ANALISIS DAN EFISIENSI METABOLISME PADA
ANALISIS DAN EFISIENSI METABOLISME PADA SALURAN CERNA
ANALYSIS AND METABOLISM EFFICIENCY OF DIGESTIVE SYSTEM
Azki Afidati Putri Anfa 1*), Nadyatul Khaira Huda2), Nurul Fathjri Rahmayeny3)
Rifqi Ramadhana4), Selvi Nur Afni5)
1)
1410422025, Kelompok VA, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
2)
1410422015, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
3)
1410422045, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
4)
1410421001, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
5)
1410422041, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
*
Koresponden : [email protected]
Abstract
An experiment about analysis and metabolism efficiency of the gastrointestinal duct was held on
Wednesday, 2nd November 2016 untill 07th November 2016 in Teaching Laboratory II, Dapartment
of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University. The experiment was
to identify the processes that occur in the gastrointestinal duct, to observe the food found in the
gastrointestinal tract include texture, shape, smell, and color, measure and compare the efficiency of
metabolism based on the type of feed, and also to identify factors that affect the efficiency of the
metabolism in the body. The method used in this experiment was direct observation of animals
digestive and observation about body weight of Achatina sp. after food changing for 6 days
experiment. The result about the gastrointestinal duct, ratio length of the gastrointestinal duct
Duttaphrynus melanostictus : Fejervarya cancrivora : Mus musculus was 1 : 1 : 3. Value the highest
of metabolic efficiency of Achatina fulica among four treatment were on given Commelina sp. (8,43
gr), Carica papaya (0,95 gr), and Begonia sp. (0,39 gr).
Keyword: Analysis, gastrointestinal, metabolism.
PENDAHULUAN
Sistem pencernaan adalah sistem organ
dalam hewan multisel yang menerima
makanan dan mencernanya menjadi
energi dan nutrien serta mengeluarkan
sisa proses tersebut. Saluran pencernaan
memberi tubuh persediaan akan air,
elektrolit, dan makanan, yang terus
menerus. Untuk mencapai hal ini,
dibutuhkan pergerakan makanan melalui
saluran pencernaan, sekresi getah
pencernaan dan pencernaan makanan;
absorpsi hasil pencernaan,air dan
berbagai elektrolit; sirkulasi darah
melalui organ-organ gastrointestinal
untuk membawa zat-zat yang diabsorpsi;
dan pengaturan semua fungsi ini oleh
sistem saraf dan hormonal (Guyton,
2002).
Menurut Sherwood (2001), fungsi
utama sistem pencernaan adalah
memindahkan zat nutrient (zat yang
sudah dicerna), air, dan garam yang
berasal dari zat makanan ke lingkungan
dalam untuk didistribusikan ke sel-sel
melalui sistem sirkulasi. Menurut
Syaifuddin (2001), sinyal atau isyarat
pada fungsi sistem gastrointestinal
dimulai oleh rangsangan pada lumen dan
bekerja
terhadap
mekanoreseptor,
osmoreseptor, (sensasi bau) dan
kemoreseptor serta refleks yang
mempengaruhi efektor (sensasi kelenjar)
lapisan otot dalam dinding saluran GI dan
kelenjar eksokrin yang mensekresi
bahan-bahan dalam lumen. Reseptor
maupun efektor refleks tersebut terdapat
di dalam sistem pencernaan.
Selama dalam proses pencernaan,
makanan dihancurkan menjadi zat-zat
sederhana yang dapat diserap dan
digunakan sel jaringan tubuh. Berbagai
perubahan sifat makanan terjadi karena
kerja berbagai enzim yang terkandung
dalam berbagai cairan pencerna. Setiap
jenis zat ini mempunyai tugas khusus
menyaring dan bekerja atas satu jenis
makanan dan tidak mempunyai pengaruh
terhadap jenis lainnya (Evelyn, 2008).
Saluran pencernaan makanan
secara umum terdiri atas bagian-bagian
sebagai berikut : mulut (faring atau
tekak),
esofagus
(kerongkongan),
ventrikulus/gaster (lambung), usus halus
, kolon (usus besar) dan anus (Setiadi,
2007).
Di
sepanjang
traktus
gastrointestinal , kelenjar sekretoris
mempunyai dua fungsi utama. Pertama,
enzim-enzim pencernaan disekresi pada
sebagian besar daerah rongga mulut
sampai ujung distal ileum. Kedua,
kelenjer mukus, dari rongga mulut
sampai ke anus, mengeluarkan mukus
untuk melumaskan dan melindungi
semua bagian saluran pencernaan
(Guyton, 2002).
Di dalam mulut, melalui proses
pengunyahan, makanan bercampur
dengan saliva dan didorong melalui
proses menelan ke dalam esofagus .
Gelombang peristaltik di esofagus
menggerakkan makanan ke dalam
lambung. Pengaruh lambung terutama
adalah respons-respons refleks lokal dan
respons terhadap gastrin. Pengaruh usus
adalah efek umpan balik hormonal dan
refleks pada sekresi lambung yang
dicetuskan dari mukosa usus halus
(Ganong, 2002).
Agar makanan dapat dicerna
secara
optimal
dalam
saluran
pencernaan, waktu yang diperlukan pada
masing-masing bagian saluran bersifat
terbatas. Selain itu pencampuran yang
tepat juga harus dilakukan. Tetapi karena
kebutuhan untuk pencampuran dan
pendorongan sangat berbeda pada tiap
tingkat proses, berbagai mekanisme
umpan balik hormonal dan saraf otomatis
akan mengontrol tiap aspek dari proses
ini (Guyton, 2002).
Mengunyah makanan bersifat
penting untuk pencernaan semua
makanan, karena akan membantu
pencernaan makanan untuk alasan
sederhana berikut : karena enzim-enzim
pencernaan
hanya
bekerja
pada
permukaan partikel makanan, kecepatan
pencernaan sangat tergantung pada total
area permukaan yang terpapar dengam
sekresi usus. Pada umumnya otototot
pengunyah dipersarafi oleh cabang
motorik dari saraf kranial kelima, dan
proses mengunyah dikontrol oleh
nukleus dalam batang otak. Menelan
adalah suatu aksi fisiologis yang
kompleks,terutama karena faring pada
hampir setiap saat melakukan beberapa
fungsi lain di samping menelan dan
hanya diubah dalam beberapa detik ke
dalam traktus untuk mendorong
makanan. Yang terutama penting adalah
bahwa respirasi tidak terganggu akibat
menelan. Pada umumnya menelan dapat
dibagi menjadi tahap volunter yang
mencetuskan proses menelan; tahap
faringeal yang bersifat involunter dan
membantu jalannya makanan melalui
faring ke dalam esofagus; dan tahap
esofageal, fase involunter lain yang
mempermudah jalannya makanan dari
faring ke lambung (Price, 1994).
Tujuan dari praktikum ini adalah
mengidentifikasi proses yang terjadi
pada saluran cerna, melakukan analisis
terhadap makanan yang dijumpai pada
saluran cerna meliputi tekstur, bentuk,
bau, dan warna, mengukur dan
membandingkan efisiensi metabolism
berdasarkan
jenis
pakan,
serta
mengidentifikasi
faktor
yang
mempengaruhi efisiensi metabolism
dalam tubuh.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Rabu, 2 November hingga 7 November
2016 di Laboratorium Pendidikan II,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas, Padang.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah bak bedah, gunting bedah, pinset,
jarum pentul, botol pembius (killing
bottle), botol 4 buah, daun dengan 3 jenis
yang berbeda yaitu daun Begonia sp.,
daun Commelina sp., dan daun Carica
papaya , seta tisu. Bahan yang digunakan
adalah 1 ekor mencit (Mus musculus), 4
ekor (Achatina fulica ), 1 ekor katak
(Fejervarya cancrivora ), 1 ekor kodok
(Duttaphrynus melanostictus).
Cara Kerja
Analisis saluran cerna
Dipingsankan Duttaprinus melanotictus
dan Fejervarya cancrivora terlebih
dahulu dalam killing bottle, sementara
untuk Mus musculus dilakukan dislokasi
vertebrae cervicalis. Masing-masing
hewan uji kemudian dibedah dari bagian
posterior abdomen hingga rongga mulut.
Dilakukan
pengangkatan
organ
pencernaan termasuk kelenjar-kelenjar
pencernaan, disusun hingga rapi pada
kertas. Kemudian dilakukan pengukuran
terhadap
panjang
total
saluran
pencernaan panjang esophagus, panjang
intestinum tenue dan panjang intestinum
crassum pada masing-masing objek.
Kemudian dilakukan analisis kondisi
bahan
makanan
dalam
saluran
pencernaan dan dicatat semua data,
dirasiokan kemudian dibandingkan
antara saluran pencernaan Duttaphrynus
melanostictus, Fejervarya cancrivora
dan Mus musculus.
Efisiensi metabolisme saluran cerna
Achatina fulica
Ditimbang masing-masing Achatina
fulica dan dicatat bobotnya masingmasing. Disediakan 4 toples dan diberi
label berbeda sesuai jenis pakan yang
akan diberikan kepada Achatina fulica .
Ditimbang daun sebagai bahan makanan
Achatina fulica sebanyak 20 gram untuk
tiap jenis pakan dan masukkan ke dalam
toples secara terpisah. Untuk tiap toples,
dimasukkan satu ekor Achatina fulica
lalu ditutup dengan penutup yang telah
dilubangi sehingga aerasinya tetap
terjaga. Dijadikan 1 toples Achatina
fulica untuk kontrol dengan ditambahkan
tisu didalamnya. Toples kedua dengan
daun Begonia sp., Toples ketiga dengan
daun Commelina sp., serta toples
keempat dengan daun Carica papaya .
Dilakukan pengukuran bobot Achatina
fulica , sisa daun (pakan) yang masih ada
dan berat feses tiga hari kemudian
(jadwal pengukuran pada hari Jumat dan
Senin). Dibandingkan pengukuran pada
data awal dan data pengukuran pada hari
ketiga. Kemudian dihitung efisiensi
metabolisme dengan rumus: Efisiensi
metabolisme = (Berat pakan awal-berat
pakan akhir) – berat feses.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil yang di dapatkan pada praktikum :
Analisis Saluran cerna pada Bufo sp. , Fejervarya cancrivora, dan Mus musculus.
Tabel 1. Hasil pengamatan saluran pencernaan Bufo sp. , Fejervarya cancrivora, dan Mus
musculus.
