Kajian Keausan Pahat Cbn Pada Proses Pembubutan Kecepatan Tinggi Kondisi Potong Keras Dan Kering Bahan AISI 4140

(1)

KAJIAN KEAUSAN PAHAT CBN PADA PROSES PEMBUBUTAN

KECEPATAN TINGGI KONDISI POTONG KERAS DAN KERING

BAHAN AISI 4140

TESIS

OLEH

YUDI 087015010/TM

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN KEAUSAN PAHAT CBN PADA PROSES PEMBUBUTAN

KECEPATAN TINGGI KONDISI POTONG KERAS DAN KERING

BAHAN AISI 4140

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Mesin Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh YUDI 087015010/TM

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis : KAJIAN KEAUSAN PAHAT CBN PADA PROSES PEMBUBUTAN KECEPATAN TINGGI KONDISI POTONG KERAS DAN KERING BAHAN AISI 4140

Nama Mahasiswa : YUDI

Nomor Pokok : 087015010/MTM

Program Studi : MAGISTER TEKNIK MESIN

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir.Armansyah Ginting, M.Eng.

Prof. Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D

Anggota Anggota Ir. Alfian Hamsi, MSc.

Ketua Program Studi, Dekan Fakultas Teknik


(4)

Telah Diuji Pada :

Tanggal : 14 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof Dr. Ir. Armansyah Ginting. M.Eng.

Anggota : 1. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D

2. Ir. Alfian Hamsi, M.Sc

3. Dr. Eng. Ir. Indra, M.T


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kajian keausan pahat CBN pada proses pembubutan kecepatan tinggi kondisi potong keras dan kering bahan AISI 4140. Pahat pemotong yang dibuat dari CBN CB7015 produksi Sandvik Coromant digunakan untuk pembubutan baja AISI 4140 dengan tujuan untuk mendapatkan mode kegagalan pahat dan mekanisme keausan dari pahat pemotong tersebut. Proses pemesinan dilakukan pada kondisi pemotongan kering dengan variasi daripada kecepatan laju (cutting speeds/Vc) tinggi , kecepatan suapan (feed rate/f) dan kedalaman pemotongan (depth of cut/a) pada kondisi laju maksimum. Kurva pertumbuhan aus yang diperoleh menunjukkan bahwa pahat CBN mengalami tiga fase yaitu fase awal (initial phase), fase bertahap (gradual phase) dan fase mendadak (abrupt phase). Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa mode-mode kegagalan yang terjadi adalah aus sisi (flank wear), aus kawah (crater wear),pengelupasan(flaking) dan penyerpihan (chipping), sedangkan pada kecepatan potong yang melewati batas maksimum yaitu pada V=267m/menit akan terjadi patahan (fracturing catastrophic failure). Mekanisme aus yang terjadi secara garis besarnya diakibatkan oleh proses pengikisan (abrasive) , proses adhesi (adhesive), dan proses difusi (diffusion). Sedangkan retakan dan patahan yang terjadi diakibatkan oleh kombinasi dari beban kejut impak (impact load) dan beban kejut termal (thermal shock).

Kata kunci: Aus pahat, mekanisme aus pahat, CBN, pembubutan, AISI 4140, kecepatan laju tinggi, kondisi potong keras, kering


(6)

ABSTRACT

This research is made to investigate the study of CBN wear on high speed turning of AISI 4140 at cutting hard and dry conditions. Cutting tool is made from CBN CB7015 Sandvick Coromant which is used to operate turning of AISI 4140 in order to get tool wear modes and the mechanisms of tool wear. Machining process carried out in dry cutting conditions with variations in high speed, feed rate, and depth of cut on maximum speed conditions. Growth curve obtained shows that the wear of CBN cutting tool having three phases, namely the initial phase, the gradual phase and the abrupt phase. From this research, it is found that the tool wear modes occured are flank wear, crater wear, flaking and chipping, whereas at the cutting speed that exceeds its maximum limit at V=267 m/minute will occur fractures (fracturing catastrophic failure). Wear mechanisms are mostly caused by abrasive processes, adhesive processes, and diffusions processes. Meanwhile, cracks and fractures are caused by a combination of impact load and thermal shock.

