Fungsi Metabolisme Dan Sintesis Pada Jaringan Kambium
KARYA ILMIAH
FUNGSI METABOLISME DAN SINTESIS PADA
JARINGAN KAMBIUM
Oleh:
BUDI UTOMO
NIP: 132 305 100Staf Pengajar Departemen Kehutanan
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat-Nya penulis masih diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan karya tulis yang sederhana ini.
Fungsi metabolisme dan sintesis pada jaringan kambium merupakan proses yang paling penting dalam pertumbuhan tanaman. Namun banyak komponen baik struktural, fungsional maupun lingkungan yang dapat mempengaruhi proses tersebut. Dengan demikian studi mengenai fungsi tersebut ini sangat penting untuk dapat mencermati respons tumbuhan terhadap proses dimaksud.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdri. Apri Heri Iswanto dan Arida Susilowati yang turut membantu perolehan literatur terkait dalam penyelesaian tulisan ini. Karya tulis ini masih jauh dari sempurna, karenanya kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan tulisan-tulisan berikutnya. Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Medan, November 2007 Budi Utomo
(3)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
PENDAHULUAN 1
FOTOSINTESIS 5
Eksitasi Pigmen ………... 6
Transfer Elektron ... 7 Daur Karbon ... 8
PROSES RESPIRASI 10
Respirasi ... 10 Fotorespirasi ... 13
ALOKASI DAN KEGUNAAN KARBOHIDRAT 15
PUSTAKA ACUAN 21
(4)
I.
PENDAHULUAN
Hutan merupakan areal penghasil energi yang paling produktif di dunia. Hutan mampu menghasilkan dan mengumpulkan energi setiap tahunnya (Lehninger, 1965; Whittaker, 1975). Proses pembentukan energi diawali dengan pengubahan energi dari cahaya matahari menjadi energi kimia dalam bentuk ikatan kimia yang stabil melalui proses fotosintesis. Banyak orang menganggap agregat berguna tersebut sebagai ikatan kimia kayu yang stabil.
Kebanyakan studi mengenai pertumbuhan tanaman mengarah kepada pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter, serta proses-proses yang berperan dalam pembentukan kayu, sedangkan studi mengenai fisiologi kambium pada level jaringan sangat sedikit (Ford, 1981). Fakta yang tertulis pada bab ini hanya merupakan bagian kecil saja karena kambium merupakan lapisan sel tunggal yang tidak terbatas (Berlyn, 1982), dan kambium belum pernah diisolasi tersendiri untuk mempelajari biokimianya, meskipun beberapa studi juga mengarah ke hal tersebut (lihat Berlyn, 1964,1970, 1979). Dengan kata lain apabila kita melakukan pendekatan secara ilmiah perlu adanya studi secara menyeluruh mengenai kambium. Kebanyakan dari kita mendifinisikan kambium dan fungsinya hanya sebatas faktor fisiologi yang mempengaruhi/mengontrol fungsi kambium. Untuk itulah perlu dilakukan pendekatan menyeluruh secara spesifik mengenai biokimia, sitologi dan sitokimia dari kambium.
Kambium terbentuk pada awal masa pertumbuhan tanaman dan akan berkembang menjadi jaringan pembuluh sekunder (xylem & floem sekunder), sehingga disebut tubuh tanaman sekunder. Secara normal deferensiasi Kambium terjadi saat tanaman melakukan pertumbuhan primer yang terlihat seperti jaringan pembuluh yang melingkar melalui jaringan interfaskuler (kelompok meristem) membentuk lubang silinder melingkari batang. Dengan adanya stimulasi yang tepat, kambium dapat terbentuk pada daerah perlukaan yang dimulai dari sel parenkim tertua dalam kortek atau floem. Pada banyak kasus dijumpai adanya prokambium pada pertumbuhan primer yang berikatan dengan kambium, ikatan ini akan berhubungan dengan meristem pada pucuk dan daun yang menyediakan asimilat yang berguna untuk sumber energi bagi pembentukan sel. Daun dan
(5)
meristem juga menyediakan hormon dan dan sinyal waktu yang akan meberikan instruksi kepada kambium untuk menjalankan tugas. Dengan kata lain terdapat hubungan struktur & fungsi antara kambium batang dengan meristem akar. Akar menyediakan air dan nutrisi mineral yang dibututuhkan serta hormon yang dibutuhkan oleh kambium. Sebagai contoh pada proses transisi kayu awal menjadi kayu akhir, pembentukan kambium sering dihubungkan dengan adanya stress air. Adanya stress air ini menjadi inisiator waktu bagi kambium.
Deretan sel yang menyusun kambium vaskuler terdiri dari 2 (dua) tipe yaitu: bentuk fusiform initial- yang berkembang kearah longitudinal (aksial) pada jaringan vaskuler, dan ray initial- yang berkembang ke arah radial. Fungsi utama dari inisial ini adalah membentuk sel yang dapat dibedakan menjadi tiga yaitu xylem, floem, dan kambium (lihat Bab I) . Untuk membentuk ketiga jaringan tersebut kambium melakukan 3 macam pembelahan sel yaitu: multipkikasi, addisi dan transformasi (Berlyn, 1982). Proses pembelahan addisi meliputi arah tangensial, longitudinal yang akan menyambungkan jaringan Xylem & floem ke tubuh kayu. Multiplikasi terjadi ketika fusiform initial& ray initial membelah menjadi 2 initial yang baru menghasilkan ekstra kambium yang diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan lingkaran pembuluh pada batang yang dihasilkan oleh pembelahan adisi. Pembelahan transformasi terjadi jika fusiform initial sebagian atau seluruhnya ditransformasi menjadi ray initial. Tipe-tipe pembelahan ini menunjukkan adanya hubungan metabolisme internal kambium. Sebagai contoh ketika terjadi pembelahan multiplikasi pada fusiform inisial, umumnya salah satu sel yang dihasilkan akan berada di kambium, sedangkan satunya lagi akan barada di ray inisial. Rasio fusiform initial dan ray initial akan menurun sebesar (10,3
pada umur 1 tahun, 2,6 pada umur 60 tahun – pada Pinus strobus) sebagai
implikasinya jari-jari menjadi sumber makanan untuk kambium. Kebutuhan energi akan meningkat sesuai dengan perkembangan pohon dan ukuran fusiform initial. Keduanya akan bertambah seiring dengan pertamabahan waktu. Hal ini menunjukkan hubungan antara panjang serat dengan waktu.
Tidak cukup hanya mengatakan adanya 3 tipe pembelahan pada kambium (addisi, multiplikasi & transformasi) yang mengubah sel melalui pembelahan mitosis. Ketiga tipe pembelahan tersebut terjadi pada sistem jaringan dan produk
(6)
dari pembelahan ini akan berdiferensiasi menjadi pola yang komplek setelah pembelahan tersebut selesai. Proses ini terjadi karena adanya sistem informasi yang memerintahkan inisial untuk membelah dan menetapkan arah perkembangan sel yang dihasilkan pada pembelahan adisi.
Berdasarkan uraian ini kita dapat mengatakan fungsi metabolisme dan sintesis apa yang kambium butuhkan untuk mengadakan tiga tipe pembelahan dan deferensiasi? Jelas bahwa kambium mengontrol sendiri hasil dari pembelahan multiplikasi & transformasi, tetapi peranannya dalam deferensiasi produk pembelahan adisi yaitu xylem & floem belumlah jelas. Meskipun demikian fungsi utama dari kambium ini adalah melakukan pembelahan adisi. Jenis pembelahan yang lain merupakan fungsi internal kambium yang peranannya tergantung pada pembelahan adisi. Trakheid yang dihasilkan dari single fusiform
inisial pada Picea sinchensis menunjukkan adanya autokorelasi karakter
morfologi (Ford dan Robard, 1976), yang menunjukkan pengaruh kambium atau
xylem turunannya. Berlyn (1961) mencatat bahwa pada Populus deltoides,
fusiform inisial diperkirakan berfungsi sebagai kelompok yang menghasilkan serat trakheid yang memiliki kesamaan proporsi dengan serat yang mengandung lapisan gelatin.
Fokus bahasan pada bab ini adalah kambium dan perkembangan xylem (cambial zone) dari inisiasi sel induk xylem menjadi sel xylem yang utuh. Kambium mempengaruhi sintesis dinding sel primer, sitoplasma, pembelahan mitosis dan replikasi kromosom. Aktifitas tersebut dipengaruhi secara langsung oleh sintesis protein dan asam nukleat. Sel Induk Xylem berperan pada pembentukan dinding sel sekunder, pembentukan selulosa, hemiselulosa serta lignin. Material trakheid dinding sekunder seperti halnya dinding primer memiliki jumlah tertentu ketika dibentuk oleh inisial fusiform. Beberapa pembelahan sel termasuk yang terjadi pada zona kambium memiliki frekuensinya besar selama periode pertumbuhan yang cepat. Perkembangan jaringan vaskuler sangat tergantung pada fotosintesis dan respirasi serta mekanisme alokasi bagi proses tersebut untuk membentuk dan menyimpan sumber energi. Sel induk floem berperan utama bagi sintesis selulosa dan hemiselulosa serta produksi protein transport, P-Proten dan elemen sitoskeletal.
