I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kondisi-kondisi tertentu keheterogenan unit percobaan tidak bisa
dikendalikan hanya dengan pengelompokkan satu sisi keragaman unit-unit percobaan
namun memerlukan penanganan yang lebih kompleks. Kondisi ini tentunya memerlukan
bentuk rancangan yang lain. Salah satu rancangan yang mampu mengendalikan
komponen keragaman unit-unit percobaan lebih dari satu sisi komponen adalah
rancangan bujursangkar latin latin square. Tulisan ini menawarkan prosedur
sederhana yang dapat digunakan untuk membangun sekuen rangkaian dari
petemuan berpasang-pasangan diantara pelaku yang berasal dari populasi yang finite
terbatas dengan menggunakan rancangan bujursangkar latin tersebut. Proses pertemuan
yang dipelajari memiliki dua sifat, pertama rangkaian dari pertemuan tersebut adalah
eksogen yang berarti bahwa setiap pelaku bertemu dengan pelaku yang lain tepat satu
kali. Kedua, dalam setiap periode proses ini memaksimumkan banyaknya dari pemasangan
dalam populasi. Dalam ilmu ekonomi proses pertemuan
berpasang-pasangan dengan sifat ini digunakan untuk meyatakan konsep dari
persaingan dagang secara eksplisit. Dalam mengembangkan prosedur untuk
menciptakan rangkaian pemasangan yang diinginkan digunakan bentuk khusus dari
permutasi yang disebut involusi. Dengan memanfaatkan beberapa hasil matematis dari
bujursangkar latin, alasan untuk bekerja dengan objek matematika ini adalah proses
pemasangan yang merupakan cara untuk membagi populasi X ke dalam himpunan
agen-agen yang disjoint secara berulang- ulang. Karena diketahui bahwa pertemuan
yang dipandang adalah bilateral, maka proses pemasangan dapat dilihat sebagai rangkaian
involusi dari X ke X.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah memasangkan agen satu dengan agen
lainnya dalam populasi yang terbatas di mana setiap agen bertemu dengan agen lainnya tepat
satu kali dengan memperagakan bagaimana membangun bujursangkar latin sedemikian
rupa sehingga setiap baris, pada awalnya adalah involusi dari baris pertama yang
akhirnya didapatkan suatu matriks pemadanan.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Matriks Matriks adalah kumpulan bilangan yang
disusun dalam bentuk persegi panjang atau bujur sangkar yang tersusun dalam baris dan
kolom. Ukuran atau ordo dari suatu matriks ditentukan oleh banyaknya baris dan kolom
yang membentuknya.
Secara umum matriks dapat ditulis sebagai berikut
= elemen matrik A yang terletak pada baris ke-i, kolom ke-j ; i=1,2,…,m ;
j =1,2,…..,n
= ukuran atau ordo matriks A, yaitu
11 12
1 21
22 2
1 2
n n
m m
mn
a a
a a
a a
A a
a a
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
= ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎣
⎦ L
L M
M O
M L
[Leon 2001]
2.2 Bujursangkar Latin Definisi 1 Bujursangkar Latin
Diketahui ada n symbol berbeda, bujursangkar latin adalah matriks
dengan entri simbol-simbol yang diketahui yang disusun sedemikian rupa sehingga setiap
simbol muncul tepat satu kali dalam setiap baris dan kolom.
[Aliprantis, et al 2006]
Contoh 1 :
Diberikan himpunan simbol-simbol {1, 2, 3, 4} dan {, , , }, matriks
1 2 3 4
2 3 4 1 dan
3 4 1 2
4 1 2 3
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎣ ⎦
adalah dua contoh dari bujursangkar latin. Tentu saja bila diketahui himpunan n simbol,
secara umum dapat diperoleh banyak bujursangkar latin yang berbeda, dan juga
banyaknya bujursangkar latin yang terbentuk akan semakin bertambah bergantung pada n.
Walaupun bujursangkar latin telah dipelajari secara rinci dalam matematika banyaknya
bujursangkar latin yang ada telah dihitung hanya untuk
. [Aliprantis, et al 2006]
Diketahui himpunan
populasi , … … … , dengan n agen. Ada tiga
prosedur pembangunan bujursangkar latin yang masing-masing menghasilkan matriks
yang spesifik.
2.2.1 Konstruksi Bujursangkar Latin 1
Bujursangkar latin ini dinotasikan dengan dan baris pertamanya adalah vektor 1, 2, .