Keywords: Tool wear, mechanisms of tool wear, CBN, turning, AISI 4140, high speed, hard and dry cutting conditions


(7)

R I W A Y A T HIDUP

Nama : Yudi. ST

Tempat/Tanggal Lahir : Palembang/ 15 Mei 1981

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Alamat : Jl. Logam No. 22E - Medan

Telp./HP : 06177665888 / 08126585888

Email : ynn_linc@yahoo.com

Latar Belakang Pendidikan

1988-1993 SD Xaverius V, Palembang

1993-1996 SMP Ir. H.Djuanda, Tebing Tinggi

1996-1999 SMU Ir. H.Djuanda, Tebing Tinggi

1999-2004 Strata 1 (S1) Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Mesin

Universitas Sumatera Utara

Pekerjaan

• November 2002--- September 2006, Wakil Direktur CV.Mentari

Maret 2005----sekarang, Dosen di STMIK IBBI-Medan

• Mei 2006 ---- sekarang, Investor saham di BEI

• Agustus 2011--- sekarang, Direktur CV. Grand Kumala Indonesia

Medan, 05 Januari 2012


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penelitian tesis ini

dapat diselesaikan dengan baik Tesis ini berjudul ”KAJIAN KEAUSAN PAHAT CBN

PADA PROSES PEMBUBUTAN KECEPATAN TINGGI KONDISI POTONG KERAS DAN KERING BAHAN AISI 4140”.

Penulisan penelitian tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh

setiap mahasiswa untuk mendapatkan gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik

Mesin Fakultas Teknik-USU. Penulisan penelitian tesis ini terlaksana dan dapat terwujud

berkat bimbingan, petunjuk dan arahan serta dorongan dari berbagai pihak terutama

komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng, Bapak Prof. Basuki

Wirjosentono, MS, Ph.D dan Bapak Ir.Alfian Hamsi, MSc.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik secara moril

maupun materil, langsung maupun tidak langsung dalam mewujudkan penelitian tesis ini

yaitu kepada Bapak Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Bapak Dr. Eng. Ir. Indra, M.T

selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ketua Program Studi Magister Teknik Mesin, serta

kepada seluruh dosen, staf administrasi dan rekan-rekan mahasiswa Magister Teknik Mesin

yang telah memberikan sumbang saran serta dorongan sehingga terselesaikannya penelitian


(9)

Tidak ada yang sempurna di dunia ini, oleh karena itu penulis mohon saran dan

kritik yang membangun dari pihak-pihak yang terlibat untuk dapat membantu

memperbaiki dan melengkapi kesempurnaan penelitian tesis ini. Atas bantuan dan

perhatiannya diucapkan terima kasih.

Medan, 05 Januari 2012

Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………... i

ABSTRACT………... ii

RIWAYAT HIDUP………. iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR………... x

DAFTAR LAMPIRAN………xiii

DAFTAR ISTILAH……….xiv

BAB 1 PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang……….…. 1

1.2. Perumusan Masalah………... 5

1.3. Tujuan Penelitian……… 6

1.4. Manfaat Penelitian………... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 7

2.1. Aus Pahat Dan Mekanisme Aus Pahat……….. 7

2.1.1. Aus Pahat………. 7

2.1.1.1. Diagram Ragam Kegagalan Pahat……….. 7

2.1.1.2. Mode Kegagalan Pahat……….….. 8

2.1.1.3. Pengamatan Aus Pahat……… 15

2.1.2. Mekanisme Aus Pahat……….…. 16

2.2. Metode Pemesinan Terkini………... 18


(11)

