brevipes sebagai Vektor Penyakit Layu

16 terserang menunjukkan penurunan karakter-karakter tanaman seperti: berat tanaman, dimeter daun, panjang dan jumlah daun, juga panjang dan lebar akar CABI 2003; Rohrbach Schmitt 2003. Dinamika Populasi Kutu Putih D. brevipes Populasi didefinisikan sebagai semua individu dari suatu spesies yang menempati suatu area tertentu, yang terisolasi dari kelompok lainnya Norris et al. 2003. Setiap anggota populasi dapat berinteraksi melalui berbagai cara, melakukan kegiatan seperti mencari makanan, kawin dan membangun sarang. Dilain pihak setiap individu dalam populasi ini dapat berkompetisi untuk mendapatkan sumberdaya seperti makanan dan ruang yang terbatas Wilson Bosert 1971. Dinamika populasi serangga hama dipengaruhi berbagai interaksi multitropik meliputi: pengaruh aksi dari bawah oleh hubungan antara tanaman inang, aksi dari atas oleh: patogen, parasitoid dan predator dan aksi secara lateral dari kompetisi dari spesies tersebut Bird Hodkinson 2005. Faktor biotik dan abiotik tersebut mempengaruhi sifat-sifat populasi hama seperti kepadatan, laju kelahiran, laju kematian, pola sebaran, potensi biotik dan perilaku Tarumingkeng 1994. Faktor biotik seperti musuh alami seperti parasitoid dan predator dapat mempengaruhi populasi kutu putih D. brevipes Hernandes et al. 1999. Selain itu keberadaan semut Hymenoptera: Formicidae bersama dengan kutu putih dapat meningkatkan populasi kutu putih Hernandes et al. 1999; Inouye Agrawal 2004. Beberapa spesies semut yang dijumpai hidup bersama dengan kutu putih di Hawaii antara lain: Pheidole megacephala, Solenopsis geminana, Linepithea humilis Hernandes et al. 1999 dan Iridomyrmex humilis Mau Kessing 2007, Anoplolepis longipes dan Technomyrmex albipes Rohrbach Jhonson 2003. Sebaliknya keberadaan semut akan menurunkan populasi parasitoid seperti Anagyrus ananatis Hymenoptera: Encyrtidae Hernandes et al. 1999. Terdapat hubungan mutualisme antara semut dan kutu putih, semut berperan dalam memproteksi kutu putih terhadap musuh alami dan kutu putih mengeluarkan 17 embun madu yang merupakan makanan semut Waterhouse 1998; Helms Vinson 2003; Johnson 2008. Aktifitas manusia juga mempengaruhi keberadaan dan populasi hama. Banyak laporan yang mengemukakan bahwa praktek budidaya yang diaplikasikan berpengaruh terhadap dinamika populasi berbagai serangga. Misalnya penggunaan fumigasi seperti dichloropropene dan dimethyl bromide dapat mencegah infeksi nematoda dan hama pada tanaman nenas IPM 2008. Praktek budidaya yang sehat yaitu pertanian organik dapat menekan populasi wereng Nicholls Altieri 2004. Sistem pertanaman campuran dapat meningkatkan populasi musuh alami Najib Hamijaya 2004. Musim dan iklim setempat mempengaruhi kepadatan populasi serangga pada tanaman inangnya Bird Hodkinson 2005. Populasi D. brevipes pada daerah Subang, populasinya lebih tinggi dibandingkan di Bogor, hal ini dipengaruhi perbedaan iklim setempat Asbani 2005. Beberapa penelitian melaporkan iklim juga berpengaruh pada Pseudococcidae lainnya. Menurut Chong et al. 2008 suhu yang berbeda akan mempengaruhi perkembangan dari kutu putih Maconellicoccus hirsutus. Populasi kutu putih tanaman anggur Planococcus viccus menunjukan perbedaan beberapa kondisi yang berbeda pada lokasi perkebunan di Afrika Selatan Walton et al. 2004. Selain iklim, musim mempengaruhi populasi hama, seperti kutu putih yang menyerang mangga yaitu Rastrococcus invadens , populasinya akan mencapai puncaknya pada musim panas Boavida Neuenschwander 