(7)
Jika kambium melakukan fungsi sebagai pengorganisasi sel dan pembuat sel maka keberadaannya tergantung pada bioenergitika. Jari-jari merupakan penyimpan energi dan kambium menjamin bahwa Sel Induk Floem dan Sel Induk Xylem menganduung jaringan jari-jari yang cukup dengan mengontrol frekuensi dan transformasi pembelahan. Untuk menyalurkan karbohidrat dari floem ke xilem, jari-jari juga melepaskan gula ke pori melalui sel jari-jari tertentu yang disebut ” contact cell” yang dihubungkan ke jari-jari melalui empulur (Sauter, 1972; Sauter et. al 1973). Sauter (1972) menemukan bahwa pati hilang dari sel parenkim xilem pada saat musim semi dan secara bersamaan gula berada di pori
gubal Sugar maple. Proses difusi tersebut sangat cepat sehingga aktifitas respirasi
dibutuhkan untuk melepaskan sukrosa ke pori. Kambium menghasilkan kayu dengan tipe genetik tertentu yang nantinya mampu merespon perubahan lingkungan sebagai perwujudan sifat fenotipnya. Kambium dapat menggunakan kontrol terhadap proses ini melalui kemasan sitoplasma dan menyalurkannya kedalam sistem atau potensial sistem (kontrol epigenetik). Hal ini berarti aktivitas berbagai kompartemen metabolik turunan Sel Induk Xylem atau Sel Induk Floem. Ini disempurnakan melalui distribusi organel pada pembelahan sel atau melalui aktivator chrono atau gen homoeotik (North, 1983). Kambium seperti halnya meristem apikal pada tanaman merupakan daerah embrionik berkelanjutan dan subyek bagi kontrol perkembangan embrionik. Secara umum peranan gen adalah mengatur aktivitas sebagai jawaban atas sinyal lingkungan atau pengembangan (Struhl, 1982). Secara konsep, gen dibangun oleh 3 unsur yaitu struktur, promoter dan regulator. Unsur regulator bertanggung jawab terhadap perubahan tingkat ekspresi sebagai respon terhadap sinyal waktu dari lingkungan atau pengembangan intrinsik chronometer
Apapun mekanisme genetik yang terjadi harus berfungsi dalam transport, penyimpanan dan penggunaan energi karena fotosintesis dan respirasi merupakan proses utama dalam fungsi kambium.
(8)
II. FOTOSINTESIS
Pengelolaan hutan pada saat ini lebih difokuskan untuk memaksimalkan
fotosintesis netto (PN) per unit area (S) dan mengoptimalkan PN agar berguna
untuk
pembentukan kayu. Rimbawan menganggap siklus karbon merupakan hal yang penting karena setiap tahun terjadi 1-3% pembukaan lahan dan menghasikan 2-3% material kering (Lehninger, 1965; leith 1972,1975). Jumlah material kering
yang dihasilkan dari hutan di seluruh dunia diperkirakan mencapai 6 X 1010 meter
ton setiap tahun.. Karena fiksasi karbon yang besar-besaran, hutan merupakan komponen kunci yang berperan dalam menjaga keseimbangn karbon di bumi. Adanya transpirasi sebagai akibat fiksasi karbon di hutan sangat berpengaruh terhadap kondisi cuaca di bumi.
Pada dasarnya fotosintesis merupakan proses yang mengubah energi cahaya menjadi energi kimia yang akan digunakan untuk membentuk ikatan yang stabil seperti kayu & makanan. Sebagian besar kehidupan di dunia memerlukan proses ini.
Adanya revolusi industri 200 tahun yang lalu mengakibatkan gangguan terhadap fiksasi karbon yang berakibat adanya senyawa kimia fitotoksid dalam lingkungan. Pembersihan lahan hutan secara intensif juga menjadi salah satu faktor pemicu, selain itu adanya senjata termonuklir mengakibatkan penghambatan bahkan menyebabkan fiksasi nitrogen terhenti. Pada saat perang nuklir kerusakan lapisan ozon semakin menyeluruh dan mengakibatkan radiasi ultraviolet yang berlebih, sehingga mengakibatkan dampak negatif pada
fotosintesis (Brandle, et.al., 1977; Westing, 1977; Trocine et al., 1981). Radiasi
ultrafiolet yang berlebih tersebut akan berinteraksi dengan awan, asap dan radionuklir yang mengakibatkan penurunan fiksasi karbon.
Fotosintesis terjadi saat panjang gelombang fotosintesis (PAP-Photosynthetically active photon) yaitu 400-700 nm mengenai daerah fotosintesis pada molekul klorofil yang terdapat pada grana tilakoid kloroplas. Fotosintesis memiliki struktur dan ruang seperti halnya ruang waktu. Dengan alasan ini fotosintesis dibagi menjadi empat bagian dan proses kompleks yang saling
(9)
berhubungan, yaitu: (1) eksitasi pigmen, (2) transfer elektron, (3), pembentukan produk (4), translokasi, alokasi, penyimpanan dan penggunaan produk (meliputi aktifitas jaringan kambium dan pembentukan kayu).
Eksitasi Pigment
Eksitasi pigmen terjadi dalam waktu 10-15 sampai 10-6 detik. Klorofil
menyerap cahaya yang berkualitas dan diproyeksikan ke ground state-excite
singlet atau triplet state (Parson and ke, 1982). Pasangan elektron ini berada diluar kulit dan akan menghasilkan energi yang lebih tinggi. Jika elektron
berputar di luar, pasangan elektron ini berada pada ground state (sebelum eksitasi)
maka exited state akan memberikan elektron kepada singlet state (atau sub divisi
lain). Jika putaran elektron terbalik maka ground state dan exited state memiliki
putaran yang sama, maka akan mencapai triplet state. Pada saat elektron berada
di excited state elektron dapat dikeluarkan dari orbitnya dan digunakan untuk
reaksi fotokimia meninggalkan ’green hole” (molekul klorofil teroksidasi) sesuai
lintasannya. Secara kebetulan maka elektron tersebut dapat dikembalikan ke
ground state melalui proses flouresensi (atau fosforilasi, resonansi transfer elektron, atau emisi panas). Hasil dari reaksi fitokimia ini adalah pembentukan ATP dan reduksi NADP, ketika hal ini terjadi maka energi yang dikeluarkan pada proses flourecence sangat memuaskan. Reaksi fotokimia terjadi pada bagian khusus klorofil yang disebut pusat reaksi, yang mengandung kelompok pigmen yang disebut fotosistem. Sisa klorofil dan pigmen lainnya pada fotosistem akan mentransfer energi cahaya dan mengumpulkan pada pusat reaksi melalui proses resonansi atau exciton transfer. Kolektor molekul ini menyediakan antena ke pusat reaksi. Masing-masing pigmen antena tersebut akan mentransfer energi yang terserap (exciton) ke pigmen antena lain yang memiliki kemampuan menyerap energi maksimum. Tanaman tingkat tinggi memiliki dua tipe fotosistem yaitu PS1 & PS2 yang berhubungan (Emmerson, 1958: Parson & Ke, 1982: Govinjeeand Govinjee, 1975). Energi cahaya yang diserap pada panjang
(10)
– masing menggunakan energi untuk pembentukan ATP dan mereduksi NADP atau melepaskannya melalui flouresensi. Hal ini menjadi alasan mengapa jumlah cahaya yang diserap lebih penting dibandingkan energi per-photon yang berperan dalam fotosintesis.
Struktur atau bagian yang menjadi ruang untuk fotosintesis adalah kloroplas. Pigmen penyerap cahaya berada pada grana-membran tilakoid, menurut miller (1982), membran fotosintesis ini terdiri dari beberapa bagian, di mana masing-masing bagian/sub unit mengandung pusat reaksi, polipeptida, pigmen antenna, dan komponen transpor elektron. Miller sub unit berukuran ± 12 nm dan memiliki diameter 15 nm, rapat dan terdiri dari pusat elemen yang luas dan menonjol pada membran, dikelilingi oleh 6 cuping. Penulis lain (Dyson, 1978: armond dan Arntzen, 1977) mengidentifikasi adanya 2 kelas partikel membran. Bagian terluar berukuran lebih kecil, dan membentuk kumpulan dan berasosiasi dengan aktifitas PSI, sedangkan bagian yang lebih besar, lebih tipis.dan berasosiasi dengan bagian dalam membran, menunjukkan aktifitas PSII. Partkiel Ribulosa biphospat karboksilase/oxigenase akan membebaskan ikatan disekitar membran tilakoid. Pusat reksi pada tanaman tingkat tinggi, belum dipisahkan dari antena yang kompleks, sehingga fotosistem belum terpisah dari fotosistem tunggal prokariot. Klorofil hampir seluruhnya tersusun atas garana tilakoid. (G,P Berlyn, tidak dipulikasikan).
Perhitungan dibawah ini menunjukkan besarnya kapasitas perolehan
cahaya dari daun yang diuji, 6 in. X 4 in. (15,24 cm X 10, 16cm = 154, 84 cm2).
Masing-masing tilakoid memiliki diameter ~ 5 X 10-5 atau 2 X 10-9 cm2;
sehingga luas keseluruhan permukaan tilakoid pada lapisan daun adalah 1,12 X
10-12 X 2 X 10-9 = 2000cm2. Daun mengandung 4 lapisan klorenkim ( tanpa
epidermis) yang dengan luasan tilakoid ~8000 cm2. Studi kemampuan menyerap
(11)
mampu menyerap semua cahaya yang mengenai bagian luar daun. Cahaya yang mengenai daun tersebut meninggalkan lapisan daun. Ketika daun utuh diobservasi dengan mikroflouro spectophotometer, lapisan terbaik dari aerolus mentransmisikan cahaya tersebut, hanya cahaya flouresensi yang dipancarkan dari daun tersebut.
Transfer Elektron
Setelah energi cahaya ditransfer menjadi elektron berenergi tinggi, energi ini akan dipindahkan dari molekul ke molekul lain setelah energinya berkurang. Sebagian besar dari energi ini tidak hilang ke entropi tetapi salurkan untuk pembentukan ATP&NADPH, yang akan digunakan untuk metabolisme dan biosintesis. Gerakan photoexcited elektron berakhir di fotosistem. Prokariota
hanya memiliki satu fotosistem dan tersususn tanpa O2. Keunikan fotosintesis
yang terjadi pada prokariot adalah elektron akan diinduksi melalui air untuk melepaskan molekul oksigen.
Elektron donor primer untuk PS1 adalah P700, dan elektron donor untuk PSII adalah P680. Pigmen protein kompleks pada pusat reaksi merupakan elektron donor bagi fotosistem. Elektron dilepaskan dari PS2 ke aseptor q (quencher). Dari daerah tersebut elektron akan dilepaskan lagi ke aseptor ketiga yaitu (Ai), yang mampu menginduksi 1-b sitokrom. Kemudian elektron akan bergerak melalui plastoquinon pool (PQ) melalui sitokrom f ke plastosianin yang mampu melepaskan elektron ke PSI. Selama aliran elektron nondaur, ATP diturunkan (fotofosforilasi) melalui mekanisme yang dianggap sama dengan postulat proses khemiosmotik pada mitokondria oleh Mitchell (1966). Perbedaanya, mitokondria melepaskan proton selama oksidasi, sedangkan kloroplas akan mengumpulkan proton tersebut ( pH ~3,5), menyebabkan medium luar menjadi basa. Kenaikan pH mendorong kenaikan tegangan yang merupakan sumber energi potensial. Pada kloroplas partikel ATPase berada diluar sisi membran, disamping mitokondria. Secara bersama-sama menurunkan gradien pH. Energi dari gradien tersebut digunakan untuk sintesis ATP pada proses fotoposporisasi. Proses fotosintesis yang terjadi pada oksidan lemah, CO2 harus mengoksidasi reduktan H2O lemah, memproduksi oksidan kuat O2 dan
(12)
reduktan kuat karbohirat. Proses ini membutuhkan energi ATP yang besar kurang lebih 112 kcal/mol CO2 atau 672 kcal/mol glukosa yang diproduksi.
Daur Karbon
Ada tiga mekanisme fiksasi karbon yang ditemukan pada tanaman yaitu: Reduksi pentosa phospat melalui Siklus calvin- juga disebut sebagai C3; Siklus C4
(Hatch-Slack-Kortschak) dan Siklus CAM (crassulacean acid metabolism).
Mekanisme ini terjadi melalui asosiasi dengan taxa dan level biokimia yang berbeda, enzim dan tingkatan yang berbeda pada proses karboksilasi primer. Secara strukrur perbedaan tersebut terletak pada susunan dan organisasi pada jaringan fotosintetik.
Mekanisme C3 banyak ditemukan pada tanaman berkayu. Mekanisme ini ditemukan oleh Calvin dan rekan-rakannya (Benson, Calvin 1947; Bassham dan Calvin, 1957). Inti dari siklus ini adalah adanya enzim ribulose 1,5 bisphosphate carboxylase/oxygenase (rubisco) yang merupakan katalisator utama pada siklus ini: serta karboksilasi phosphorylated pentosa, ribulose 1,5-biphospate. Pembentukan senyawa berkarbon 6 pada reaksi ini tidak stabil sehingga didekomposisi membentuk senyawa berkarbon 3 , 3-asam phosphoglyceric. 11 enzim yang ditemukan pada reaksi ini berguna untuk mereduksi pentosa pospat. Kelima enzim, termasuk rubisco hanya ditemukan di stroma kloroplas, sedangkan 6 enzim lainnya ditemukan pada stroma & sitoplasma. Enzim yang terdapat pada stroma merupakan regulator primer dari siklus C3. Proses tersebut sangat kompleks dan menyeluruh, tergantung konsentrasi ion anorganik, level NADPH dan ATP yang dihasilkan selama fase transfer elektron, dan umpan balik atau kontrol allosterik enzim pada siklus melalui metabolit dan produk antaranya (Bassam, 1971, Walker, 1976). Kebanyakan tanaman melakukan siklus C3 ini, meskipun tanaman tersebut dapat memamfaatkan siklus C4 dan CAM, sehingga siklus tersebut dianggap siklus umum. Hal ini dimungkinkan karena C4 dan CAM secara langsung maupun tidak langsung tersusun dari reaksi tersebut. Hanya siklus C3 yang merupakan autokatalitik, hal ini berarti aseptor molekul CO2 lebih banyak dihasilkan dari siklus ini dibandingkan pada awal prosesnya (Kelly dan Latzko, 1976)
(13)
III.
PROSES RESPIRASI
Respirasi
Selama proses fotosintesis yang rumit dan kompleks, tanaman berkayu menggunakan energi matahari untuk sintesa makromolekul – makromolekul utama untuk kelangsungan hidupnya. Pada akhirnya penyediaan energi untuk fotosintesis berasal dari senyawa-senyawa yang ada serta dari sumber lain dikontrol oleh proses pembentukan energi yang komplek yang disebut respirasi.
Proses respirasi ini dianggap sebagai proses biokimia dimana molekul organik berukuran besar akan dipecah menjadi molekul-molekul kecil yang akan dioksidasi dan menghasilkan energi. Sebagian energi yang dihasilkan dari oksidasi tersebut kemudian akan digunakan untuk pemeliharaan tanaman pada lingkungan (maintenance respiration) untuk menyediakan energi bagi pembentukan molekul-molekul dan jaringan baru (growth respiration) serta untuk menggerakkan proses asimilasi dan alokasi nutrien dalam tanaman.
Pada level biokimia pelepasan energi yang tersimpan dalam senyawa organik merupakan proses yang kompleks yang terdiri dari dua tahap yaitu: fase anaerob (glikolisis) dan fase aerob (respirasi). fase aerob terdiri dari 2 tahap yaitu: tahap katabolik (siklus asam trikarboksil) dan tahap konservasi energi (elektron transpot dengan fosforilasi oksidasi yang sesuai).
Fase an aerob pada pelepasan energi merupakan satu dari beberapa reaksi katabolisme yang dikelompokkan kedalam fermentasi anaerob. Reaksi ini menyerupai reaksi an aerob yang terjadi pada organisme anaerob obligat (seperti bakteri yang tidak dapat bertahan dengan adanya oksigen), dan fakultatif anaerob (organisme eukariot uniseluler dan tanaman tingkat tinggi yang dapat berfungsi meskipun ada atau tidak adanya oksigen)
Beberapa senyawa organik yang berbeda dapat berfungsi sebagai substrat dalam fermentasi anaerob, termasuk lemak, polisakarida dan protein. Umunya substrat tersebut merupakan monomer polisakarida, khususnya glukosa. Metabolisme anaerob yang menggunakan glukosa sebagai substrat antara lain adalah glikolisis dan fermentasi alkohol.
(14)
Glikolisis terjadi pada daerah sitosol, secara singkat reaksi yang terjadi adalah sbb:
Glukosa + 2 Pi + ADP + 2 NAD+--->2 laktat + 2 ATP + 2 H2O + 2 NADH + 2 H (1) G0 = - 47 kcal/mol
Laktat yang dibentuk dari degradasi glukosa melalui proses glikolisis selanjutnya tidak dapat diuraikan, oleh karena itu fase anaerob dari proses pembentukan energi akan terhenti.
Jika dibandingkan dengan pertukaran energi standar untuk oksidasi glukosa maka persentase energi kimia yang dilepaskan pada saat fermentasi anaerob lebih sedikit. Energi potensial penuh yang terdapat pada senyawa organik akan digunakan pada tahap proses pembentukan energi selanjutnya melalui fase aerob, pada proses respirasi. Adapun proses oksidasi glukosa adalah sbb:
Glukosa + 6 O2 ---> 6 CO2 + 6 H2O G0 = 686,0 kcal/mol (2)
Fase aerob yang terjadi pada bagian mitokondria dapat dibedakan menjadi 2 tahapan yaitu: tahap katabolik dan tahap konservasi energi. Tahap katabolisme pada respirasi dikenal sebagai siklus asam trikarboksilat (TCA). Siklus ini bukan hanya merupakan jalur utama untuk katabolisme karbohidrat tetapi juga lemak & asam amino. Siklus TCA ini umum ditemui pada respirasi sel organisme aerob.
Senyawa asetil Ko-A menghubungkan fase anaerob dan aerob pada proses respirasi. Senyawa ini diproduksi melalui oksidasi dan dekarboksilasi piruvat. Pembentukan Asetil Ko-A dari piruvat tidak secara langsung terjadi pada bagian siklus TCA, namun merupakan hasil antara pada katabolisme karbohidrat melalui siklus TCA. Pada kenyataannya pembentukan asetil ko-A merupakan langkah yang harus dilakukan untuk proses degradasi karbohidrat maupun substrat lain, seperti amino, lemak dan asam nukleat. Pembentukan asetil Ko-A dari piruvat pada siklus TCA melalui reaksi enzimatik oksaloasetat untuk pembentukan sitrat. reaksi pembentukan sitrat ini merupakan reaksi yang dapat balik sehingga sitrat dapat dikonversi kembali menjadi oksaloasetat, pada saat yang bersamaan akan dilepaskan 2 molekul CO2 dan 4 pasang atom hidrogen.
(15)
Pada fase anaerob proses pembentukan energi berlangsung secara alami, sedangkan reaksi aerob mengalami 2 fase yaitu silik dan katalitik. Pada keseluruhan siklus TCA, dua kelompok asetil karbon dari asetil ko-a akan bergabung dengan senyawa berkarbon 4, oksaloasetat untuk membentuk 6 karbon sitrat. Sitrat ini akan didekarboksilasi dua kali untuk membentuk senyawa berkarbon 4, yang akan dikonversi kembali menjadi oksaloasetat pada langkah selanjutnya.
Pada tahap katabolik dari respirasi, glukosa akan didegradasi, namun energi yang dilepaskan tidak ditangkap dan disimpan untuk digunakan kembali. Tahap respirasi selanjutnya adalah transport elektron dan posporilisasi oksidatif. Pada tahap ini 4 pasang atom hirogen diproduksi selama satu siklus TCA penuh dan akan direkatkan oleh enzim oksidasi-reduksi kedalam membran mitokondria. Enzim ini (dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu: sitokrom, piridine-linked dehirogenase, flavin-linked dehidrogenase dan iron-sulfur protein) mentransfer elektron dari glukosa atau molekul organik lainnya ke molekul oksigen.
Energi yang dibebaskan selama transfer pasangan elektron dari NADH (Eo’
= -0,32 V) ke molekul oksigen (Eo’ = +0.82 V) melalui rantai transpor elektron.
Penurunan jumlah energi yang dibebaskan ± 53 kcal/mol., energi ini lebih dari cukup untuk menggerakkan beberapa molekul ATP dari ADP dan pospat
anorganik ( G0 = + 7,3 k.cal/mol0. Pada kenyataanya total molekul ATP yang
berjumlah 15 ini dibentuk untuk masing-masing molekul piruvat teroksidasi yang akan digunakan mengakhiri Siklus TCA dan rantai respirasi. Masing-masing molekul glukosa menghasilkan dua molekul piruvat yang akan ditinggalkan pada jalur glikolisis sehingga total molekul ATP yang dihasilkan oleh masing-masing molekul glukosa adalah 30 buah
2 piruvat + 30 ADP + 30 Pi + 5 O2 .--->.30 ATP + 34 H2O + 6 CO2 (3)
Energi yang disimpan dalam bentuk ATP dari katabolisme molekul glukosa merupakan penjumlahan dari semua reaksi yang terjadi (Eq (1)) dan respirasi (Eq (2)) serta hasil dari oksidasi glokosa yaitu 32 ATP per molekul. Pada kenyataannya jumlah tersebut bukanlah jumlah total karena masih ada energi dalam bentuk NADH yang dihasilkan saat oksidasi 2 molekul glukosa. Saat
(16)
proses glikolisis. Pasangan elektron yang dihasilkan dari oksidasi NADH akan diedarkan ke rantai ttranspor elektron respirasi. Berdasarkan hal tersebut 2 dari 3 molekul ATP dapat disintesis untuk masing-masing pasangan elektron sehingga akan menambah 4-6 molekul ATP. Total ATP yang dihasilkan berkisar antara 36-38 molekul pada pemecahan glukosa. Proses ini menghasilkan efisiensi energi sebanyak 38%.
Siklus TCA sebenarnya dapat ditemukan pada semua organisme anaerob fakultatif dan aerob( contohnya mikroorganisme, tanaman tingkat tinggi dan hewan). Pada mikroorganisme dan tanaman tingkat tinggi dijumpai adanya modifikasi bentuk siklus TCA yang dikenal sebagai siklus glikosilat. Siklus mengakhiri tahap siklus TCA dengan penggunaan enzim yang terletak pada glikosom. Siklus ini menyediakan karbohidrat dari sintesis asam lemak atau asetil Ko-A sebagai sumber karbon utama. Siklus ini menyediakan sumber sucinat, yang merupakan penanda awal proses glukonogenesis. Reaksinya secar keseluruhan adalah sbb:
2-Acetil Ko-A + NAD+ + 2H2O .---> succinat + 2 Ko-A + NADH + H+ (4)
Jalur oksidasi pada tanaman maupun beberapa organisme, disebut jalur phospat pentosa, atau juga dikenal sebagai jalur heksosa monophospat. Reaksi yang terjadi adalah sbb:
Glukosa-6 phospat + 12 NADP+ + 7 H2O.---> 6 CO2 + NADPH + H+ + Pi (5)
Berdasarkan kebutuhan energi pada sel organisme, jalur pentosa pospat digunakan untuk berbagai tujuan yang berbeda, yang terpenting adalah menyediakan energi,
dalam bentuk yang dimodifikasi seperti penggunaan asimilasi CO2 dalam
pembentukan glukosa pada reaksi gelap fotosintesis.
Fotorespirasi
Fotorespirasi merupakan proses tambahan untuk penyediaan CO2 bagi tanaman yang dapat dibedakan dengan respirasi ‘gelap’. Banyak studi menunjukkan bahwa jalur ini berbeda dengan siklus TCA dan transpor elektron
(17)
dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor (seperti inhibitor metabolik, kondisi lingkungan, dll) yang menghambat respirasi gelap.
Substrat yang terpenting pada proses fotorespirasi adalah asam glikol. Senyawa ini dioksidasi menjadi asam glikoxilik dan kemudian diuraikan tergantung jenis dan senyawa lain (sepert, format atau glisin) yang mampu melepaskan CO2.
. Rata-rata fotorespirasi bervariasi pada tiap tanaman. Pada tanaman herba & tumbuhan berkayu C3 umumnya tertinggi dibandingkan dengan tanaman C4, yang memiliki susunan biokimia dan perangkat fotosintesis berbeda. Fungsi metabolisme fotorespirasi sampai sekarang belum diketahui.
Sangat sedikit informasi yang diperoleh secara langsung tentang respirasi pada kambium. Godwin dan Goddard (1940) menunjukkan bahwa pada kondisi berat segar kambium merupakan jaringan yang memiliki laju respirasi tinggi. Namun ketika respirasi ini dianalisis dengan atom nitrogen hasilnya menunjukkan bahwa xylem lebih aktif daripada kambium.Hal tersebut sesuai kenyataan bahwa respirasi pada pada xylem yang segar dipengaruhi oleh substansi dinding sel yang bersifat hidrofilik. Diferensiasi xylem memainkan peranan penting dalam kerja sel pada biosintesis substansi dinding sel, sehingga diharapkan laju respirasi tinggi. Pada sel trakhea berlangsung proses autolisis, tetapi juga dimungkinkan terjadinya proses klimaterik. Jalur pengganti proses respirasi dipengaruhi oleh waktu pembentukan buah dan juga fungsi dari jaringan trakhea tersebut. Jalur oksidasi pengganti juga berupa thermogenesis arums yaitu proses yang menarik serangga untukmelakukan polinasi. Mitokondria arums diketahui memiliki dua jalur transpor elektron paralel dari substrat ke oksigen. Jalur alternatif kedua adah adanya terminal oksidaseyaitu sianida insensitif yang memiliki material besi-nonhemi-protein sulfur. Jalur ini tidak sesuai dengan fase konservasi energi dan menghasilkan sedikit ATP pada posporilisasi oksidatif,
(18)
IV.