2.2.2. Pemesinan Kering (Dry Machining)……….... 21

2.2.3. Pemesinan Keras (Hard Machining)……….... 24

2.3. Bahan Pahat……… 26

2.3.1. Syarat Dan Jenis-Jenis Bahan Pahat……… 26

2.3.1. Pahat CBN (Cubic Boron Nitride)………... 29

2.4. Bahan Logam dan Bahan Rekayasa………30

2.4.1. Bahan Logam Ferro………...30

2.4.2. Bahan Logam Non Ferro………...30

2.4.3. Sifat Dan Karakteristik Logam……….31

2.4.4. Pemilihan Bahan Baja AISI 4140……….32

2.5. Proses Pembubutan……….34

2.5.1. Kondisi Pemesinan………36

BAB 3 METODE PENELITIAN…….……….39

3.1. Tempat dan Waktu……….……….39

3.2. Bahan ………..39

3.2.1. Material Benda Uji………39

3.2.2. Material pahat………41

3.2.3. Pemegang Pahat (holder)………...42

3.2.4.Peralatan……….43

3.3. RancanganEksperimental………46

3.3.1. Metode Pengumpulan Data...………46

3.3.2. Kerangka KonsepPenelitian………..48

3.4. Analisa Data………49

3.4.1. Analisis Kuantitatif………49

3.4.2. Analisis Kualitatif………..49

3.5. Tahapan Pengamatan Dan Pengolahan Data………...49


(12)

4.1. Analisa Kegagalan Pahat Dan Kurva Pertumbuhan Aus………52

4.1.1. Analisa Kegagalan Pahat……… 52

4.1.2. Kurva PertumbuhanAus………..55

4.2. Analisa Karakteristik Mode Kegagalan Pahat CBN CB7015 ………60

4.2.1. Mode kegagalan pahat CBN CB7015 pada kecepatan potong V=225 m/menit (f = 0,16 mm/rev;a = 0,7 mm; pahat 2 nomor 1)...63

4.2.2. Mode kegagalan pahat CBN CB7015 pada kecepatan potong V=250 m/menit (f = 0,1 mm/rev; a = 0,3 mm; pahat 1 nomor 3)...65

4.2.3. Mode kegagalan pahat CBN CB7015 pada kecepatan potong V=250 m/menit (f=0,15 mm/rev; a = 0,3 mm; pahat 3 nomor 4)...67

4.2.4. Mode kegagalan pahat CBN CB7015 pada kecepatan potong V=267m/menit (f = 0,125 mm/rev; a= 0,7 mm; pahat 1 nomor 2)..69

4.3. Mekanisme Mode Kegagalan Pahat………72

4.3.1. Mekanisme mode kegagalan pahat CBN CB7015 pada kecepatan potong V=225 m/menit (f =0,16 mm/rev;a=0,7mm; pahat 2 nomor 1)...72

4.3.2. Mekanisme mode kegagalan pahat CBN CB7015 pada kecepatan potong V=250 m/menit (f = 0,1 mm/rev;a=0,3 mm; pahat 1 nomor 3)………..73

4.3.3. Mekanisme mode kegagalan pahat CBN CB7015 pada kecepatan potong V=250 m/menit (f=0,15 mm/rev;a=0,3 mm; pahat 3 nomor 4)...75

4.3.4. Mekanisme mode kegagalan pahat CBN CB7015 pada kecepatan potong V=267m/menit (f=0,125 mm/rev;a=0,7 mm; pahat 1 nomor 2)...76

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………77

5.1. Kesimpulan……….77

5.2. Saran………...78


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

2.1. Perbandingan sifat pahat………..29

2.2. Mechanical Properties AISI 4140………...33

2.3. Komposisi Kimia Bahan AISI 4140………....33

3.1. Lokasi Kegiatan Penelitian………..39

3.2. Mechanical Properties Bahan AISI 4140………...40

3.3. Komposisi Kimia Bahan AISI 4140………40

3.4. Sifat Mekanik dan Thermal dari Pahat CBN………...42

3.5. Kondisi Pemotongan………47

4.1. Hasil Kondisi Pengujian………...54

4.2. Mode Aus Pahat………...61


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Permukaan pemesinan dan bidang sadak………... 8

