63
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran umum tentang Permohonan Perkawinan Beda Agama dan Prakteknya di Pengadilan
Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam aspek agama jelaslah bahwa terdapat lima kelompok besar agama yang
diakui di Indonesia yaitu agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Keseluruhan agama tersebut memiliki tata aturan sendiri-sendiri termasuk di
dalamnya tata cara perkawinan. Secara otentik Hukum Perkawinan telah mengatur tentang Dasar
Perkawinan yang di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ditegaskan mengenai pengertian bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam penjelasan ditegaskan lebih rinci bahwa sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila yang pertamanya ialah
Ketuhanan Yang Maha Esa maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian sehingga perkawinan bukan saja
mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi unsur lahir batin juga mempunyai peranan yang sangat penting. Membentuk keluarga yang bahagia dan mendapat
keturunan yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan, dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
Adapun yang menyangkut sahnya perkawinan dan pencatatannya ditentukan bahwa Perkawinan yang sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini dimuat dalam Pasal 2
ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Yang dimaksud
dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan
kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Dalam kaitan ini penulis mengemukakan penjelasan di dalam
pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ? Di dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menjelaskan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Jadi orang islam tidak ada kemungkinan untuk menikah dengan
melanggar hukum agamanya sendiri. Demikian juga bagi orang Kristen, Katholik, Hindu dan Budha seperti yang ada di Indonesia.
Hukum agama dan kepercayaan yang dimaksud bukanlah hanya hukum yang dijumpai dalam kitab-kitab suci atau dalam keyakinan-keyakinan yang
terbentuk dalam Gereja-gereja Kristen atau dalam kesatuan-kesatuan masyarakat
yang berkepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa itu, tetapi juga semua ketentuan- ketentuan perundang-undangan.
Untuk memperoleh data mengenai gambaran dari perkawinan beda agama, penulis ingin mengembangkan penelitian dengan memperoleh 5 penetapan
permohonan perkawinan beda agama guna mendapatkan hasil yang maksimal dengan membandingkan pertimbangan-pertimbangan hakim dari 5 penetapan
perkawinan beda agama tersebut. Adapun penetepan permohonan beda agama antara lain
1. Penetapan permohonan Perkawinan Beda Agama Nomor :
90Pdt.P2011PN.Ska. di Pengadilan Negeri Surakarta. 2.
Penetapan permohonan Perkawinan Beda Agama Nomor : 02Pdt.P2011PN.Sal. di Pengadilan Negeri Salatiga.
3. Penetapan permohonan Perkawinan Beda Agama Nomor
:16Pdt.P2011PN.Sal. di Pengadilan Negeri Salatiga. 4.
Penetapan permohonan Perkawinan Beda Agama Nomor : 08Pdt.p2010PN.Sal. di Pengadilan Negeri Salatiga
5. Penetapan permohonan Perkawinan Beda Agama Nomor :
36Pdt.P2011PN.Sal. di Pengadilan Negeri Salatiga. Selain menggunakan data dokumen yang berupa salinan putusan yang
diperoleh dari Pengadilan Negeri Surakarta dan Salatiga, penulis juga melakukan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri, Panitera Muda Hukum dan dengan
para responden yang melakukan Perkawinan Beda Agama tersebut.
4.1.2 Peranan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam