Latar Belakang Rekayasa Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) dengan Menggunakan Saccharomyces cerevisiae

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dunia, maka kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat. Peningkatan tersebut diiringi dengan permintaan akan bahan bakar yang saat ini jumlahnya semakin menipis karena bahan bakar tersebut berasal dari minyak bumi yang bersifat tidak dapat diperbaharui. Bahkan saat ini Indonesia merupakan salah satu negara yang mengimpor BBM. Kebutuhan bensin nasional mencapai 17.5 miliar liter per tahun dan 30 dari kebutuhan tersebut harus diimpor. Pada Peraturan Pemerintah No 52006 dalam kurun waktu 2007-2010, pemerintah menargetkan mengganti 1.48 miliar liter bensin dengan bioetanol akibat kian menipisnya cadangan minyak bumi Duryatmo et al. 2007. Oleh karena itu perlu dicari alternative sumber penghasil bioetanol yang bersifat dapat diperbaharui. Saat ini telah dilakukan beberapa penelitian untuk menemukan sumber- sumber energi yang berasal dari tanaman. Diantaranya adalah biodiesel yang dapat berasal dari minyak jarak ataupun minyak sawit. Bioetanaol pun telah diproduksi dengan menggunakan molases, dan beberapa sumber pati sebagai bahan baku untuk pembuatannya. Penggunaan biodiesel dimaksudkan untuk mensubtitusi solar sedangkan bioetanol dimaksudkan untuk mensubtitusi premium. Bioetanol dibuat dengan menfermentasikan glukosa menggunakan mikroorganisme tertentu dalam hal ini S. cerevisiae. S. cerevisiae merupakan “Top Yeast” di dunia. Hal ini dikarenakan, S. cerevisiae banyak digunakan dalam membantu kehidupan manusia baik untuk industri maupun rumah tangga. Penggunaan S. cerevisiae diantaranya untuk membuat bir atau minuman beralkohol maupun roti. Selain digunakan sebagai bahan bakar, etanol juga banyak digunakan pada industri kimia, kosmetika serta industri lainnya yang membutuhkan. Bahan yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah molases. Data dari BPS menunjukkan bahwa impor molases Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52 861 ton dengan nilai 8.038 juta US , sehingga saat ini 2 Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor molases. Hal ini dikarenakan molases selain digunakan untuk membuat bioetanol, molases juga digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan produk fermentasi lain diantaranya MSG dan asam organik. Alternatif bahan baku pembuatan bioetanol lainnya adalah dengan menggunakan bahan berpati diantaranya ubi kayu atau singkong. Namun singkong memiliki umur panen yang lama yaitu sekitar 8–14 bulan Deptan, 2006. Namun demikian ubi kayu sangat beragam penggunaannya diantaranya untuk pembuatan pati termodofikasi, sehingga apabila bioetanol dibuat dari ubi kayu akan dikhawatirkan mengganggu produksi produk lainnya. Oleh karena itu pencarian sumber bahan baku lainnya perlu dilakukan. Salah satu alternatif bahan sumber pati yang memiliki keunggulan dibanding ubi kayu adalah ubi jalar. Ubi jalar memiliki umur panen yang lebih singkat yaitu antara 3–3.5 bulan dengan produktivitas rata-rata 11-30 tonha Deptan, 2006. Bahkan dengan menggunakan varietas unggulan seperti varietas Sukuh, produktivitasnya dapat mencapai 25–30 tonha Puslittan 2008; Musaddad 2005. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ubi jalar. Pada tahun 2006, luas panen ubi jalar mencapai 176 507 ha dengan produksi dan produktivitas masing-masing 1 854 238 ton dan 10.5 tonha Deptan 2006. Jika dilihat dari produktivitas nasional, nilai tersebut masih rendah, namun bila diusahakan dan dibudidayakan dengan benar serta menggunakan bibit unggul, maka produktivitas ubi jalar dapat mencapai 27 hingga 40 tonha Lingga et al. 1986. Bagi masyarakat Indonesia, ubi jalar hanya dimanfaatkan sebagai tanaman sampingan saja, yang penggunaannya hanya sebatas makanan pengganti yang biasanya dikonsumsi dengan cara direbus atau digoreng. Pemanfaatan ubi jalar di Indonesia belum maksimal sehingga diperlukan teknologi pengolahan ubi jalar menjadi produk yang memiliki nilai tambah yang lebih baik. Salah satu alternative teknologi tersebut adalah dengan menggunakan ubi jalar sebagai bahan baku untuk pembuatan bioetanol. Ubi jalar dapat tumbuh dengan baik di seluruh daerah di Indonesia baik wilayah timur maupun barat. Hal ini dikarenakan ubi jalar dapat tumbuh pada daerah yang subur sampai pada daerah yang marjinal. Pemanfaatan 3 ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan etanol diharapkan dapat dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang berpotensi menghasilkan ubi jalar sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakatnya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan bioetanol dari beberapa sumber. Diantaranya yaitu molases yang dikembangkan di negara Brasil, jagung yang dikembangkan oleh Negara Amerika dan China, gandum oleh Zaldivar et al. 2005, bunga tanaman mahula Madhuca latifolia L oleh Swain et al. 2007. Ubi jalar pernah digunakan oleh Yu et al. 1996 sebagai bahan baku untuk pembuatan bioetanol tanpa melakukan proses ekstraksi pati. Hasil etanol yang diperoleh sebesar 9.8 gl 1.23 vv. Namun hasil yang diperoleh tersebut masih sangat kecil. Kumar et al. 2006 menggunakan teknologi fed batch dengan memanfaatkan tanaman Typha latifolia yang banyak terdapat di India. Pada sistem fed batch hasil etanol yang diperoleh 28.5 ±0.46 gl 3.59 vv. Hasil yang diperoleh dengan sistem fed batch ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan sistem batch yaitu 9.74 ±0.1 gl 1.23 vv. Teknologi pembuatan bioetanol yang ada di Indonesia dengan menggunakan singkong sebagai bahan bakunya menghasilkan kadar etanol sekitar 8–11 persen Hidayat, 2007. Namun penelitian dengan melakukan rekayasa biproses terhadap perubahan sistem petumbuhan dari S. cerevisiae belum pernah dilakukan. Perubahan yang dimaksud dalam hal ini adalah perubahan dari kondisi aerobik menjadi anaerobik. Sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan rendemen kadar bioetanol yang lebih tinggi menggunakan bahan baku atau substrat yang berasal dari ubi jalar dengan melakukan rekayasa bioproses.

1.2 Tujuan