2.3 Fungsi
Definisi 2 Fungsi Fungsi
pemetaan f
dari himpunan A ke himpunan B, dinotasikan
, adalah suatu relasi dari A ke B yang setiap anggota
dari A muncul hanya sekali sebagai komponen pertama dari pasangan terurut keanggotaan
relasi yang bersangkutan.
Kurtz 1992] Dari definisi dia atas, jika
, ,
maka dapat ditulis b = f a. Dalam hal ini b disebut imej dari a dibawa oleh f, sedangkan a
disebut preimej dari b oleh f. Penulisan ringkas dengan menerapkan lambang logika
dari definisi di atas dapat dinyatakan sebagai berikut.
jika dan hanya jika , atau
: jika dan hanya jika
[ ] maka
. f
A B
a A
b f a
c f a
b c
→ ∀ ∈
= ∧ =
=
Contoh 5 Misalkan
, , dan , , , ,
perhatikan bahwa , , , , ,
adalah fungsi dari A ke B, sedangkan , , ,
dan ,
, , , , , , bukan
merupakan fungsi dari A ke B. Definisi 3 Fungsi Injektif
Fungsi f
disebut fungsi injektif satu-satu apabila f tidak pernah mencapai nilai yang
sama dua kali; yakni, jika
maka [Stewart 2001]
Contoh 6 Misalkan
, , dan B = {a,b,c,d,e}. fungsi
, , , , , adalah
injektif, sedangkan fungsi , , , , ,
bukan merupakan fungsi injektif.
Perhatikan Contoh 6 di atas komponen ke dua dari semua anggota f muncul hanya
sekali, sehingga f adalah fungsi injektif. Sekarang perhatikan fungsi , unsur a muncul
dua kali sebagai komponen ke dua di dalam kenggotaan , sehingga tidak injektif.
Definisi 4 Fungsi Surjektif Suatu
fungsi :
disebut fungsi surjektif, jika
, artinya
. [Kurtz 1992]
Contoh 7
Jika , , , dan
, , , , , , , , , ,
dan , , , , , , ,
adalah dua fungsi surjektif dari A ke B, sedangkan fungsi
, , , , , , , tidak
surjektif. Dalam Contoh 7 terlihat bahwa semua
anggota B muncul sebagai komponen ke dua di dalam ke anggotaan f
1
dan f
2
, sehingga f
1
dan f
2
adalah fungsi surjektif. Sekarang perhatikan fungsi , ada anggota B yaitu z
yang tidak muncul sebagai komponen ke dua di dalam kenggotaan , sehingga tidak
surjektif. Definisi 5 Fungsi Bijektif
f fungsi bijektif jika dan hanya jika f
fungsi injektif dan f fungsi surjektif [Kurtz 1992]
Contoh 8 Jika
, , dan , , ,
, , , , , adalah fungsi
bijektif karena merupakan fungsi injektif dan surjektif.
Contoh 9 Jika
, , dan , , , ,
, , , , , bukan fungsi
bijektif karena merupakan fungsi injektif tetapi tidak surjektif.
2.4 Permutasi Definisi 6 Permutasi
Permutasi dari himpunan terbatas X yang tidak kosong adalah fungsi bijektif dari X ke
X. [Biggs 1989]
Dalam pemasangan dari anggota X ke X yang biasa dijumpai permutasi dapat
dipandang sebagai suatu susunan yang dapat dibentuk dari sekumpulan objek yang dapat
dipilih sebagian atau seluruhnya. Jika
ada n
benda yang berbeda maka banyaknya susunan yang berbeda permutasi
dari n benda tersebut adalah: ,
… .
Permutasi merupakan penyusunan kembali suatu kumpulan objek dalam urutan yang
berbeda dari urutan yang semula. Sebagai contoh, kata-kata dalam kalimat sebelumnya
“permutasi merupakan penyusunan kembali suatu kumpulan objek dalam urutan yang
berbeda dari urutan yang semula” dapat
disusun kembali sebagai merupakan Permutasi suatu urutan yang
berbeda urutan yang kumpulan semula objek penyusunan
kembali dalam dari . Proses mengembalikan
objek-objek tersebut pada urutan yang baku sesuai ketentuan disebut sorting.
