Keutuhan Permukaan Baja AISI 4140 Pada Pemesinan Laju Tinggi, Keras Dan Kering Menggunakan Pahat CBN

(1)

Keutuhan Permukaan Baja AISI 4140 Pada Pemesinan Laju Tinggi,

Keras Dan Kering Menggunakan Pahat CBN

TESIS

OLEH

 

Berta Br Ginting

087015001/TM

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Keutuhan Permukaan Baja AISI 4140 Pada Pemesinan Laju Tinggi,

Keras Dan Kering Menggunakan Pahat CBN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Teknik Mesin

Pada Program Magister Teknik Mesin Universitas SumaterUtara

OLEH

 

Berta

 

Br

 

Ginting

 

087015002/TM

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini terfokus pada keutuhan permukaan (surface integrity) logam paduan AISI 4140 berkekerasan ~ 55 HRC yang dikerjakan dibawah proses pembubutan laju tinggi, keras dan kering yang dikaji secara eksperimen. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode CCF (Cubic Center Face). Dampak kecepatan potong, laju pemakanan dan kedalaman potong terhadap kekasaran permukaan (Ra) dan terhadap topografi permukaan yaitu corak permukaan (lay) dan cacat permukaan (defect) yang terjadi pada permukaan benda termesin akan diteliti . Nilai Ra rata-rata terkecil didapat = 0,97 m yaitu pada kecepatan potong (V) = 200 m/min, laju pemakanan (f) = 0,1 mm/put dan kedalaman pemakanan (a) = 0,3 mm. Nilai Ra rata-rata terbesar didapat = 2,09 m yaitu pada kecepatan potong (V) = 225 m/min, laju pemakanan (f) = 0,1 mm/put dan kedalaman pemakanan (a) = 0,7 mm. Topografi corak permukaan (lay) dari permukaan benda termesin memperlihatkan bahwa lay yang ditemukan memiliki pola arah yang sejajar dengan kecepatan potong (V) dan tegak lurus dengan kecepatan pemakanan (Vf). Sedangkan topografi cacat permukaan (defect) yang ditemukan ada empat jenis cacat yaitu cacat feed mark, , pembentukan lapisan chip, tearing surface dan kotoran (microchip). Kondisi pemotongan yang direkomendasikan untuk pemotongan logam AISI 4140 yang berkekerasan ~ 55 HRC dengan pahat CBN dengan kondisi pemesinan laju tinggi dan kering adalah pada kondisi pemotongan tingkat magnitude minimum.

Kata kunci : Corak permukaan, cacat permukaan, kekasaran permukaan, Ra, kondisi pemotongan


(4)

ABSTRACT

This study is focused on the surface integrity of AISI 4140 alloy which has the hardness of -55 HRC worked on the turning process under high, hard, and dry speed which was examined experimentally. Data collecting method used in this study is the CCF (Cubic Center Face) method. The impact of the velocity of cutting, the feeding rate, the depth of cutting on the surface roughness (Ra) and on the surface topography; that is, surface feature (lay) and surface defects (Defect) which occur on the surface of the object will be studied. The average value of the smallest Ra = 0.97 m; that is, at the velocity of cutting (V) = 200 m/min, at the feeding rate (f) = 0.1 mm/put, and the depth of feeding (a) = 0.3 mm. The average value of the largest Ra = 2.09 m; that is, at the velocity of cutting (V) = 225 mm/min, at the feeding rate (f) = 0.1 mm/put, and at the depth of feeding (a) = 0.7 mm. The topography surface feature (lay) on the surface of the object shows that the lay has direction pattern which is paralleled with the velocity of cutting (V); whereas the topography of surface defect has four types of defect; namely, feed mark defect, the forming of chip layer, tearing surface, and dirt (microchip). The recommended cutting condition for the cutting of metal ASIDSI 4140 which has the hardness of 55 HRC with CBN chisel in the high and dry speed of machinery condition is the cutting condition of minimum magnitude level.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih atas limpahan berkat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dengan judul “Keutuhan Permukaan Baja AISI 4140 Pada Pemesinan Laju Tinggi, Keras Dan Kering Menggunakan Pahat CBN”.

Penulisan tesis ini adalah sebagai hasil penelitian dalam rangka menyelesaikan pendidikan Pascasarjana Jurusan Teknik Mesin bidang Manufaktur, pada Sekolah Magister Teknik Mesin FT-USU. Penulisan dan penelitian tesis ini terlaksana dan dapat terwujud berkat bimbingan, petunjuk dan arahan serta dorongan dari berbagai pihak terutama Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting M.Eng, selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.Nasruddin, MN. M.Eng.Sc. dan Bapak Ir.Syahrul Abda, MSc yang masing-masing sebagai anggot komisi pembimbing.

Selain dari pada itu, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik secara moril maupun materil, langsung maupun tidak langsung dalam mewujudkan tesis ini terutama kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Bapak Dr. Eng. Indra, MT serta kepada rekan-rekan mahasiswa/i pasca sarjana teknik mesin terutama mahasiswa bidang keahlian “manufaktur”, kepada adik-adik mahasiswa S1 Teknik Mesin USU dan kepada rekan-rekan sejawat di Polmed yang telah memberikan sumbang saran serta dorongan sehingga terselesaikan tesis ini.


(6)

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada suami terkasih , ibunda serta anakku tercinta yang telah memberikan doa, dukungan pengertian dan semangat kepada penulis sejak awal kuliah hingga penyelesaian tesis ini.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini, oleh sebab itu penulis mohon saran dan kritik yang membangun dari pihak-pihak yang terlibat untuk dapat membantu memperbaiki dan melengkapi kesempurnaan tesis ini. Atas bantuan dan perhatiannya diucapkan terima kasih.

Medan, 16 Juli 2011 Penulis,


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Ir Berta Br Ginting 2. Nama lengkap : Ir Berthalina Br Ginting 3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Tempat / tgl. Lahir : Kabanjahe (Kab.Karo) / 26 September 1963 5. Agama : Kristen Protestan

6. Alamat : Jl.Setia Budi No. 194 Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Medan.

e-mail: berthaginting@yahoo.co.id 7. Prog.studi / Bid. keahlian : Teknik Mesin / Manufaktur

8. Pendidikan : Tamat SD tahun 1975 : Tamat SMP tahun 1979 : Tamat SMA tahun 1982

: Tamat Diploma III Politeknik USU Medan Jur Mesin thn 1985.

: Training Didaktik di PEDC Bandung Jur Mesin, September 1985 s/d Desember 1986.


(8)

: Sekolah Pasca Sarjana Jurusan Teknik Mesin USU Medan tahun 2008 sampai sekarang.

10. Pekerjaan : Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan sejak bulan Desember thn 1986 sampai sekarang.

11. Alamat Kantor : Jl. Almamater no.1 Kampus USU Medan

12. Pengalaman lain : Training Fabrikasi di PT PAL Surabaya tahun 1998 Training Alat-Alat Laboratorium di University

Technology Malaysia – Kuala Lumpur tahun 1988. 13. Pengalaman Penelitian:

Sebagai Ketua Peneliti dengan judul penelitian sebagai berikut:

13.1. Pengujian Koefisien Gesek terhadap Pipa PVC yang Diperjualbelikan di Pasaran Kotamadya Medan, tahun 1997.

13.2. Perbandingan Pemotongan Baja 60 dengan Dua Jenis Perkakas (Pahat) Potong, tahun 1999.

13.3. Rancangan Alat Bantu Pengiris Bawang, tahun 2000.

13.4. Perancangan Pompa Irigasi untuk suatu daerah luas 70 Ha, tahun 2001. 13.5 Uji Kekakuan dan Uji Lentur terhadap Baja Lunak (Mild Steel) yang dijual

dipasaran Kotamadya Medan, tahun 2003.

13.6. Uji Performansi Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah ditinjau dari Putaran Rotor Pengupas, tahun 2005.


(9)

13.7. Study Pengaruh Kedalaman Pemakanan Terhadap Getaran dan Kekasaran Permukaan pada Proses Pembubutan Dengan Menggunakan Mesin Bubut Celtic 14 Indonesia, tahun 2009.

Sebagai Anggota Peneliti dengan judul penelitian:

13.8. Pengaruh Ke-aus-an Elektroda Tembaga Terhadap Pembuatan Lubang pada Plat Baja dengan Mesin EDM, tahun 2007.

13.9. Pengaruh Perubahan Besar Arus (IP) Terhadap Waktu Pengerjaan dan Kekasaran Permukaan pada Mesin EDM, tahun 2008.

14. Karya Ilmiah yang dipublikasikan di majalah JURNAL ILMU dan REKAYASA TEKNOLOGI INDUSTRI (JIRTI) yang diterbitkan Fakultas Teknologi Industri Universitas Mpu Tantular, Jakarta adalah sbb:

14.1. Metode Pemilihan Refrigran dan Kegunaannya, vol.1, no.4, Oktb.2001 (sebagai anggota).

14.2. Analisa Bahan dan Pengecatan, vol.5, no.1, April 2002 (sebagai anggota) 14.3. Rancang Bangun Peralatan Penjernih Oli Bekas, vol.9, no.1, April 2004


(10)

DAFTAR ISI

Nomor Judul Halaman

ABSTRAK ……….. i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………... v

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR……….. xiii

DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH ………. xvi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 5

1.3. Tujuan Penelitian ……… 7

1.3.1. Tujuan umum ………. 7


(11)

1.4.