2.2. Kriteria mode kegagalan pahat aus sisi dan aus kawah………….. 9

2.3. (a) Diagram spektrum kegagalan pahat……….. 10

(b) Ragam kegagalan pahat……….... 11

2.4. Aus Pahat menurut ISO 3685-1977……… 12

2.5. Pembentukan BUE………. 13

2.6. Grafik Fungsi Temperatur Chip VS Laju Pemotongan………….. 19

2.7. Kecepatan Potong pada Proses Laju Tinggi……… 21

2.8. Tingkat kekerasan panas dan ketahanan aus pahat terhadap kekuatan dan ketangguhan……….. 28

2.9. Tingkat kekerasan dan ketahanan aus pahat terhadap temperature. 28

2.10. Proses Pembubutan………. 35

2.11. Penamaan (nomenclature) pahat kanan………... 35

2.12. Proses Bubut……… 37

3.1. Material Benda Uji………... 41

3.2. Geometri Pahat CBN………... 41

3.3. Pemegang pahat( holder)………. 42

3.4. Mesin Bubut EMCO Maximat V13………. 43

3.5. Microhardness Tester…...………. 44


(15)

3.7. USB Digital Microscope……… 45

3.8. Scanning Electron Microscopy (SEM)………. 46

3.9. Kerangka Konsep Penelitian………. 48

4.1. Kurva Hubungan Aus sisi VB vs Waktu Potong t pada V=225 m/menit, a=0,7 mm, f=0,16mm/rev………. 56

c 4.2. Kurva Hubungan Aus sisi VB vs Waktu Potong t pada V=250 m/menit, a=0,3 mm, f=0,1mm/rev……… 57

c 4.3. Kurva Hubungan Aus sisi VB vs Waktu Potong t pada V=250 m/menit, a=0,3 mm, f=0,15mm/rev……….. 58

c 4.4. Kurva Hubungan Aus sisi VB vs Waktu Potong t pada V=267 m/menit, a=0,7 mm, f=0,125mm/rev……… 59

c 4.5. Aus Tepi dan Aus Kawah……….. 60

4.6. Tampilan Pahat Original……… 62

(a) Tampilan Pahat Original Dari Pandangan Depan……… 62

(b) Tampilan Pahat Original Dari Pandangan Atas………... 62

4.7. Tampilan Pahat Pada V=225 m/menit (f= 0,16 mm/rev; a = 0,7 mm; pahat 2 nomor 1)……….. 63

(a) Tampilan Pahat Dari Pandangan Depan……….. 63

(b) Tampilan Pahat Dari Pandangan Atas………. 64

4.8. Tampilan Pahat Pada V=250 m/menit (f= 0,1 mm/rev; a = 0,3 mm; pahat 1 nomor 3)……….. 65

(a) Tampilan Pahat Dari Pandangan Depan……….. 65

(b) Tampilan Pahat Dari Pandangan Atas………. 66

(c) Tampilan EDS Pahat Dari Pandangan Atas………... 66

4.9. Tampilan Pahat Pada V=250 m/menit (f= 0,15 mm/rev; a = 0,3 mm; pahat 3 nomor 4)... 67

(a) Tampilan Pahat Dari Pandangan Atas……….. 67

(b) Tampilan Pahat Dari Pandangan Depan………... 68

4.10. Tampilan Pahat Pada V=267 m/menit (f= 0,125 mm/rev; a = 0,7 mm; pahat 1 nomor 2)……… 69

(a) Tampilan Pahat Dari Pandangan Depan………... 69


(16)

