BAB. 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi suatu paradigma dalam peningkatan produktivitas. Selain itu muncul satu masalah utama
lagi yang harus menjadi perhatian, yaitu dampak lingkungan akibat proses produksi. Untuk itu industri pemotongan logam mencoba mengimplementasikan metode
pemotongan yang bersahabat dengan lingkungan dan juga kesehatan. Tujuan yang ingin dicapai dari implementasi metode tersebut adalah perbaikan efisiensi, mereduksi biaya
produksi, peningkatan produktifitas dan meminimalkan siklus waktu serta secara bersamaan pula memberikan kenyamanan terhadap lingkungan maupun kesehatan kerja.
Dari berbagai pertimbangan di atas, teknologi pemotongan logam dewasa ini menfokuskan perhatian pada proses dengan metode Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan
Keras dan Pemesinan Kering, dengan terwujudnya produktivitas tinggi yang berwawasan lingkungan.
Pemesinan Laju Tinggi High Speed MachiningHSM merupakan suatu proses pemotongan logam yang dilaksanakan pada laju pemotongan yang tinggi dimana nilai
laju pemotongannya ditentukan oleh jenis bahan yang dipotong Morikawa et al, 1997. HSM juga dikategorikan sebagai teknologi pemotongan logam terkini yang dalam
perbandingannya dengan pemotongan konvensional dapat meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kualitas benda kerja, serta pada saat yang sama dapat mengurangi biaya dan
Universitas Sumatera Utara
waktu pemesinan Schulz Moriwaki, 1992. Pemesinan keras Hard MachiningHM merupakan konsep pemotongan logam yang secara langsung dilaksanakan terhadap
bahan berkekerasan tinggi ≥ 45HRC sebagaimana yang dikondisikan untuk suatu
produk Grezik Wanat, 2006. Pemesinan keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi melalui pengurangan jumlah proses tahapan, setup
peralatan dan waktu untuk inspeksi. Selanjutnya, pemesinan kering Dry MachiningDM adalah proses pemotongan logam yang dilakukan tanpa adanya cairan pemotongan yang
biasanya digunakan sebagai media pendingin dan media pelumas. Lebih lanjut, pemesinan kering memiliki kelebihan yaitu tidak digunakannya cairan pemotongan
berarti dapat mengurangi ongkos produksi sebesar 16-20 serta berpengaruh untuk penyelamatan lingkungan karena tidak adanya cairan pemotongan bekas yang dibuang ke
lingkungan Streejith Ngoi. 2000. Pada pemesinan kering cairan pemotongan hanya digunakan dalam kuantiti yang sangat minimum 50mljam atau bilamana mungkin
tidak digunakan sama sekali. Oleh sebab itu konsep pemesinan kering dari sudut pandang ekologi disebut pemesinan hijau Strejith Ngoi, 2000.
Beberapa peneliti seperti
Sutter 2005
belakangan ini melakukan kajian pemesinan laju tinggi pada bahan berkekerasan tinggi untuk meningkatkan produktifitas.
Namun demikian, pemesinan laju tinggi pada benda kerja berkekerasan tinggi tersebut masih dilakukan pada konsep pemesinan basah. Implementasi Pemesinan laju tinggi
yang dilakukan pada bahan berkekerasan tinggi pada konsep pemesinan basah memang berhasil meningkatkan produktifitasnya, namun dari aspek penyelamatan lingkungan,
cairan pemotongan yang digunakan masih berpotensi mencemari lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Pengimplementasian ketiga konsep teknologi di atas dalam suatu proses pemotongan logam untuk menghasilkan suatu produk tertentu ternyata ada menghadapi
beberapa masalah. Permasalahan utamanya yaitu pengeleminasian cairan pemotongan akan mengakibatkan suhu pemotongan dan gesekan yang terjadi lebih tinggi
dibandingkan bilamana cairan pemotongan masih digunakan. Suhu dan gesekan yang tinggi selama pemotongan akan membawa akibat buruk terhadap pahat. Potensi suhu
pemotongan yang relatif cukup tinggi pada pemesinan laju pemotongan moderat akan bertambah tinggi lagi apabila proses pemesinan berlangsung pada laju pemotongan tinggi.
Jika suhu pemotongan pada laju moderat saja sudah cukup berpotensi untuk mempercepat laju aus pahat maka pemesinan laju tinggi HSM akan berakhir dengan
umur pahat yang pendek akibat laju aus pahat yang semakin tinggi. Selama proses pembentukan geram berlangsung, pahat dapat mengalami keausan
yaitu kegagalan dari fungsinya yang normal. Ada dua jenis aus yang umumnya terjadi pada pahat, yaitu : Keausan Tepi Flank Wear dan Keausan Kawah Crater Wear.
Keausan Tepi merupakan keausan yang terjadi pada bidang utamamayor pahat. Keausan tepi sering disebabkan oleh proses abrasive dari ujung pemotongan terhadap permukaan
termesin. Keausan tepi dapat diketahui dengan mengukur panjang VB mm, yaitu jarak antara mata potong sebelum terjadi keausan sampai ke garis rata-rata bekas keausan pada
bidang utama. Keausan Kawah merupakan keausan yang terjadi pada bidang geram pahat. Keausan kawah dapat meningkatkan sudut kerja rake dan mengurangi gaya pemotongan,
tetapi juga akan melemahkan kekuatan ujung pemotongan. Keausan kawah dapat diukur dengan dengan alat ukur kekasaran permukaan. Dari pertimbangan kerugian yang timbul
Universitas Sumatera Utara
akibat aus pahat perlu dikaji tentang mekanisme aus yang terjadi. Mekanisme aus secara garis besarnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu mekanisme aus yang dominant pada
kecepatan potong rendah dan yang dominant pada kecepatan potong tinggi. Pada kecepatan potong rendah, proses abrasif, kimiawi dan adhesi merupakan penyebab utama
aus pahat. Pada kecepatan potong tinggi, proses difusi, oksidasi dan deformasi plastik merupakan penyebab utama aus pahat. Dari pembahasan diatas tersimpul bahwa
mekanisme aus tidaklah merupakan hal yang sederhana. Pengetahuan atas mekanisme aus sangat diperlukan dalam usaha menemukan jenis material pahat yang baru ataupun
dalam pemilihan kondisi pemotongan yang paling baik bagi suatu kombinasi jenis pahat dengan benda kerja tertentu.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, terdapat tiga jenis bahan pahat yang umumnya dipakai pada penerapan ketiga konsep di atas. Adapun ketiga jenis bahan pahat
tersebut adalah pahat dari bahan keramik Yuliarman, 2008, karbida Che Haron et. al, 2001, dan CBN Ozel et. al, 2008. Dari ketiga jenis bahan tersebut untuk pahat yang
sesuai untuk kriteria pemesinan keras lebih direkomendasikan kepada CBN. CBN adalah material yang paling keras selain intan, dan sangat cocok digunakan pada pemesinan
keras. Insert CBN mulai meningkat popularitasnya setelah General Electric menemukan kombinasi CBN dengan serbuk titanium nitride sehingga dapat meningkatkan umur
pahat menjadi lima kali Baggio, 1996. Walaupun demikian belum ada ditemukan laporan yang komprehensif tentang pahat berlapis yang digunakan pada HSM, HM dan
DM.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu diperlukan suatu kajian keausan pahat terhadap kemungkinan penggunaan pahat yang akan digunakan pada industri manufaktur pemotongan logam
agar konsep Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan Keras dan Pemesinan Kering dapat sekaligus dilakukan demi terwujudnya produktivitas yang tinggi namun berwawasan
lingkungan.
1.2. Perumusan Masalah