Manfaat Penelitian ……….. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 9

2.1. Proses Pemotongan Dengan Mesin Bubut .……… 9

2.2. Kondisi Pemesinan ………. 11

2.2.1. Kecepatan potong (V) ……… 12

2.2.2. Kedalaman potong (a) ……….. 13

2.2.3. Laju pemakanan (laju suapan) (f) ……… 14

2.2.4. Laju pembuangan geram (MRR) ……… 15

2.3. Kekasaran Permukaan ………. 15

2.3.1. Kekasaran permukaan dalam pembubutan keras …….. 17

2.3.2. Metode pengukuran kekasaran permukaan ………….. 20

2.4. Konsep Pemesinan Terkini ………. 21

2.4.1. Pemesinan laju tinggi ………. 21

2.4.2. Pemesinan keras ………. 23

2.4.3. Pemesinan kering ……… 25

2.5. Pahat Potong ………. 27

2.5.1. Umur pahat ……… 30

2.5.2. Suhu pemotongan dan aus pahat ……… 30

2.6. Bahan Teknik ……… 31

2.6.1. Sifat dan karakteristik logam ……….. 32

2.6.2. Pemilihan bahan AISI 4140 ……….. 34

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 37

3.1. Tempat dan waktu ……… 37


(12)

3.2.1. Bahan benda uji ……… 37

3.2.2. Bahan pahat ……….. 39

3.2.3. Pemegang pahat (tool holder) .……….. 40

3.3. Peralatan ………. 40

3.3.1. Mesin bubut ………. 40

3.3.2. Surface Roughness Stylus Profilometer Tester Suftest 402, Mitutoyo. ………... 42

3.3.3. Mikroskop ……… 42

3.3.4. Scaning Electron Microscopy (SEM) ………. 43 

3.4. Metode Penelitian ………. 43

3.4.1.Variabel yang diamati ………. 44

3.4.2. Pengumpulan data ……….. 44

3.4.3. Rancangan kegiatan pemesinan ……….. 45

3.4.4. Kerangka konsep penelitian ……… 45

3.5. Teknik Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data ……. 48

3.5.1. Pengukuran kekasaran permukaan ……….. 48

3.5.2. Analisa topografi lay dan defect. ……… 50

3.5.3. Pengolahan dan analisa data ………. 51

3.5.4. Kerangka konsep penelitian ... 52

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .………. 53

4.1. Data Hasil Pengujian ……… 53

4.2. Kekasaran Permukaan ………. 56

4.2.1. Tingkat minimum-1. ……….……… 56

4.2.2. Tingkat minimum-2. ……….. ……….. 58

4.2.3. Tingkat medium-1. ……… 60

4.2.4. Tingkat medium-2. ………….……… 62

4.2.5. Tingkat maksimum-1. ………….………. 64

4.2.6. Tingkat maksimum-2. ………….………. 65 4.3. Pengaruh Kondisi Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan. 69


(13)

4.3.1.Pengaruh kecepatan potong (V) terhadap kekasaran

permukaan (Ra) ……… 69

4.3.2.Pengaruh laju pemakan (f) terhadap kekasaran permukaan (Ra). ……….. 70

4.3.3.Pengaruh kedalaman potong (a) terhadap kekasaran permukaan (Ra). ……….. 71

4.4. Corak Permukaan (Lay) ………... 73

4.4.1. Corak permukaan pada tingkat minimum-1. ……… 73

4.4.2. Corak permukaan pada tingkat minimum-2. ……… 74

4.4.3. Corak permukaan pada tingkat medium-1………… 74

4.4.4. Corak permukaan pada tingkat medium-2………… 75

4.4.5. Corak permukaan pada tingkat maksimum-1 ……… 76

4.4.6. Corak permukaan pada tingkat maksimum-2 . ……. 77

4.5. Cacat (Defect) ..……… 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 83

5.1. Kesimpulan ………. 83

5.2. Saran ……….. 84

DAFTAR PUSTAKA ……… 85


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Tingkat kekasaran rata-rata menurut proses pengerjaan………… 16

2.2. Perbandingan sifat pahat ……….. 29

3.1. Komposisi kimia AISI 4140 ……… 38

3.2. Sifat mekanik AISI 4140 ……….. 38

3.3. Sifat mekanik pahat CBN ………. 40

3.4. Data teknis mesin bubut Emco Maximat V13 ………. 41

3.5. Desain pengujian CCF ………. 45

3.6. Tabel pengumpulan data ……….. 47

4.1. Data hasil pengujian ………. 53

4.2. Data kondisi pemotongan untuk pembahasan ……… 55

4.3. Data pengukuran tingkat minimum-1 ……… 57

4.4. Data pengukuran tingkat minimum-2 ……… 58

4.5. Data pengukuran tingkat medium-1 ……….. 60

4.6. Data pengukuran tingkat medium-2 ……….. 62

4.7. Data pengukuran tingkat maksimum-1 ………. 64


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skematis proses bubut ……… 10

2.2. Pahat potong dan toolholder…………... 11

2.3. Proses bubut ……… 12

2.4. Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap gaya geser dan gaya makan ……… 18

2.5. Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap kekasaran permukaan (Ra) untuk bahan baja AISI 52.100 kekerasan 47 HRC ……... 19

2.6. Kecepatan potong pada proses laju tinggi ………. 22

2.7. Tingkat kekerasan pahat terhadap ketangguhan pahat. ………… 28

2.8. Tingkat kekerasan dan ketahanan aus pahat terhadap temperatur . 28

2.9. Perbandingan panas yang diserap pahat ……… 31

2.10. Landing gear ……….. 36

2.11. Cyclo speed reducer……….. 36

2.12. Roller cyclo speed reducer ………. 36

2.13. Single cavity valve body ……….. 36

3.1. Benda uji ……… 38

3.2. Pahat CBN ………. 39


(16)

3.4. Pemegang pahat (tool holder) ……… 40

3.5 Mesin bubut Emco Maximat V13 ……… 41

3.6. Setup mesin bubut Maximat V13 ………. 41

3.7. Alat pengukur kekasaran permukaan ……… 42

3.8. Spesimen kalibrasi pengukur kekasaran permukaan dengan nilai spesimen kalibrasi 2.95 m ………. 42

3.9. USB Digital Microscope ……….. 43

3.10. Scaning Elektron Microscop ……… 43

3.11. Profil pengukuran kekasaran permukaan ………. 49

3.12 Grafik kekasaran permukaan vs waktu pemotongan ……… 50

3.13 Grafik kekasaran permukaan vs keausan pahat ………. 50

3.14 Kerangka konsep penelitian ……….. 52

4.1. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat minimum-1 ……… 57

4.2. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat minimum-1 ………… 58

4.3. Kurva karakteristik Raversus tc tingkat minimum-2 ……… 59

4.4. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat minimum-2 …………. 60

4.5. Kurva karakteristik Raversus tc tingkat medium-1 ……….. 61

4.6. Kurva karakteristik Raversus VB tingkat medium-1 ……… 62

4.7. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat medium-2 ……….. 63

4.8. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat medium-2 ………….. 63

4.9. Kurva karakteristik Raversus tc tingkat maksimum-1 ………….. 64


(17)

4.11. Kurva karakteristik Raversus tc tingkat maksimum-2 ………….. 66 4.12. Kurva karakteristik Raversus VB tingkat maksimum-2 ………… 66 4.13. Hubungan karakteristik Ra vs tc dan Ra vs VB ………. 68 4.14. Pengaruh kecepatan potong terhadap kekasaran permukaan …….. 65 4.15. Plot kurva Gbr 4.8 untuk mencari nilai Ra pada VB=0,14 mm ….. 70 4.16. Pengaruh laju pemakanan terhadap kekasaran permukaan ………. 71 4.17. Plot kurva Gbr 4.2 untuk mencari nilai Ra pada VB=0,14 mm ….. 72 4.18. Pengaruh kedalaman pemakanan terhadap kekasaran permukaan … 72 4.19. Corak permukaan pada V=200m/min, f=0,1mm/put, a=0,3mm …… 73 4.20.. Corak permukaan pada V=200m/min, f=0,15mm/put, a=0,3mm ….. 74 4.21. Corak permukaan pada V=225m/min, f=0,1mm/put, a=0,7mm …… 75 4.22. Corak permukaan pada V=225m/min, f=0,16mm/put, a=0,7mm ….. 76 4.23. Corak permukaan pada V=250m/min, f=0,1mm/put, a=0,3mm…… 76 4.24. Corak permukaan pada V=250m/min, f=0,15mm/put, a=0,3mm….. 77 4.25. Cacat feed mark ……….. 79 4.26. Cacat akibat pembentukan lapisan chip ………. 79 4.27. Cacat tearing surface pada Ra=1,60m dan VB = 0,20 mm ……. 80 4.28. Cacat tearing surface pada Ra = 1,60 m dan VB = 0,10 mm) … 81 4.29. Mekanisme pembentukan tearing surface ……….. 81 4.30. Cacat microchip pada Ra = 0,92 m dan VB = 0,31 mm ………. 82 4.31. Cacat microchip pada Ra = 1,44 m dan VB = 0,30 mm…………. 82


(18)

DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH

   

a : Kedalaman potong mm

V : Kecepatan potong m/min

f : Laju pemakanan mm/put

tc : Waktu potong menit

d : Diameter rata-rata benda kerja mm

dm : Diameter akhir benda kerja mm

do : Diameter awal benda kerja mm

E : Modulus elastisitas (modulus of elasticity) MPa

G : Modulus elastisitas geser (shear modulus) MPa

r o : Radius serpihan mm

B : Lebar pemotongan mm

lt : Panjang pembubutan mm

S : Panjang bidang sisi pahat mm

n : Putaran mesin rpm


(19)

h : Tebal geram sebelum terpotong mm

VB : Aus tepi pahat mm

Vf : Kecepatan pemakanan m/min

rc : Radius ujung pahat mm

Vc : Kecepatan alir serpihan (chip flow velocity) m/min

 : Koefisien pemuaian panas (thermal expansion coef.) oC

γo : Sudut geram (o)

γn : Sudut pembentuk kawah pemutus serpihan pada pahat (o)

s : Sudut miring pahat (oblique inclination angle) (o)

u : Tegangan tarik (ultimate tensile strength) MPa

y : Tegangan geser (tensile yield strength) MPa

Ф : Sudut patah serpihan (o)

Kr : Sudut potong utama (o)

K

MRR :

:

Konduktiftas termal Laju pembuangan geram

W/mK cm3/min


(20)

ABSTRAK

Penelitian ini terfokus pada keutuhan permukaan (surface integrity) logam paduan AISI 4140 berkekerasan ~ 55 HRC yang dikerjakan dibawah proses pembubutan laju tinggi, keras dan kering yang dikaji secara eksperimen. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode CCF (Cubic Center Face). Dampak kecepatan potong, laju pemakanan dan kedalaman potong terhadap kekasaran permukaan (Ra) dan terhadap topografi permukaan yaitu corak permukaan (lay) dan cacat permukaan (defect) yang terjadi pada permukaan benda termesin akan diteliti . Nilai Ra rata-rata terkecil didapat = 0,97 m yaitu pada kecepatan potong (V) = 200 m/min, laju pemakanan (f) = 0,1 mm/put dan kedalaman pemakanan (a) = 0,3 mm. Nilai Ra rata-rata terbesar didapat = 2,09 m yaitu pada kecepatan potong (V) = 225 m/min, laju pemakanan (f) = 0,1 mm/put dan kedalaman pemakanan (a) = 0,7 mm. Topografi corak permukaan (lay) dari permukaan benda termesin memperlihatkan bahwa lay yang ditemukan memiliki pola arah yang sejajar dengan kecepatan potong (V) dan tegak lurus dengan kecepatan pemakanan (Vf). Sedangkan topografi cacat permukaan (defect) yang ditemukan ada empat jenis cacat yaitu cacat feed mark, , pembentukan lapisan chip, tearing surface dan kotoran (microchip). Kondisi pemotongan yang direkomendasikan untuk pemotongan logam AISI 4140 yang berkekerasan ~ 55 HRC dengan pahat CBN dengan kondisi pemesinan laju tinggi dan kering adalah pada kondisi pemotongan tingkat magnitude minimum.

Kata kunci : Corak permukaan, cacat permukaan, kekasaran permukaan, Ra, kondisi pemotongan


(21)

ABSTRACT

This study is focused on the surface integrity of AISI 4140 alloy which has the hardness of -55 HRC worked on the turning process under high, hard, and dry speed which was examined experimentally. Data collecting method used in this study is the CCF (Cubic Center Face) method. The impact of the velocity of cutting, the feeding rate, the depth of cutting on the surface roughness (Ra) and on the surface topography; that is, surface feature (lay) and surface defects (Defect) which occur on the surface of the object will be studied. The average value of the smallest Ra = 0.97 m; that is, at the velocity of cutting (V) = 200 m/min, at the feeding rate (f) = 0.1 mm/put, and the depth of feeding (a) = 0.3 mm. The average value of the largest Ra = 2.09 m; that is, at the velocity of cutting (V) = 225 mm/min, at the feeding rate (f) = 0.1 mm/put, and at the depth of feeding (a) = 0.7 mm. The topography surface feature (lay) on the surface of the object shows that the lay has direction pattern which is paralleled with the velocity of cutting (V); whereas the topography of surface defect has four types of defect; namely, feed mark defect, the forming of chip layer, tearing surface, and dirt (microchip). The recommended cutting condition for the cutting of metal ASIDSI 4140 which has the hardness of 55 HRC with CBN chisel in the high and dry speed of machinery condition is the cutting condition of minimum magnitude level.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

       Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai pasaran. Dalam kegiatannya industri tersebut selalu berhubungan dengan pengerjaan logam, yaitu proses pembentukan logam, pemotongan logam atau proses pemesinan menggunakan pahat potong. Meningkatnya permintaan konsumen untuk menambah produktivitas, menuntut industri manufaktur untuk melakukan pemesinan yang cepat maka dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan dengan biaya produksi yang rendah. Pemesinan laju tinggi dan pemesinan keras adalah dua metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas industri manufaktur yang menghasilkan produk-produk dari operasi pemotongan logam. Pemesinan keras lebih fleksibel, lebih ramah lingkungan dan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan proses gerinda dalam hal produktivitas (Ozel et.al., 2008). Namun untuk kualitas permukaan khususnya kemasan permukaan masih dibawah proses gerinda.

Hingga saat ini pemesinan laju tinggi dan pemesinan keras masih lazim dilakukan pada keadaan pemesinan basah (wet machining) (Sutter, 2004). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotongan selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu pemotongan dan melumasi


(23)

bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu keutuhan permukaan (surface integrity) yang baik. Manfaat lain yang dapat diterima adalah umur pahat yang relatif panjang karena laju aus yang dapat dikurangi. Selanjutnya, permukaan termesin memperoleh manfaat dari keberadaan cairan pemotongan sebagai media pelumas yang menyebabkan gesekan antara pahat dan benda kerja yang relatif kecil.

Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat (Ginting, 2003).

Disisi lain, peningkatan produktifitas harus memperhatikan regulasi-regulasi yang berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan. Pada industri manufaktur logam, salah satu masalah utama yang menjadi perhatian adalah dampak lingkungan yang terjadi karena produk, proses atau sistem produksinya. Kepentingan terhadap kesehatan manusia dan ekologi telah membuat industri pemotongan logam mengembangkan metode pemotongan yang bersahabat dengan lingkungan dan kesehatan serta mempunyai tujuan memperbaiki efisiensi, mereduksi biaya produksi, meningkatkan produktifitas dan meminimalkan siklus waktu dan secara bersamaan pula memberikan kenyamanan terhadap lingkungan dan kesehatan kerja. Sreejith & Ngoi (2000) melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih banyak praktek yang


(24)

membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang – undang lingkungan hidup yang berlaku. Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan kesehatan telah merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan untuk pemesinan yaitu 0,5  5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory Committee (MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3 (Canter, 2003).

Untuk maksud tersebut, para pakar pemesinan merekomendasikan konsep pemesinan kering. Pada konsep ini, cairan pemotongan yang berpotensi mendistorsi lingkungan hidup dapat dieliminasi sehingga konsep pemesinan kering memiliki dua manfaat, yaitu penyelamatan lingkungan dan mereduksi ongkos produksi karena kontribusi 20% nilai cairan pemotongan pada ongkos produksi tidak perlu lagi dikeluarkan (Sreejith & Ngoi, 2000). Seco (2004) melaporkan pula bahwa ongkos cairan pemotongan rata–rata adalah 15% setahun dari total ongkos produksi.

Apabila konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering sebagaimana dipaparkan diatas dapat dipadukan maka tujuan industri manufaktur untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi serta berwawasan lingkungan dapat diwujudkan. Namun demikian, satu hal yang paling penting digaris bawahi dalam hal ini adalah kualitas produk yang dihasilkan. Pemesinan laju tinggi, keras dan kering berpotensi memberikan kontribusi yang kontra produktif bagi produk yang dihasilkan sebab absennya cairan pemotongan (pemesinan kering) dan operasi pemesinan yang ekstrim (pemesinan laju tinggi dan keras) akan menyebabkan terjadinya peristiwa tribologi


(25)

yang berakhir dengan generasi panas dan suhu pemotongan yang tinggi. Peristiwa tribologi dan suhu pemotongan yang tinggi tersebut berpotensi mendistorsi permukaan benda kerja termesin (Field & Kahles, 1971).

Dari sudut pandang proses pemotongan logam, distorsi terhadap permukaan benda kerja termesin dikaji melalui topik keutuhan permukaan (surface integrity). Kajian keutuhan permukaan secara garis besar meliputi kajian topografi permukaan dan metalurgi permukaan. Kajian keutuhan permukaan yang diprakarsai oleh Field & Kahles (1971) melaporkan bahwa kajian ini begitu penting dilakukan, apalagi pada benda kerja yang termasuk kepada produk yang akan digunakan sebagai komponen berkehandalan tinggi. Sebagai contoh Rech & Moisan (2003) pada pembubutan keras paduan baja melaporkan masalah-masalah yang berkaitan dengan keutuhan permukaan seperti kekasaran, tegangan sisa dan lapisan putih adalah sebagai bagian dari kajian keutuhan permukaan. Hal yang menjadi pertimbangan bagi pemilihan bahan baja paduan AISI 4140 sebagai bahan komponen produk manufaktur yang akan diteliti pada kajian ini adalah karena baja AISI 4140 ini sangat banyak mengalami peningkatan pemakaiannya misalnya untuk komponen sistem hidrolik berkehandalan tinggi, komponen pemesinan seperti untuk roller cyclo speed reducer sebagai komponen cyclo speed reducer untuk keperluan industri, untuk komponen otomotif seperti shaft, gears, crankshaft dan lain-lain serta dapat juga digunakan untuk komponen transportasi udara seperti landing gear. Apabila konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering dapat diimplementasikan untuk memproses bahan baja


(26)

AISI 4140 ini maka perlu dilakukan kajian keutuhan permukaan untuk memastikan hasil permukaan termesin tersebut dapat dihasilkan dengan baik yaitu memenuhi aspek-aspek yang disyaratkan oleh konsep keutuhan permukaan.

1.2 Perumusan Masalah

Pada proses pemesinan laju tinggi, keras dan kering ada kecendrungan mempengaruhi morphologi pembentukan serpihan dan daya hantar panas yang baik maka akan sangat mempengaruhi mekanisme kegagalan pahat karena lebih mudah terbentuknya Built Up-Edge (BUE) dan BUE ini akan cenderung lebih berpengaruh apalagi bila temperatur pemotongan meningkat, BUE dapat mengakibatkan kualitas permukaan benda kerja pemesinan menjadi buruk. Untuk memastikan reliabilitas yang besar dari satu komponen otomotif atau aerodinamikal, integritas atau keutuhan permukaan benda termesin harus terpenuhi.

Benda kerja diproses secara pemesinan dengan tujuan untuk menghasilkan produk yang berupa komponen mesin/peralatan dengan ketelitian dimensi/ukuran dan bentuk serta karakteristik permukaan yang tertentu.

Kualitas penyelesaian permukaan yang telah dimesin biasanya diteliti dalam bidang yang dikenal sebagai keutuhan permukaan. Keutuhan permukaan merupakan satu kajian yang menerangkan keadaan dan sifat permukaan suatu benda kerja setelah dimesin. Beberapa aspek yang terlibat dalam keutuhan permukaan adalah kekasaran permukaan (roughness), corak permukaan (lay) dan cacat permukaan (defect) sebagai aspek dalam topografi permukaan dan perubahan sub permukaan (kekerasan


(27)

mikro dan struktur mikro) adalah sebagai aspek dalam metalurgi permukaan (Ginting & Nouari, 2009) serta tegangan sisa (residual stress).

Masalah utama yang akan dibahas dari objek pada penelitian ini adalah keutuhan permukaan termesin AISI 4140 dari aspek topografi permukaan yaitu kajian lebih diarahkan pada kekasaran permukaan (roughness), corak permukaan (lay), dan cacat permukaan (defect). Sedangkan dari aspek metalurgi permukaan dan tegangan sisa tidak dibahas pada penelitian ini.