(c) Tampilan Pahat Dari Pandangan Atas………... 70

(d) Tampilan Pahat Diperbesar Dari Pandangan Atas………. 70

4.11. Mode Aus Abrasif………... 72

4.12. Analisis EDS……… 74

(a) Daerah Analisis EDS……….. 74

(b) Kurva Analisis EDS……… 74


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Rekomendasi Data Pembubutan……….. 81

2. Rekomendasi Insert Dan Holder Pahat CBN………. 82

3. Rekomendasi Kedalaman Pemotongan………... 83

4. Komposisi CB7015………. 84


(18)

DAFTAR ISTILAH

Simbol Judul Satuan

a Kedalaman potong Mm

b Lebar pemotongan Mm

d Diameter rata-rata Mm

dm Diameter akhir specimen Mm

d o Diameter awal specimen Mm

f Gerak makan (feed rate) mm/rev

γ Sudut geram

o h

o

Tebal geram sebelum terpotong Mm

K Rasio Kawah -

Kr Sudut potong utama

l

o

Panjang sisi insert Mm

lt Panjang pembubutan Mm

M R R Laju pembuangan geram cm3

N

/min

Putaran per menit Rpm

Q c Volume pembuangan geram cm

r

3

Radius ujung pahat

e mm

ra Sudut kemiringan pahat (entering angle)

t

o

Waktu pemotongan

c M i n

T c Umur pahat M i n

V Kecepatan potong m / m i n

Vf Kecepatan makan (feeding speed) mm/ m i n

V B Keausan pahat tepi (flank wear) Mm

~


(19)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kajian keausan pahat CBN pada proses pembubutan kecepatan tinggi kondisi potong keras dan kering bahan AISI 4140. Pahat pemotong yang dibuat dari CBN CB7015 produksi Sandvik Coromant digunakan untuk pembubutan baja AISI 4140 dengan tujuan untuk mendapatkan mode kegagalan pahat dan mekanisme keausan dari pahat pemotong tersebut. Proses pemesinan dilakukan pada kondisi pemotongan kering dengan variasi daripada kecepatan laju (cutting speeds/Vc) tinggi , kecepatan suapan (feed rate/f) dan kedalaman pemotongan (depth of cut/a) pada kondisi laju maksimum. Kurva pertumbuhan aus yang diperoleh menunjukkan bahwa pahat CBN mengalami tiga fase yaitu fase awal (initial phase), fase bertahap (gradual phase) dan fase mendadak (abrupt phase). Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa mode-mode kegagalan yang terjadi adalah aus sisi (flank wear), aus kawah (crater wear),pengelupasan(flaking) dan penyerpihan (chipping), sedangkan pada kecepatan potong yang melewati batas maksimum yaitu pada V=267m/menit akan terjadi patahan (fracturing catastrophic failure). Mekanisme aus yang terjadi secara garis besarnya diakibatkan oleh proses pengikisan (abrasive) , proses adhesi (adhesive), dan proses difusi (diffusion). Sedangkan retakan dan patahan yang terjadi diakibatkan oleh kombinasi dari beban kejut impak (impact load) dan beban kejut termal (thermal shock).

Kata kunci: Aus pahat, mekanisme aus pahat, CBN, pembubutan, AISI 4140, kecepatan laju tinggi, kondisi potong keras, kering


(20)

ABSTRACT

This research is made to investigate the study of CBN wear on high speed turning of AISI 4140 at cutting hard and dry conditions. Cutting tool is made from CBN CB7015 Sandvick Coromant which is used to operate turning of AISI 4140 in order to get tool wear modes and the mechanisms of tool wear. Machining process carried out in dry cutting conditions with variations in high speed, feed rate, and depth of cut on maximum speed conditions. Growth curve obtained shows that the wear of CBN cutting tool having three phases, namely the initial phase, the gradual phase and the abrupt phase. From this research, it is found that the tool wear modes occured are flank wear, crater wear, flaking and chipping, whereas at the cutting speed that exceeds its maximum limit at V=267 m/minute will occur fractures (fracturing catastrophic failure). Wear mechanisms are mostly caused by abrasive processes, adhesive processes, and diffusions processes. Meanwhile, cracks and fractures are caused by a combination of impact load and thermal shock.