Jika terdapat suatu untai abjad abcd, maka untai itu dapat dituliskan kembali dengan
urutan yang berbeda: acbd, dacb, dan seterusnya. Selengkapnya ada 24 cara
menuliskan ke empat huruf tersebut dalam urutan yang berbeda satu sama lain. Setiap
untai baru yang tertulis mengandung unsur- unsur yang sama dengan untai semula abcd,
hanya saja ditulis dengan urutan yang berbeda. Maka setiap untai baru yang
memiliki urutan berbeda dari untai semula ini disebut dengan permutasi dari abcd.
Contoh 10
Berikut ini adalah permutasi dari abcd abcd abdc acbd acdb adbc adcb
bacd badc bcad bcda bdac bdca cabd cadb cbad cbda cdab cdba
dabc dacb dbac dbca dcab dcba
[Wikipedia Indonesia 2008]
2.5 Involusi Definisi 7 Aturan pemadanan bilateral
Aturan pemadanan bilateral untuk
populasi X adalah fungsi yang
memenuhi artinya
o untuk semua
, dengan yang merupakan
pemetaan identitas pada X. [Aliprantis, et al 2006]
Berdasarkan definisi
di atas,
jika merupakan aturan pemadanan
bilateral, maka fungsi invertible dan adalah permutasi dari X karena adalah
fungsi surjektif satu-satu. Bagaimanapun juga, merupakan bentuk khusus dari permutasi
yang inversnya adalah dirinya sendiri. Sebagai contoh
; fungsi ini dalam ilmu matematika kita kenal sebagai “involusi”.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa cara apapun untuk memasangkan agen-agen dalam
populasi haruslah sedemikian rupa sehingga pasangan dari agen tersebut adalah agen itu
sendiri. Oleh karena itu, jika adalah aturan
pemadanan dan agen x dipadankan dengan agen
, maka kita sebut adalah
pasangan dari x. Dengan cara serupa, adalah pasangan dari
jadi himpunan
, dapat disebut aturan
pemadanan bilateral. Contoh 11
Berikut contoh sederhana dari aturan pemadanan bilateral involusi
Andaikan , ∞ dan didefinisikan
dengan .
[Aliprantis, et al 2006]
Contoh 12
Misal diberikan bujursangkar latin dengan 1
2 3
4 2 1
4 3
3 4 1
2 4
3 2 1
L =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Perhatikan matriks
L di atas, misalkan saja
matriks di atas menggambarkan pemadanan pada populasi
dan diasumsikan populasi agen
, , , sehingga dari matriks tersebut dapat diperoleh pemadanan
yang setiap barisnya diartikan sebagai periode pemadanannya. Dengan demikian
baris pertama merupakan periode pemadanan pertama di mana belum ada agen yang
dipadankan. Selanjutnya perhatikan pada baris ke dua atau periode ke dua, diperoleh
pemadanan {1,2,2,1,3,4,4,3}, kemudian dapat dilihat bahwa dari pemadanan ini agen 1
dipadankan dengan agen 2, pada baris yang sama agen 2 dipadankan dengan agen 1.
Begitu juga untuk agen 3 yang dipadankan dengan agen 4, pada baris yang sama juga
agen 4 dipadankan dengan agen 3. Dapat dilihat dengan jelas bahwa baris ke tiga dan ke
empat pada matriks L di atas dikenakan hal yang sama seperti pada baris ke dua. Oleh
karena itu, hal inilah yang menyebabkan matriks L tersebut memiliki sifat involusi di
mana baris lainnya merupakan involusi dari baris pertama.
III. MATRIKS PEMADANAN DAN BUJURSANGKAR LATIN
Tiga konstruksi bujursangkar latin yang telah dibahas sebelumnya akan digunakan
untuk mencari model pemadanan bilateral yang diinginkan diantara agen-agen yang akan
dipasangkan dalam populasi yang terhingga. Seperti pada Definisi 7 pemadanan bilateral
pada populasi X adalah fungsi
yang memenuhi untuk semua
x X
∈
, di mana merupakan bentuk permutasi yang disebut involusi. Dalam hal ini
agen sebagai pasangan dari agen x
sedemikian rupa sehingga pertemuan secara sederhana ini merupakan rangkaian dari
pemadanan bilateral. Proses
pemadanan adalah
memasangkan agen dengan agen lainnya yang feasible
dalam suatu populasi yang terbatas, di mana akan dipastikan bahwa agen-agen tersebut
bertemu dengan setiap agen yang ada kecuali dirinya sendiri tepat satu kali. Hal tersebut
akan mengakibatkan jika terdapat populasi yang terdiri atas n agen maka proses
pemasangan yang diinginkan tidak dapat lebih dari
periode. Hal itu dikarenakan setiap agen dapat dipasangkan paling banyak dengan
individu berbeda. Untuk memformalisasikan proses pemadanan yang
demikian maka diperkenalkan bentuk khusus dari suatu matriks yaitu bujursangkar latin.