Objek yang dikaji pada penelitian ini adalah permukaan termesin baja paduan AISI 4140 berkekerasan ~ 55 HRC yang dihasilkan pada operasi pembubutan dengan penerapan konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering menggunakan pahat CBN. Dawson & Kurfess (2002) melaporkan bahwa material yang khusus digunakan untuk proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN), keramik, dan cermet. Peneliti lain, yaitu Aslan (2005) melaporkan bahwa pemesinan keras dengan kekerasan 60 HRC dengan kecepatan potong 200 m/menit atau lebih dan tingkat pemakanan rata-rata 0,1 mm/putaran atau lebih besar, kedalaman potong aksial 0,2 - 1,0 mm, menggunakan pahat potong advance keramik (CBN) dapat dikategorikan sebagai operasi pemotongan kecepatan tinggi (HSM). Harga pahat CBN memang relatif mahal dibanding karbida atau advance keramik sehingga pemakaiannya masih terbatas pada pemesinan. Namun, untuk mencapai ketelitian dimensi dan kehalusan permukaan yang tinggi, diperlukan pahat yang terbuat dari bahan yang handal yaitu pahat CBN yang digunakan dalam penelitian ini.


(28)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah meneliti tentang keutuhan permukaan dari aspek topografi permukaan pada pemesinan laju tinggi, keras dan kering pada bahan AISI 4140 menggunakan pahat CBN.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, tujuan penelitian ini meliputi:

1. Mempelajari karakteristik kekasaran permukaan termesin AISI 4140 menurut parameter Ra.

2. Mempelajari corak permukaan (lay) termesin AISI 4140 yang dihasilkan.

3. Mempelajari kecacatan (defect) yang terjadi pada permukaan termesin.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki dua manfaat utama yaitu :

1. Bagi dunia akademik, hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi kapada penyediaan informasi dan pengembangan ilmu pemotongan logam khususnya konsep pemesinan laju tinggi, keras dan kering

2. Bagi industri dunia manufaktur, hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai rujukan implementasi konsep pemesianan laju tinggi, keras dan kering.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mekanika proses pemotongan logam membutuhkan parameter yang melibatkan kondisi pemotongan dan geometri serta kemampuan pahat potong. Semakin besar kecepatan potong semakin besar pula konsumsi tenaga mesinnya. Besarnya penampang geram dalam proses pemotongan tergantung kepada laju suapan (laju pemakanan) (mm/put) atau dalam/tebalnya kedalaman potong (mm). Dalam proses pemesinan, untuk mencapai kondisi pemotongan yang optimal dan stabil sangat perlu diperhatikan adanya kombinasi besaran kecepatan potong, laju pemakanan, dan tebal atau kedalaman pemotongan yang sangat erat kaitannya terhadap umur pahat serta kualitas permukaan bahan termesin.

2.1 Proses Pemotongan Dengan Mesin Bubut

Proses pemotongan logam merupakan kegiatan terbesar yang dilakukan pada industri manufaktur. Proses ini mampu menghasilkan komponen yang memiliki bentuk yang komplek dengan akurasi geometri dan dimensi yang tinggi. Prinsip pemotongan logam dapat didifinisikan sebagai sebuah aksi dari sebuah alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram. Meskipun definisinya sederhana akan tetapi proses pemotongan logam adalah sangat komplek.


(30)

Salah satu proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam adalah proses bubut. Proses ini bertujuan untuk membuang material dimana benda kerja dicekam menggunakan sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah sumbu, alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja sehingga terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu putar benda kerja. Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses bubut dimana n adalah putaran poros utama, f adalah laju pemakanan dan a adalah kedalaman pemotongan.

f a

n

Gambar 2.1 Skematis proses bubut

Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang digunakan pada proses bubut dijelaskan pada Gambar 2.2. Radius pahat potong menghubungkan sisi dengan ujung potong (cutting edge) yang berpengaruh terhadap umur pahat, gaya radial, dan hasil permukaan akhir. Ada beberapa parameter utama yang berpengaruh terhadap gaya potong, peningkatan panas, keausan, dan keutuhan permukaan benda kerja yang dihasilkan.


(31)

(a) (b) Gambar 2.2. Pahat potong dan toolholder

Tiga diantaranya adalah kecepatan potong (V), laju pemakanan (f), dan kedalaman potong (a). Kecepatan potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan (m/min), laju pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu putaran benda kerja dengan satuan (mm/put), kedalaman potong adalah tebal material terbuang pada arah radial dengan satuan (mm).

2.2 Kondisi pemesinan

Menurut Rochim (1993) pada setiap proses pemesinan ada lima elemen dasar yang perlu dipahami, yaitu:

a. Kecepatan potong (cutting speed) : V (m/min) b. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm) c. Laju pemakanan (feeding speed) : f (mm/put) d. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)


(32)

Kelima elemen dasar tersebut diatas dapat diketahui menggunakan rumus yang dapat diturunkan berdasarkan Gambar 2.3 berikut ini:

Gambar 2.3 Proses bubut Geometri benda kerja: do = diameter awal (mm)

dm = diameter akhir (mm) lt = panjang pemesinan (mm) Geometri pahat: кr = sudut potong utama (o)

o = sudut geram (o)

2.2.1 Kecepatan potong (V)

Untuk memperoleh putaran mesin atau kecepatan potong digunakan persamaan sebagai berikut:


(33)

V = 1000

.n d .

π

……….. (2.1) dimana V = kecepatan potong (m/menit)

d = dimeter benda kerja (mm) n = putaran spindel (rpm)

2.2.2 Kedalaman potong (a)

Menurut Rochim (1993) kedalaman pemotongan ditentukan oleh nilai minimum dan maksimum yaitu dengan persamaan:

Untuk kedalam potong minimum adalah:

amin = ……….……...……….……

(2.2)

dan kedalaman potong maksimum (amaks) adalah:

amaks = 0,7 S sin

r ……….…… (2.3)

dimana = radius ujung pahat (mm) S = panjang sisi pahat (mm)

r = sudut potong utama (o)

Sudut potong utama (principal cutting edge angle/

r) adalah sudut antara mata potong

utama pahat dengan laju pemakanan (f), besarnya sudut tersebut ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk nilai laju pemakanan (f) dan kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan mempengaruhi lebar


(34)

Lebar pemotongan b= (mm) ………. (2.4)

Tebal geram sebelum terpotong h= (mm) ………. (2.5) Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah:

A = f . a = b . h (mm2) ..…………. (2.6)

2.2.3 Laju pemakanan /laju suapan (f)

Untuk proses penghalusan permukaan, laju pemakanan atau feeding (f),

ditetapkan sesuai dengan kehalusan permukaan produk yang dikehendaki. Hubungan antara kekasaran permukaan, radius ujung pahat, dan laju pemakanan secara empiris adalah (Dawson & Kurfess, 2002):

Ra = r

f2

0321 .

0 ( m) …….………

(2.7)

atau f =

0,0321 R .

r a (mm/put) ………. (2.8)

dimana Ra

f = laju pemakanan (mm/put) = kekasaran permukaan ( m) = radius ujung pahat 0,2 (mm) Sehingga kecepatan pemakanan adalah:

imana

tc = waktu pemotongan (menit)

Vf = lt/tc (mm/min) ……. ………... (2.9) d lt = panjang pemotongan (mm)


(35)

2.2.4

ihasilkan berupa suatu lembar tali berkelanjutan atau berupa

... (2.10)

imana ram sebelum terpotong

aka MRR = f . a . V (cm3/min) ……….……… (2.11)

2.3

an, yaitu laju pemakanan (f), kecepatan

en en

S H )

Flat and cylindrical lapping N1 – N4 0,025 – 0,2

Laju pembuangan geram (MRR)

Selama proses pembubutan berlangsung bahan dibuang akibat perputaran benda kerja sebagai suatu geram tunggal yang tergantung pada parameter kerja mesin. Geram yang d

potonganpotongan.

Besarnya laju pembuangan geram (MRR) adalah: MRR = A.V (cm3/min) ………... d A = penampang ge

A = f . a (mm2) m

Kekasaran Permukaan

Pada operasi pemesinan penyelesaian atau finishing seperti pada pembubutan keras, usia akhir dari pemakaian alat (pahat) umumnya didasarkan pada kerusakan yang telah dialami oleh permukaan benda kerja termesin. Sehingga untuk menjelaskan dan memprediksi kekasaran permukaan, penelitian telah dilakukan untuk menentukan efek dari tiga parameter pemotong

pemotongan (V) dan keausan pahat (VB).

Tabel 2.1. Tingkat kekasaran rata-rata m urut proses p gerjaan


(36)

Flat and cylindrical grinding N1 – N8 0,025 – 3,2

Finishing N4 – N8 0,2 – 3,2

Drilling N10 – N11 12,5 – 25,0

ntal milling

Sandcasting and forging N10 – N11 12,5 – 25,0

old rolling, drawing

(Sumber : ISO -1302, 2001)

Dimana N1 sampai N12 adalah kelas kekasaran permukaan dan Ra adalah rata-rata harga kekasarannya.

Pengaruh penyelesaian permukaan benda kerja termesin tidak hanya pada keakuratan dimensi, tetapi juga pada sifat-sifat komponen bahan yang dihasilkan seperti kelelahan dan kekuatan (Kalpakjian & Schmid). Tingkat kekasaran permukaan hasil pengerjaan masing-masing proses pemesinan tidaklah sama, itu tergantung pada proses pengerjaannya. Tabel 2.1 menunjukkan tingkat kekasaran rata-rata menurut proses pengerjaannya.

Perbaikan mekanisme proses permukaan benda kerja termesin akan mengoptimalkan proses dan memperbaiki fungsi bagian. Yang mempengaruhi kekasaran permukaan selama proses pemesinan adalah efek dari jumlah dua variabel bebas (Boothroyd) yaitu:

a. kekasaran permukaan ideal yang dihasilkan dari geometri pahat dan laju pemakanan.

Face and cylindrical turning, milling and reaming N5 – N12 0,4 – 50,0

Shaping, planning, horizo N6 – N12 0,8 – 50,0

Extruding, c N6 – N8 0,8 – 3,2 Die casting N6 – N7 0,8 – 1,6


(37)

b. kekasaran permukaan alami yang disebabkan oleh penyimpangan dalam operasi pemesinan.

Dalam proses pemesinan, adalah mustahil untuk mencapai kekasaran permukaan yang ideal karena kekasaran permukaan alami berkontribusi terhadap sebagian besar dari kekasaran. Built up edge, chatter pada pahat, ketidakakuratan dalam gerakan alat mesin dan cacat pada struktur benda kerja adalah penyebab kekasaran permukaan alami (Boothroyd). Laju pemakanan dan geometri sudut pahat adalah dua faktor utama yang mempengaruhi kekasaran permukaan. Kemampuan dalam mengasah radius sudut pahat akan meningkatkan tindakan yang sesungguhnya dan meningkatkan kekasaran permukaan. Semakin tinggi laju pemakanan akan selalu meningkatkan kekasaran permukaan.