. . . , n. Baris lainnya dari dihasilkan
secara rekursif dengan cara menggeser satu tempat ke kiri baris yang sebelumnya secara
siklik. Yang berarti baris kedua diperoleh dengan cara menggeser baris pertama satu
tempat ke kiri, dalam contoh di atas baris kedua adalah 2, 3, . . . . , n, 1 dan baris ke
tiga adalah vektor 3, 4, . . . ., n, 1, 2. Dengan demikian
adalah matriks seperti
berikut : 1
2 ...
2 1
2 3
1 1
3 4
1 2
1 4
3 2
1 3
2 1
n n
n n
n n
n n
n n
n n
n n
n −
− −
− −
− −
− −
−
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
L L
M M O
M M
M L
L Jika
menggunakan notasi
standar untuk bujursangkar latin ini maka
setiap entri diberikan formula sebagai
berikut: jika
1 dan 1 1
1 1
jika 2 dan
1 1 jika
2 dan 2
j i
j n
a i
j n Y i
j i
j i
i j
n i ij
j n i
i n i
j n
χ =
≤ ≤ = + − −
+ − = + − ≥
≤ ≤ − + − − −
≥ − + ≤ ≤
⎧⎪ ⎨
⎪⎩
di mana :
{0,1} Y N
χ →
adalah fungsi karakteristik dari himpunan
, , …
dengan
1 jika dan
0 jika .
Y k k
Y Y k
k Y
χ χ
= ∈
= ∉
Contoh 2 Saat
konstruksi ini akan menghasilkan bujursangkar latin
1 2 3 4
2 3 4 1 3 4 1
2 4 1
2 3 L
− =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
.
2.2.2 Konstruksi Bujursangkar Latin 2
Misalkan notasi untuk bujursangkar latin ini adalah
. Matriks ini memiliki baris pertama 1, 2, . . ., n dan konstruksinya dibuat
secara rekursif tepat seperti cara pertama, tetapi satu-satunya perbedaan terletak pada
cara penggeserannya yang ke arah kanan bukan ke arah kiri. Hal ini berarti baris kedua
dari diperoleh dengan cara menggeser baris
pertama ke kanan secara siklik, dalam contoh, baris ke dua adalah vektor n, 1,…, n-2, n-1,
dan baris ketiga adalah vektor n-1, n, 1, …, n
-2, dan seterusnya. Bujursangkar latin yang terbentuk adalah
1 2
2 1
1 3
2 1
1 4
3 2
3 4
1 2
2 3
1 1
n n
n n
n n
n n
n n
n n
L n
n n
− −
− −
− −
− −
− + =
−
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
L L
L M
M O M
M M
L L
Dengan notasi maka formula
untuk entri dari
adalah
jika 1dan1
1 1
1 1 jika
2 dan1 1
1 jika
2 dan j
i j
n a
n j i n Y n
j n i
j i
j i
ij j i
i i
j n
χ
= ≤ ≤
= + + − − + + − =
− + + ≥
≤ ≤ − − +
≥ ≤ ≤
⎧⎪ ⎨
⎪⎩
Contoh 3 Di
mana saat
kita mendapatkan 1
2 3 4 4 1
2 3 3 4 1
2 2 3 4 1
L + =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
.
2.2.3 Konstruksi Bujursangkar Latin 3
Bujursangkar latin dinotasikan dengan di mana baris pertama adalah n, n-1,
…1 dan baris lainnya dibentuk dengan cara mengikuti prosedur rekursif dengan cara
menggeser baris pertama satu tempat ke kiri, sehingga baris ke dua yang terbentuk adalah
n-1,n-2, …, 1, n. Dengan mengulang proses ini sebanyak
maka diperoleh bujursangkar latin
seperti berikut :
1 2
1 1
2 1
1 3
2 2
1 4
3 1
3 2
n n
n n
n L
n i
n i n i
n i n
− −
− =
− + −
− + − +
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
L L
M M
O M
M L
M M
O M
M M
M
Dengan maka formula untuk
entri dari L adalah
1 jika
1dan1 1
1 1
2 jika
2dan1 1
2 2
jika 2dan
2 n
j i
j n a
n i j
n Y i j n
i j i
j n i ij
n i j
i n i
j n χ
+ − =
≤ ≤ = + − + − +
+ − = + − − ≥
≤ ≤ − + − + −
≥ − + ≤ ≤
⎧⎪ ⎨
⎪⎩
Contoh 4
Saat bujursangkar latin L adalah
seperti berikut :
4 3 2 1 3 2 1
4 2 1
4 3 1
4 3 2 L
=
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Berdasarkan dari ketiga konstruksi bujursangkar latin di atas maka untuk
sembarang populasi berukuran n terdapat beberapa bujursangkar latin yang dapat
dibentuk. Banyaknya bujursangkar latin yang dapat dibentuk dari populasi berukuran n
dapat dilihat dari Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Banyak bujursangkar latin dari populasi berukuran n sebarang. Ukuran
Contoh bujursangkar
latin standar
A B C B C A
C A B A B C D
B C D A C D A B
D A B C A B C D E
B A E C D C D A E B
D E B A C E C D B A
A B C D E F B C F A D E
C F B E A D D E A B F C
E A D F C B F D E C B A
A B C D E F G B C D E F G A
C D E F G A B D E F G A B C
E F G A B C D F G A B C D E
G A B C D E F ABC...N
BCD...A CDE...B
. .