Definisi 8 Matriks pemadanan Misal
, , … , adalah populasi. Matriks
berukuran dengan
anggota yang berasal dari populasi X disebut matriks pemadanan bila:
1 Baris pertama adalah vektor 1,2,…,n.
2 Baris-baris lainnya merupakan involusi
dari baris pertama. 3
Jika n genap maka setiap kolom memiliki entri yang berbeda.
4 Jika n ganjil maka dalam setiap kolom j
agen j muncul paling banyak dua kali dan entri lainnya pada kolom tersebut
seluruhnya berbeda yaitu agen X\{j}. Sebuah matriks pemadanan M dikatakan
maksimal: a
Jika n genap maka M berukuran dengan m = n.
b Jika n ganjil maka M berukuran
dengan m = n+1. [Aliprantis, et al 2006]
Diberikan populasi
, , … , , akan dilihat banyaknya matriks pemadanan
maksimal yang dapat dibuat dari populasi X. Untuk populasi X berukuran n dinotasikan
matriks pemadanan maksimal dengan .
Perhatikan dua matriks berikut, misalkan populasi dengan
dan . Dua
matriks pemadanan maksimal dari populasi- populasi tersebut adalah:
1 2 3
1 2 3 4
3 2 1 2 1
4 3 3
4 2 1
3 4 3 2 1
1 3 2
3 4 1 2
μ μ
= =
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎣ ⎦
Baris pertama adalah semua agen dari populasi X, yang terurut dari 1, 2, …, n.
Terlihat bahwa setiap baris yang berurutan membagi populasi ke dalam pasangan-
pasangan pada beberapa periode. Untuk melihat hal ini terjadi, andaikan t=0 yang
merupakan tahap awal di mana tak ada agen yang dipasangkan, dalam hal ini adalah baris
pertama. Oleh karena itu, setiap baris i menandakan periode pemasangan
. Partisi pada periode t dengan demikian
diindentifikasikan dengan mengasosiasikan setiap elemen dalam kolom j pada baris
pertama dengan elemen yang terdapat pada kolom yang sama pada baris
.
Contoh 13
Sebagai contoh, matriks pemadanan di
atas menjelaskan rangkaian dari tiga pasangan pertemuan pada populasi X={1,2,3,4},
sehingga dapat dilihat matriks pemadanan berikut:
1 2 3 4
1 2 1 4 3
2 3 4 1
2 3 4
3 2 1 t
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Dalam Contoh 13 perhatikan baris ke dua yang merupakan periode
. Pada periode pertama ini diperoleh pemadanan
{1,2,2,1,3,4,4,3} di mana agen 1 dipasangkan dengan agen 2 pada kolom
pertama dan kolom dua menyatakan bahwa agen 2 dipasangkan dengan agen 1. Dua
kolom lain menyatakan bahwa agen 3 dipasangkan dengan agen 4 pada kolom ke
tiga, dan agen 4 dipasangkan dengan agen 3 pada kolom ke empat. Pada saat
yaitu periode ke dua diperoleh pemadanan
{1,3,2,4,3,1,4,2} yang berarti pada periode ke dua yaitu baris ke tiga pada kolom
pertama, agen 1 dipasangkan dengan agen 3. Lalu pada kolom dua agen 2 dipasangkan
dengan agen 4, pada kolom berikutnya yaitu kolom tiga agen 3 dipasangkan dengan agen 1
dan kolom empat agen 4 dipasangkan dengan agen 2. Selanjutnya pada periode
yaitu periode ke tiga diperoleh pemadanan
{1,4,2,3,3,2,4,1} artinya pada periode ke tiga yaitu baris ke empat pada kolom
pertama agen 1 dipasangkan dengan agen 4, pada kolom dua agen 2 dipasangkan dengan
agen 3, pada kolom tiga agen 3 dipasangkan dengan agen 2, dan pada kolom empat agen 4
dipasangkan dengan agen 1. Matriks
pemadanan maksimal
menjelaskan pemasangan di antara n agen dengan tidak ada agen yang bertemu dengan
pasangan yang sama lagi. Perlu diketahui bahwa semua matriks
pemadanan maksimal sembarang
dengan n genap adalah bujursangkar latin yang