Karakter
Saluran
1. Panjang
Total saluran
pencernaan
Esophagus
Ventrikulus
Intestinum
tenue
Intestinum
crassum
Rasio
Duttaphrynus
melanostictus
21,8 cm
Fejervarya
cancrivora
25 cm
Mus musculus
2 cm
3,2 cm
2,8 cm
3 cm
2,7 cm
4 cm
5 cm
2 cm
45 cm
14,1 cm
10 cm
11,5 cm
1
1
3
63 cm
2. Bau
Ventrikulus
Intestinum
tenua
Intestinum
crassum
Sangat busuk
Sangat busuk
Amis
Amis
Busuk
Busuk
Sangat busuk
Amis
Busuk
Ventrikulus
Intestinum
tenua
Intestinum
crassum
Kasar
Halus
Kasar
Kasar
Kasar
Halus
Kasar
Halus
Kasar
Ventrikulus
Intestinum
tenua
Intestinum
crassum
Kehijauan
Hijau
kekuningan
Hitam
Kuning pekat
Kuning pekat
Kuning
Kehijauan
Hijau kehitaman
Hitam
Ventrikulus
Intestinum
tenua
Intestinum
crassum
Semi solid
Cair
Semi solid
Semi solid
Semi solid
Cair
Padat
Cair
Padat
3. Tekstur
4. Warna
5. Bentuk
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
bahwa ukuran panjang total saluran cerna
pada hewan uji yakni Mus musculus
dibanding dengan Fejervarya cancrivora
dibanding
dengan
Duttaphrynus
melanostictus. adalah 63 cm banding 25
cm banding 21,8 cm (3 : 1 : 1). Mus
musculus memiliki saluran cerna yang
lebih panjang dibandingkan dengan
hewan uji lainnya hal ini dikarenakan
Mus musculus adalah hewan omnivora
sedangkan Duttaphrynus melanostictus
dan Fejervarya sp. adalah karnivora. Hal
ini sebagaimana menurut Campbell dkk.,
(2005), panjang sistem pencernaan
vertebrata juga berkorelasi dengan jenis
makanan. Secara umum, herbivora dan
omnivora memiliki saluran pencernaan
lebih besar dibandingkan dengan
karnivora. Vegetasi tumbuhan lebih sulit
dicerna dibandingkan dengan daging
karena mengandung dinding sel. Saluran
pencernaan yang lebih panjang akan
menyediakan lebih banyak waktu untuk
pencernaan dan lebih banyak luas
permukaan untuk penyerapan nutrien.
Saluran pencernaan mammalia
terdiri dari rongga mulut (oral),
kerongkongan
(oesophagus),
proventrikulus (pars glandularis), yang
terdiri dari rumen, retikulum, dan
omasum; ventrikulus (pars muscularis)
yakni abomasum, usus halus (intestinum
tenue), usus besar (intestinum crassum),
sekum (coecum), kolon, dan anus. Sistem
digesti pada mammalia dibagi menjadi
dua macam yaitu monogastrik dan
poligastrik.
Monogastrik
memiliki
saluran pencernaan meliputi mulut,
oesophagus, stomach, small intestinum,
large intestinum, rektum dan anus.
Sedangkan pada poligastrik perut dibagi
menjadi empat yaitu rumen, reticulum,
omasum, dan abomasum, sehingga
urutan saluran pencernaannya menjadi
mulut, oesophagus, rumen, reticulum,
omasum, abomasum, small intestinum,
large intestinum, rektum dan anus
(Swenson,1997).
Tekstur dari saluran cerna pada
hewan uji menunjukkan lebih banyaknya
tekstur yang kasar dibandingkan dengan
yang halus. Hal ini seperti dikatakan oleh
McDonald et al. (2002), kecernaan
merupakan perubahan fisik dan kimia
yang dialami bahan makanan dalam alat
pencernaan. Perubahan tersebut dapat
berupa penghalusan bahan makanan
menjadi partikel kecil, atau penguraian
molekul besar menjadi molekul kecil.
Kecernaan suatu pakan sangat tepat
didefinisikan sebagai bagian dari pakan
yang tidak dieksresikan di dalam feses
dan oleh karena itu diasumsikan bagian
tersebut diserap oleh hewan. Nilai
kecernaan
dapat
menggambarkan
kemampuan hewan mencerna suatu
pakan, selain itu nilai kecernaan dapat
menentukan kualitas pakan yang
dikonsumsi oleh hewan. Kecernaan
biasanya dinyatakan dalam persen dari
bahan kering, apabila bagian ini
dinyatakan sebagai persen terhadap
konsumsi maka disebut koofisien cerna.
Bau yang dikeluarkan dari saluran
cerna pada hewan uji berupa amis, sangat
bau, dan bau. Salah satu organ cerna yang
mengeluarkan bau tidak sedap adalah
lambung. Menurut Tillman et al., (1989),
lambung adalah ruang sederhana yang
berfungsi sebagai tempat pencernaan dan
penyimpanan
pakan
sementara.
Lambung mempunyai tiga bagian yaitu
kardia, fundus, dan pilorus. Bagian
tengah (fundus) adalah bagian utama
yang mensekresikan getah lambung.
Getah lambung terdiri dari sebagaian
besar air, garam organik, mukus, HCl,
pepsinogen dan faktor intrinsik yang
penting untuk efisiensi absorbsi vitamin
B12 (Kamal, 1994).
Pakan merupakan faktor yang
sangat penting dalam pembiakan dan
pemeliharaan
mencit,
terutama
kandungan dalam pakan tesebut. Pakan
mencit labolatorium tersedia dalam
bentuk pelet, dengan berbagai macam
bentuk dan ukuran, atau dalam bentuk
tepung yang diberikan dalam jumlah
tanpa batas (adlibitum) untuk dikonsumsi
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Palatabilitas
menunjukkan
sampai
tingkat mana suatu pakan menarik untuk
dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini
dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa,
bau, dan warna) serta hewan itu sendiri
karena setiap jenis hewan memiliki tipe
jenis pakan yang disukai dan berbeda
antara hewan yang satu dengan lainnya.
Sifat fisik ransum juga akan ditentukan
oleh pengolahan yang dilakukan sebelum
diberikan pada ternak, sehingga sangat
mempengaruhi palatabilitas pakan. Suatu
jenis pakan belum tentu mempunyai
kandungan nutrien yang sesuai dengan
kebutuhan hidup ternak, tetapi beberapa
ahli palatabilitas menganggap bahwa
tingkat palatabilitas pakan lebih penting
daripada nilai nutrien pakan tersebut
karena pakan dengan nilai nutrien tinggi
tidak akan berarti bila tidak disukai oleh
ternak (Mcllroy, 1977).
