Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan memperluas pengetahuan bagi pihak peranan penyidik dalam hal ini ialah
Kepolisian dalam melakukan menanggulangi tindak pidana pencabulan terhadap anak tuna rungu dan bagi masyarakat yang membutuhkan
informasi mengenai pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh anak.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang
dianggap relevan oleh peneliti.
7
Kepolisian memiliki peranan penting dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat,
kepolisian merupakan lembaga pengayom masyarakat dalam segala kondisi sosial yang caruk maruk. Peranan penyidik dapat dikatakan sebagai aspek kedudukan
yang berhubungan dengan kedudukanya sebagai pelindung masyarakat. Polri sebagai penyidik utama yang menangani setiap kejahatan secara umum
dalam rangka menciptakan keamanan dalam negeri, maka dalam proses penannganan perkara pidana UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, telah
menetapkan kewenangan sebagai berikut; 1.
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 2.
melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
3. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan; 4.
menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
7
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hlm 125.
6. memanggil orang untuk didengan dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi; 7.
mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
8. mengadakan penghentian penyidikan;
9. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
10. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yng disangka
melakukan tindak pidana;
11. memnberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
12. mengadakan tindakan lain menurut hukum yng bertanggung jawab, yaitu
tindakan penyelidik dan penyidik yang dilaksankan dengan syarat sebagai berikut;
• Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; • Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
tersebut dilakukan; • Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan
jabatannya; • Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa, dan
• Menghormati hak azasi manusia. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh G. Pieter Hoefnagels, maka kebijakan
penanggulangan kejahatan dapat disederhanakan melalui dua cara. Pertama, kebijakan penal penal policy yang biasa disebut dengan
“criminal law application”. Kedua, kebijakan non-penal non-penal policy yang terdiri dari
“prevention without punishment” dan “influencing views of society on crime and punishment mass media.”
Upaya penanggulangan kejahatan dan penegakan hukum lewat sarana “penal” mempunyai beberapa kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan. Oleh karena itu,
sepatutnya diimbangi dengan upaya non-penal yang harus selalu digali, dimanfaatkan, dan dikembangkan. Penggalian dan pengembangan upaya non-
penal lewat program-program kegiatan polisi yang berorientasi pada pelayanan masyarakat, jelas merupakan hal yang wajar; bahkan merupakan keharusan,