memenuhi batasan tambahan bahwa setiap baris adalah involusi dari baris pertama. Hal
ini merupakan kasus khusus karena tidak semua bujursangkar latin memenuhi sifat
involusi. Contoh 14
Misal diberiakan matriks bujursangkar latin berikut dengan populasi
, , , 1
2 3
4 2
3 4 1
3 4 1
2 4 1
2 3
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Perhatikan matriks bujursangkar latin pada Contoh 14 di atas, pada baris ke dua diperoleh
pemadanan {1,2,2,3,3,4,4,1} yang artinya pada baris ke dua ini pada kolom satu
agen 1 dipasangkan dengan agen 2 tetapi pada kolom dua agen 2 tidak dipasangkan dengan
agen 1 melainkan dengan agen 3, hal ini bertentangan dengan sifat involusi sehingga
matriks bujursangkar latin pada Contoh 14 ini bukan merupakan matriks pemadanan
. Untuk
popolasi X
saat jumlah agen n ganjil matriks pemadanan maksimal bukan
merupakan bujursangkar latin karena matriks pemadanan maksimal
memiliki baris sebanyak
. Perlu diingat pada Definisi 8 merupakan matriks pemadanan jika
pada saat n ganjil maka dalam setiap kolom j agen j muncul paling banyak dua kali dan
entri lainnya pada kolom tersebut seluruhnya berbeda yaitu agen X\{j}. Hal ini
mengakibatkan jika n ganjil maka dengan mengeliminasi baris pertama dari matriks
dapat diperoleh matriks bujursangkar latin. Contoh 15
Misal n=3, didapatkan matriks pemadanan maksimal
. Jika baris pertama dari dieliminasi, maka diperoleh bujursangkar latin
L. 1
2 3 3 2 1
3 2 1 2 1
3 3
2 1 3
1 3 2
1 3 2
L μ =
=
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎢ ⎥
⎣ ⎦
IV. MATRIKS PEMADANAN MAKSIMAL
Bagian ini akan membahas eksistensi matriks pemadanan maksimal untuk sebarang
populasi terbatas yang kemudian akan diperlihatkan bagaimana membentuk matriks
pemadanan yang maksimal. Andaikan terdapat X populasi yang terdiri atas dua grup,
sebut saja grup A dan grup B. Setiap grup memiliki anggota yang sama banyaknya
misalkan n anggota. Untuk lebih mudahnya diinterpretasikan setiap grup tersusun atas
agen yang homogen, sebagai contohnya, grup pembeli dan grup penjual. Tujuan selanjutnya
adalah memasangkan tepat satu kali setiap agen dari A dengan agen dari B, jadi setiap
agen dari satu grup dipadankan dengan agen pada grup lainnya dalam keadaan mutlak
saling asing, artinya setiap agen dipadankan dengan agen lainnya tepat satu kali dan dalam
setiap periode pemadanan setiap agen yang diperoleh adalah maksimal artinya semua
agen memperoleh pasangannya masing- masing.
Perlu diingat bahwa kaidah pemadanan ini dapat menghasilkan paling bayak n periode
dari pemadanan, karena setiap agen dapat berpasangan dengan paling banyak n agen
dari grup lainnya. Permasalahan di sini adalah bagaimana membentuk pemadanan maksimal
yang diharapkan dan bagaimana cara sistematis untuk memperoleh pemadanan
yang maksimal tersebut. Dalam hal ini kita menggambarkan dalam sebuah matriks yang
sebelumnya sudah disebutkan sebagai matriks pemadanan maksimal.
Terdapat dua hal yang diperoleh dari permasalahan di atas. Pertama hal tersebut
menetapkan bahwa agen dipasangkan dalam keadaan mutlak saling asing paling banyak n
kali. Ke dua diperoleh prosedur untuk membentuk kaidah pemadanan pada
sembarang populasi. Misal dinotasikan X = AuB
berarti dan
, dengan kata lain X adalah union disjoint dari
A dan B.
Lema 1
Andaikan , . . . , dan
, . . . , , maka matriks MA,B berukuran
.