Keywords: Tool wear, mechanisms of tool wear, CBN, turning, AISI 4140, high speed, hard and dry cutting conditions


(21)

BAB. 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi

suatu paradigma dalam peningkatan produktivitas. Selain itu muncul satu masalah utama

lagi yang harus menjadi perhatian, yaitu dampak lingkungan akibat proses produksi.

Untuk itu industri pemotongan logam mencoba mengimplementasikan metode

pemotongan yang bersahabat dengan lingkungan dan juga kesehatan. Tujuan yang ingin

dicapai dari implementasi metode tersebut adalah perbaikan efisiensi, mereduksi biaya

produksi, peningkatan produktifitas dan meminimalkan siklus waktu serta secara

bersamaan pula memberikan kenyamanan terhadap lingkungan maupun kesehatan kerja.

Dari berbagai pertimbangan di atas, teknologi pemotongan logam dewasa ini

menfokuskan perhatian pada proses dengan metode Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan

Keras dan Pemesinan Kering, dengan terwujudnya produktivitas tinggi yang berwawasan

lingkungan.

Pemesinan Laju Tinggi (High Speed Machining/HSM) merupakan suatu proses

pemotongan logam yang dilaksanakan pada laju pemotongan yang tinggi dimana nilai

laju pemotongannya ditentukan oleh jenis bahan yang dipotong (Morikawa et al, 1997).

HSM juga dikategorikan sebagai teknologi pemotongan logam terkini yang dalam

perbandingannya dengan pemotongan konvensional dapat meningkatkan efisiensi,


(22)

waktu pemesinan (Schulz & Moriwaki, 1992). Pemesinan keras (Hard Machining/HM)

merupakan konsep pemotongan logam yang secara langsung dilaksanakan terhadap

bahan berkekerasan tinggi (≥ 45HRC) sebagaimana yang dikondisikan untuk suatu produk (Grezik & Wanat, 2006). Pemesinan keras dapat menjadi solusi untuk

mengurangi waktu produksi melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup

peralatan dan waktu untuk inspeksi. Selanjutnya, pemesinan kering (Dry Machining/DM)

adalah proses pemotongan logam yang dilakukan tanpa adanya cairan pemotongan yang

biasanya digunakan sebagai media pendingin dan media pelumas. Lebih lanjut,

pemesinan kering memiliki kelebihan yaitu tidak digunakannya cairan pemotongan

berarti dapat mengurangi ongkos produksi sebesar (16-20)% serta berpengaruh untuk

penyelamatan lingkungan karena tidak adanya cairan pemotongan bekas yang dibuang ke

lingkungan (Streejith & Ngoi. 2000). Pada pemesinan kering cairan pemotongan hanya

digunakan dalam kuantiti yang sangat minimum (50ml/jam) atau bilamana mungkin

tidak digunakan sama sekali. Oleh sebab itu konsep pemesinan kering dari sudut pandang

ekologi disebut pemesinan hijau (Strejith & Ngoi, 2000).

Beberapa peneliti seperti Sutter (2005) belakangan ini melakukan kajian

pemesinan laju tinggi pada bahan berkekerasan tinggi untuk meningkatkan produktifitas.

