasi Hidrolisat Pati yang akan Digunakan

32 amilopektin menghasilkan oligosakarida dengan jumlah monomer dua sampai enam Judoamidjojo et al., 1989. Tabel 8 Konversi pati menjadi sirup glukosa Ulangan Berat pati g Volume Akhir Sirup L Total Gula gL Berat Gula Akhir g Efisiensi I 2000 4.642 421.89 1958.41 97.92 II 2000 2.300 835.101 1920.73 96.04 III 2000 4.085 481.99 1968.92 98.45 Rata-rata 3.676 579.660 1949.353 97.47 ± 1.27 Tahap kedua pembuatan sirup glukosa adalah sakarifikasi, yang berlangsung selama 60 jam pada suhu 55 C. Enzim yang digunakan pada proses ini adalah amiloglukosidase. Enzim ini merupakan enzim yang memecah ikatan polimer monosakarida pada bagian luar dan menghasilkan unit-unit glukosa dari ujung non pereduksi rantai polimer pati. Aktivitas enzim ini akan menurun secara drastis bila sampai pada ikatan glukosida α-1,6, seperti yang terjadi pada amilopektin atau glikogen. Enzim amiloglukosidase dapat menghidrolisa ikatan α- 1,6 glukosida, namun reaksinya berlangsung lambat Norman, 1980. Efisiensi yang diperoleh pada konversi pati menjadi sirup glukosa sebesar 97.47 ±1.27. Nilai efisiensi yang diperoleh pada penelitian ini, lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil efisiensi proses sakarifikasi oleh Krishna et al. 1998 dimana proses sakarifikasi yang dilakukan mencapai 92. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi proses sakarifikasi adalah waktu atau lamanya proses sakarifikasi, suhu, pH serta konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim yang digunakan.