. PAB...P-1
Banyaknya bujursangkar
latin standar
1 4 56 9408 16.942.080 ----------
Banyaknya bujursangkar
latin yang terbentuk
12 576 161.280 818.851.200
61.479.419.904.000
Banyaknya bujursangkar
latin standar [Montgomery 2001]
2.3 Fungsi
Definisi 2 Fungsi Fungsi
pemetaan f
dari himpunan A ke himpunan B, dinotasikan
, adalah suatu relasi dari A ke B yang setiap anggota
dari A muncul hanya sekali sebagai komponen pertama dari pasangan terurut keanggotaan
relasi yang bersangkutan.
Kurtz 1992] Dari definisi dia atas, jika
, ,
maka dapat ditulis b = f a. Dalam hal ini b disebut imej dari a dibawa oleh f, sedangkan a
disebut preimej dari b oleh f. Penulisan ringkas dengan menerapkan lambang logika
dari definisi di atas dapat dinyatakan sebagai berikut.
jika dan hanya jika , atau
: jika dan hanya jika
[ ] maka
. f
A B
a A
b f a
c f a
b c
→ ∀ ∈
= ∧ =
=
Contoh 5 Misalkan
, , dan , , , ,
perhatikan bahwa , , , , ,
adalah fungsi dari A ke B, sedangkan , , ,
dan ,
, , , , , , bukan
merupakan fungsi dari A ke B. Definisi 3 Fungsi Injektif
Fungsi f
disebut fungsi injektif satu-satu apabila f tidak pernah mencapai nilai yang
sama dua kali; yakni, jika
maka [Stewart 2001]
Contoh 6 Misalkan
, , dan B = {a,b,c,d,e}. fungsi
, , , , , adalah
injektif, sedangkan fungsi , , , , ,
bukan merupakan fungsi injektif.
Perhatikan Contoh 6 di atas komponen ke dua dari semua anggota f muncul hanya
sekali, sehingga f adalah fungsi injektif. Sekarang perhatikan fungsi , unsur a muncul
dua kali sebagai komponen ke dua di dalam kenggotaan , sehingga tidak injektif.
Definisi 4 Fungsi Surjektif Suatu
fungsi :
disebut fungsi surjektif, jika
, artinya
. [Kurtz 1992]
Contoh 7
Jika , , , dan
, , , , , , , , , ,
dan , , , , , , ,
adalah dua fungsi surjektif dari A ke B, sedangkan fungsi
, , , , , , , tidak
surjektif. Dalam Contoh 7 terlihat bahwa semua
anggota B muncul sebagai komponen ke dua di dalam ke anggotaan f
1
dan f
2
, sehingga f
1
dan f
2
adalah fungsi surjektif. Sekarang perhatikan fungsi , ada anggota B yaitu z
yang tidak muncul sebagai komponen ke dua di dalam kenggotaan , sehingga tidak
surjektif. Definisi 5 Fungsi Bijektif
f fungsi bijektif jika dan hanya jika f
fungsi injektif dan f fungsi surjektif [Kurtz 1992]
Contoh 8 Jika
, , dan , , ,
, , , , , adalah fungsi
bijektif karena merupakan fungsi injektif dan surjektif.
Contoh 9 Jika
, , dan , , , ,
, , , , , bukan fungsi
bijektif karena merupakan fungsi injektif tetapi tidak surjektif.
2.4 Permutasi Definisi 6 Permutasi