Selanjutnya, untuk memperoleh kekasaran permukaan seperti yang diharapkan (finishing) maka geometri radius ujung pahat perlu dipertimbangkan yang dalam hal ini kaitannya dengan nilai gerak makan (feeding).

2.3.1. Kekasaran permukaan dalam pembubutan keras

Kekasaran permukaan memiliki pengaruh terhadap kinerja komponen. Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang tertarik melaksanakan penelitian kekasaran permukaan pada pembubutan keras. Thiele & Melkote telah melakukan penelitian yaitu pengaruh geometri radius ujung pahat terhadap kekasaran permukaan pada pembubutan baja AISI 52100.


(38)

Gambar 2.4 Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap gaya geser dan gaya makan

Tingkat pemakanan dan geometri radius ujung pahat adalah dua faktor utama yang mempengaruhi kekasaran permukaan. Peningkatan dalam mengasah radius ujung pahat akan meningkatkan tindakan yang sesungguhnya dan meningkatkan kekasaran permukaan. Semakin besar tingkat pemakanan akan selalu meningkatkan kekasaran permukaan. Gambar 2.4 menunjukkan pengaruh tingkat pemakanan dan radius ujung pahat terhadap hasil gaya geser dan gaya makan.

Rech & Moisan telah menemukan bahwa kecepatan pemotongan tidak memiliki dampak signifikan terhadap kekasaran permukaan pada pemesinan baja 27MnCr5. Namun laju pemakanan memiliki pengaruh terhadap kekasaran permukaan.


(39)

Gambar 2.5 Pengaruh gerak makan dan radius ujung pahat terhadap kekasaran permukaan (Ra) untuk bahan baja AISI 52.100 kekerasan 47 HRC. Ketika tingkat pemakanan meningkat dari 0,05 mm/put hingga 0,3 mm/put pada kecepatan 150 m/min, kekasaran permukaan meningkat dari 0,3 m hingga 1,4 m. Di sisi lain, ketika kecepatan meningkat dari 50 m/menit sampai 250 m/min pada 0.1 mm/put pemakanan konstan, nilai kekasaran permukaan hanya antara 0,2- 0,4 m. Hal ini membuktikan bahwa kecepatan pemotongan tidak mempengaruhi kekasaran permukaan. Gambar 2.5 menunjukkan pengaruh tingkat pemakanan dan radius ujung pahat pada kekasaran permukaan benda kerja termesin.

Kishawy & Elbestawi meneliti integritas permukaan baja AISI D2 dengan kekerasan 62 HRC menggunakan pahat PCBN pada kondisi kecepatan tinggi. Mereka menggunakan kecepatan potong dalam tingkatan 140 – 500 m/min, laju pemakanan 0,05 – 0,2 mm/put, kedalaman pemotongan; 0,2 – 0,6 mm dan sudut awal pahat tajam beralur (20º x 0,1 mm) lalu diasah menjadi radius 0,0125 mm. Hasil mereka menunjukkan bahwa, pada kecepatan pemotongan diatas 350 m/min, kekasaran permukaan meningkat dengan peningkatan keausan alat dan ini dikaitkan dengan aliran sisi material. Bahkan cacat seperti keretakan mikro dan kavitasi terlihat pada permukaan yang dikerjakan. Kepadatan keretakan-keretakan mikro ini ditemukan tergantung pada kecepatan pemotongan dan laju pemakan yang digunakan. Mereka juga menyatakan bahwa lapisan putih yang terjadi pada struktur permukaan dipengaruhi secara termis yang terbentuk karena transformasi fase ketika dikerjakan


(40)

2.3.2. Metode pengukuran kekasaran permukaan

Pemeriksaan kekasaran dengan mata telanjang hanya memungkinkan untuk membandingkan permukaan yang satu lebih kasar dari permukaan yang lainnya serta cara ini hanya untuk perbedaan yang menyolok, sementara untuk membedakan kekasaran yang sangat kecil sulit dideteksi dengan indera mata dan tidak dapat diketahui seberapa besar kekasarannya.

Pada saat ini teknologi pemeriksaan permukaan benda kerja/komponen mesin telah ditemukan beberapa cara untuk mengetahui tingkat kekasaran permukaannya. Beberapa metode pengukuran yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

1. Inspection by touch comparation, disini permukaan benda kerja dibandingkan dengan standar kakasaran permukaan yang mempunyai ukuran mikro inchi.

2. Magnifer with illuminator, permukaan benda kerja disinari dan diperbesar kemudian baru dilaksanakan pemeriksaan.

3. The interference microscope, disini digunakan cermin datar dan lampu satu warna, tinggi kekasaran diperiksa dengan refleksi cahaya lampu antara mikroskop obyektif dengan permukaan benda kerja. Metode ini digunakan dalam prosedur laboratorium dan jarang digunakan dalam bengkel.

4. With profilometer, alat ini digunakan untuk mengetahui dan memeriksa bentuk profil kekasaran permukaan benda kerja/komponen.


(41)

Berdasarkan empat macam metode pengukuran kekasaran permukaan di atas dalam penelitian ini digunakan metode with profilometer.

2.4 Konsep Pemesinan Terkini

2.4.1 Pemesinan laju tinggi

Meningkatnya permintaan untuk menambah produktivitas dengan biaya produksi rendah, menuntut untuk dilakukannya pemesinan yang cepat maka dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan. Teknologi pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas. Dengan kecepatan potong yang tinggi, maka volume pelepasan material dari material induk akan meningkat sehingga akan diperoleh penghematan waktu pemesinan yang cukup berarti. Di samping itu pemesinan kecepatan tinggi mampu menghasilkan produk yang halus permukaannya serta ukuran yang lebih presisi.

Defenisi tentang proses pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) yang dikemukakan oleh para ahli dan masing masing terdapat perbedaan namun sebagian besar menyatakan bahwa kecepatan potong merupakan variabel penentu terhadap pendefenisian tersebut.


(42)

Gambar 2.6 Kecepatan potong pada proses laju tinggi

Seperti yang dikemukakan oleh Salomon pada tahun 1931 menyatakan bahwa proses pemesinan kecepatan tinggi adalah proses pemesinan dengan kecepatan potong sebesar 5 – 10 kali lebih besar dari pada proses konvensional. Schulz & Moriwaki mengatakan bahwa proses pemesinan kecepatan tinggi ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan.

Peneliti lain, yaitu Aslan (2005) melaporkan bahwa pemesinan keras dengan kekerasan 60 HRC dengan kecepatan potong 200 m/menit atau lebih dan tingkat pemakanan rata-rata 0,1 mm/put dan lebih besar, kedalaman potong aksial 0,2 - 1,0 mm, dengan menggunakan pahat potong advance keramik (CBN) dapat dikategorikan sebagai operasi pemotongan kecepatan tinggi (HSM).


(43)

Proses pemesinan keras sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses pemesinan keras pemotongan dilakukan terhadap komponen logam dengan kekerasan antara 45 HRC – 70 HRC. Proses ini dapat dilakukan tanpa media pendingin untuk jenis pahat polycrystalline cubic boron nitride (Daniel 2003 dan Aaron & Tugrul, 2003). Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya diterapkan pada proses bubut keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan karakteristik sebagai akibat tingginya kekerasan material yang akan dipotong. Material yang keras memiliki sifat abrasive, dan nilai kekerasan atau young modulus ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu maka pada proses bubut keras dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan terhadap abrasive dibanding proses bubut biasa. Proses bubut keras dapat dilakukan terhadap berbagai macam jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk bantalan (bearing steel), hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan baja tuang yang dikeraskan (Baggio,1996).

Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat digunakan dan tanpa membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda. Bagaimanapun mesin untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang lebih kecil dibandingkan mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil untuk sebuah mesin bubut CNC dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi. Keuntungan yang sangat signifikan dari


(44)

pahat potong bermata tunggal (single point cutting tool) sebagaimana yang digunakan pada proses bubut dapat digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang rumit, tidak demikian halnya dengan proses gerinda.

Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras adalah ratio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan terhadap umur dari pahat tersebut harus rendah (Harrison, 2004). Intan diketahui sebagai material yang paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk pemesinan logam ferro karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat dengan mudah mengalami diffusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat mahal dan memiliki umur pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang khusus digunakan untuk proses bubut keras adalah cubic boron nitride (CBN), keramik dan cermet (Dawson). CBN adalah material yang paling keras selain intan, dan sangat cocok digunakan pada proses bubut keras. Pahat (insert) CBN mulai meningkat popularitasnya setelah General Electric menemukan kombinasi CBN dengan serbuk titanium nitride sehingga dapat meningkatkan umur pahat menjadi lima kali (Baggio, 1996).

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil dari proses hard turning. Untuk menjadikannya sebagai proses yang efisien, diperlukan pemahaman terhadap proses secara komprehensip baik pengaruh tiap faktor maupun kombinasinya. Namun demikian dalam penelitian ini hanya ditinjau sejauh mana pengaruh parameter pemesinan yaitu kecepatan potong, kedalaman pemotongan dan laju pemakanan terhadap kekasaran permukaan produk yang berkekerasan ~55 HRC.


(45)

2.4.3 Pemesinan kering

Pada umumnya pemesinan untuk memfabrikasi komponen–komponen mesin dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining) (Sreejith & Ngoi, 2000). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotong selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu

pemotongan dan melumasi bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu keutuhan permukaan (surface integrity) yang baik. Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat (Ginting, 2003).

Sreejith & Ngoi (2000) melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih banyak praktikan yang membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang – undang lingkungan hidup yang berlaku. Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan kesehatan telah merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan untuk pemesinan yaitu 0,5  5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory Committee (MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3 (Canter, 2003). Oleh karena itu pemesinan laju tinggi perlu di perhatikan dengan


(46)

menggunakan pemesinan kering, Pemesinan kering di akui mampu mengatasi masalah pada dampak yang telah di uraikan diatas. Pilihan alternatif dari pemesinan basah adalah pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam jumlah besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel cairan pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan. Pemesinan kering mempunyai beberapa masalah yang antara lain, gesekan antara permukaan benda kerja dan pahat potong, kecepatan keluar geram, serta temperatur potong yang tinggi dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan.

Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang dihasilkan oleh pemesinan basah. Argumen ini secara khusus didukung oleh penelitian yang telah dilakukan Mukun et. al. (1995) secara kuantitatif menyangkut pengaruh buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan kering tidak akan dihasilkan pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak menghasilkan kabut partikel cairan pemotongan. Dari pertimbangan hal diatas pakar pemesinan mencoba mencari solusi dengan suatu metode pemotongan alternatif dan mereka merumuskan bahwa pemesinan kering (dry cutting) yang dari sudut pandang ekologi disebut dengan pemesinan hijau (green machining) merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering diharapkan disamping aman bagi lingkungan, juga bisa mereduksi ongkos produksi.


(47)

2.5 Pahat Potong

Prinsip dasar pemesinan adalah kemampuan ketangguhan (toughness) pahat terhadap benda kerja termesin. Banyak perkembangan pada bahan pahat guna meningkatkan kemampumesinan dimana geometri dan bahan pahat merupakan hal yang perlu di pertimbangkan.

Gambar 2.7 Tingkat kekerasan pahat terhadap ketangguhan pahat.

Pada bidang proses pemotongan logam dikenal jenis pahat yang tersedia adalah Baja Karbon, HSS, Paduan Kobalt Cor, Karbida, Keramik, Cubic Boron Nitride (CBN) dan Intan. Agar dapat menetapkan jenis pahat yang tepat, maka perlu pertimbangan pemilihan berdasarkan pada sifat-sifat pahat yang berhubungan dengan kekerasan, ketahanan aus, kekuatan dan ketangguhan seperti yang tertera pada Gambar 2.7 dan 2.8.


(48)

0 200 400 55 60 65 70 75 80 85 90 95

600 800 1000 1200 1400

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

100 300 500 700

Temperatur (oF)

K e ke rasa ( H R A ) C a rbo n To o l S tea ls Carbida Ceramics

Cast Alloys H

ig h S

pe ed S

te als

HRC

Gambar 2.8 Tingkat kekerasan dan ketahanan aus pahat terhadap temperatur Syarat bahan pahat yang harus dipenuhi mencakup:

1. kekerasan terutama pengerasan karena panas, dengan tujuan untuk menjaga suhu pemotongan dan mencegah perubahan bentuk plastik (plastic deformation).

2. ketangguhan/keuletannya harus dapat menahan beban kejut sewaktu pemesinan.

3. rendah sifat adhesi terhadap benda kerja untuk mencegah BUE.

4. rendah penyerapan (solubility) pahat terhadap unsur benda kerja untuk mencegah aus pahat (Schey, 2000).


(49)

6. kemampuan kesetimbangan secara kimia terhadap pengaruh benda kerja (Kalpakjian, 1995).

Sesuai dengan topik yang dipilih maka pada penelitian ini jenis pahat di fokuskan pada CBN (Cubic Boron Nitride) untuk proses pemesinan keras dengan kecepatan potong yang tinggi. Jenis pahat potong CBN yang digunakan pada penelitian ini adalah dari perusahaan SANDVIK COROMANT yang di rekomendasikan untuk proses bubut. Tabel 2.2 adalah perbandingan sifat pahat pada kecepatan potong dan temperatur kekerasan yang berbeda.

Tabel 2.2 Perbandingan sifat pahat

Bahan pahat Kecepatan potong Temperatur kekerasan Kekerasan (m/menit) panas (oC) (HRA) Baja Karbon 10 300 60

HSS 25 – 65 650 83 – 86 Paduan Kobalt Cor 50 – 200 925 82 – 84 Karbida ÷ 650 1200 90 – 95 Keramik 330 – 650 > 2000 91 – 95 CBN 500 – 800 1300 4000 – 5000 HK

Intan 300 – 1500 > 650 7000 – 8000 HK

CBN termasuk jenis keramik yang diperkenalkan oleh GE (Borazon, USA, 1957). Dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar, 1500oC) sehingga serbuk graphit putih nitride boron dengan struktur atom heksagonal berubah menjadi struktur kubik. Pahat sisipan CBN dapat dibuat dengan menyinter serbuk BN tanpa atau dengan material pengikut Al2O3 TiN atau Co. Hard hardness CBN ini sangat tinggi, CBN ini dapat digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja dalam keadaan dikeraskan


(50)

(Hardeneed Steel), besi tuang, HSS maupun karbida semen. Afinitas terhadap baja sangat kecil dan tahan terhadap perubahan reaksi kimiawi sampai dengan temperatur pemotongan 1300oC (kecepatan potong yang tinggi).

2.5.1. Umur pahat

Umur pahat sangat tergantung pada keausan yang dialaminya. Semakin besar keausan yang dialami pahat maka kondisi pahat akan semakin kritis. Jika pahat tersebut masih tetap digunakan maka pertumbuhan keausan akan semakin cepat dan pada suatu saat ujung pahat akan rusak sama sekali sehingga tidak layak lagi untuk digunakan, artinya pahat telah sampai pada tahapan umur maksimal penggunaannya.

Keausan yang terjadi dapat menimbulkan peningkatan gaya pemotongan sehingga akan berdampak pada kerusakan pahat yang lebih fatal, kerusakan mesin perkakas, dan kerusakan pada benda kerja, oleh karena itu perlu ditetapkan batas harga keausan yang dianggap sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi.

2.5.2. Suhu pemotongan dan aus pahat

Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses gesekan, yaitu antara serpihan dengan pahat, dan antara pahat dengan benda kerja. Panas ini sebagian besar terbawa oleh serpihan, sebagian merambat melalui pahat dan sisanya mengalir melalui benda kerja seperti di tunjukkan pada Gambar 2.9.


(51)

 (a.) Pahat tidak bersalut (b.) Pahat bersalut  Gambar 2. 9 Perbandingan panas yang diserap pahat

Karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan serta suhu yang tinggi maka permukaan aktif pahat akan mengalami aus. Aus tersebut makin lama makin membesar yang selain memperlemah pahat juga akan memperbesar gaya pemotongan sehingga dapat menimbulkan kerusakan dan mempengaruhi kwalitas permukaan benda kerja termesin (Rochim, 1993).

2.6 Bahan Teknik

Material (bahan) teknik dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu bahan logam, plastic, ceramics dan komposit. Masing-masing bahan ini mempunyai pembagian lagi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Bahan logam ferro adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi (ferrous), sedangkan unsur lain hanyalah sebagai unsur tambahan untuk mendapatkan sifat bahan sesuai dengan aplikasi dalam penggunaannya. Bahan logam non ferro adalah bahan yang memiliki


(52)

Gambar 2.10 Struktur pembagian material teknik

2.6.1. Sifat dan karakteristik logam

Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam untuk menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang diberikan dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun pembebanan dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis pada logam, antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas, kekakuan, plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat pengerjaan. Kekuatan (strength) adalah kemampuan material untuk menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa material seperti baja struktur, besi tempa, alumunium, dan tembaga mempunyai


(53)

kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama. Sementara itu, kekuatan gesernya kira-kira dua pertiga kekuatan tariknya.

Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan maksimumnya, atau gaya terbesar persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa patah. Untuk mengetahui kekuatan suatu material dapat dilakukan dengan pengujian tarik, tekan, atau geser. Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan yang dapat berupa goresan atau penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan suatu material untuk menahan takik atau kikisan. Untuk mengetahui kekerasan suatu material digunakan uji Brinell. Kekakuan adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk atau deformasi setelah diberi beban. Kelelahan bahan adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban yang berganti-ganti dengan tegangan maksimum diberikan pada setiap pembebanan.

Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk. Elastisitas merupakan kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula setelah gaya dari luar dilepas. Elastisitas ini penting pada semua struktur yang mengalami beban yang berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi. Plastisitas adalah kemampuan suatu bahan padat untuk mengalami perubahan bentuk tetap tanpa ada kerusakan. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami peristiwa fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk sifat-sifat fisika adalah sebagai berikut: titik lebur, kepadatan, daya hantar panas, dan daya hantar


(54)

listrik. Sifat kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa korosi. Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan lingkungannya. Secara garis besar ada dua macam korosi, yaitu korosi karena efek galvanis dan korosi karena reaksi kimia langsung.

2.6.2 Pemilihan bahan AISI 4140

Baja didefenisikan sebagai paduan antara besi (Fe) dan karbon, dengan kandungan karbon tidak lebih dari 1,7%. Baja karbon yang memiliki satu atau lebih unsur paduan disebut baja paduan (alloy steel), unsur paduan utama adalah Chromium (Cr), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molybdenum (Mo), dan Tungsten (W), unsur-unsur paduan ini berpengaruh terhadap sifat mekanik baja. Kekerasan adalah salah satu sifat mekanik baja yang dapat dirubah melalui perlakuan panas (heat treatment), tapi tidak semua jenis baja dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas. Kelompok material baja yang dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas adalah kelompok baja perkakas (tool material).

Baja paduan AISI 4140 adalah bahan logam yang paduan utamanya yaitu molybdenum dan chromium. Unsur molybdenum adalah unsur yang larut dalam austenite maupun ferit dan juga sebagai unsur pembentuk karbida yang kuat. Unsur ini akan menaikkan hardenability, menaikkan kekuatan dan kekerasan di temperatur tinggi juga mencegah terjadinya brittleness. Unsur chrom juga larut dalam ferit dan austenite terutama pada baja dengan kadar karbon rendah. Hal ini akan menaikkan kekuatan dan ketangguhan. Pada penelitian ini dipergunakan material AISI 4140


(55)

berbentuk batang bulat (round bar). Material ini dipilih karena material ini sangat aplikatif dan material ini sangat kuat dan tangguh yang digunakan untuk komponen sistem hidrolik berkehandalan tinggi seperti peralatan minyak dan gas, komponen permesinan, komponen otomotif dan komponen transportasi udara seperti landing gear, gear, crankshafts, roller cyclo speed reducer, connecting rods dan gear shafts. serta aplikasi lainnya (www.matls.com 2004).

Landing gear (Gambar 2.10) adalah satu komponen peralatan pada pesawat terbang yang terbuat dari baja perkakas AISI 4140. Kekerasan komponen ini biasanya berkisar antara 52 s/d 62 HRC. AISI 4140 memiliki kemampuan mesin dan stabilitas dimensi saat mengalami perlakuan panas (heat treatment), dengan kekerasan permukaan yang tinggi. Selain untuk landing gear, baja AISI 4140 ini digunakan juga untuk roller cyclo speed reducer pada cyclo speed reducer (Gambar 2.11 & 2.12), untuk single cavity valve body (Gambar 2.13) dan masih banyak lagi penggunaan baja AISI 4140 ini.