Efisiensi Metabolisme Saluran Cerna
Tabel 2. Efisiensi metabolisme pada Achatina fulica
Pengamatan
Berat Achatina
fulica I
Berat Achatina
fulica II
Berat pakan awal
Berat pakan akhir
Berat feses
Efisiensi
metabolisme
Jenis pakan (gr)
Kontrol
Begonia sp.
Commelina sp
Carica papaya
20,32
68,17
31,38
20,43
8,57
53,27
35,24
22,33
0
0
0,95
20
17,3
3,09
0,39
20
9,84
1,73
8,43
20
14,27
4,78
0,95
Pada tabel di aatas dapat diketahui bahwa
efisiensi saluran cerna Achatina fulica
paling tinggi terdapat pada pemberian
pakan Comellina sp. Hal ini dapat
dikarenakan Achatina fulica lebih
menyukai tanaman Comellina sp. sebagai
pakannya dibanding dengan kapas,
Begonia sp., dan Carica papaya .
Dalam
mencerna
makanan
Achatina fullica membutuhkan bantuan
enzim. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa Achatina fullica adalah salah satu
hewan yang hidupnya bergantung pada
enzim selulotik untuk mencerna
makanannya. Achatina fullica tidak
memiliki enzim selulase, melainkan oleh
mikroba selulolitik yang berasal dari luar
tubuhnya (Kastowo, 1984).
Beberapa jenis tumbuhan bawah
bisa dimanfaatkan sebagai hijauan
makan ternak, beberapa tumbuhan yang
bisa digunakan sebagai hijauan makan
ternak adalah legume dan rumput. Fungsi
legum dalam padang penggembalaan
adalah menyedikan atau memberikan
nilai makanan yang lebih baik terutamam
berupa protein, fosfor dan kalsium.
Sedangkan rumput menyediakan bahan
kering yang lebih banyak dibanding
legume dan energi yang lebih banyak
pula bagi sapi. Selain legume dan rumput
ada juga jenis lain yang bisa digunakan
sebagai hijauan pakan ternak, yaitu daun
ketela pohon, daun mindi, sirih-sirihan,
dll. Beberapa jenis tumbuhan bawah
sumber pakan ternak adalah Flamingia
stabilifera,
Manihot
utilissima,
Centrosema pubescens, Commelina
nudiflora,Ipomea trilobata, Digitaria sp.,
Cajanus
cajan,
Calopogonium
mocunoides, dan Leucaena glauca .
(Reaksohadiprodjo, 1985 dalam Basuki,
2012)
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum yang telah
dilaksanakan, yaitu :
1. Saluran cerna pada Mus musculus
lebih panjang dari Bufo sp. dan
Fejervarya sp. dengan perbandingan
3:1:1.
2. Tekstur makanan yang ditemukan
pada Mus musculus lebih kasar dari
Fejervarya
cancrivora
dan
Duttaphrynus melanostictus.
3. Efisiensi metabolism saluran cerna
Achatina fulica tertinggi terdapat
pada pemberian pakan Commelina
sp. yaitu 8,43 gr. Kemudian pada
pemberian pakan Carica papaya
yaitu 0,95 gr., dan pemberian pakan
Begonia sp., yaitu 0,39 gr.
4. Faktor faktor yang mempengaruhi
efisiensi yaitu jenis makanan yang
diberikan,
tekstur
makanan,
kandungan makanan tersebut, serta
kompleksitas dair saluran cerna.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki,
Rahmad.
2012.
Skripsi
Komposisi
dan
Produksi
Tumbuhan Bawah Sumber Pakan
Ternak pada Beberapa Kelas
Umur Tegakan Jati. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Campbell, Reece. 2005. Biologi Jilid 3
Edisi 5. Erlangga. Jakarta.
Evelyn. 2008. Anatomi dan Fisiologi
Untuk Paramedis. Media Pustaka
Utama. Jakarta.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-20. EGC.
Jakarta.
Guyton AC, Hall, J.E. 2002. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9,
EGC, Jakarta.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak 1.
Laboratorium Makanan Ternak
Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas
Gadjah
Mada.
Yogyakarta.
Kastowo,
H.
1984.
Anatomi
Komperativa. Alumni, Bandung.
Mcdonald, P., R. A. Edward, J. F. G.
Greenhalgh and C. A. Morgan.
2002. Animal Nutrition. 6th Ed.
Longman
Scientific
and
Technical. New York.
Mcllroy, R. J. 1977. Pengantar Budidaya
Rumput Tropika. Terjemahan : S.
Susetyo, Soedarmadi, Kismono
dan S, Harini. Praditya Pratama .
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Price, S.A. 1994. Patofisiologi : konsep
klinis proses-proses penyakit.
Edisi Ke-4. EGC. Jakarta.
Setiadi. 2007. Anatomi Dan Fisiologi
Manusia . EGC. Jakarta.
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia :
dari sel ke sistem. Edisi Ke-2.
EGC. Jakarta.
Smith, J. B., dan S. Mangkoewidjojo.
1988. Pemeliharaan, Pembiakan
dan
Penggunaan
Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. UI
Press. Jakarta.
Swenson, M.J, 1997. Duke’s Physiology
of Domestic Animal. Comstock.
Publ. Co. Inc, Ithaca New York.
Syaifuddin. 2001. Fungsi Sistem tubuh
Manusia . Widya Medika. Jakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprodjo,
S.
Prawirokusumo
dan
S.
Lebdosoekojo.
1989.
Ilmu
Makanan
Ternak
Dasar .
Universitas
Gadjah
Mada.
Yogyakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1. Achatina fulica dengan pemberian 4 pakan berbeda (tisu, Begonia sp.,
Commelina sp., dan Carica papaya )
ANALYSIS AND METABOLISM EFFICIENCY OF DIGESTIVE SYSTEM
Azki Afidati Putri Anfa 1*), Nadyatul Khaira Huda2), Nurul Fathjri Rahmayeny3)
Rifqi Ramadhana4), Selvi Nur Afni5)
1)
1410422025, Kelompok VA, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
2)
1410422015, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
3)
1410422045, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
4)
1410421001, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
5)
1410422041, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan Biologi, FMIPA,Universitas Andalas
*
Koresponden : [email protected]
Abstract
An experiment about analysis and metabolism efficiency of the gastrointestinal duct was held on
Wednesday, 2nd November 2016 untill 07th November 2016 in Teaching Laboratory II, Dapartment
of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University. The experiment was
to identify the processes that occur in the gastrointestinal duct, to observe the food found in the
gastrointestinal tract include texture, shape, smell, and color, measure and compare the efficiency of
metabolism based on the type of feed, and also to identify factors that affect the efficiency of the
metabolism in the body. The method used in this experiment was direct observation of animals
digestive and observation about body weight of Achatina sp. after food changing for 6 days
experiment. The result about the gastrointestinal duct, ratio length of the gastrointestinal duct
Duttaphrynus melanostictus : Fejervarya cancrivora : Mus musculus was 1 : 1 : 3. Value the highest
of metabolic efficiency of Achatina fulica among four treatment were on given Commelina sp. (8,43
gr), Carica papaya (0,95 gr), and Begonia sp. (0,39 gr).
Keyword: Analysis, gastrointestinal, metabolism.
PENDAHULUAN
Sistem pencernaan adalah sistem organ
dalam hewan multisel yang menerima
makanan dan mencernanya menjadi
energi dan nutrien serta mengeluarkan
sisa proses tersebut. Saluran pencernaan
memberi tubuh persediaan akan air,
elektrolit, dan makanan, yang terus
menerus. Untuk mencapai hal ini,
dibutuhkan pergerakan makanan melalui
saluran pencernaan, sekresi getah
pencernaan dan pencernaan makanan;
absorpsi hasil pencernaan,air dan
berbagai elektrolit; sirkulasi darah
melalui organ-organ gastrointestinal
untuk membawa zat-zat yang diabsorpsi;
dan pengaturan semua fungsi ini oleh
sistem saraf dan hormonal (Guyton,
2002).
Menurut Sherwood (2001), fungsi
utama sistem pencernaan adalah
memindahkan zat nutrient (zat yang
sudah dicerna), air, dan garam yang
berasal dari zat makanan ke lingkungan
dalam untuk didistribusikan ke sel-sel
melalui sistem sirkulasi. Menurut
Syaifuddin (2001), sinyal atau isyarat
pada fungsi sistem gastrointestinal
dimulai oleh rangsangan pada lumen dan
bekerja
terhadap
mekanoreseptor,
osmoreseptor, (sensasi bau) dan
kemoreseptor serta refleks yang
mempengaruhi efektor (sensasi kelenjar)
lapisan otot dalam dinding saluran GI dan
kelenjar eksokrin yang mensekresi
bahan-bahan dalam lumen. Reseptor
maupun efektor refleks tersebut terdapat
di dalam sistem pencernaan.
Selama dalam proses pencernaan,
makanan dihancurkan menjadi zat-zat
sederhana yang dapat diserap dan
digunakan sel jaringan tubuh. Berbagai
perubahan sifat makanan terjadi karena
kerja berbagai enzim yang terkandung
dalam berbagai cairan pencerna. Setiap
jenis zat ini mempunyai tugas khusus
menyaring dan bekerja atas satu jenis
makanan dan tidak mempunyai pengaruh
terhadap jenis lainnya (Evelyn, 2008).
Saluran pencernaan makanan
secara umum terdiri atas bagian-bagian
sebagai berikut : mulut (faring atau
tekak),
esofagus
(kerongkongan),
ventrikulus/gaster (lambung), usus halus
, kolon (usus besar) dan anus (Setiadi,
2007).
Di
sepanjang
traktus
gastrointestinal , kelenjar sekretoris
mempunyai dua fungsi utama. Pertama,
enzim-enzim pencernaan disekresi pada
sebagian besar daerah rongga mulut
sampai ujung distal ileum. Kedua,
kelenjer mukus, dari rongga mulut
sampai ke anus, mengeluarkan mukus
untuk melumaskan dan melindungi
semua bagian saluran pencernaan
(Guyton, 2002).
Di dalam mulut, melalui proses
pengunyahan, makanan bercampur
dengan saliva dan didorong melalui
proses menelan ke dalam esofagus .
Gelombang peristaltik di esofagus
menggerakkan makanan ke dalam
lambung. Pengaruh lambung terutama
adalah respons-respons refleks lokal dan
respons terhadap gastrin. Pengaruh usus
adalah efek umpan balik hormonal dan
refleks pada sekresi lambung yang
dicetuskan dari mukosa usus halus
(Ganong, 2002).
Agar makanan dapat dicerna
secara
optimal
dalam
saluran
pencernaan, waktu yang diperlukan pada
masing-masing bagian saluran bersifat
terbatas. Selain itu pencampuran yang
tepat juga harus dilakukan. Tetapi karena
kebutuhan untuk pencampuran dan
pendorongan sangat berbeda pada tiap
tingkat proses, berbagai mekanisme
umpan balik hormonal dan saraf otomatis
akan mengontrol tiap aspek dari proses
ini (Guyton, 2002).