1 2
1 1
2 2
1 2
1 2
2 1
2 1
2 1
, 2
3 2
1 1
2 1
2 1
2 2 2
1 2
3 1
n n
n n
n n
n n
n n
n n
M A B n
n n
n n
n n
n n
n n
n −
+ +
− +
+ −
− =
+ +
+ −
− +
− −
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
L L
L L
L L
M M
O M
M M
M O
M M
L L
adalah matriks pemadanan dari populasi X
=AuB sedemikian sehingga setiap agen di A adalah pasangan yang terpadankan dengan
setiap agen di B. [Aliprantis, et al 2006]
Bukti
Notasi MA,B menggambarkan di mana agen pada himpunan A dipadankan dengan
agen pada himpunan B dengan tidak memasangkan dengan dirinya sendiri.
Andaikan adalah bujursangkar latin
dari himpunan , . . . ,
yang dibangun berdasarkan konstruksi bujursangkar
latin 1 pada Bab II, dan melambangkan bujursangkar latin dari
himpunan , . . . , yang dibangun
berdasarkan konstruksi bujursangkar latin 2. Sehingga dengan demikian diperoleh matriks
1... 1...2
, n
n n
M A B L
B L
A +
= −
+
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎣ ⎦
. Dengan
demikian MA,B
adalah matriks pemadanan yang sesuai untuk populasi X =
AuB .
Perlu diperhatikan pada matriks pemadanan MA,B yang diperoleh dari Lema
1 bukan merupakan matriks pemadanan yang maksimal, karena matriks MA,B tidak
menggambarkan pemadanan antar agen dalam himpunan itu sendiri melainkan pemadanan
antar agen pada himpunan A dan B saja. Yang perlu diingat juga berdasarkan Definisi 8,
matriks pemadanan maksimal M berukuran
di mana saat n ganjil maka dan saat n genap maka
. Untuk lebih jelas lihat Contoh 16 berikut.
Contoh 16 Andai
, … . . , dengan
, , , dan , , , . Maka
berdasarkan Lema 1 di atas diperoleh matriks berikut
1 2 3 4 5 6 7 8
5 6 7 8 1 2 3 4
, 6 7 8 5 4 1
2 3 7 8 5 6 3 4 1
2 8
5 6 7 2 3 4 1
M A B =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Perhatikan matriks pada Contoh 16 di atas, terlihat bahwa matriks pemadanan MA,B
yang terbentuk dari populasi , … . . ,
di mana . Matriks pemadanan MA,B
yang terbentuk tidak berukuran seperti
yang didasarkan pada Definisi 8 sehingga dapat disimpulkan matriks pemadanan MA,B
yang diperoleh tidaklah maksimal. Selanjutnya akan dibahas prosedur untuk
mendapatkan matriks pemadanan maksimal
yang diinginkan untuk memadankan setiap agen yang ada pada populasi yang terbatas.
Teorema 1
Setiap populasi yang terbatas mempunyai matriks pemadanan maksimal.
[Aliprantis, et al 2006]
Bukti Pembuktian dari teorema ini terdiri atas
dua bagian. Pada bagian pertama, akan ditunjukkan eksistensi matriks pemadanan
maksimal untuk sebarang populasi ganjil, dan pada bagian kedua akan ditunjukkan
eksistensi dari matriks pemadanan maksimal untuk sebarang populasi genap.
Sekarang akan dibuktikan untuk bagian yang pertama untuk populasi ganjil. Misalkan
diberikan populasi
, … . , , di mana n ganjil. Dengan menggunakan konstruksi
bujursangkar latin 3 pada Bab II maka diperoleh bujursangkar latin L, sedemikian
sehingga diperoleh matriks berukuran
sebagai berikut:
1 2
3 2
1 1
2 3
2 1
1 2
3 2
1 1...
2 3
4 1
1 2
1 5
4 3
1 1
4 3
2 n
n n
n n
n n
n n
n n
n n
n n
n n
L n
n n
μ −
− −
− −
− −
= =
− −
− −
−
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥ ⎡ ⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
L L
L L
M M
M O
M M
M L
L Matriks tersebut merupakan matriks
pemadanan maksimal untuk populasi X di mana n ganjil.
Pada bagian ke dua untuk populasi genap, andaikan diberikan populasi
, … . , ,
dan misalkan banyaknya populasi X adalah , di mana p dan k adalah bilangan
natural dengan p bilangan ganjil. Untuk menyelesaikannya dipandang dalam dua
kasus. Pertama jika populasi dibagi
menjadi dua populasi n yang sama banyak sebut saja menjadi populasi agen A dan agen
B maka masing-masing populasi agen pada A
dan B memiliki banyak anggota n dengan n genap. Kedua kasus di mana jika
dibagi menjadi dua populasi n yang sama banyak juga maka masing-masing populasi A
dan B memiliki anggota n dengan n ganjil. Sekarang akan dibahas terlebih dahulu
untuk kasus yang pertama ¾
Kasus 1 : p = 1 Sehingga diperoleh populasi banyaknya X
adalah . Akan dibuktikan adanya
matriks pemadanan maksimal dengan
menggunakan induksi matematika pada k. • Basis induksi:
Untuk , maka
sehingga diperoleh matriks
1 2
2 2 1
μ =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎣ ⎦
yang merupakan matriks pemadanan maksimal untuk populasi
.
• Hipotesis Induksi: Anggap benar untuk
sehingga terdapat matriks pemadanan
maksimal .
• Langkah Induksi Akan dibuktikan benar terdapat matriks
pemadanan maksimal untuk sehingga
. Untuk membuktikannya misalkan
, … , = AuB di mana
, … , dan
, … , .
Dari hipotesis induksi diketahui bahwa terdapat matriks pemadanan maksimal
berukuran untuk
. Sehingga terdapat matriks pemadanan maksimal
untuk populasi , … ,
dan matriks pemadanan maksimal
untuk populasi
, … , . Berdasarkan
Lema 1 maka diperoleh 2
2 1
2 2
2 A
B h
h h
B A
h h
μ μ
μ μ
μ
= +
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
yang merupakan matriks pemadanan maksimal untuk populasi
, … , =
AuB .
Selanjutnya akan dibahas keberadaan matriks pemadanan maksimal untuk kasus
yang ke dua. ¾
Kasus 2 : Dalam
kasus dipilih
, dan untuk membuktikannya masih dapat menggunakan
induksi matematika pada k. • Basis Induksi
Untuk
k =1, maka diperoleh
, akibatnya
, … , . Misalkan X =
AuB dengan
, … , dan , … ,
di mana A dan B masing-masing memiliki p agen. Misalkan
dan adalah bujursangkar latin p-1 x p
yang dibentuk dengan menghapus baris pertama dari
dan .
Selanjutnya perlu diingat bahwa p ganjil. Andaikan
dan merupakan
matriks pemadanan maksimal untuk A dan B yang dapat dibuat berdasarkan
Definisi 8. Perlu diingat juga, pada Definisi 8
diketahui bahwa jika n ganjil maka dalam setiap kolom j agen j muncul paling banyak
dua kali. Kemunculan agen j untuk yang ke dua kalinya ini disebut titik tetap di mana
pada periode ini agen j dipasangkan dengan dirinya sendiri. Untuk membuat supaya hal ini
tidak terjadi maka dapat dilakukan dengan cara menukar titik tetap tersebut dengan titik
tetap pada matriks pemadanan lainnya. Untuk lebih jelas titik tetap yang terdapat pada
matriks pemadanan maksimal
ditukar dengan titik tetap yang ada pada matriks
pemadanan maksimal pada .
Untuk mengetahui letak titik tetap yang dimaksud, misalkan saja
melambangkan yang dibulatkan ke integer yang lebih besar,
dan . Sehingga diperoleh tabel
untuk mencari titik tetap untuk setiap baris j dari
dan berikut.
Tabel 2 Titik tetap. Baris
k j
= 2k 1,….,
j = 2k + 1
1,….., p
– k – 1 2p - k - 1
Lalu misalkan
dan adalah
matrik pemadanan maksimal yang diperoleh dengan menukar titik-titik tetap dari
dan dalam setiap periode baris.
Sebagai contoh misalkan agent 1 yang muncul pada entri p+1,1 dari
yang dipasangkan dengan dirinya sendiri dengan
kata lain tidak memiliki pasangan pada baris tersebut sementara itu agen
yang juga muncul pada entri
, dari juga
tidak memiliki pasangan pada baris tersebut, maka dengan menukar agen 1 pada baris
tersebut dari dengan agen p+1 pada
baris yang sama dari . Dengan prosedur
yang serupa untuk agen-agen lainnya sehingga diperoleh matriks pemadanan maksimal
dan .
Lalu berdasarkan Lema 1, maka diperoleh matriks 2p x 2p sebagai berikut
yang merupakan matriks pemadanan maksimal dari populasi
, … . , .