(56)

Gambar 2.11 Cyclo Speed Reducer. Gambar 2.12 Roller Cyclo Speed

Reducer


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan sejak disetujuinya tanggal pengesahan usulan oleh pengelola program studi. Tempat penelitian dilakukan di Bengkel dan Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan, Perbengkelan Merbabu Medan dan Center for Material Processing and Failure Analysis (CMPFA) Universitas Indonesia Jakarta.

3.2 Bahan

3.2.1 Bahan benda uji

Bahan benda uji seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 adalah AISI 4140, dimana material ini termasuk kelompok baja pemesinan pengerjaan dingin (cold work machinery steels). Pertimbangan pemilihannya adalah karena material ini sangat aplikatif, kuat dan tangguh untuk komponen pemesinan, komponen hidrolik, komponen otomotif dan bagian dari pesawat terbang seperti: landing gear, crankshafts, roller cyclo speed reducer, shaft dan lain-lain seperti yang dijelaskan pada Bab 2. Benda tersebut disediakan oleh industri pada kekerasan 52 ÷ 60 HRC. Ukuran awal benda uji ini adalah diameter 70 mm × panjang 240 mm.


(58)

Gambar 3.1 Benda uji

Pada Tabel 3.1 dan 3.2 diperlihatkan berturut-turut komposisi kimia dan sifat mekanik bahan benda uji AISI 4140.

Tabel 3.1 Komposisi Kimia AISI 4140

Unsur C Mn P S Si Cr Mo P Cu Komposisi Kimia 0.42 0.85 0.009 0.004 0.32 1,08 0.25 0.009 0.20 Standar Spesifikasi AISI 4140 dengan kekerasan 29 HRC

Tabel 3.2 Sifat Mekanik AISI 4140 Sifat Mekanik Nilai

Kekuatan yield (MPa) 864

Kekuatan impak (MPa) 976

Pertambahan panjang (%) 16.4

Pengecilan penampang (%) 61.6


(59)

3.2.2. Bahan pahat

Dalam dunia manufaktur dikenal ada beberapa jenis pahat yang digunakan pada proses pemotongan benda kerja. Pahat yang digunakan didasarkan pada pertimbangan sifat pahat sesuai dengan kebutuhan pemakaian.

Pahat yang digunakan pada penelitian ini adalah pahat dengan bahan CBN. (Cubic Boron Nitride) produk perusahaan SANDVIK COROMANT yang di rekomendasikan untuk proses bubut. Bahan pahat ini dipilih dengan alasan bahwa kualitas produk untuk komponen alat transportasi udara dan komponen otomotif tertentu memerlukan ketelitian dan kualitas yang tinggi sehingga untuk mewujudkan produk tersebut melalui proses pemesinan keras, kering dan kelajuan tinggi kandidat bahan pahat yang paling beralasan adalah CBN. Bentuk dan ukuran geometri sesuai standar ISO dengan kode dagang TNGA160408S01030A 7015 diperlihatkan pada Gambar 3.2 dan 3.3. Sifat mekanik dari bahan pahat CBN adalah sebagai mana yang tertera pada Tabel 3.3.

Gambar 3.2 Pahat CBN Gambar 3.3 Geometri Pahat CBN Keterangan : = 0,8 mm ; I= 9,52 mm ; s= 4.7 mm ; ød = 3.81 mm


(60)

Tabel 3.3 Sifat mekanik pahat CBN

Sifat Mekanik Nilai Satuan

Kekerasan 93 (GPa)

Modulus young 900 (GPa)

Modulus bulk 385 (GPa)

Ketangguhan patah 2,8 (MPa)

3.2.3 Pemegang pahat (tool holder)

Pemegang pahat yang digunakan adalah jenis DTGNR 2020M 16 (91⁰) yang

dikhususkan untuk proses bubut. Gambar 3.4 adalah pemegang pahat jenis DTGNR 2020 M 16.


(61)

Gambar 3.4 Pemegang pahat (tool holder)

3.3 Peralatan

3.3.1 Mesin Bubut

Pemesinan dilakukan menggunakan mesin bubut konvensional Emco Maximat V13 beserta perlengkapannya sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.5 dengan data teknis seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Data Teknis Mesin Bubut Emco Maximat V13

No Uraian Nilai Satuan

1. Daya 15 kW

2. Putaran maksimum 2500 rpm

3. Diameter penjepitan maksimum 158 mm 4. Panjang benda kerja maksimum 255 mm

Gambar 3.5 Mesin Bubut Emco Maximat V13


(62)

1

3 2

Gambar 3.6 Setup Mesin Bubut Maximat V13 Keterangan Gambar : 1. Pahat potong, 2.Benda kerja, 3. Chuck

3.3.2 Surface Roughness Stylus Profilometer TesterSuftest 402, Mitutoyo.

Alat ini digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan dalam parameter Ra. Nilai spesimen kalibrasinya adalah 2.95 m.

Gambar 3.7 Alat Pengukur Kekasaran Permukaan

3.3.3 Mikroskop

Untuk mengambil data gambar keausan yang terjadi pada pahat setelah proses pemesinan digunakan USB Digital Microscope Cameras DINO-R-LITE yang dilengkapi dengan Lensa Dual Axis 27x/WO=8mm dan 100x/WO=2mm Micro-scope lense.


(63)

Gambar 3. 8 Spesimen kalibrasi pengukur kekasaran permukaan dengan nilai spesimen kalibrasi 2,95 m

Gambar 3.9. USB Digital Microscope

3.3.4 Scaning Electron Microscopy (SEM)

Alat ini di pakai untuk pengamatan corak (lay) dan cacat (defect) pada permukaan benda kerja termesin.


(64)

Gambar 3.10 Scaning Elektron Microscope

3.4 Metode Penelitian

Sesuai dengan tujuan utama dan hasil penelitian yang ingin diperoleh, yaitu analisa untuk mendapatkan keutuhan permukaan benda kerja termesin dari aspek topografi maka metode pengukuran kekasaran permukaan dan pengamatan aus pahat yang digunakan pada penelitian ini adalah pengamatan langsung dengan kondisi perlakuan pemesinan miring (oblique). Kekasaran permukaan diukur di tiga lokasi di sekitar keliling benda. Nilai kekasaran permukaan adalah rata-rata dari tiga poin yang diambil untuk setiap pengukuran.

3.4.1 Variabel yang diamati

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kecepatan potong (V), laju pemakanan (f), dan dalamnya pemakanan (a). Sedangkan variabel terikat adalah sebagai respon variabel yang diamati yaitu nilai kekasaran permukaan termesin (Ra), karakteristik aus tepi pahat (VB) dan waktu pemotongan (tc). Penetapan kondisi pemotongan di sesuaikan dengan kemampuan pahat dan mesin untuk pekerjaan pemesinan paduan baja keras dengan tingkat pemesinan finishing.

3.4.2 Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode CCF (Cubic Center Face) dengan tiga tingkat magnitude yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan tiga variabel bebas yaitu V, f, dan a. Pengkajian dilakukan dengan


(65)

kriteria bahwa pencatatan kekasaran permukaan akan dihentikan apabila kekasaran permukaan (Ra) yang diukur lebih besar atau sama dengan 1,6 m (kualitas semi finish) atau pengukuran aus tepi pahat (VB) lebih besar atau sama dengan 0,3 mm. Batas 0,3 mm diadopsi dari standar pengujian pahat tunggal pada proses pembubutan mengikut ISO-3685 (1995). Kondisi perlakuan pemotongan diperlihatkan seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Desain Pengujian CCF

No V (m/min) f (mm/put) a (mm)

1 200 0.1 0.3

2 250 0.1 0.3

3 200 0.15 0.3

4 250 0.15 0.3

5 200 0.1 1

6 250 0.1 1

7 200 0.15 1

8 250 0.15 1

9 182.955 0.125 0.7 10 267.045 0.125 0.7

11 225 0.1 0.7

12 225 0.16 0.7

13 225 0.125 0.7

14 225 0.125 1.1

15 225 0.125 0.7

16 225 0.125 0.7

17 225 0.125 0.7

18 225 0.125 0.7

19 225 0.125 0.7

20 225 0.125 0.7


(66)

Untuk mendapatkan data karakteristik keutuhan permukaan benda kerja termesin pada proses pemotongan, maka kondisi pemotongan ditetapkan bervariasi. Dengan menetapkan dan mengubah beberapa variabel kondisi pemotongan, seperti kecepatan potong, laju pemakanan dan kedalaman potong, maka akan dihasilkan variabel terikat yaitu kekasaran permukaan benda kerja, waktu potong dan mekanisme aus pahat.

Dimensi awal benda kerja yang digunakan adalah batang silinder dengan diameter 70 mm dan panjang 240 mm. Serangkaian pekerjaan eksperimen untuk melihat kemampuan pahat terhadap benda kerja dilakukan pemotongan benda kerja dengan kondisi pemotongan seperti Tabel 3.5. Setiap kondisi pemesinan, pemotongan dimulai dari pinggir benda kerja dan berhenti apabila aus tepi pahat (VB) = 0,3 mm dan/atau Ra = 1,6 m seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Waktu potong, kekasaran permukaan dan aus tepi pahat pada setiap kondisi pemotongan dicatat dan selanjutnya ditabelkan sebagaimana Tabel 3.6.

Tahapan pengambilan dan pengolahan data adalah sebagai berikut : 1. Ukur geometri pahat atau gunakan data pihak pembuat pahat. 2. Set up mesin dan uji jalan kemudian hentikan uji jalan mesin. 3. Pasang benda kerja pada chuck mesin

4. Pasang pahat karbida pada toolpost mesin bubut. 5. Atur/sesuaikan putaran mesin dan laju pemakanan.


(67)

6. Jalankan mesin dan potong sekeliling permukaan luar benda kerja 20,5 mm untuk mendapatkan permukaan yang bersih.

7. Ganti pahat karbida dengan pahat CBN sesuai dengan yang direncanakan untuk dipakai pada penelitian.

8. Atur parameter pemotongan mesin dengan kondisi pemotongan pertama. 9. Jalankan mesin dan ukur waktu potongnya.

10.Periksa dan ukur aus tepi pahat dengan mikroskop.