Mengunyah makanan bersifat
penting untuk pencernaan semua
makanan, karena akan membantu
pencernaan makanan untuk alasan
sederhana berikut : karena enzim-enzim
pencernaan
hanya
bekerja
pada
permukaan partikel makanan, kecepatan
pencernaan sangat tergantung pada total
area permukaan yang terpapar dengam
sekresi usus. Pada umumnya otototot
pengunyah dipersarafi oleh cabang
motorik dari saraf kranial kelima, dan
proses mengunyah dikontrol oleh
nukleus dalam batang otak. Menelan
adalah suatu aksi fisiologis yang
kompleks,terutama karena faring pada
hampir setiap saat melakukan beberapa
fungsi lain di samping menelan dan
hanya diubah dalam beberapa detik ke
dalam traktus untuk mendorong
makanan. Yang terutama penting adalah
bahwa respirasi tidak terganggu akibat
menelan. Pada umumnya menelan dapat
dibagi menjadi tahap volunter yang
mencetuskan proses menelan; tahap
faringeal yang bersifat involunter dan
membantu jalannya makanan melalui
faring ke dalam esofagus; dan tahap
esofageal, fase involunter lain yang
mempermudah jalannya makanan dari
faring ke lambung (Price, 1994).
Tujuan dari praktikum ini adalah
mengidentifikasi proses yang terjadi
pada saluran cerna, melakukan analisis
terhadap makanan yang dijumpai pada
saluran cerna meliputi tekstur, bentuk,
bau, dan warna, mengukur dan
membandingkan efisiensi metabolism
berdasarkan
jenis
pakan,
serta
mengidentifikasi
faktor
yang
mempengaruhi efisiensi metabolism
dalam tubuh.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Rabu, 2 November hingga 7 November
2016 di Laboratorium Pendidikan II,
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Andalas, Padang.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah bak bedah, gunting bedah, pinset,
jarum pentul, botol pembius (killing
bottle), botol 4 buah, daun dengan 3 jenis
yang berbeda yaitu daun Begonia sp.,
daun Commelina sp., dan daun Carica
papaya , seta tisu. Bahan yang digunakan
adalah 1 ekor mencit (Mus musculus), 4
ekor (Achatina fulica ), 1 ekor katak
(Fejervarya cancrivora ), 1 ekor kodok
(Duttaphrynus melanostictus).
Cara Kerja
Analisis saluran cerna
Dipingsankan Duttaprinus melanotictus
dan Fejervarya cancrivora terlebih
dahulu dalam killing bottle, sementara
untuk Mus musculus dilakukan dislokasi
vertebrae cervicalis. Masing-masing
hewan uji kemudian dibedah dari bagian
posterior abdomen hingga rongga mulut.
Dilakukan
pengangkatan
organ
pencernaan termasuk kelenjar-kelenjar
pencernaan, disusun hingga rapi pada
kertas. Kemudian dilakukan pengukuran
terhadap
panjang
total
saluran
pencernaan panjang esophagus, panjang
intestinum tenue dan panjang intestinum
crassum pada masing-masing objek.
Kemudian dilakukan analisis kondisi
bahan
makanan
dalam
saluran
pencernaan dan dicatat semua data,
dirasiokan kemudian dibandingkan
antara saluran pencernaan Duttaphrynus
melanostictus, Fejervarya cancrivora
dan Mus musculus.
Efisiensi metabolisme saluran cerna
Achatina fulica
Ditimbang masing-masing Achatina
fulica dan dicatat bobotnya masingmasing. Disediakan 4 toples dan diberi
label berbeda sesuai jenis pakan yang
akan diberikan kepada Achatina fulica .
Ditimbang daun sebagai bahan makanan
Achatina fulica sebanyak 20 gram untuk
tiap jenis pakan dan masukkan ke dalam
toples secara terpisah. Untuk tiap toples,
dimasukkan satu ekor Achatina fulica
lalu ditutup dengan penutup yang telah
dilubangi sehingga aerasinya tetap
terjaga. Dijadikan 1 toples Achatina
fulica untuk kontrol dengan ditambahkan
tisu didalamnya. Toples kedua dengan
daun Begonia sp., Toples ketiga dengan
daun Commelina sp., serta toples
keempat dengan daun Carica papaya .
Dilakukan pengukuran bobot Achatina
fulica , sisa daun (pakan) yang masih ada
dan berat feses tiga hari kemudian
(jadwal pengukuran pada hari Jumat dan
Senin). Dibandingkan pengukuran pada
data awal dan data pengukuran pada hari
ketiga. Kemudian dihitung efisiensi
metabolisme dengan rumus: Efisiensi
metabolisme = (Berat pakan awal-berat
pakan akhir) – berat feses.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil yang di dapatkan pada praktikum :
Analisis Saluran cerna pada Bufo sp. , Fejervarya cancrivora, dan Mus musculus.
Tabel 1. Hasil pengamatan saluran pencernaan Bufo sp. , Fejervarya cancrivora, dan Mus
musculus.