ALOKASI KARBOHIDRAT DAN KEGUNAANNYA
Proses fotosintesis dapat digambarkan sbb:
6 CO2 + 18 ATP + 12 NADPH + 12 H2O --->C6H12O6 + 18 ADP + 18 Pi+ 12 NADP+ +6H2O+ 6 O2
Energi yang diturunkan antara produk heksosa (2870 kJ/mol) dan reaktan
(3210 kJ/mol) adalah -340 kJ/mol ( G0 ), dan reaksi ini berlangsung secara
spontan. Kurang lebih setengah dari energi yang dihasilkan tersebut digunakan oleh heksosa untuk dikonversi untuk pembentukan dinding sel seperti kayu.
Larcher (1975) memperkirakan pada fagus sylvatica alokasi hasil fotosintesisnya ,
35% digunakan untuk pertumbuhan (pembesaran dinding sel ), 45% untuk respirasi dan 20 5 hilang akibat pelepasan, pencucian hara dan eksudasi oleh akar. Penggunaan ini tidak saling berhubungan sebagai contohnya, respirasi menyediakan energi yang akan digunakan untuk biosintesis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan sel hidup. Sebagian fotosintat yang dihasilkan akan disimpan pada tempat penyimpanan, dan tempat penyimpanan ini
dipbedakan menjadi dua yaitu ready reserver dan deep reserves
(Glerum&balatincez, 1980). Pada beberapa kasus sebagai contoh di hutan, fotosintat ditranslokasikan kepada individu lain melalui akar. Banyaknya fotosintat yang dialokasikan untuk pohon berbeda-beda tergantung genetik, iklim, cuaca, spesies, umur, tipe & struktur hutan, polusi, dan karakter tanah. Sebagai contoh pada daerah tropis dimana pepohonan memerlukan fotosintat yang besar untuk respirasi pada saat suhu tinggi, maka hal tersebut akan diimbangi dengan adanya intensitas cahaya yang tinggi untuk fotosintesis.
Secara umum alokasi fotosintat merupakan fungsi antara pola perkembangan energi & respon terhadap stress/ stimulus. Bethel (1964) menyatakan bahwa sejumlah material pada dinding sel dialokasikan untuk trakheida pada konifer pada saat pembelahan sel dan pembesaran sel. Tidak jelas apakah terjadi pembelahan sel pada initial fusiform, atau SEL INDUK XYLEM, tetapi hal tersebut dianggap benar. Penelitian Bethel menunjukkan setiap sel
(19)
dalam lingkaran tahun yang berasal dari single fusiform initial memiliki volume dinding sel yang sama. Data tersebut berhubungan dengan korelasi radial file yang diobservasi oleh Ford&Robards (1976) dan berkorelasi juga dengan aspek fisiologi yang ditulis oleh Berlyn (1961). Data tersebut juga diperkuat oleh Mark (1967) dan Kennedy (1961) tetapi kontradiktif dengan Beckwith 91969). Jika permukaan dinding sel konstan, searah radial dengan lingkaran tahun maka, kambium bukan merupakan Sink/pemakai energi yang lemah (didasarkan karena adanya dinding sel yang tipis pada kayu awal) tetapi pada kenyataannya kambium merupakan sink/ pemakai energi yang kuat selama siklus tahunan. Hal tersebut berarti bahwa rata-rata pembelahan sel merupakan faktor yang mempengaruhi penggunaan karbohidrat hasil fotosintesis, bukan auksin seperti yang diduga. Fungsi utama auksin adalah mengontrol pembesaran sel, jika volume dinding selnya konstan, tetapi auksin tidak mengontrol alokasi karbohirat pada dinding se. Pada beberapa kasus seperti dijumpai pada tanaman kapas,n pemanjangan serat dirangsang oleh adanya asam giberalin, bukan auksin (Beasley & ting 1973). Lateratur –literatur tersebut menunjukkan bahwa pemakaian energi oleh reserve meningkatkan rata-rata asimilasi, tetapi akumulasi oleh reserver seperti pati tidak membatasi rata-rata asimilasi (little&loach, 1973). Hal tersebut didasarkan kenyataan bahwa fotosintat ditranslokasikan dari kloroplas menuju kompartemen, walaupun rubisko dihambat oleh produk pertama pada reaksi karboksilasi, yaitu asam pospogliserat & asam sitrat (Bidwell, 1974). Penghambatan oleh asam sitrat ditentukan oleh akumulasi sitrat sebagai hasil respirasi yang terbatas dan ketersediaan fotosintat yang tinggi. Meskipun auksintidak berfungsi dalam mengontrol jumlah substansi dinding sel tetapi berpengaruh secara tidak langsung dengan menstimulasi fotosintesis. Suplay auksin dapat dimanfaatkan untuk produksi kayu akhir yang memiliki trakheida arah radial berdiameter lebih besar dan berdinding tipis (Larson, 19690. Pada kasus ini alokasi karbohirat untuk menyusun struktur dinding sel diperkuat oleh auksin. ( juga dimungkinkan adanya hormon lain yang meningkatkan suplai karbohidrat). Auksin juga dapat menginduksi kayu tekan pada konifer, melalui peningkatan pembelahan dan penebalan dinding sel, walaupun trakheida pada kayu tekan lebih pendek, dan peningkatan volume dinding selnya tidak tampak. Sitokinin umumnya
(20)
berhubungan dengan pembelahan sel, jika pembelahan sel menentukan alokasi karbohidrat ke trakheida maka saat itu sitokinin berperan juga.
Faktor yang mempengaruhi fungsi kambium dapat dikelompokkan menjadi faktor fisik ( air, cahaya, suhu, angin, berat jenis, api, tekanan, stress, bioelektik); faktor mineral (struktur, stabilisasi, koenzim); hormonal (mempengaruhi pembelahan sel, ukuran sel, kualitas sel seperti komposisi kimia, volume, dan kerapatan dinding sel): stress (mekanis, fisiologis, elastis, plastis): genetik (regulator, perkembangan, tipe gen krono-homoetik, sensitifitas tehadap lingkungan, keturunan, feedback regulator): intrabiotik ( efek source-sink pada translokasi karbohirat, alokasi dan penggunaan): interbiotik (kompetisi, infeksi, predasi, allelopati, antibiosis, fitoalexin, epifit, simbiosis, parasitisme) dan antrophogenik (herbisida, pestisida, industri kimia dan gas, hujan asam, radiasi, radionuklida).
Banyak agen yang dianggap sebagai stressor bagi faktor lingkungan (eksternal & internal) yang pada level tertentu dapat menghasilkan stress pada organisme atau jaringan. Stress fisiologi diartikan sebagai stress yang menghasilkan perubahan/ ketegangan terhadap kondisi fisiologi yang terbatas. Tanaman memiliki bermacam-macam cara untuk menghadapi stress dan ketahanan terhadap stress ini biasanya berupa penghindaran atau toleransi terhadap stress. Stres secarza mekanis memiliki kesamaan dengan stres secara biologis. Bagaimanapun adanya stress pada organisme dapat meningkatkan pembentukan sink nutrisi yang akan mempengaruhi alokasi struktural( Gordon&larson, 1968) Sebagai contoh jika tanaman diberi perlakuan stess terhadap angin maka akan direspon dengan peningkatan pembentukan kayu. Proses tersebut menurunkan alokasi fotosintat pada kompartemen dan struktur lain jika fotosintesis dibatasi. (Sweet & wareing, 1966: King et al.1967: Upmeyer and Koller, 1973)
Stress mempengaruhi fungsi metabolisme & sintesis Menurut Selye’s
(1976) general adaptive sindrom (GAS) yang dikembangkan untuk fisiologi
hewan, telah dikembangkan untuk tanaman yaitu plant stress sindrome (PSS). Beberapa sumber telah mengembangkan kegiatan ini (Lang, 1961; salisbury & Ross, 1978: Berlyn, 1979, 1982). Kemungkinan memodifikasi lingkungan
(21)
tergantung pada genotrop (Cullis, 1973: Durrant and Timmis, 1973: Timmis and Ingle, 1973).