• Hipotesisi Induksi Misalkan terdapat matriks pemadanan
maksimal untuk populasi 2n = 2
h
p , di mana
.
• Langkah Induksi Sekarang akan diperlihatkan bahwa
terdapat matriks pemadanan maksimal untuk populasi X pada saat
sehingga populasi 2n = 2
h+1
p . Untuk membuktikannya
misalkan , … ,
= AuB di mana , … ,
dan , … ,
. Dari hipotesis induksi diketahui bahwa
terdapat matriks pemadanan maksimal berukuran
untuk . Sehingga
terdapat matriks pemadanan maksimal untuk populasi
, … , dan
matriks pemadanan maksimal untuk
populasi , … ,
. Berdasarkan Lema 1 maka diperoleh
2 2
1 2
2 2
A B
h h
h B
A h
h
μ μ
μ μ
μ
= +
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
yang merupakan matriks pemadanan maksimal untuk populasi
, … , =
AuB .
Teorema 1 menunjukkan eksistensi dari matriks pemadanan maksimal untuk
sembarang populasi terbatas dan pada beberapa kasus menyediakan algoritma untuk
membangun matriks pemadanan maksimal pada populasi yang terbatas. Untuk lebih jelas
perhatikan contoh-contoh berikut. Contoh 17
Misal populasi yang ganjil dengan .
Maka matriks pemadanan maksimal yang diperoleh adalah
1 2 3 3 2 1
3 2 1 3
1 3 2 μ =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Perhatikan matriks pada Contoh 17 di atas agen 1 muncul dua kali pada kolom pertama,
kemunculan agen 1 pada baris selain baris pertama dalam Contoh 17 pada baris terakhir
ke empat ini yang disebut sebagai titik tetap pada matriks pemadanan maksimal
.
Contoh 18 Misalkan diberikan populasi genap
, , , , , , di mana k=1 dan p=3. Misalkan
, , dan , , .
Sehingga diperoleh matriks pemadanan maksimal untuk A dan B sebagai berikut
1 2 3
4 5 6 6 5 4
3 2 1 ,
3 3
5 4 6 2 1 3
4 6 5 1
3 2 A
B μ
μ
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
= =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Selanjutnya dengan menukar titik-titik tetap pada
dan akan diperoleh matriks
pemadanan maksimal untuk A dan B berikut
, 3
3
1 2 3
4 5 6 3 5 1
6 2 4
2 1 6
5 4 3
4 3 2 1
6 5 A
B μ
μ =
=
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎣ ⎦
Kemudian ingat kembali, berdasarkan defnisi dari
dan , maka diperoleh
matriks 3 1 2
1 2 3 1
L A
+ =
−
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎣ ⎦
dan 5 6
4 1
6 4
5 L
B −
= −
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Dengan demikian matriks 3
3 6
1 1
1 2 3 4 5 6
3 5 1 6 2 4 2 1 6 5 4 3
4 3 2 1 6 5 5 6 4 3 1
2 6 4 5 2 3 1
A B
L B
L A
μ μ
μ = − +
− −
=
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
adalah matriks pemadanan maksimal dari populasi X.
V. PENERAPAN DALAM BIDANG EKONOMI
Dalam percobaan ekonomi matriks pemadanan ini dapat dikaitkan untuk mencari
pemadanan di antara pelaku ekonomi. Misalkan saja penjual dan pembeli. Andaikan
akan dijalankan percobaan untuk memasangkan penjual dan pembeli. Andaikan
juga hanya terdapat delapan subyek yang terkumpul yang terdiri dari empat penjual dan
empat pembeli. Selanjutnya akan dipasangkan masing-masing subyek sedemikian rupa
sehingga setiap pembeli dapat bertemu setiap penjual tepat satu kali untuk paling banyak
dalam empat periode. Yang perlu diingat pemadanan yang dilakukan harus dalam
keadaan mutlak saling asing, di mana setiap penjual dipadankan dengan pembeli tepat satu
kali, dan dalam setiap periode pemadanan antara penjual dan pembeli yang diperoleh
maksimal artinya semua penjual dan pembeli memperoleh pasangan. Dengan demikian
tujuannya adalah meminimalkan interaksi berulang. Pemilihan secara acak dari semua
kemungkinan pasangan yang muncul akan mengakibatkan tidak diperolehnya tujuan
tersebut, dan peluang bahwa pemadanan yang dilakukan dalam keadaan mutlak saling asing
dengan menggunakan kaidah pemadanan menjadi kecil.