Namun demikian, pemesinan laju tinggi pada benda kerja berkekerasan tinggi tersebut

masih dilakukan pada konsep pemesinan basah. Implementasi Pemesinan laju tinggi

yang dilakukan pada bahan berkekerasan tinggi pada konsep pemesinan basah memang

berhasil meningkatkan produktifitasnya, namun dari aspek penyelamatan lingkungan,


(23)

Pengimplementasian ketiga konsep teknologi di atas dalam suatu proses

pemotongan logam untuk menghasilkan suatu produk tertentu ternyata ada menghadapi

beberapa masalah. Permasalahan utamanya yaitu pengeleminasian cairan pemotongan

akan mengakibatkan suhu pemotongan dan gesekan yang terjadi lebih tinggi

dibandingkan bilamana cairan pemotongan masih digunakan. Suhu dan gesekan yang

tinggi selama pemotongan akan membawa akibat buruk terhadap pahat. Potensi suhu

pemotongan yang relatif cukup tinggi pada pemesinan laju pemotongan moderat akan

bertambah tinggi lagi apabila proses pemesinan berlangsung pada laju pemotongan tinggi.

Jika suhu pemotongan pada laju moderat saja sudah cukup berpotensi untuk

mempercepat laju aus pahat maka pemesinan laju tinggi (HSM) akan berakhir dengan

umur pahat yang pendek akibat laju aus pahat yang semakin tinggi.

Selama proses pembentukan geram berlangsung, pahat dapat mengalami keausan

yaitu kegagalan dari fungsinya yang normal. Ada dua jenis aus yang umumnya terjadi

pada pahat, yaitu : Keausan Tepi (Flank Wear) dan Keausan Kawah (Crater Wear).

Keausan Tepi merupakan keausan yang terjadi pada bidang utama/mayor pahat. Keausan

tepi sering disebabkan oleh proses abrasive dari ujung pemotongan terhadap permukaan

termesin. Keausan tepi dapat diketahui dengan mengukur panjang VB (mm), yaitu jarak

antara mata potong sebelum terjadi keausan sampai ke garis rata-rata bekas keausan pada

bidang utama. Keausan Kawah merupakan keausan yang terjadi pada bidang geram pahat.

Keausan kawah dapat meningkatkan sudut kerja rake dan mengurangi gaya pemotongan,

tetapi juga akan melemahkan kekuatan ujung pemotongan. Keausan kawah dapat diukur


(24)

akibat aus pahat perlu dikaji tentang mekanisme aus yang terjadi. Mekanisme aus secara

garis besarnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu mekanisme aus yang dominant pada

kecepatan potong rendah dan yang dominant pada kecepatan potong tinggi. Pada

kecepatan potong rendah, proses abrasif, kimiawi dan adhesi merupakan penyebab utama

aus pahat. Pada kecepatan potong tinggi, proses difusi, oksidasi dan deformasi plastik

merupakan penyebab utama aus pahat. Dari pembahasan diatas tersimpul bahwa

mekanisme aus tidaklah merupakan hal yang sederhana. Pengetahuan atas mekanisme

aus sangat diperlukan dalam usaha menemukan jenis material pahat yang baru ataupun

dalam pemilihan kondisi pemotongan yang paling baik bagi suatu kombinasi jenis pahat

dengan benda kerja tertentu.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, terdapat tiga jenis bahan pahat yang

umumnya dipakai pada penerapan ketiga konsep di atas. Adapun ketiga jenis bahan pahat

tersebut adalah pahat dari bahan keramik (Yuliarman, 2008), karbida (Che Haron et. al,

2001), dan CBN (Ozel et. al, 2008). Dari ketiga jenis bahan tersebut untuk pahat yang

sesuai untuk kriteria pemesinan keras lebih direkomendasikan kepada CBN. CBN adalah

material yang paling keras selain intan, dan sangat cocok digunakan pada pemesinan

keras. Insert CBN mulai meningkat popularitasnya setelah General Electric menemukan

kombinasi CBN dengan serbuk titanium nitride sehingga dapat meningkatkan umur

pahat menjadi lima kali (Baggio, 1996). Walaupun demikian belum ada ditemukan

laporan yang komprehensif tentang pahat berlapis yang digunakan pada HSM, HM dan


(25)

Oleh karena itu diperlukan suatu kajian keausan pahat terhadap kemungkinan

penggunaan pahat yang akan digunakan pada industri manufaktur pemotongan logam

agar konsep Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan Keras dan Pemesinan Kering dapat

sekaligus dilakukan demi terwujudnya produktivitas yang tinggi namun berwawasan

lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan keadaan laporan peneliti terdahulu yang lebih banyak

merekomendasikan pahat CBN untuk pemesinan keras, maka pada penelitian ini pahat

CBN dipilih sebagai kandidat pahat yang diharapkan mampu digunakan pada

implementasi ketiga konsep pemesinan terkini Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan Keras

dan Pemesinan Kering.