Stress tidak selalu mengganggu tetapi terkadang mampu meningkatkan pertumbuhan & kekuatan (Newcomb, 1895). Stressor lingkungan mempengaruhi fiksasi karbon tahunan total dan alokasi asimilat bagi berbagai organ dan bagian organ dalam pohon. (Gordon & Larso, 1968, 1970). Masing –masing jenis tanaman memiliki ruang fisiologi dan daya adaptasi terhadap habitatnya. Pertumbuhan pohon menyebar antara akar, batang, daun yang mempengaruhi ketahanan dan reproduksi maksimumnya. Salisbury and Ross (1978, p.162) menyatakan pada daerah alpin dan artik fotosintesis melebihi respirasinya sehingga akumulasi karbohidrat yang dapat dimanfaatkan saat musim semi. Sedangkan Billings (1973, 1974) menyatakan bahwa energi total yang tersedia
untuk perkembangan tanaman diukur pada suhu diatas 0oC, didaerah alpin, karena
pada suhu tersebut energi akan direduksi, dan hal ini dipengaruhi juga adanya mendung dan asap. Meskipun fotosintat diproduksi penggunaan karbohirat ditekan oleh lingkungan dengan kemiringan tinggi, karena dengan semakin meningkatnya kemiringan lingkungan maka sejumlah proses pertumbuhan akan
dibatasi. De Lucia dan Berlyn (1983) menemukan bahwa pada Abies balsamea
penebalan kutikula menurun seiring peningkatan kemiringan lahan dimana semakin banyak air yang hilang. Pada kenyataanya ketinggian membatasi pertumbuhan pohon, dan menyebabkan ketidakmampuan pematangan jaringan untuk produksi lignin, kutikula dan lilin epikutikula (Wardle, 1971: Traquillini, 1979).
(22)
Denne dan Dodd (1981) menyimpulkan bahwa pengaruh netto faktor lingkungan pada dimensi serat kayu, kecil meskipun secara ekonomi sangat penting. Mereka beralasan bahwa pengaruh faktor lingkungan terhadap rata-rata diferensiasi diimbangi oleh pengaruh waktu deferensiasi. Selanjutnya dilaporkan pengaruh ketersediaan substrat diimbangi oleh kebalikan efek efisiensi fotosintesis dan alokasi substrat. Worrall (1968) juga menemukan inisiasi awal pada aktifitas kambium yang dihubungkan dengan penghentian aktifitas awal,
tetapi koefien korelasinya hanya 0,24. Laju penghentian pertumbuhan Picea
abies, didukung oleh adanya kontrol iklim. Waktu penghentian aktifitas kambium megontrol lebarnya kayu akhir. Kerapatan kayu tergantung pada jumlah relatif kayu awal dan kayu akhir dan kerapatan masing-masing.
Jumlah substrat yang dibutuhkan untuk pembentukan kayu tergantung pada peredaran hasil fotosintesis/ fotosintat dan penerimanya. Fotosintat pada jenis menggugurkan daun dapat mencapai cadangan makanan maksimum saat musim gugur. Substrat akan menurun selama musim dingin dan pada musim semi akan meningkat lagi. Kecuali pada konifer, yang menunjukkan peningkatan substrat yang cepat pada akhir musim panas –awal musim gugur dan pada musim dingin akan sedikit meningkat, kemudian akan cepat menurun saat musim semi. Reserve ini berperan utama pada pembentukan pati dan lemak. Adanya sintesis lemak menunjukkan peningkatan substrat pada parenkim xylem dan empulur (glerum, 1977: Glerum dan Balatinecz, 1980). Timell (1980) juga menunjukkan bahwa kambium dan sel induk xilem mempunyai akumulasi pati dan lemak yang tinggi pada kondisi dorman. Selain itu Glerum juga menemukan bahwa pada saat musim gugur, fotosintat lebih banyak dialokasikan untuk respirasi daripada
(23)
membangun reserve: bagaimanapun respirasi ini dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk sintesis senyawa penting pada saat induksi dan memelihara tanaman pada saat bersalju. Pembentukan kayu pada awal musim semi dipengaruhi secara langsung oleh fotosintat dan berhubungan juga dengan komponen lain serta respirasi. Pada kenyataanya menurut Moller et al ( 1954) dan Larcher (1975) pohon hanya mengalokasikan 1-35 dari total fotosintat untuk pertumbuhan struktur. Komponen respirasi tidak begitu saja hilang pada entropi seperti yang dikemukakan oleh Ledig et al. (1976) yang menemukan bahwa respirasi dan pertumbuhan adalah sebuah peristiwa: pertumbuhan selalu diawali dengan kegiatan respirasi. Kambium pada jaringan batang memiliki laju respirasi tertinggi, selain pada meristem apikal (Goodwin&Goddard, 1940).
Reaktivasi kambium setelah dormansi merupakan hal menarik untuk dipelajari 9Berlyn, 1982: Little&Wareing 1981: Savidge&wareing, 1981). Kambium memelihara reaktivasi basipetal pucuk bawah, dan mengembangkan daun, dan struktur yang memproduksi auksin. Auksin eksogen menunjukkan kemampuan menginisiasi dan menstimulasi aktivitas kambium pada jaringan nondorman ataupun dorman karena suhu. Permasalahannya bahwa kambium lebih reaktif (42 mm/hr) daripada transpor auksin polar. Hal ini menunjukkan bahwa (1) auksin bergerak dengan aliran besar pada aliran transpor floem, (2) rata-rata transpor auksin transpor lebih lemah (9-10mm/hr): (3) sintesis kambium atau pelepasan auksin dari asalnya merupakan respon terhadap gerakan sinyal yang cepat: atau (4) Perubahan kambium dipengaruhi auksin.
Little dan Wareing (1981) menemukan bahwa pada musim dingin Picea
sitchenensis memiliki sisa IAA bebas dan IAA difusi yang tinggi, dan konsentrasi IAA selalu lebih tinggi dibandingkan ABA. Mereka menyimpulkan bahwa faktor utama pada metabolisme reaktifasi kambium adalah perubahan sensitifitas. Adanya IAA pada zona kambium setiap tahunnya dalam bentuk sukrosa (Parker, 1958) dan pada pembelahan sel pertama setelah proses reaktifasi dalam Sel Induk Xilem daripada initialnya. Postulat Savidge & Wareing menyatakan bahwa reaktivasi kambium tergantung adanya asam amino yang terdapat dalam aliran transpirasi dari akar ke batang. Senyawa ini meningkat dengan cepat pada musim
(24)
semi, yang memiliki suhu yang cocok. Senyawa ini diduga berperan menetapkan awal atau akhir reaktivasi metabolisme sintesis protein.
(25)
V. PUSTAKA ACUAN
Berlyn GP, and York C. Battey.2005. Metabolic Function and Synthesis in Tissue
of Cambium. Yale University, School of Forestry and Environmental Studies, Greeley Laboratory, New Haven, Connecticut.
Billings, W. D. (-1974). Adaptations and origins of alpine plants. Arctic Alpine
Res. 6, 129142.
Bormann, F. H., and Berlyn, G. P. (eds.) (1981). !n "Age and growth rate of
tropical trees" (Bull. No. 94). Yale Univ. School of For. and Environmental Studies, New Haven, Connecticut.
Brandle, J. R., Campbell, W. F., Sisson, W. B., and Caldwell, M. M. (1977). Net
photosynthesis electron transport capacity, and ultrastructure of Pisum
satiourn L. exposed to ultraviolet-B radiation. Plant Physiol. 60, 165-169.
Cullis, C. A. (1973). DNA differences between flax genotrophs. Nature
(London) 243, 515516.
Davies, D. D. (1980). In "The Biochemistry of Plants, Vol. 2: Metabolism and
Respiration." Academic Press, New York.
DeLucia. E., and Berlyn, G. P. (1984). The effect of increasing elevation on leaf
cuticle thickness and cuticular transpiration in balsam fir. Can. J. Bot. in
press.
Denne, M. P., and Dodd, R. S. (1981). The environmental control of xylem differentiation. "Xylem Cell Development" (J. R. Barnett, ed.), pp. 236-2SS. Castle House, Kent. Dhillon. S. $., Berlyn, G. P., and Miksche, J. P. (1978).
Nuclear DNA content in populations of Pinus rigida. Am. J. Bot. 65,
192-196
Durrant, A., and Timmis, J. N. (1973). Genetic control of environmentally
induced changes in Limum. Heredity 30, 367-379.
Dyson, R. D. (1978). "Cell Biology," 2nd Ed. Allyn and Bacon, Boston.
Emerson, R. (1958). The quantum yields of photosynthesis. Ann. Rev- Plant
Physiol. 9, I24.
Ford, E. D. (1981). Can we model xylem production by conifers? Stud. For.
(26)
Ford, E. D., and Robards, A. W. (1976). Short term variation in tracheid
development in the early wood of Picea sitcher.sis. !n "Wood Stn!cture in
3iologica! and Technological Research" (P. Baas, A. J. Bolton, and D. M. Catling, eds.). Leiden Bot. Series No. 3. Leiden Univ. Press, The Hague. Glerum, C. (1977). "Formation and distribution of food reserves during autumn
and their subsequent utilization in jack pine." Ph.D. thesis, University of Toronto,
Ontario. Glerum, C., and Balatinecz, J. J. (1980). Formation and Distribution of Food Reserves During Autumn and Their Subsequent Utilization in Jack
Pine. Can. J- Bot. 58, 40-54
Goodwin, R. H., and Goddard, D. R. (1940). The oxygen consumption of
isolated woody tissues. Am. ;a'. Bot. 27, 234-237.
Goodwin, T. W., and Mercer, E. I. (1972). "Introduction to Plant Biochemistry." Pergamon Press, New York.