Karakter
Saluran
1. Panjang
Total saluran
pencernaan
Esophagus
Ventrikulus
Intestinum
tenue
Intestinum
crassum
Rasio
Duttaphrynus
melanostictus
21,8 cm
Fejervarya
cancrivora
25 cm
Mus musculus
2 cm
3,2 cm
2,8 cm
3 cm
2,7 cm
4 cm
5 cm
2 cm
45 cm
14,1 cm
10 cm
11,5 cm
1
1
3
63 cm
2. Bau
Ventrikulus
Intestinum
tenua
Intestinum
crassum
Sangat busuk
Sangat busuk
Amis
Amis
Busuk
Busuk
Sangat busuk
Amis
Busuk
Ventrikulus
Intestinum
tenua
Intestinum
crassum
Kasar
Halus
Kasar
Kasar
Kasar
Halus
Kasar
Halus
Kasar
Ventrikulus
Intestinum
tenua
Intestinum
crassum
Kehijauan
Hijau
kekuningan
Hitam
Kuning pekat
Kuning pekat
Kuning
Kehijauan
Hijau kehitaman
Hitam
Ventrikulus
Intestinum
tenua
Intestinum
crassum
Semi solid
Cair
Semi solid
Semi solid
Semi solid
Cair
Padat
Cair
Padat
3. Tekstur
4. Warna
5. Bentuk
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
bahwa ukuran panjang total saluran cerna
pada hewan uji yakni Mus musculus
dibanding dengan Fejervarya cancrivora
dibanding
dengan
Duttaphrynus
melanostictus. adalah 63 cm banding 25
cm banding 21,8 cm (3 : 1 : 1). Mus
musculus memiliki saluran cerna yang
lebih panjang dibandingkan dengan
hewan uji lainnya hal ini dikarenakan
Mus musculus adalah hewan omnivora
sedangkan Duttaphrynus melanostictus
dan Fejervarya sp. adalah karnivora. Hal
ini sebagaimana menurut Campbell dkk.,
(2005), panjang sistem pencernaan
vertebrata juga berkorelasi dengan jenis
makanan. Secara umum, herbivora dan
omnivora memiliki saluran pencernaan
lebih besar dibandingkan dengan
karnivora. Vegetasi tumbuhan lebih sulit
dicerna dibandingkan dengan daging
karena mengandung dinding sel. Saluran
pencernaan yang lebih panjang akan
menyediakan lebih banyak waktu untuk
pencernaan dan lebih banyak luas
permukaan untuk penyerapan nutrien.
Saluran pencernaan mammalia
terdiri dari rongga mulut (oral),
kerongkongan
(oesophagus),
proventrikulus (pars glandularis), yang
terdiri dari rumen, retikulum, dan
omasum; ventrikulus (pars muscularis)
yakni abomasum, usus halus (intestinum
tenue), usus besar (intestinum crassum),
sekum (coecum), kolon, dan anus. Sistem
digesti pada mammalia dibagi menjadi
dua macam yaitu monogastrik dan
poligastrik.
Monogastrik
memiliki
saluran pencernaan meliputi mulut,
oesophagus, stomach, small intestinum,
large intestinum, rektum dan anus.
Sedangkan pada poligastrik perut dibagi
menjadi empat yaitu rumen, reticulum,
omasum, dan abomasum, sehingga
urutan saluran pencernaannya menjadi
mulut, oesophagus, rumen, reticulum,
omasum, abomasum, small intestinum,
large intestinum, rektum dan anus
(Swenson,1997).
Tekstur dari saluran cerna pada
hewan uji menunjukkan lebih banyaknya
tekstur yang kasar dibandingkan dengan
yang halus. Hal ini seperti dikatakan oleh
McDonald et al. (2002), kecernaan
merupakan perubahan fisik dan kimia
yang dialami bahan makanan dalam alat
pencernaan. Perubahan tersebut dapat
berupa penghalusan bahan makanan
menjadi partikel kecil, atau penguraian
molekul besar menjadi molekul kecil.
Kecernaan suatu pakan sangat tepat
didefinisikan sebagai bagian dari pakan
yang tidak dieksresikan di dalam feses
dan oleh karena itu diasumsikan bagian
tersebut diserap oleh hewan. Nilai
kecernaan
dapat
menggambarkan
kemampuan hewan mencerna suatu
pakan, selain itu nilai kecernaan dapat
menentukan kualitas pakan yang
dikonsumsi oleh hewan. Kecernaan
biasanya dinyatakan dalam persen dari
bahan kering, apabila bagian ini
dinyatakan sebagai persen terhadap
konsumsi maka disebut koofisien cerna.
Bau yang dikeluarkan dari saluran
cerna pada hewan uji berupa amis, sangat
bau, dan bau. Salah satu organ cerna yang
mengeluarkan bau tidak sedap adalah
lambung. Menurut Tillman et al., (1989),
lambung adalah ruang sederhana yang
berfungsi sebagai tempat pencernaan dan
penyimpanan
pakan
sementara.
Lambung mempunyai tiga bagian yaitu
kardia, fundus, dan pilorus. Bagian
tengah (fundus) adalah bagian utama
yang mensekresikan getah lambung.
Getah lambung terdiri dari sebagaian
besar air, garam organik, mukus, HCl,
pepsinogen dan faktor intrinsik yang
penting untuk efisiensi absorbsi vitamin
B12 (Kamal, 1994).
Pakan merupakan faktor yang
sangat penting dalam pembiakan dan
pemeliharaan
mencit,
terutama
kandungan dalam pakan tesebut. Pakan
mencit labolatorium tersedia dalam
bentuk pelet, dengan berbagai macam
bentuk dan ukuran, atau dalam bentuk
tepung yang diberikan dalam jumlah
tanpa batas (adlibitum) untuk dikonsumsi
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Palatabilitas
menunjukkan
sampai
tingkat mana suatu pakan menarik untuk
dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini
dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa,
bau, dan warna) serta hewan itu sendiri
karena setiap jenis hewan memiliki tipe
jenis pakan yang disukai dan berbeda
antara hewan yang satu dengan lainnya.
Sifat fisik ransum juga akan ditentukan
oleh pengolahan yang dilakukan sebelum
diberikan pada ternak, sehingga sangat
mempengaruhi palatabilitas pakan. Suatu
jenis pakan belum tentu mempunyai
kandungan nutrien yang sesuai dengan
kebutuhan hidup ternak, tetapi beberapa
ahli palatabilitas menganggap bahwa
tingkat palatabilitas pakan lebih penting
daripada nilai nutrien pakan tersebut
karena pakan dengan nilai nutrien tinggi
tidak akan berarti bila tidak disukai oleh
ternak (Mcllroy, 1977).