1995. Konsep Pengendalian Hama Terpadu PHT D. brevipes pada Tanaman Nenas Pengendalian hama secara terpadu PHT didefinisikan sebagai sistem yang mendukung pemilihan dan penggunaan taktik pengendalian hama dalam strategi pengelolaan yang terkordinasi secara harmonis yang didasari analisa biaya dan dapat diterima oleh produsen, masyarakat dan lingkungan Kogan 1998. PHT merupakan tindakan pengelolaan hama yang mempertimbangkan secara seksama berbagai teknik pengendalian yang tersedia sehingga tidak merugikan dan mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan Djunaidi 2003. 18 Program PHT telah dicanangkan sebagai program nasional sejak tahun 1986 dengan sasaran peningkatan produksi padi di Indonesia Dilts 1991. Prinsip PHT di Indonesia dikembangkan melalui tiga prinsip yaitu: 1 pengamatan teratur monitoring dan analisis, 2 pemanfaatan musuh alami dan 3 budidaya tanaman sehat Gallaher 1991. Menurut Globalgap 2007 komponen PHT terdiri dari tiga kegiatan yaitu: monitoring, tindakan prefentif dan pengendalian. Tindakan prefentif dapat dilakukan melalui penggunaan berbagai teknik budidaya yang tersedia untuk mencegah dan mengurangi serangan hama. Pengendalian hama terpadu PHT sudah diterapkan untuk mengatasi kutu putih Dysmicoccus spp. pada tanaman nenas IPM 2008 dan kutu putih Planococcus ficus pada tanaman anggur IPW 2006. Beberapa teknik PHT kutu putih Dysmicoccus spp. yang sudah diterapkan antara lain: 1 monitoring, 2 pengendalian biologi dengan memanfaatkan parasitoid seperti A. ananatis, 3 pengendalian kultural yaitu tidak menggunakan alat dan tanaman yang terkontaminasi dan melakukan sanitasi tanaman dan lahan, serta 4 pengendalian kimia yaitu: menggunakan bahan kimia sesuai anjuran pengendalian IPM 2008. Pengendalian biologi kutu putih dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami Norris et al. 2003. Beberapa parasitoid yang berperan untuk mengendalikan D. brevipes di Hawai termasuk ordo Hymenoptera, famili Encyrtidae antara lain: Aenasius cariocus Compere, A. colombiensis Compere, A. ananatis Gahan, Euryphapauus propinquus Kerrich, Hambletonia pseudo- coccina Compere dan Ptomastidae abnormis Girault Hernandes et al. 1999. Lebih lanjut dilaporkan peneliti ini bahwa tingkat parasitisasi A. ananatis dan E. propinquus pada kutu putih sangat rendah sekitar 0.3-9.9 dan 0.05-2.2. Di Subang sudah diketahui satu spesies parasitoid kutu putih yaitu H. pseudococcina Asbani 2005. Predator D. brevipes umumnya berasal dari ordo Coleoptera, famili Coccinellidae antara lain: Cryptolaemus montrouzieri Mulsant, Lobodiplosis pseudococci Felt, Nephuss bilucenarius Mulsant, Scymnus unicatus Sicart, S. pictus Gorham Mau Kessing 2007, C. affinis dan C. wallacii yang ditemukan di Papua Nugini Waterhouse 1998. 19 Pengendalian kimia untuk menekan populasi kutu putih menggunakan: chlorpyrifos organopospat, methomyl carbamat dan imidacloprid chloronicotinil Geiger Daane 2001. Selain itu pengendalian kutu putih digunakan bahan fumigasi Petty et al. 2002. Karbofuran karbamat merupakan insektisida sistemik yang banyak digunakan untuk pengendalian berbagai jenis hama tanaman terutama kutu daun pada tanaman kedelai Harrison 2006. Daftar Pustaka Asbani N. 2005. Kelimpahan dan parasitoid kutu putih Dysmicoccus brevipes Cockerell Hemiptera: Pseudococcidae serta keanekaragaman semut pada tanaman nanas. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bartholomew DP, Malezieux E. Sanewski GM, Sinclair E. 2003. Inflorescence and Fruit Development and Yield. Di dalam. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany Production and Uses. Wallingford: CAB International Publ. hlm 167-202. Bird JM, Hodkinson ID. 2005. What limit the altitudinal distribution of Craspedolepta species Sternorrhyncha: Psylloidea on fireweed. Ecol Entomol 30:510-520. Boavida C, Neuenschwander. 1995. Population dynamics and life tables of the mango mealybug, Rastrococcus invadens Williams, and its introduced natural enemy Gyranusoidea tebygi Noyes in Benin. Biocontrol Science and Tech 5:495-508. [CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International. 2003. Crop Protection Compendium . Nosworthy Way, Wallingford, Oxfordshire: CAB International Publ. [CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International. 2008. Dysmicoccus brevipes . [Distribution map]. Nosworthy Way, Wallingford, Oxfordshire: CAB International Publ. Cecilia LVCS, Bueno VHPB, Prado E. 2004. Desenvolvimento de Dysmicoccus brevipes Cockerell Hemiptera; Pseudococcidae emduas cultivars de abaxi. Cienc agrotec 285:1015-1020. Chong JH, Roda AL, Mannion CM. 2008. Life history of mealybug, Maconellicoccus hirsutus Hemiptera: Pseudococcidae at constant temperature. Environ Entomol 372:323-332. Cicalese JJ, Baxendale F, Riordan T, Moss TH. 1998. Identification of mealybug Homoptera: Pseudococcidae resistant turf-type buffalo grass germplasm. J. Econ Entomol 911:340-346. Collins JL. 1968. The Pineapple: Botani, Cultivation and Utilization. London: Leonard Hill. 294 hlm. 20 Culik MP, Martins DS, Gullan PJ. 2005. First record two mealybug species in Brazil and new potential pest of papaya and coffee. J Insect Sci 6:236. [DEPTANb] Departemen Pertanian. 2006. Nenas Ananas comosus. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. 70 hal. Dilts R. 1991. Reassessing Extension: The Case of IPM in Indonesia. National IPM Program. WG Meeting, Thailand: 27-3 Aug 1991. FAO – Indonesia. Djunaidi D. 2003. Peranan industri pada pengelolaan hama terpadu dalam pertanian berkelanjutan. Di dalam. Kongres PEI dan Simposium Entomologi VI. Cipayung: 5-7 Mar 2003. PEI. Dove B. 2005. Catalogue Query Results Dysmicoccus brevipes Cockerell. http: www.sel.barc.usda.gov catalogs pseudoco Dysmicoccusbrevipes.htm. [12 Feb 2008 ]. Evans D, Sanford WG, Bartholomew DP. 2002. Growing Pineapple. Hawaii: College of Tropical Agriculture and Human Resourses CTAHR Publ. Gallaher KD. 1991. Old and New Consept of IPM. Discussion Paper. Bogor: 19 Sept 1991. Institut Pertanian Bogor. Geiger CH, Daane KM. 2001. Seasonal movement and distribution of grape mealybug Homoptera: Pseudococcidae: developing sampling program for San Joaquin valley vineyards. J Econ Entomol 941:291-301 Globalgap 2007. Control Points and Compliance Criteria Integrated Farm Assurance Crop Base. German: Globalgap. hlm 23-28. http:www. globalgap.org. [5 Mei 2007]. Harrison K. 2006. Furadan. http:www.3dchem.commoremolecules.asp? ID=263 othername= Furadan . [17 Mar 2008]. Helms KR, Vinson SB. 2003. Apparent facilitation on an invasive mealybug by an invasive ant. Insect Soc 50:403-404. Hepton A. 2003. Cultural System. Di dalam. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany Production and Uses. Wallingford: CAB International Publ. hlm 109-142. Hernandez HG, NJ Reimer, Jhonson MW. 1999. Survey of natural enemies of Dysmicoccus mealybugs on pineapple in Hawaii. Bio Control 44:47-58. Hu JS, Sether DM, Liu XP, Wang M. 1997. Use of a tissue blotting immunoassay to examine the distribution of pineapple closterovirus in Hawaii. Plant Disease 81:1150-1154. Hughes G, Sasmita S. 1998. Analysis of pattern of pineapple mealybug wilt disease in Sri Lanka. Plant Disease 82:85-890. 21 Hutahayan AJ. 2006. Peranan strain pineapple mealybug wilt assosiated virus PMWaV dan kutu putih Dysmicoccus spp. dalam menginduksi gejala penyakit layu pada tanaman nenas. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Inouye BD, Agrawal AA. 2004. Ant mutualisms alter the composition and attact rate of the parasitoid community for the gall wasp Disholcaspis eldoradensis Cynipidae. Ecol Entomol 29:692-696. [IPM] Integrated Pest Management. 2008. Crop Profile for Pineapple in Hawaii. http:www.ipmcenter.org Crop Profiledocshipineapples.html. [12 Feb 2008]. [IPW] Integrated Production of Wine. 2006. Integrated production of wine in South Africa: guidelines for farms. South African wine and spirit board. Africa. ARC Infruitec-Nietvoorbij in consultation with the vine and wine industry. [terhubung berkala]. http: www.ipw.co.zaIPWGuidelines-farms . [12 Feb 2008]. Johnson MW. 2008. Sustainable pineapple mealybug management via augmen- tative biological control. [terhubung berkala]. http:www.ctahr.hawaii. edut-starpineapple.htm. [12 Feb 2008 ]. Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah.Terjemahan dari De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Jakarta. Ichtiar Baru-van Hoeve. 701 hlm. Khan AA, Avesi GM, Masud SZ, Rizvi SWA. 1998. Incidence of mealybug Dysmicoccus brevipes Cockerell on pineapple. Tr J Zool 22:159-161. Kogan M. 1998. Integrated Pest Mangement: Historical Perspectives and Contemporary Developments. Annual Review of Entomol 43:243-270. Kumar S. 2006. Pineapple mealybug Dysmicoccus brevipes. [terhubung berkala] http: www.spc.int:8088pldindex.jsp . [7 Feb 2008]. Mau RFL, Kessing JLM. 2007. Dysmicoccus brevipes Cockerell Pink Pine- apple Mealybug . http:www.extento.hawaii.eduKbasecropTyped_brevip. htm. [15 Feb 2008 ]. Najib M. Hamijaya MZ. 2004. Populasi serangga musuh alami pada lingkungan iklim mikro di lahan pasang surut. Di dalam. Prosiding Seminar Nasional Entomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial. Bogor: 5 Okt 2004. Perhimpunan Entomologi Indonesia. Nicholls CI, Altieri MA. 2004. Agroecological bases of ecological engineering for pest management. Di dalam. Gurr GM, Wratten SD, Altieri M, editor. Ecological Engineering for Pest Management. Advances in Habit Manipulation for Arthropods . Australia: CSIRO. Norris RF, Chen EPC, Kogan M. 2003. Concept in Integrated Pest Management. New Jersey: Prentice Hall. 586 hlm. Petty GJ. Stirling GJ, Bartholomew DP. 2002. Pest of pineapple. Di dalam. Pena JE, Sharp J, Wisoki M, editor. Tropical Fruit Pests and Pollinators. USA: CABI Publ. 22 [PKBT] Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2007a. Nenas. Rusnas Buah-buahan Indonesia. Bogor: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. Institut Pertanian Bogor. [PKBT] Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2007b. Acuan Standar Operasional Produksi Nanas . Bogor: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. Institut Pertanian Bogor. Ploetz RC, Zentmyer GA, Nishijima WT, Rohrbach KG, Ohr HD. 1994. Compendium of Tropical Fruit Diseases . America: APS.Press. Purseglove JW. 1978. Tropical Crops. Monocotiledons. London: Longman Group Ltd. Rohrbach KG, Johnson MW. 2003. Pest, Diseases and Weed. Di dalam. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany Production and Uses. Wallingford: CAB International publ. hlm 203-251. Rohrbach KG, Leal F, d’Eeckenbrugge GC. 2003. History, Distribution and Word Production. Di dalam. Ploetz RC, editor. Diseases of Tropical Fruit Crops. South Applefield Circle, Elizabeth USA: CAB International Publ. hlm 1-12. Rohrbach KG, Schmitt D. 2003. Diseases of Pineapple. Di dalam. Ploetz RC, editor. Diseases of Tropical Fruit Crops. South Applefield Circle, Elizabeth USA: CAB International Publ. hlm 443-464. Sether DM, Ulman DE, Hu JS. 1998. Transmission of pineapple mealybug wilt- associated virus by two species of mealybug Dysmicoccus spp. Phytopathology 88:1224-1230. Sether DM, Okamura C, Kislan MM, Karasev A, Busto JL, Hu JS. 2001. Detection, differentiation, and elimination of pineapple mealybug wilt associated virus in pineapple. Plant Disease 85:856-864. Sether DM, Hu JS. 2002. Yield impact and spread of pineapple mealybug wilt associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Disease 86:867-874. Sether DM, Melzer MJ, Busto JL, Zee F, Hu JS. 2004. Diversity of pineapple mealybug wilt associated viruses in pineapple. Phytopathology 946:1031. Sether DM, Melzer MJ, Busto JL, Zee F, Hu JS. 2005. Diversity and mealybug transmissibility of ampeloviruses in pineapple. Plant Disease 895:450- 456. Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Universitas Kristen Krida Wacana. 284 hlm. Walton VM, Daane KM, Pringle KL. 2004. Monitoring Planococcus ficus in South African vineyards with sex pheromone-baited trap. Crop Protect 23:1089-1096. Waterhouse DF. 1998. Biological Control of Insect Pest. Southeast Asian Prospects Monograph 51 Canberra: ACIAR. Williams DJ, Watson GWQ. 1988. The Mealybug Pseudococcidae. London. CAB International Institute of Entomology. 260 hlm. 23 Williams DJ, de Willink MCG. 1992. Mealybug of Central and South America. Wallingford Oxon: CAB International Publ. 635 hlm. Williams DJ. 2004. Mealybug of Southern Asia. Kuala Lumpur. Southdene SDN BHD. Wilson EO, Bosert WH. 1971. A Primer of Population Biology. USA: Sinauer Associates Inc. Publ. 192 hlm.

BAB III IDENTIFIKASI TEKNIK PENGENDALIAN KUTU

PUTIH Dysmicoccus brevipes COCKERELL PADA TINGKAT PETANI ABSTRAK Kabupaten Subang merupakan salah satu sentra produksi nenas rakyat di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dasar berbagai aspek tentang petani menyangkut karakteristik petani, sistem budidaya, pengetahuan dan tindakan petani dalam pengendalian kutu putih dan penyakit layu tanaman nenas di Kabupaten Subang. Hasil survei menunjukkan bahwa petani nenas umumnya petani berpendidikan relatif rendah, jumlah keluarga sedang yaitu 3-4 orang dan berumur 20-50 tahun. Kebanyakan petani melakukan sistem budidaya nenas secara konvensional dengan menanam nenas pada lahan yang terpisah-pisah dan secara polikultur, serta hanya memiliki lahan garapan yang relatif sempit kurang dari 0.25 m 2 . Survei menunjukkan petani responden menanam nenas dengan jarak tanam bervariasi, melakukan pemupukan dengan dosis dan aplikasi yang belum optimal dan belum menggunakan bibit yang sehat. Petani responden menyatakan bahwa tingkat serangan kutu putih D. brevipes pada tanaman nenas bervariasi, umumnya 26-75. Umumnya petani dalam penanggulangan kutu putih dan penyakit layu melakukan penyemprotan dengan insektisida. Insektisida yang biasa digunakan petani adalah golongan organofosfat. Hasil analisis menunjukkan budidaya nenas yang dilakukan petani di Kabupaten Subang cukup menjanjikan karena memberikan keuntungan dengan RC rasio: 1.22-1.44 