Gordon, J. C., and Larson, P. R. (1968). Seasonal course of photosynthesis,
respiration and distribution of "C in young Pinus resinosa trees as related
to wood formation. Plant Physiol. 43, 1617-1621.
Gordon, J. C., and Larson, P. R. (1970). Redistribution of '°C-labelled reserve
food in young red pines during shoot elongation. For. Sci., 14-20.
Govindjee, and Govindjee, R. (1975). Introduction to photosynthesis. In
"Bioenergetics of Photosynthesis" (Govindjee, ed.), pp. 2-50. Academic Press, Inc., New York.
Grime, J. P., and Mowforth, M. A. (1982). Variation in genome size-an
ecological interpretation. Nature (London) 299, 1S1-1S3.
Hatch, M. D., Osmond, C. B., and Slatyer, R. O. (1971). "Photosynthesis and Photorespiration." Wiley, New York.
Kelly, G. J., and Latzko, E. (1976). Regulatory aspects of photosynthetic carbon
metabolism. Ann. Rev. Plant Physiol. 27, 181-205.
Kennedy, R. W. (1961). Variation and periodicity of summerwood in some
second growth Douglas fir. Tappi 44, 161-166.
Keyes, M. R., and Grier, C. C. (1981). Above- and below-ground net production
in 40-yearold Douglas fir stands on low and high productivity sites. Can. J.
For. Res. ll, 599-605.
King, R. W., Wardlaw, I. F., and Evans, L. T. (1967). Effect of assimilate
(27)
Lang, A. (1961). Unpublished outline-elaborated in "Plant Physiology," (F. B.
Salibury and C. Ross, eds.), pp. 690-691. Wadsworth, Belmont, California.
Larcher, W. (1975). "Physiological Ecology." Springer-Yerlag, New York.
Larson, P. R. (1969). "Wood Formation and the Concept of Wood Quality
(Bulletin No. 74). Yale University School of Forestry and Environmental Studies, New Haven, Connecticut.
Ledig, F. T., Drew, A. P., and Clark, J. G. (1976). Maintenance and constructive respiration, photosynthesis and net assimilation rate in seedlings of pitch pine
(Pinus rigida Mill.). Ann. Bot. 40, 289-300.
Lehninger, A. L. (1965). "Bicenergetics." Benjamin, New York.
Leith, H. (1972). Uber die Primarproduktion der Erde. Z. Angew. Bot. 46, 1-37.
Leith, H. (1975). Primary productivity in ecosystems: Comparative analysis of
global patterns. In "Unifying Concepts in Ecology" (W. H. vanDobben and
R. H. Lowe-McConnell, eds.), pp. 67-88. Junk, The Hague.
Little, C. H. A., and Loach, K. (1973). Effect of changes in carbohydrate
concentration on the rate of net photosynthesis in mature leaves of Abies
balasamea. Can. J. Bot. 51, 751-758.
Little, C. H. A., and Wareing, P. F. (1981). Control of cambial activity and
dormancy in Picea sitchensis by indol-3-ylacetic and abscisic acids. Can.
J. Bot. 59, 1480-1492. Lorimer,
G. H. (1981). The carboxylauon and oxygenation of ribulose 1,5-bisphosphate:
The primary events of photosynthesis and photorespiration. Ann. Rev.
Plant Physiol. 32, 349-384.
Mark, R. E. (1967). "Cell Wall Mechanics of Tracheids." Yale University Press, New Haven, Connecticut.
Miller, K. R. (1982). Three-dimensional structure of a photosynthetic
membrane. Nature (London)200,53-SS.
Mitchell, P. (1966). Chersiosmotic coupling in oxidative and photosynthetic
phosphorylation. Biol. Rev. 41, 445-502.
Moller, C. M., Muller, D., and Nielsen, J. (1954). Graphic presentation of dry
matter production of european beech. Forstl. Forsoegsvaes. Dan. 21,
327-335.
Newcomb, F. C. (1895). The regulatory formation of mechanical tissue. Bor.
(28)
North, G. (1983). Genes and development: Cloning the genes that specify fruit
flies. Nature (London) 303, 134-135.
Parker, J. (1958). Changes in sugars and nitrogenous compounds of tree barks
from summer to winter. Naturwissenschaften 45, 139.
Parson, W. W., and Ke, B. (1982). Primary photochemical reactions. In
"Photosynthesis: Energy Conversion by Plants and Bacteria" (Govindjee, ed.), Vol. 1, pp. 331-385. Academic Press, New York.
Salisbury, F. B., and Ross, C. W. (1978). "Plant physiology," 2nd Ed. Wadsworth, Belmont, California.
Sauter, J. J. (1972). Respiratory and phosphatase activities in contact cells of
wood rays and their possible role in sugar secretion. Z. Pffanzenphysiol.
67, 135-145.
Sauter, J. J., Iten, W., and Zimmermaun, M. H. (1973). Studies on the release of
sugar into the vessels of sugar maple (Acer saccharum). Can. J. Bot. 51, I-8.
Savidge, R. A., and Wareing, P. F. (1981). Plant-growth regulators and the
differentiation of vascular elements. In "Xylem Cell Development" (J. R.
Barnett, ed.), pp. 192-235. Castle House, Kent.
Selye, Hans. (1976). "The Stress of Life." McGraw-Hill, New York.
Smith, B. N., and Robbins, M. J. (1974). Evolution of C, photosynthesis: An
assessment based on 13C/12C ratios and kranz anatomy. In "Proc. Third
Internat. Cong. Photosyn" (M. Ausan, ed.), pp. 1579-1587. Elsevier, Amsterdam.
Simhl, K. (1982). Regulatory sites for his-3 gene expression in yeast. Nature
(London) 300, 284-287.
Sweet, G. B., and Wareing, P. F. (1966). Role of plant growth in regulating
photosynthesis. Nature (London) 210, 77-79.
Timell, T. E. (1980). Organization and ultrastcucture of the dormant cambial zone
in compression wood of Picea abies. Wood Sci. Tech. 14, 161-179.
Timmis, J. N., and Ingle, J. (1973). Environmentally induced changes in r-RNA
redundancy. Nature New Biol. ?.44, 235-236.
Tranquillini, W. (1979). "Physiological Ecology of the Alpine Timberline." Springer-Verlag, Berlin.
Trocine, R. P., Rice, J. D., and Wells, G. N. (1981). Inhibition of seagrass
(29)
Upmeyer, D. J., and Koller, H. R. (1973). Diurnal trends in net photosynthetic rate
and carbohydrate levels in soybean leaves. Plant Physiol. 51, 871-874.
Walker, D. A. (1976). Regulatory mechanisms in photosynthetic carbon
metabolism. Curr. Top. Cell Regul. 11, 203-241.
Westing, A. H. (1977). "Weapons of Mass Destruction and the Environment." Taylor and Francis, London.
Whittaker, R. H. (1975). "Communities and Ecosystems." 2nd Ed. Macmillan, New York. Worrall, J. F. (1968). "Interrelationships Among Some Phenological and Wood Property Variables in Norway Spruce." Ph.D. Thesis, Yale University, New Haven, Connecticut.
Zelitch, I. (1971). "Photosynthesis, Photorespiration, and Plant Productivity." Academic Press, Inc., New York.
(1)
semi, yang memiliki suhu yang cocok. Senyawa ini diduga berperan menetapkan awal atau akhir reaktivasi metabolisme sintesis protein.
(2)
V. PUSTAKA ACUAN
Berlyn GP, and York C. Battey. 2005. Metabolic Function and Synthesis in Tissue of Cambium. Yale University, School of Forestry and Environmental Studies, Greeley Laboratory, New Haven, Connecticut.
Billings, W. D. (-1974). Adaptations and origins of alpine plants. Arctic Alpine Res. 6, 129142.
Bormann, F. H., and Berlyn, G. P. (eds.) (1981). !n "Age and growth rate of tropical trees" (Bull. No. 94). Yale Univ. School of For. and Environmental Studies, New Haven, Connecticut.
Brandle, J. R., Campbell, W. F., Sisson, W. B., and Caldwell, M. M. (1977). Net photosynthesis electron transport capacity, and ultrastructure of Pisum satiourn L. exposed to ultraviolet-B radiation. Plant Physiol. 60, 165-169.
Cullis, C. A. (1973). DNA differences between flax genotrophs. Nature (London) 243, 515516.
Davies, D. D. (1980). In "The Biochemistry of Plants, Vol. 2: Metabolism and Respiration." Academic Press, New York.
DeLucia. E., and Berlyn, G. P. (1984). The effect of increasing elevation on leaf cuticle thickness and cuticular transpiration in balsam fir. Can. J. Bot. in press.