Efisiensi Metabolisme Saluran Cerna
Tabel 2. Efisiensi metabolisme pada Achatina fulica
Pengamatan
Berat Achatina
fulica I
Berat Achatina
fulica II
Berat pakan awal
Berat pakan akhir
Berat feses
Efisiensi
metabolisme
Jenis pakan (gr)
Kontrol
Begonia sp.
Commelina sp
Carica papaya
20,32
68,17
31,38
20,43
8,57
53,27
35,24
22,33
0
0
0,95
20
17,3
3,09
0,39
20
9,84
1,73
8,43
20
14,27
4,78
0,95
Pada tabel di aatas dapat diketahui bahwa
efisiensi saluran cerna Achatina fulica
paling tinggi terdapat pada pemberian
pakan Comellina sp. Hal ini dapat
dikarenakan Achatina fulica lebih
menyukai tanaman Comellina sp. sebagai
pakannya dibanding dengan kapas,
Begonia sp., dan Carica papaya .
Dalam
mencerna
makanan
Achatina fullica membutuhkan bantuan
enzim. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwa Achatina fullica adalah salah satu
hewan yang hidupnya bergantung pada
enzim selulotik untuk mencerna
makanannya. Achatina fullica tidak
memiliki enzim selulase, melainkan oleh
mikroba selulolitik yang berasal dari luar
tubuhnya (Kastowo, 1984).
Beberapa jenis tumbuhan bawah
bisa dimanfaatkan sebagai hijauan
makan ternak, beberapa tumbuhan yang
bisa digunakan sebagai hijauan makan
ternak adalah legume dan rumput. Fungsi
legum dalam padang penggembalaan
adalah menyedikan atau memberikan
nilai makanan yang lebih baik terutamam
berupa protein, fosfor dan kalsium.
Sedangkan rumput menyediakan bahan
kering yang lebih banyak dibanding
legume dan energi yang lebih banyak
pula bagi sapi. Selain legume dan rumput
ada juga jenis lain yang bisa digunakan
sebagai hijauan pakan ternak, yaitu daun
ketela pohon, daun mindi, sirih-sirihan,
dll. Beberapa jenis tumbuhan bawah
sumber pakan ternak adalah Flamingia
stabilifera,
Manihot
utilissima,
Centrosema pubescens, Commelina
nudiflora,Ipomea trilobata, Digitaria sp.,
Cajanus
cajan,
Calopogonium
mocunoides, dan Leucaena glauca .
(Reaksohadiprodjo, 1985 dalam Basuki,
2012)
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum yang telah
dilaksanakan, yaitu :
1. Saluran cerna pada Mus musculus
lebih panjang dari Bufo sp. dan
Fejervarya sp. dengan perbandingan
3:1:1.
2. Tekstur makanan yang ditemukan
pada Mus musculus lebih kasar dari
Fejervarya
cancrivora
dan
Duttaphrynus melanostictus.
3. Efisiensi metabolism saluran cerna
Achatina fulica tertinggi terdapat
pada pemberian pakan Commelina
sp. yaitu 8,43 gr. Kemudian pada
pemberian pakan Carica papaya
yaitu 0,95 gr., dan pemberian pakan
Begonia sp., yaitu 0,39 gr.
4. Faktor faktor yang mempengaruhi
efisiensi yaitu jenis makanan yang
diberikan,
tekstur
makanan,
kandungan makanan tersebut, serta
kompleksitas dair saluran cerna.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki,
Rahmad.
2012.
Skripsi
Komposisi
dan
Produksi
Tumbuhan Bawah Sumber Pakan
Ternak pada Beberapa Kelas
Umur Tegakan Jati. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Campbell, Reece. 2005. Biologi Jilid 3
Edisi 5. Erlangga. Jakarta.
Evelyn. 2008. Anatomi dan Fisiologi
Untuk Paramedis. Media Pustaka
Utama. Jakarta.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-20. EGC.
Jakarta.
Guyton AC, Hall, J.E. 2002. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9,
EGC, Jakarta.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak 1.
Laboratorium Makanan Ternak
Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas
Gadjah
Mada.
Yogyakarta.
Kastowo,
H.
1984.
Anatomi
Komperativa. Alumni, Bandung.
Mcdonald, P., R. A. Edward, J. F. G.
Greenhalgh and C. A. Morgan.
2002. Animal Nutrition. 6th Ed.
Longman
Scientific
and
Technical. New York.
Mcllroy, R. J. 1977. Pengantar Budidaya
Rumput Tropika. Terjemahan : S.
Susetyo, Soedarmadi, Kismono
dan S, Harini. Praditya Pratama .
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Price, S.A. 1994. Patofisiologi : konsep
klinis proses-proses penyakit.
Edisi Ke-4. EGC. Jakarta.
Setiadi. 2007. Anatomi Dan Fisiologi
Manusia . EGC. Jakarta.
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia :
dari sel ke sistem. Edisi Ke-2.
EGC. Jakarta.
Smith, J. B., dan S. Mangkoewidjojo.
1988. Pemeliharaan, Pembiakan
dan
Penggunaan
Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. UI
Press. Jakarta.
Swenson, M.J, 1997. Duke’s Physiology
of Domestic Animal. Comstock.
Publ. Co. Inc, Ithaca New York.
Syaifuddin. 2001. Fungsi Sistem tubuh
Manusia . Widya Medika. Jakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprodjo,
S.
Prawirokusumo
dan
S.
Lebdosoekojo.
1989.
Ilmu
Makanan
Ternak
Dasar .
Universitas
Gadjah
Mada.
Yogyakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1. Achatina fulica dengan pemberian 4 pakan berbeda (tisu, Begonia sp.,
Commelina sp., dan Carica papaya )