11.Lakukan pengukuran kekasaran permukaan benda kerja termesin minimal tiga kali pengukuran pada tempat yang berbeda setiap perlakuan.

12.Catat (tabelkan) untuk setiap data yang diukur.

13.Ulangi pemotongan pada kondisi yang sama, Lakukan lagi langkah 9 sampai langkah 12. Pemotongan dihentikan bila aus tepi pahat (VB) mencapai 0,3 mm yang dianggap batas umur pahat atau nilai kekasaran permukaan Ra = 1,6 m.

Tabel 3.6. Tabel Pengumpulan Data

No

V f a VB Ra tc

(m/min) (mm/put) (mm) (mm) (µm) (min)

1 200 0.1 0.3

2 250 0.1 0.3

3 200 0.15 0.3

4 250 0.15 0.3

5 200 0.1 1

6 250 0.1 1

7 200 0.15 1

8 250 0.15 1


(68)

11 225 0.1 0.7

12 225 0.16 0.7

13 225 0.125 0.7

14 225 0.125 1.1

15 225 0.125 0.7

16 225 0.125 0.7

17 225 0.125 0.7

18 225 0.125 0.7

19 225 0.125 0.7

20 225 0.125 0.7

14.Ganti pahat kedua kemudian atur kondisi pemotongan kedua lalu lakukan lagi pengukuran seperti langkah 9 sampai langkah 12.

Ulangi langkah yang sama hingga kondisi pemotongan seperti pada Tabel 3.6 semuanya terpenuhi.

15. Untuk pengukuran dan pengamatan lay dan cacat yang terjadi pada permukaan benda kerja termesin, sampel diambil dari potongan permukaan benda kerja termesin dari setiap kondisi pemotongan lalu dibentuk dan diproses sedemikian rupa sehingga dapat diamati menggunakan mikroskop optic dan mikroskop electron scanning (SEM).

16. Analisa kegagalan topografi permukaan (lay dan defect) benda kerja termesin di tentukan oleh kondisi pemotongan terbaik sesuai variasi pemotongan yang direncanakan.


(69)

Pengukuran adalah suatu proses mengukur atau menilai kualitas sesuatu yang belum diketahui dengan cara membandingkannya terhadap acuan standar atau menguji dengan suatu alat yang kompeten. Pada dasarnya ada dua metode pengukuran yang lazim digunakan, yaitu pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung dengan membandingkan sesuatu atau benda dengan besaran atau ukuran standar. Pada pengukuran langsung hasil pengukurannya dapat dibaca langsung pada alat ukur yang digunakan. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang menggunakan system kalibrasi dimana tidak digunakan standar ukuran secara langsung namun melibatkan beberapa komponen pengukuran yang merupakan satu system pengukuran.

3.5.1 Pengukuran kekasaran permukaan

Pembacaan nilai kekasaran permukaan dapat dilakukan menggunakan rata-rata aritmatika (AA, Arithmatical Avarage) maupun menggunakan akar kuadrat rata –rata (RMS, Root Mean Square). Satu contoh pengukuran ditunjukkan pada Gambar 3.11, dimana 12 tempat pengukuran yang mewakili permukaan benda kerja sepanjang AB. Kedua belas pengukuran diberi notasi huruf kecil a sampai l. Pengukuran dilakukan terhadap garis tengah CD (center line) baik untuk daerah di bawah maupun di atas garis tersebut. Apabila dihitung menggunakan rata – rata aritmatika maka semua nilai pengukuran dijumlahkan lalu dibagi dengan banyaknya tempat yang diukur. Untuk


(70)

perhitungan menggunakan RMS, maka semua nilai pengukuran dikuadratkan lebih dahulu lalu dijumlahkan selanjutnya dibagi dengan banyaknya tempat yang diukur.

H ho

Gambar 3.12 Profile pengukuran kekasaran permukaa Gambar 3.11 Profil pengukuran kekasaran permukaan

Pada penelitian ini kekasaran permukaan rata– rata dihitung dengan persamaan metode rata – rata center line (Rochim, 1993) seperti persamaan 3.1.

n h n

h h

h h h h

Raabcde... n  

……… (3.1)

Dimana: h1,h2,h3…….hn adalah tinggi centre line A-B terhadap puncak kekasaran Pembacaan diambil sekurang-kurangnya tiga kali pada tiga tempat yang berlainan dengan pergerakan lurus dalam arah yang sejajar dengan arah gerak suapan. Data kekasaran permukaan yang dihasilkan dari penelusuran surface roughness pada sampel permukaan benda termesin tersebut ditabelkan lalu diplotkan dalam grafik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.12 dan 3.13.


(1)

4. Pemotongan baja AISI 4140 yang berkekerasan ~ 55 HRC dengan pahat CBN dengan kondisi pemesinan laju tinggi dan kering dapat dijadikan sebagai alternatif untuk industri manufaktur pemotongan logam dalam peningkatan produktifitas sejauh kondisi pemotongan dibatas pengerjaan akhir (finishing). Kondisi pemotongan yang direkomendasikan adalah pada kondisi pemotongan tingkat magnitude minimum. Dan kondisi pemotongan pada tingkat magnitude medium dapat direkomendasikan sedangkan kondisi pemotongan pada tingkat magnitude maksimum kurang direkomendasikan.

5.2. Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan perilaku kondisi pemotongan laju tinggi, keras dan kering serta temperatur potong terhadap efek homogenitas kekerasan mikro dari pada benda kerja.

2. Pengambilan/pemeriksaan kekasaran permukaan termesin hendaknya dilakukan secara menyeluruh (tidak secara acak).


(2)

Daftar Pustaka

1. Aaron V. & Tugrul O., Factor Affecting Surface Roughness in Finish Hard Turning, Department of Industrial and System Engineering Rutgers, The State University of New Jersey, 2003.

2 . A s l a n E . E x p e r i m e n t a l i n v e s t i g a t i o n o f c u t t i n g t o o l p e r f o r m a n c e i n h i g h s p e e d c u t t i n g o f h a r d e n e d X 2 1 0 C r 1 2 c o l d - w o r k t o o l s t e e l ( 6 2 H R C ) M a t e r i a l s a n d D e s i g n 2 6 ( 2 0 0 5 ) 2 1 - 2 7 .

3. ASTM E384-89, Standard test method for microhardness of materials, 1990. 4. Baggio, U. The Recipe for Good Hard Turning. Manufacturing Engineering

116(3). 1996. 95-102.

5. Boothroyd G. Fundamentals of Metal Machining and Machine Tools, Mc Graw Hill, 1975.

6. Canter M. Neil, The Possibilities and Limitations of Dry Machining, Tribology & Lubrication Technology, ProQuest Science Journals, pg.30, 2003

7. Che Haron C.H., Tool life and surface integrity when turning titanium alloy, Journal of Materials Processing Technology, 118, 2001, pp 231-237

8 . D a n i e l P . , H a r d T u r n i n g a n d t h e M a c h i n e T o o l , H a r d i n g e I n c . , 2 0 0 3 .

9. Dawson T. G. & Kurfess T.R. Machining Hardened Steel with Ceramic-Coated and Uncoated CBN Cutting Tools. Manufacturing Engineers. 2002.


(3)

1 0 . Davim, J.P., Machinability Evaluation in Hard Turning of Work Tool Steel (D2) with Ceramic Tools using Statistical Techniques, Material & Design 28(2007) 1186-1 1 9 1

11. Field W. & Kahles J., Review of surface integrity of machined components, Annals of the CIRP 20, 1971.

12. Ginting A. & Nouari M., Surface Integrity of Dry Machined Titanium Alloys. International Journal of Machine Tools & Manufacture 49 (2009) 325– 332

13. Ginting A., High Speed Machining of AISI 01 Steel With Multilayer Ceramic CVD –Coated carbide; Tool Life and Surface Integrity, Vol 14, No. 3, Agustus 2003- majalah IPTEK, 2003.

14. Harrison I.S., Detecting White Layer In Hard Turned Components Using Non-Destructive Methods. Thesis. Georgia Institute of Technology 2004. 15. ISO-1302, 2001.

16. ISO – 3685, 1995.

17. Kalpakjian & Schmid. Manufacturing Processes for Engineering Materials, 4th ed. Prentice Hall, 2003.

18. Kalpakjian & Schmid Manufac-turing Process for Engineering and Technology, third Edition, Addison Wesley Publishing Company.2006.


(4)

19. Kishawy H.A. & Elbestawi M.A. Tool wear and surface integrity during high speed turning of hardened steel with PCBN tools, Proc. Instn. Mech. Eng. 215 (Part B) (2001) 755–767.

20. O¨zel T., et. al., Hard turning with variable micro-geometry PcBN tools CIRP Annals - Manufacturing Technology. 2008

21. Rech J. & Moisan A., Surface integrity in finish hard turning of case-hardened steels. International Journal of Machine Tools & Manufacture 43 (2003) 543–550 22. Rochim T. Teori &Teknologi Proses Pemesinan. Higher Education Development

Support Project, Jakarta, Mei 1993.

23. Schey A. John, Introduction to Manufacturing Process, 3 rd Ed. Mc. Graw – Hill Book Co. 2000

24. Schulz H., & Moriwaki T., High speed machining. Annals of the CIRP.1992. 25. Seco, Dry Machining, 2004

26. Sreejith P.S & Ngoi B.K.A., Dry machining, machining of the future. J.

Mater.Proc. Technol. 2000.

27. Sutter G. Chip geometries during high-speed machining for orthogonal cutting conditions. International Journal of Machine Tools & Manufacture 45 (2004) 719–726

28. Thiele J.D. & Melkote S.N. Effect of cutting edge geometry and workpiece hardness on surface generation in the finish hard turning of AISI 52100 steel, Journal of Materials Processing Technology94, 1999, pp 216-226.


(5)

29. Montgomery, D.C, Design and Analysis of Experiments, 5th Edition, JohnWiley & Sons. Inc. 2001.

30. Schulz, H. The history of high-speed machining, Proceedings of 5th International Scientific Conference on Production Engineering. Croatia. 1999. 31. Niebel W. Benyamin, B.Draper, A.Wysk Richard, Modern Manufacturing

Process Engineering,1st ed., Mc Graw – Hill Book Co. 32. www.matls.com 2004.

 

                     


(6)

   

Lampiran 1

 

 

Tabel L.4. Rekomendasi Kecepatan Potong (V) konvensional vs HSM