Denne, M. P., and Dodd, R. S. (1981). The environmental control of xylem differentiation. "Xylem Cell Development" (J. R. Barnett, ed.), pp. 236-2SS. Castle House, Kent. Dhillon. S. $., Berlyn, G. P., and Miksche, J. P. (1978). Nuclear DNA content in populations of Pinus rigida. Am. J. Bot. 65, 192-196
Durrant, A., and Timmis, J. N. (1973). Genetic control of environmentally induced changes in Limum. Heredity 30, 367-379.
Dyson, R. D. (1978). "Cell Biology," 2nd Ed. Allyn and Bacon, Boston.
Emerson, R. (1958). The quantum yields of photosynthesis. Ann. Rev- Plant Physiol. 9, I24.
Ford, E. D. (1981). Can we model xylem production by conifers? Stud. For. Suec. 160, 1929.
(3)
Ford, E. D., and Robards, A. W. (1976). Short term variation in tracheid development in the early wood of Picea sitcher.sis. !n "Wood Stn!cture in 3iologica! and Technological Research" (P. Baas, A. J. Bolton, and D. M. Catling, eds.). Leiden Bot. Series No. 3. Leiden Univ. Press, The Hague. Glerum, C. (1977). "Formation and distribution of food reserves during autumn
and their subsequent utilization in jack pine." Ph.D. thesis, University of Toronto,
Ontario. Glerum, C., and Balatinecz, J. J. (1980). Formation and Distribution of Food Reserves During Autumn and Their Subsequent Utilization in Jack Pine. Can. J- Bot. 58, 40-54
Goodwin, R. H., and Goddard, D. R. (1940). The oxygen consumption of isolated woody tissues. Am. ;a'. Bot. 27, 234-237.
Goodwin, T. W., and Mercer, E. I. (1972). "Introduction to Plant Biochemistry." Pergamon Press, New York.
Gordon, J. C., and Larson, P. R. (1968). Seasonal course of photosynthesis, respiration and distribution of "C in young Pinus resinosa trees as related to wood formation. Plant Physiol. 43, 1617-1621.
Gordon, J. C., and Larson, P. R. (1970). Redistribution of '°C-labelled reserve food in young red pines during shoot elongation. For. Sci., 14-20.
Govindjee, and Govindjee, R. (1975). Introduction to photosynthesis. In "Bioenergetics of Photosynthesis" (Govindjee, ed.), pp. 2-50. Academic Press, Inc., New York.
Grime, J. P., and Mowforth, M. A. (1982). Variation in genome size-an ecological interpretation. Nature (London) 299, 1S1-1S3.
Hatch, M. D., Osmond, C. B., and Slatyer, R. O. (1971). "Photosynthesis and Photorespiration." Wiley, New York.
Kelly, G. J., and Latzko, E. (1976). Regulatory aspects of photosynthetic carbon metabolism. Ann. Rev. Plant Physiol. 27, 181-205.
Kennedy, R. W. (1961). Variation and periodicity of summerwood in some second growth Douglas fir. Tappi 44, 161-166.
Keyes, M. R., and Grier, C. C. (1981). Above- and below-ground net production in 40-yearold Douglas fir stands on low and high productivity sites. Can. J. For. Res. ll, 599-605.
King, R. W., Wardlaw, I. F., and Evans, L. T. (1967). Effect of assimilate utilization on photosynthetic rate in wheat. Plania 77, 261-276.
(4)
Lang, A. (1961). Unpublished outline-elaborated in "Plant Physiology," (F. B. Salibury and C. Ross, eds.), pp. 690-691. Wadsworth, Belmont, California. Larcher, W. (1975). "Physiological Ecology." Springer-Yerlag, New York. Larson, P. R. (1969). "Wood Formation and the Concept of Wood Quality
(Bulletin No. 74). Yale University School of Forestry and Environmental Studies, New Haven, Connecticut.
Ledig, F. T., Drew, A. P., and Clark, J. G. (1976). Maintenance and constructive respiration, photosynthesis and net assimilation rate in seedlings of pitch pine (Pinus rigida Mill.). Ann. Bot. 40, 289-300.
Lehninger, A. L. (1965). "Bicenergetics." Benjamin, New York.
Leith, H. (1972). Uber die Primarproduktion der Erde. Z. Angew. Bot. 46, 1-37. Leith, H. (1975). Primary productivity in ecosystems: Comparative analysis of
global patterns. In "Unifying Concepts in Ecology" (W. H. vanDobben and R. H. Lowe-McConnell, eds.), pp. 67-88. Junk, The Hague.
Little, C. H. A., and Loach, K. (1973). Effect of changes in carbohydrate concentration on the rate of net photosynthesis in mature leaves of Abies balasamea. Can. J. Bot. 51, 751-758.
Little, C. H. A., and Wareing, P. F. (1981). Control of cambial activity and dormancy in Picea sitchensis by indol-3-ylacetic and abscisic acids. Can. J. Bot. 59, 1480-1492. Lorimer,
G. H. (1981). The carboxylauon and oxygenation of ribulose 1,5-bisphosphate: The primary events of photosynthesis and photorespiration. Ann. Rev. Plant Physiol. 32, 349-384.
Mark, R. E. (1967). "Cell Wall Mechanics of Tracheids." Yale University Press, New Haven, Connecticut.
Miller, K. R. (1982). Three-dimensional structure of a photosynthetic membrane. Nature (London)200,53-SS.
Mitchell, P. (1966). Chersiosmotic coupling in oxidative and photosynthetic phosphorylation. Biol. Rev. 41, 445-502.
Moller, C. M., Muller, D., and Nielsen, J. (1954). Graphic presentation of dry matter production of european beech. Forstl. Forsoegsvaes. Dan. 21, 327-335.
Newcomb, F. C. (1895). The regulatory formation of mechanical tissue. Bor. Gaz. 20, 441448.
(5)
North, G. (1983). Genes and development: Cloning the genes that specify fruit flies. Nature (London) 303, 134-135.
Parker, J. (1958). Changes in sugars and nitrogenous compounds of tree barks from summer to winter. Naturwissenschaften 45, 139.
Parson, W. W., and Ke, B. (1982). Primary photochemical reactions. In "Photosynthesis: Energy Conversion by Plants and Bacteria" (Govindjee, ed.), Vol. 1, pp. 331-385. Academic Press, New York.
Salisbury, F. B., and Ross, C. W. (1978). "Plant physiology," 2nd Ed. Wadsworth, Belmont, California.
Sauter, J. J. (1972). Respiratory and phosphatase activities in contact cells of wood rays and their possible role in sugar secretion. Z. Pffanzenphysiol. 67, 135-145.
Sauter, J. J., Iten, W., and Zimmermaun, M. H. (1973). Studies on the release of sugar into the vessels of sugar maple (Acer saccharum). Can. J. Bot. 51, I-8. Savidge, R. A., and Wareing, P. F. (1981). Plant-growth regulators and the
differentiation of vascular elements. In "Xylem Cell Development" (J. R. Barnett, ed.), pp. 192-235. Castle House, Kent.
Selye, Hans. (1976). "The Stress of Life." McGraw-Hill, New York.
Smith, B. N., and Robbins, M. J. (1974). Evolution of C, photosynthesis: An assessment based on 13C/12C ratios and kranz anatomy. In "Proc. Third Internat. Cong. Photosyn" (M. Ausan, ed.), pp. 1579-1587. Elsevier, Amsterdam.
Simhl, K. (1982). Regulatory sites for his-3 gene expression in yeast. Nature (London) 300, 284-287.
Sweet, G. B., and Wareing, P. F. (1966). Role of plant growth in regulating photosynthesis. Nature (London) 210, 77-79.
Timell, T. E. (1980). Organization and ultrastcucture of the dormant cambial zone in compression wood of Picea abies. Wood Sci. Tech. 14, 161-179.
Timmis, J. N., and Ingle, J. (1973). Environmentally induced changes in r-RNA redundancy. Nature New Biol. ?.44, 235-236.
Tranquillini, W. (1979). "Physiological Ecology of the Alpine Timberline." Springer-Verlag, Berlin.
Trocine, R. P., Rice, J. D., and Wells, G. N. (1981). Inhibition of seagrass photosynthesis by ultraviolet-B radiation. Plant Physiol. 68, 74-81.
(6)
Upmeyer, D. J., and Koller, H. R. (1973). Diurnal trends in net photosynthetic rate and carbohydrate levels in soybean leaves. Plant Physiol. 51, 871-874.
Walker, D. A. (1976). Regulatory mechanisms in photosynthetic carbon metabolism. Curr. Top. Cell Regul. 11, 203-241.
Westing, A. H. (1977). "Weapons of Mass Destruction and the Environment." Taylor and Francis, London.
Whittaker, R. H. (1975). "Communities and Ecosystems." 2nd Ed. Macmillan, New York. Worrall, J. F. (1968). "Interrelationships Among Some Phenological and Wood Property Variables in Norway Spruce." Ph.D. Thesis, Yale University, New Haven, Connecticut.
Zelitch, I. (1971). "Photosynthesis, Photorespiration, and Plant Productivity." Academic Press, Inc., New York.