9
tolak ukur suatu ilmu, maka ilmu hukum tidak dapat dikategorikan sebagai ilmu. Namun di lain pihak Chalmer
13
menyatakan bahwa setiap bidang pengetahuan, termasuk hukum dapat dianalisis sebagai mana apa adanya, artinya kita dapat menyelidiki apa
tujuannya, cara-cara mencapai tujuan tersebut, dan derajat keberhasilan yang telah dicapainya. Pandangan ini kelihatannya lebih realistis dengan pendapat bahwa objek
materiel ilmu adalah objek empiris, bukan objek transenden, yaitu objek yang dialami manusia. Setiap objek materiel memiliki banyak dimensi dan setiap ilmu hanya
mengkaji salah satu dimensi saja. Jika hukum adalah salah satu dimensi dari kehidupan manusia dan hukum itu memiliki tujuan, cara-cara mencapai tujuan metode, serta
memiliki derajat keberhasilan metode tersebut, maka ilmu hukum tersebut terkategori ilmu. Dari uraian di atas terlihat bahwa tidak semua norma hukum itu bersifat
preskriptif dan terapan. Ini bermakna bahwa hukum di samping bersifat preskriptif juga bersifat analitis dan juga sebagai ilmu terapan juga sebagai ilmu murni.
4. Hukum Sebagai Sistem
Suatu pernyataan atau pendapat atau konsep dikatakan ilmiah apabila memiliki 1 sistematik, dan 2 metodologi. Sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari
beberapa bagian dan diantara bagian-bagian itu terdapat hubungan satu sama lainnya. Sistem memiliki dimensi luas yang mencakup 1 sistem fisik dan sistem non fisik, 2
sistem terbuka dan sistem tertutup, 3 sistem rumit dan sistem sederhana, 4 sisem bertingkat dan sistem linier, 5 sistem rigit dan sistem fleksibel, dan 6 sistem tetap
dan sistem berubah. Sebagai suatu sistem, maka setiap subsistem tidak boleh bertentangan satu sama lain, dan setiap subsistem harus berkontribusi kepada sistem
13
AF. Chalmer, Apa Itu Yang Dinamakan Ilmu?. Hasta Mitra, Jakarta, 1982. Hal. 184.
10
keseluruhan. Jika terdapat pertentangan di antara subsistem akan berpengaruh negatif atau kontra produktif dalam sistem itu. Untuk menjaga agar kelangsungan relasi antara
subsistem berjalan normal, maka diperlukan mekanisme kontrol yang juga merupakan subsistem pula dari sistem tersebut. Mekanisme kontrol merupakan sistem pengendalian
sebagaimana dikemukakan dalam teori sibernetik
14
. Mekanisme kontrol agar sistem hukum dapat terjaga, dikenal dengan istilah
judicial review. Judcial review dapat dilakukan terhadap prosedur, tata cata pembentukan undang-undang dan terhadap ketentuan bab, pasal dan ayat yang
bertentangtan dengan peraturan yang lebih tinggi. Cara pengujian pertama disebut sebagai uji formil, sedangkan cara kedua disebut uji materil
15
. Sebagai suatu sistem hukum terdiri dari tiga subsistem yaitu struktur, substansi,
dan budaya hukum. Ketiga subsistem itu memiliki hubungan satu sama lain. Struktur yang mencakup badan-badan pelaksana perundang-undangan seperti kepolisisan,
kehakiman, kejaksaan, dan kepengacaraan. Selanjutnya struktur yang tugasnya melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut juga diatur oleh substansi.
Struktur yang tidak diatur oleh substansi adalah struktur yang “illegal”. Dalam substansi
itu diatur tentang kedudukan, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, objek hukum yang kesemuanya dinakmakan “pengertian-pengertian dasar daripada
hukum” yang menjadi ciri dari sistem hukum
16
. Pengertian-pengertian dasar tersebut kadang-kadang tersebar dalam beberapa perundang-undangan atau beberapa kebiasaan
14
Fritjop Capra, Jaring-Jaring Kehidupan, Visi Baru Epistimologi dan Kehidupan , Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2002. Hal. 97. Mengemukakan bahwa sisyem pengendalian cybernetic
terwujud dalam 1 bidang ekonomi yang dikenal dengan konsep “invisible hands”, 2 dalam bidang
kekuasaan, yang terwujud dalam konsep check and balances di konstitusi Amerika, 3 di bidang berfikir, yang terwujud dalam cara berfikir Hegel, yaitu tesis-antitesis, seintesis.
15
Jimly Assidiqie, Konstitusi Ekonomi, Penerbit Kompas, Jakarta.
16
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Alumni, Bandung, 1985. Hal. 50.
11
konvensi di bidang ketatanegaraan. Perundang-undangan itu mencakup bidang “hukum materiel” dan juga bidang cara-cara struktur tersebut melaksanakan hak dan
kewajibannya hukum formil. Sebaliknya budaya hukum legal culture yang di dalamnya termuat nilai-nilai
hukum, yaitu sesuatu yang dianggap baik atau buruk , sehingga ia dianut baik oleh substansi hukum maupun oleh struktur hukum. Bisa jadi budaya hukum yang dianut
oleh substansi hukum akan berbeda dengan budaya hukum yang dianut oleh struktur hukum, terutama para pejabat pelaksana hukum. Bisa jadi budaya hukum yang hidup di
masyarakat berbeda dengan budaya hukum yang dirumuskan dalam substansi. Dengan perkataan lain, bisa terjadi antara ketiga subsistem dalam sistem hukum tidak serasi. Bila
ketiga subsistem itu berada dalam keadaan tidak serasi, sangat berpotensi besar berakibat sistem hukum itu tidak efektif.
Suatu contoh klasik tentang hal ini dapat kita lihat kejadian di Indonesia pada masa Orde Lama
17
dan Orde Baru
18
. Pada masa pemerintahan tersebut semuanya berlandaskan pada UUD 1945 yang menganut asas kedaulatan rakyat, yang pada intinya
menganut budaya hukum nilai kesamaan. Namun kedua pemerintahan tersebut justeru menganut budaya hukum nilai ketidaksamaan dan itu termanifestasi dalam konfigurasi
politik yang otoriter. Suatu kelemahan konfigurasi politik terakhir adalah pelaksanaan kekuasaannya sulit bdiawasi atau dikontrol dan pada akhirnya bermuara kepada korupsi.
Kekuasaan cenderung korup, tetapi kekuasaan yang otoriter pasti korup power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Mekanisme untuk menjaga agar sistem
berjalan sesuai dengan patokan serta mengarah kepada tujuan, merupakan subsistem
17
Orde lama adalah sebutan untuk masa pemerintahan presiden Soekarno yang dimulai dari tahun 1959-1965, yang oleh para ahli digolongkan sebagai konfigurasi politik yang otoriter.
18
Orde baru adalah sebuta untuk masa pemerintahan presiden Soeharto dari tahun 1967-1999, yang oleh para ahli juga digolongkan sebagai konfigurasi politik yang otoriter.
12
sendiri dari sistem itu. Mekanisme itu terwujud dalam berbagai istilah seperti check and balances, kontrol, pengendalian, pengawasan, dan sebagainya.
5. Epistimologi Hukum