Untuk mengetahui kenapa hal tersebut terjadi, dimulai dengan mengetahui bahwa
jumlah dari pemasangan yang muncul adalah n
n
. Dengan menyadari bahwa semua matriks di mana simbol 1,…,n muncul tepat
satu kali dalam tiap baris, tetapi dapat muncul lebih dari sekali dalam tiap kolom. Dengan
demikian terdapat n pilihan untuk baris pertama, n untuk baris kedua , dan seterusnya
sampai n pilihan untuk baris ke-n.
Hal ini mengakibatkan jika diasumsikan bahwa setiap pemasangan memiliki peluang
yang sama untuk muncul, peluang untuk memperoleh pemasangan dalam keadaan
mutlak saling asing adalah
Dengan merupakan jumlah dari bujursangkar latin yang dapat diciptakan
untuk populasi berukuran n. Misalkan diberikan
maka = 12 yang
mengakibatkan peluang bahwa pemadanan dalam keadaan mutlak saling asing
. Untuk n=4 memiliki
= 576 bujursangkar latin yang dapat dibentuk sehingga
peluangnya adalah . Dari dua contoh
populasi ini dapat dilihat jika semakin besar nilai n maka peluang terjadi pemadanan dalam
keadaan mutlak saling asing semakin kecil. Jadi dapat disimpulakn jika
∞ maka .
Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana membangun kaidah pemadanan
dalam keadaan mutlak saling asing yang diperlukan, di mana kaidah tersebut
sedemikian sehingga dapat digunakan untuk membangun beberapa matriks pemadanan.
Hal ini menimbulkan fleksibilitas dalam mendesain kaidah pemadanan dan mendesain
matriks pemadanan khususnya, sehingga dapat mengurangi peluang pemadanan yang
berulang.
Untuk lebih jelas menggambarkan masalah ini, perhatikan Contoh 19 berikut. Di mana
diketahui populasi berukuran delapan, akan dibangun beberapa bujursangkar latin berorde
empat lalu secara acak memilih pemasangan yang terbentuk tersebut. Diperlukan lebih dari
satu bujursangkar latin karena bila hanya menggunakan satu bujursangkar latin
mengakibatkan jika pasangan berulang, maka partisi dari keseluruhan populasi juga
berulang.
Contoh 19 Andai diberikan populasi pembeli
, , , dan diberikan populasi penjual , , , . Dari masing-masing populasi
tersebut dapat dibangun beberapa bujursangkar latin yang mungkin, berdasarkan
Tabel 1 pada bab II lebih dari 434 bujursangkar latin yang dapat dibangun.
Kemudian akan digunakan untuk membentuk matriks pemadanan. Ingat bahwa bujursangkar
latin tertentu menghasilkan matriks pemadanan yang tertentu pula. Sebagai
contoh, agar mudah diamati untuk bujursangkar latin
1 2 3 4
2 3 4 1 1
3 4 1 2
4 1 2 3
L =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Akan menghasilkan matriks pemadanan sebagai berikut
1 2
3 4
1 2 3 4 ,
2 3 4 1 3 4 1 2
4 1 2 3 a b c d
a b
c d
M A B d
a b
c c
d a
b b
c d
a =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Secara serupa, bujursangkar latin berikut menghasilkan matriks pemadanan yang
berbeda dengan MA,B. 2 1 4 3
3 1 4 2 3 2 1 4
4 2 3 1 2
3 ,
4 3 2 1 1 3 2 4
1 4 3 2 2 4 1 3
L L
= =
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎣ ⎦
4 1 2 3 1 2 4 3
1 3 4 2 2 4 3 1
4 5
, 2 4 3 1
3 1 2 4 3 2 1 4
4 3 1 2 L
L =
=
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎣ ⎦
Kemudian dapat dipilih matriks pemadanan pada setiap empat periode, secara
acak dan independen, untuk meminimalkan interaksi berulang saat mempertahankan
keacakan dalam pemasangan sebagaimana dalam mempartisi populasi. Jika hanya
digunakan L
1
dan mengulangnya setiap waktu, sebagai contoh, jika a berpasangan secara
berulang-ulang dengan 1, maka pasangan b,2,c,3,d,4 juga akan berulang. maka dari
itu, mengetahui bagaimana membangun matriks pemadanan akan menghasilkan proses
pemadanan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pemadanan berulang.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Dalam proses pemadanan setiap agen