Kata kunci: kutu putih, D. brevipes, nenas, petani, penyakit layu, polikultur. ABSTRACT Subang Regency has been considered as one of the centers of the pineapple production in Indonesia. The baseline data of various aspects of farmer’s knowledge and their management practices of mealybug and wilt disease of pineapple was evaluated at Subang. The results indicated that the farmer education levels were relatively low, the family member was 3-4 people, farmer’s ages were 20-50 years old and the ownership land levels were low. The conventionally practices of pineapple were usually conducted by the farmers. Pineapples were usually planted separatedly with polycultured plant system; plant distance was varied; fertilizing dose and application with unmaximal levels; and peneapple seedling were used without selection. According to farmers, infection levels of mealybug D. brevipes were varied, generally from 26 to 75. The mealybug and wilt disease controls were generally applied with organophosphate insecticides. The RC ratio of pineapple cultivation in Subang Regency was from 1.22 to 1.44 It was concluded that the pineapple production at Subang was a promising cultivation. Key words: mealybug, D. brevipes, pineapple, farmer, wilt disease, polyculture. 25 PENDAHULUAN Budidaya nenas merupakan usaha pertanian rakyat yang menjadi andalan Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Luas areal panen nenas di Kabupaten Subang mencapai 3253 ha dengan produksi 123 067 ton. Kondisi agroklimat yang cocok untuk budidaya nenas dan ketersediaan lahan-lahan yang belum dimanfaatkan memungkinkan peningkatan luas area dan produksi nenas di daerah ini. Kondisi suhu rata-rata daerah penanaman nenas di Subang sekitar 21-27 o C, pH tanah berkisar antara 5.5-7 dan terletak di daerah dengan ketinggian tempat 300-500 m di atas permukaan laut DPKS 2004. Pola usahatani nenas di daerah Subang pada umumnya masih skala kecil yaitu: tumbuh pada lahan-lahan pekarangan, lahan-lahan kosong, lahan bersama tanaman lainnya polikultur seperti di bawah pohon buah-buahan atau pohon- pohon kayu dan pada kebun-kebun yang ukurannya relatif kecil DPKS 2004. Usahatani nenas di daerah ini pada umumnya merupakan usaha pertanian rakyat yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Usahatani seperti ini memang umum ditemukan di pertanian Indonesia Mubyarto 1994. Masalah dalam produksi dan budidaya banyak dihadapi petani nenas antara lain : belum tersedianya varietas yang tahan, belum tersedianya bibit dalam jumlah banyak dan seragam, teknologi budidaya dan pasca panen yang belum tepat serta adanya serangan hama dan penyakit DPTP 1994. Hama utama pada tanaman nenas adalah kutu putih D. brevipes Petty et al. 2002. Kutu putih sangat berbahaya karena berperan sebagai penular virus penyakit layu nenas PMWaV Mau Kessing 2007. Tingkat serangan hama ini di Kabupaten Subang dilaporkan dapat mencapai 70 Asbani 2005. Masalah yang dihadapi petani adalah belum tersedianya tanaman yang tahan terhadap hama kutu putih. Untuk pengendalian hama umumnya petani berusaha melakukan pengendalian berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Namun dalam pengambilan keputusan pengendalian umumnya petani berdasarkan kondisi ekonomi saat itu. Petani akan mengadopsi teknik pengendalian hama yang sesuai dengan perekonomiannya, mencari teknik yang murah tetapi berhasil. Latar belakang petani baik pendidikan dan ketrampilannya mempengaruhi petani untuk mengambil sikap dan selanjutnya bertindak untuk mengambil