4.3 Penentuan Konsentrasi Hidrolisat Pati yang akan Digunakan

Sebelum dilakukan proses fermentasi dengan menggunakan bioreaktor, maka terlebih dahulu perlu dilakukan penentuan konsentrasi gula yang akan digunakan pada skala erlenmeyer. Penentuan konsentrasi gula yang akan digunakan ini dilakukan dengan mencari konsentrasi optimal dimana kultur S. cerevisiae dapat hidup serta menghasilkan kadar etanol yang maksimal. 33 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 6 12 18 24 30 36 42 48 Waktu fermentasi jam Bi o ma sa g l 18 24 30 36 Konsentrasi yang dicobakan pada penelitian pendahuluan ini adalah 18, 24, 30, dan 36. Menurut Higins et al, 1984, konsentrasi gula yang baik untuk fermentasi etanol adalah 16–25 yang akan menghasilkan etanol sebesar 6–12. Gambar 11 menunjukkan perbandingan konsentrasi biomasa pada akhir fermentasi yang dilakukan pada berbagai konsentrasi. Pada Gambar 11 tersebut terlihat bahwa nilai biomasa pada semua konsentrasi yang diujikan menunjukkan kurva yang menyerupai kurva pertumbuhan mikroorganisme pada umumnya Gambar 4. Pada awal fermentasi, untuk konsentrasi 18, 24 serta 30 tidak menunjukkan adanya fase adaptasi. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut kultur S. cerevisiae yang digunakan, dapat langsung memanfaatkan substrat yang ada dalam hal ini sirup glukosa. Pada konsentrasi 36, kultur S. cerevisiae yang digunakan masih pada fase adaptasi hingga jam ke-6, setelah itu memasuki fase logaritmik. Menurut Fardiaz 1988, jika mikroorganisme dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan disekitarnya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Gambar 11 Perbandingan biomasa akhir hasil fermentasi pada empat konsentrasi yang diujikan Adanya fase adaptasi serta fase pertumbuhan yang lebih lama bila dibandingkan dengan ketiga konsentrasi lainnya yang diujikan, menunjukkan 34 bahwa konsentrasi substrat sebesar 36 merupakan konsentrasi yang tinggi bagi kultur S. cerevisiae. Menurut Wang et al. 1979, bila konsentrasi substrat dalam larutan fermentasi terlalu tinggi maka akan mengakibatkan penghambatan pada pertumbuhan dari mikroorganisme yang digunakan. Hal ini disebut dengan penghambatan oleh substrat substrate inhibition. Menurut Stanbury and Whitaker 1993, setelah inokulasi kultur ke media, terjadi suatu periode dimana kultur yang dimasukkan tersebut menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, fase ini disebut dengan fase adaptasi. Setelah fase adaptasi, mikroorganisme kemudian memasuki fase log atau eksponensial. Pada fase ini, mikroorganisme membelah dengan cepat. Semua sel mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan tidak terdapat penghambat pertumbuhan. Fase ini merupakan kondisi yang ideal bagi mikroorganisme yang digunakan Judoamdjojo et al. 1989. Fase selanjutnya adalah fase pertumbuhan lambat. Pada fase ini, pertumbuhan populasi mikroorganisme diperlambat karena beberapa faktor diantaranya zat-zat nutrisi dalam media yang sudah berkurang, serta adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Fardiaz 1988. Selanjutnya, mikroorganisme akan memasuki fase stasioner, pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Pada fase stasioner ini, persediaan substrat nutrient yang diberikan akan berkurang serta terjadi akumulasi zat-zat metabolik yang menghambat pertumbuhan Stanbury and Whitaker 1993. Jika dilihat dari substrat yang digunakan, Gambar 12 pada semua konsentrasi yang diujikan terjadi penurunan nilai total gula. Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan dalam hal ini sirup glukosa dapat digunakan oleh S. cerevisiae untuk melakukan pertumbuhan dan produksi etanol. Jika dilihat pada Gambar 11, untuk konsentrasi 18, 24 dan 30, penurunan konsentrasi total gula terjadi pada awal-awal fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga konsentrasi tersebut, S. cerevisiae dapat hidup serta memanfaatkan substrat sirup glukosa yang diberikan. Pada konsentrasi 36, penurunan nilai total gula terjadi sangat lambat yaitu setelah jam ke-18. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut, 35 50 100 150 200 250 300 350 400 6 12 18 24 30 36 42 48 Waktu ferm entasi jam T o tal G u la g l 18 24 30 36 merupakan konsentrasi yang tinggi bagi S. cerevisiae untuk dapat hidup. Menurut Judoamidjojo 1990, jika konsentrasi gula terlalu tinggi, maka akan berakibat buruk bagi khamir yang digunakan, sehingga waktu fermentasi akan lebih lama, serta sebagian gula tidak akan terkonversi. Akibat jika konsentrasi gula terlalu tinggi adalah dapat menyebabkan dehidrasi sel dalam larutan yang pekat. Gambar 12 Grafik perbandingan total gula hasil fermentasi pada berbagai konsentrasi Gambar 13 menunjukkan perbandingan hasil akhir fermentasi pada berbagai tingkat konsentrasi pada jam ke-48. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kadar etanol pada keempat konsentrasi yang diujikan berkisar antara 0.08-0.18 vv. Rendahnya nilai kadar etanol ini kemungkinan disebabkan oleh belum sempurnanya proses fermentasi sehingga dalam cairan fermentasi masih terdapat total gula yang tinggi 77.955 ±6.428, 116.591±1.071, 194.621±4.284, 299.167 ±3.214 gl. Tingginya nilai total gula sisa ini menunjukkan bahwa proses fermentasi tersebut masih membutuhkan waktu yang lebih lama lebih dari 48 jam agar sisa gula yang ada dapat terkonversi menjadi produk akhir. Menurut Paturau 1981, fermentasi etanol membutuhkan waktu 30-72 jam. Pengujian konsentrasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat konsentrasi total gula yang paling optimum untuk menghasilkan kadar etanol yang paling tinggi. Berdasarkan Gambar 13, terlihat bahwa nilai kadar etanol yang paling 36 0.075 0.081 0.083 0.088 0.08 0.15 0.18 0.14 299.167 77.955 116.591 194.621 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 18 24 30 36 konsentrasi B io m asa g l Eta n o l v v 50 100 150 200 250 300 350 To ta l gula g l biomasa Etanol TG sisa tinggi ditunjukkan pada konsentrasi 24, dengan demikian penelitian selanjutnya dengan menggunakan bioreaktor, akan dilakukan dengan konsentrasi substrat 24. Gambar 13 Grafik perbandingan hasil akhir fermentasi pada berbagai tingkat konsentrasi pada jam ke-48.

4.4 Penelitian Utama