brevipes BIOLOGI KUTU PUTIH
75
Gambar 5.3. Tahapan perkembangan kutu putih D. brevipes gambar tidak berskala
Tabel 5.2. Lama perkembangan pradewasa D. brevipes pada nenas dan
kencur Stadia nimfa
Nenas n=20 Kencur n=20
Umur hari ± SE Nimfa instar 1
11.45 ± 0.29 b 12.95 ± 0.33 a
Nimfa instar 2 9.85 ± 0.29 b
11.05 ± 0.34 a Nimfa instar 3
10.80 ± 0.31 b 11.55 ± 0.20 a
Lama hidup nimfa 32.10 ± 0.33 b
35.55 ± 0.43 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 menurut uji t Hasil pengamatan terhadap lama hidup imago kutu putih ditampilkan pada
Tabel 5.3. Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis tanaman inang memberi pengaruh terhadap lama praoviposisi dan masa oviposisi kutu putih P=0.00.
Kutu putih yang dipelihara pada nenas lebih cepat 5 hari untuk bereproduksi dibandingkan pada kencur. Lama masa oviposisi kutu putih pada daun nenas
sekitar 11.10±0.54 hari, lebih lama 5 hari dibandingkan pada kencur 6.40±0.32 hari. Perbedaan ini mungkin disebabkan kandungan nutrisi dan senyawa kimia
sekunder pada nenas berbeda dengan kencur. Kencur mengandung senyawa kimia sekunder seperti flafonida dan polifenol Deptan 2004. Adanya flafonida dan
nimfa instar 1 nimfa instar 2
nimfa instar 3 imago
76 polifenol dapat menghambat perkembangan serangga, walaupun tingkat
penghambatannya tergantung pada spesies serangganya Schoonhoven et al. 1998.
Hasil analisis menunjukkan masa pascaoviposisi dan total lama hidup imago kutu putih tidak berbeda pada kedua tanaman inang P=0.79 dan P=0.13. Total
lama hidup imago kutu putih pada nenas dan kencur yaitu 20.40±0.74 hari dan 20.20±0.57 hari. Hasil ini sesuai dengan laporan Waterhouse 1998 dan CABI
2008 yang menyatakan bahwa lama hidup imago sekitar 7-49 hari. Menurut Cecilia et al. 2004 lama hidup imago kutu putih dipengaruhi oleh varietas
inangnya. Total lama hidup imago pada nenas varietas Perola dan Smooth Cayenne masing-masing yaitu: 20.3±2.3 hari dan 26.1±2.5 hari.
Tabel 5.3. Lama hidup imago D. brevipes pada nenas dan kencur Stadia imago
Nenas n=20 Kencur n=20
Umur hari± SE Pra oviposisi
8.15 ± 0.41 b 13.30 ± 0.46 a
Masa oviposisi 11.10 ± 0.54 a
6.40 ± 0.32 b Pasca oviposisi
1.15 ± 0.35 a 0.40 ± 0.15 a
Lama hidup imago 20.40 ± 0.74 a
20.20 ± 0.57a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 menurut uji t Masa praoviposisi lebih cepat dan masa reproduksi lebih lama menunjukkan
bahwa nenas lebih sesuai bagi reproduksi kutu putih dibandingkan pada kencur. Hal ini sesuai dengan laporan yang menyatakan bahwa nenas adalah inang
utamanya D. brevipes Hernandez et al. 2004; Mau Kessing 2007; CABI 2008. Kondisi penelitian laboratorium dengan suhu sekitar 25±2
o
C dan kelem- baban sekitar 70±10, hanya ditemukan imago betina dan tidak ditemukan imago
jantan. Hal ini mungkin dipengaruhi kondisi lingkungan laboratorium dan kualitas inangnya tidak sesuai bagi kutu putih menghasilkan imago jantan. Menurut West
Rivero 2000 sex rasio serangga tergantung pada inangnya. Lingkungan seperti suhu dan kelembaban sangat berperan dalam pengaturan sex rasio kutu putih di
India, keturunan yang dihasilkan imago betina semua terjadi pada suhu 30
o
C dan kelembaban 60-66 Waterhouse 1998. Selain itu sex rasio kutu putih
77 tergantung lingkungan tempat hidupnya, seperti di Hawai imago jantan kutu putih
tidak pernah ditemukan, tetapi di Malaysia imago jantan bisa ditemukan dengan sex rasio 1:1 Waterhouse 1998; CABI 2003;.
Kemampuan Reproduksi Kutu Putih pada Tanaman Nenas dan Kencur
Produksi nimfa per hari oleh seekor betina kutu putih yaitu berkisar: 1 sampai 28 nimfa pada nenas dan 1 sampai 17 nimfa pada kencur. Produksi nimfa
lebih banyak diletakkan pada umur muda pada kedua tanaman inang dan menurun dengan meningkatnya umur betina kutu putih Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Keperidian harian D. brevipes yang dipelihara pada nenas dan kencur di laboratorium
Gambar 5.4 menunjukkan masa reproduksi kutu putih yang dipelihara pada nenas berlangsung lebih lama dibandingkan pada kencur. Kemampuan reproduksi
kutu putih D. brevipes dihitung berdasarkan banyaknya nimfa yang dihasilkan oleh seekor imago betina. Total nimfa yang dihasilkan betina yang dipelihara pada
nenas menunjukkan perbedaan sangat nyata dengan total nimfa yang dihasilkan betina pada kencur P0.01 Gambar 5.5. Selama hidupnya seekor betina
mampu menghasilkan keturunannya yaitu: 28-121 nimfa dengan rataan sekitar 72.50±5.17 nimfa yang dipelihara pada nenas dan 8-54 nimfa dengan rataan
23.40±2.61 nimfa pada kencur.
78 Walaupun keperidian betina D. brevipes lebih rendah pada kencur dibanding
pada nenas, hasil di atas menunjukkan bahwa kencur merupakan salah satu tanaman inang kutu putih. Pada pemeliharaan di laboratorium, terbukti kutu putih
dapat hidup dan bereproduksi pada kencur. Kelangsungan hidup dan reproduksi kutu putih dapat terjadi pada rimpang kencur karena nutrisi yang tersedia cukup
baik untuk mendukung kehidupan kutu putih. Kandungan nutrisi yang terkandung pada rimpang kencur yaitu: kadar air 28.46, pati 51.75 dan serat 11.25
Sudiarto et al. 1996.
Gambar 5.5. Total keperidian kutu putih yang dipelihara pada nenas dan kencur di laboratorium n=20, T test
α 0.05 Hasil percobaan ini menunjukkan kencur merupakan tanaman inang dari
kutu putih D.brevipes. Untuk itu dalam upaya pengendalian kutu putih, sistem budidaya tanaman nenas yang melakukan tumpangsari dengan kencur perlu
dihindari. Penanaman sistem polikultur dengan kencur dapat dilakukan, asalkan telah melakukan perlakuan pratanam dengan perendaman kencur pada larutan
insektisida. Sebelum penanaman hendaknya dilakukan sanitasi kebun dan yaitu mengeluarkan sisa-sisa tanaman kencur yang terserang. Kebersihan lahan
pertanaman sangat diperlukan untuk menghilangkan tanaman inang yang mungkin berada di sekitar pertanaman yang dapat berperan sebagai sumber inokulum. Dove
2005 menyatakan bahwa ada tiga spesies lainnya dari famili yang sama dengan kencur yang menjadi tanaman inang kutu putih antara lain: kunyit Curcuma
longa , jahe kuning Hedychium flavum dan jahe Zingiber officinale.
79 Di Indonesia tanaman inang lain dari kutu putih antara lain: tebu, padi, palem,
kopi, pisang, kedele, kacang tanah, kapas, pandan Kalshoven 1981.
KESIMPULAN
Selain nenas, kutu putih D. brevipes dapat hidup dan berkembangbiak pada rimpang kencur. Lama perkembangan nimfa instar 1 sampai 3 pada nenas
berturut-turut: 11.45±0.29 hari, 9.85±0.29 hari dan 10.80±0.31 hari. Lama perkembangan nimfa pada kencur berturut-turut yaitu: 12.95±0.33 hari,
11.05±0.34 hari dan 11.55±0.20 hari. Lama perkembangan pradewasa kutu putih pada nenas 32.1±0.33 hari dan
pada kencur 35.55±0.43 hari. Total lama hidup imago kutu putih masing-masing 20.40±0.74 hari dan 20.20±0.57 hari pada nenas dan kencur.
Rata-rata kemampuan reproduksi betina kutu putih yaitu: 72.50±5.17 nimfabetina dan 23.40±2.61 nimfabetina masing-masing pada nenas dan kencur.
Kencur merupakan tanaman inang dari kutu putih D. brevipes.
DAFTAR PUSTAKA
[CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International. 2003. Crop Protection Compendium
. Nosworthy Way, Wallingford, Oxfordshire: CAB International Publ.
[CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International. 2008. Dysmicoccus brevipes
. [Distribution map]. Nosworthy Way, Wallingford, Oxfordshire: CAB International Publ.
Cecilia LVCS, Bueno VHPB, Prado E. 2004. Desenvolvimento de Dysmicoccus brevipes
Cockerell Hemiptera; Pseudococcidae emduas cultivars de abaxi. Cienc agrotec 285:1015-1020.
Culik MP, Martins DS, Gullan PJ. 2005. First record two mealybug species in Brazil and new potential pest of papaya and coffee. J Insect Sci 6:236.
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2004. Hidup Sehat dengan Produk Hortikultura Nusantara
. Jakarta: Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian.
Dove B. 2005. Catalogue Query Results Dysmicoccus brevipes Cockerell. http:
www.sel.barc.usda.gov catalogs pseudoco Dysmicoccusbrevipes.htm. [12 Feb 2008
].
80 Hashimoto. 2001. Cooperative extension Service Insect Pest. College of tropical
Agriculture and Human Recourses CTHAHR. http:www2. ctahr. Hawaii.edu. [5 Mei 2007].
Hernandez HG, NJ Reimer, Jhonson MW. 1999. Survey of natural enemies of Dysmicoccus
mealybugs on pineapple in Hawaii. Bio Control 44:47-58. Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah.Terjemahan dari De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Jakarta. Ichtiar Baru-van Hoeve. 701 hlm.
Kumar S. 2006. Pineapple mealybug Dysmicoccus brevipes. [terhubung berkala] http:
www.spc.int:8088pldindex.jsp . [7 Feb 2008].
Liu TX. 2005. Biology and life history of Ascia monuste Lepidoptera: Pieridae a potential pest of cruciferous vegetables. Ann Entomol Soc Am 985:
726-731. Mau RFL, Kessing JLM. 2007. Dysmicoccus brevipes Cockerell Pink Pine-
apple Mealybug .
http:www.extento.hawaii.eduKbasecropTyped_brevip. htm. [15 Feb 2008
]. Moghaddam M. 1999. The record of Dysmicoccus brevipes Cockerell
Coccoidae: Psedococcidae. J. Entomol Soc Iran 1812:25-44. Pandey GH, Johnson MW. 2005. Biological characteristics of adult Anagyrus
ananatis Gahan Hymenoptera: Encyrtidae, a parasitoid of Dysmicoccus
brevipes Cockerell Hemiptera: Pseudococcidae. Bio Cont 352:93-103.
Rohrbach KG, Johnson MW. 2003. Pest, Diseases and Weed. Di dalam. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany
Production and Uses. Wallingford: CAB International Publ. hlm 203-251.
Schoonhoven LM, Jermy T, Van Loon JJA. 1998. Insect Plant Biology from Physiology to Evolution
. London: Chapman Hall. 409 hlm. Sether DM, Ulman DE, Hu JS. 1998. Transmission of pineapple mealybug wilt-
associated virus by two species of mealybug Dysmicoccus spp. Phytopathology
88:1224-1230. Sether DM, Melzer MJ, Busto JL, Zee F, Hu JS. 2004. Diversity of pineapple
mealybug wilt associated viruses in pineapple. Phytopathology 946:1031. Sether DM, Melzer MJ, Busto JL, Zee F, Hu JS. 2005. Diversity and mealybug
transmissibility of ampeloviruses in pineapple. Plant Disease 895:450- 456.
Sudiarto, Rostiana O, Pramono D. 1996. Pengaruh pupuk terhadap hasil dua klon kencur pada tanah latosol asosiasi latosol grumosol-Boyolali. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia 32:32-35.
Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Universitas Kristen Krida Wacana. 284 hlm.
Waterhouse DF. 1998. Biological Control of Insect Pest, Southeast Asian Prospects
Monograph 51 Canberra: ACIAR.
81 West SA, Rivero A. 2000. Using sex ratios to estimate what limits reproduction in
parasitoid. Ecol Let
3:294-299. Williams DJ, Watson GWQ. 1988. The Mealybug Pseudococcidae. London.
CAB International Institute of Entomology. 260 hlm. Williams DJ, de Willink MCG. 1992. Mealybug of Central and South America.
Wallingford Oxon: CAB International Publ. 635 hlm. Williams DJ. 2004. Mealybug of Southern Asia. Kuala Lumpur. Southdene SDN
BHD.
82