dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar supaya
bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak, kemampuan, dan kebutuhan warga masyarakat.
Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan empowering warga masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan peningkatan ekonomi; ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri
masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Ruang lingkup bantuan akan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan
secara individual. Karena itu, pendekatan kelompok adalah yang paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumberdaya juga lebih efisien. Disamping itu,
kemitraan usaha antarkelompok tersebut dengan kelompok yang lebih maju harus terus-menerus dibina dan dipelihara secara saling menguntungkan dan memajukan.
2.2. Persepsi, Sikap dan Perilaku Terhadap Lingkungan
Persepsi adalah suatu pandangan, pengertian dan interpretasi seseorang mengenai sesuatu yang diinformasikan kepadanya Dyah 1983. Vredentbergt
1974 dalam Sattar 1985 mengemukakan bahwa persepsi berhubungan dengan kejiwaan seseorang, dimana persepsi adalah cara seseorang mengalami obyek dan
gejala-gejala melalui proses yang selektif. Selanjutnya dikatakan dengan melalui proses yang selektif terhadap rangsangan dari suatu obyek atau gejala tertentu,
seseorang akan mempunyai suatu tanggapan terhadap obyek atau gejala yang dialaminya. Berkaitan dengan itu, menurut Biran dalam Sudrajat 2003, persepsi
merupakan proses psikologi yang berlangsung pada diri kita sewaktu mengamati
berbagai hal yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Sudrajat 2003, persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong
tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian
berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman
seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Kesan tentang stimuli tersebut dapat dipandang sebagai pengalaman tentang obyek,
peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan.
Sattar 1985 menjelaskan pengertian dari persepsi adalah penilaian, penglihatan atau pandangan seseorang melalui proses psikologi selektif terhadap
suatu obyek atau segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Sebagai suatu kesatuan psikologi, persepsi dapat mempengaruhi
konsep individu dan berpengaruh langsung terhadap perubahan perilakunya. Perilaku seseorang tidak dapat dilepaskan dari persepsi orang tersebut terhadap
tindakan yang dilakukannya. Persepsi seseorang terhadap suatu obyek akan positif apabila obyek sesuai dengan kebutuhannya, sebaliknya akan negatif apabila obyek
tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan orang tersebut Sugiyanto 1996.
Menurut Muchtar 1998, persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga
seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia
berada, sehingga ia dapat menentukan tindakannya. Menurut Kayam 1985 dalam Sugiyanto 1996, persepsi adalah
pandangan seseorang terhadap suatu obyek sehingga memberikan reaksi tertentu yang dihasilkan dari kemampuan mengorganisasikan pengamatan dan
berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Kunci pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu obyek, terletak pada pengenalan dan penafsiran
unik terhadap obyek pada suatu situasi tertentu dan bukan sebagai pencatatan terhadap situasi tertentu tersebut Sugiyanto 1996.
Selanjutnya Sarwono 1992 menyatakan persepsi seseorang terhadap lingkungan adalah bagaimana seseorang memandang dan memahami
lingkungannya. Persepsi terhadap lingkungan mencakup karakteristik spesifik yaitu 1 pola persepsi memberikan banyak informasi secara langsung, tanpa
proses kerja oleh pusat syaraf, 2 persepsi lebih banyak holistik, sehingga informasi lingkungan yang diterima bukan merupakan bagian yang terpisah-pisah,
melainkan satu kesatuan yang penting, dan 3 organisasi dengan aktif mengeksplorasi lingkungannya, menjumpai berbagai obyek dengan berbagai cara.
Menurut Sarwono 1992 perbedaan persepsi disebabkan oleh 1 perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yag ada disekitar kita
sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lain menyebabkan perbedaan
persepsi antara mereka, 2 set adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul misalnya pada seseorang pelari siap di garis start terdapat set bahwa
akan terdengar pistol disaat ia harus berlari, 3 kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang
tersebut, 4 sistem nilai seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi, 5 ciri kepribadian
misalnya watak, karakter, kebiasaan juga akan mempengaruhi persepsi. Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dalam menilai
sesuatu. Menurut Sadli 1976, ada empat faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:
1 Faktor obyek rangsangan, yang terdiri dari empat ciri khas sebagai berikut : a. Nilai, yaitu ciri-ciri dari rangsangan seperti nilai bagi subyek yang
mempengaruhi cara rangsangan tersebut di persepsi. b. Arti emosional, yaitu sampai berapa jauh rangsangan tertentu merupakan
sesuatu yang mempengaruhi persepsi individu yang bersangkutan. c. Familiaritas, yaitu pengenalan yang berkali-kali dari suatu rangsangan
yang mengakibatkan rangsangan tersebut di persepsi lebih akurat. d. Intensitas, yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan derajat kesadaran
seseorang mengenai rangsangan tersebut. 2 Faktor pribadi yang dapat memberikan persepsi yang berbeda seperti tingkat
kecerdasan, minat, emosional dan lain-lainnya. 3 Faktor pengaruh kelompok, dimana dalam suatu kelompok manusia, respons
orang lain akan memberikan arah terhadap tingkah laku seseorang. 4 Faktor latar belakang kultural, dimana orang dapat memberikan suatu
persepsi yang berbeda terhadap obyek karena latar belakang kultural yang berbeda.
Sarwono 1992 mengemukakan bahwa persepsi seseorang terhadap sesuatu obyek dipengaruhi oleh kebudayaan termasuk di dalamnya adat istiadat dan
umur. Persepsi terhadap informasi yang disampaikan tergantung pada individu yang menerimanya. Bagaimana individu menafsirkan informasi yang diterima
tergantung pada pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pikirnya. Sikap atau attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada tahun
1962 yang berarti status mental seseorang. Sikap pada dasarnya adalah tendensi manusia terhadap sesuatu. Baron dan Byrne 2004 mendefinisikan sikap atau
attitude sebagai sekumpulan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang diarahkan kepada orang, gagasan, objek atau kelompok tertentu. Oleh sebab
itu, sikap merupakan suatu penilaian terhadap suatu objek. Mar’at 1982 menyatakan bahwa sikap diperoleh melalui interaksi dengan objek sosial atau
peristiwa sosial. Sebagai hasil belajar, sikap dapat diubah, diacuhkan atau dikembalikan seperti semula, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama.
Berdasarkan pandangan ini maka sikap sebenarnya merupakan produk dari hasil interaksi.
Sikap terbentuk dari interaksi sosial yang dialaminya, individu akan membentuk suatu
pola
sikap tertentu terhadap berbagai objek yang dihadapinya. Berikut ini Azwar 2005 mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
sikap antara lain. a. Pengalaman pribadi.
Sikap timbul dari pengalaman dan merupakan hasil belajar, karena apa yang telah atau sedang dialami seseorang akan turut membentuk tanggapan dan
mempengaruhi penghayatan terhadap objek sikap. Tanggapan tersebut akan menjadi salahsatu dasar terbentuknya sikap.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Orang lain di sekitar kita adalah salahsatu komponen penting yang dapat
mempengaruhi sikap kita. Orang lain tersebut antara lain orang yang kita harapkan persetujuannya, orang yang tidak ingin kita kecewakan, atau orang
yang berarti khusus bagi kita.
c. Pengaruh kebudayaan. Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan akan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap. Kebudayaan menanamkan garis pengarah sikap terhadap masalah, kebudayaan pula yang mewarnai sikap masyarakat.
d. Media massa. Meskipun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi
individual namun dalam proses pembentukan sikap dan perubahannnya, peranan media massa tidak kecil. Dengan adanya informasi baru yang
disampaikan oleh media massa mengenai suatu hal dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.
e. Pengaruh emosional. Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
f. Lembaga pendidikan dan lembaga agama. Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sistem yang
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan konsep moral dalam diri individu.
Sikap sebagai predisposisi untuk bertindak terhadap objek tertentu mencakup komponen 1 kognisi, 2 afeksi, dan 3 konasi. Kognisi akan
menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan
pengetahuannya. Komponen afeksi akan menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan terhadap objek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan
bagaimana kesediaankesiapan untuk bertindak terhadap objek Mar’at 1982. Dalam perkembangannya, untuk mengkaji hubungan antara perilaku
manusia dengan lingkungannya, melahirkan cabang psikologi, yakni psikologi lingkungan. Sarwono 1992 menyatakan bahwa tujuan psikologi lingkungan
untuk menganalisis, menjelaskan, meramalkan, dan kalau perlu mempengaruhi atau merekayasa hubungan antara tingkah laku manusia dan lingkungannya untuk
kepentingan manusia dan kepentingan lingkungan itu sendiri
Beberapa teori psikologi lingkungan yang tumbuh dan berkembang mencoba untuk menjawab permasalahan hubungan perilaku manusia dengan
lingkungan Fisher et al 1984 antara lain: a. Teori kelebihan beban environmental load theory.
Teori ini menyatakan bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam mengolah stimulus dari lingkungannya. Jika stimulus lebih besar dari kapasitas
pengolahan informasi
maka
terjadilah kelebihan beban overload yang dapat mengakibatkan sejumlah stimulus lain harus diabaikan agar individu dapat
memusatkan perhatiannya pada stimulus tertentu saja. b. Teori tingkat adaptasi adaptation level theory.
Manusia menyesuaikan responsnya terhadap rangsang yang datang dari luar, sedangkan stimuluspun dapat diubah sesuai dengan keperluan manusia.
Penyesuaian respons terhadap stimulus disebut adaptasi, sedangkan penyesuaian stimulus pada keadaan individu disebut sebagai adjusment. Dalam
hubungan ini, bahwa setiap individu mempunyai tingkat adaptasi adaptation level terhadap stimulus atau kondisi lingkungan tertentu.
c. Teori psikologi ekologi. Teori ini dikemukan oleh Barker, yakni memiliki kekhususan mengkaji
hubungan timbal balik antara lingkungan dengan perilaku, sedangkan teori- teori sebelumnya hanya mengkaji pengaruh lingkungan terhadap perilaku.
Teori ini menggunakan pendekatan behavioralsettingyang dipandang sebagai faktor tersendiri. Set perilaku adalah pola perilaku kelompok bukan perilaku
individu yang terjadi akibat kondisi lingkungan tertentu physical milleu. Dalam konteks pemberdayaan warga masyarakat, pendekatan persepsi,
sikap dan kecenderungan untuk berperilaku yang berasal dari komponen kognisi, akan memberi gambaran tentang karakteristik masyarakat terhadap kebersihan
lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota.
2.3. Masalah, Tantangan dan Peluang Pengelolaan Lingkungan dalam