Pada penelitian ini dipilih pahat CBN yang akan diaplikasikan untuk pemesinan

laju tinggi, keras, dan kering bahan paduan baja AISI 4140 yang banyak digunakan pada

industri pembuatan alat-alat transportasi dan pertahanan. Pahat CBN yang digunakan

adalah pahat CBN dan diproduksi oleh SANDVIK Coromant dengan pengenal CB7015.

Oleh karena itu perlu dlakukan suatu kajian keausan pahat terhadap penggunaan

pahat CBN yang akan digunakan pada industri manufaktur pemotongan logam agar

konsep Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan Keras dan Pemesinan Kering dapat sekaligus


(26)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah kajian keausan pahat CBN pada

Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan Keras dan Pemesinan Kering baja paduan AISI 4140

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini dikelompokkan dalam dua hal yaitu:

1. Mempelajari karakteristik dan bentuk kegagalan pahat CBN.

2. Mempelajari dan merumuskan secara umum mekanisme aus yang

mengakibatkan terjadinya aus pahat CBN.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki dua manfaat utama yaitu:

1. Manfaat bagi dunia akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi pengembangan metode Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan

Keras dan Pemesinan Kering

2. Manfaat bagi pihak industri manufaktur, manfaat hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai referensi implementasi konsep Pemesinan Laju Tinggi,


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aus Pahat Dan Mekanisme Aus Pahat 2.1.1. Aus Pahat

2.1.1.1. Diagram Ragam Kegagalan Pahat

Pada dasarnya kecepatan pertumbuhan keausan menentukan laju saat

berakhirnya masa guna pahat. Pertumbuhan keausan tepi pada umumnya mulai dengan

pertumbuhan yang relatif cepat sesaat setelah pahat digunakan, diikuti pertumbuhan yang

linier setaraf dengan bertambahnya waktu pemotongan (jumlah waktu yang digunakan

untuk proses memotong), dan kemudian pertumbuhan yang cepat terjadi lagi. Saat

dimana pertumbuhan keausan cepat mulai berulang lagi dianggap sebagai batas umur

pahat, dan hal ini umumnya terjadi pada harga keausan tepi (VB) yang relatif sama untuk

kecepatan potong yang berbeda.

Pada saat keausan tepi mulai terus membesar, keausan kawah mulai membesar

dimana sebelumnya hampir tidak terjadi keausan kawah. Kecepatan potong yang

memberikan kondisi di atas dapat disebut sebagai kecepatan potong moderat atau daerah

kecepatan potong moderat. Harga kecepatan potong moderat tersebut akan turun bila

kecepatan makan dipertinggi. Dengan demikian, kondisi pemotongan yang moderat

merupakan fungsi dari laju atau kecepatan pemotongan dan laju suapan.

Pada daerah yang moderat tersebut hendaknya kondisi proses pemesinaan


(28)

moderat tersebut dibatasi garis bawah yang menyatakan saat hilangnya BUE dan garis

atas yang merupakan saat dimana terjadi kegagalan pahat berupa aus sisi, deformasi

plastik, laju pertumbuhan keausan kawah yang semakin cepat dan pengelupasan

(flaking) atau penyerpihan (chipping).

Daerah moderat menggambarkan luas daerah yang merupakan batas pengamatan

daerah yang paling baik. Dari luas daerah yang di hasilkan akan diperoleh suatu kondisi

pemotongan lebih baik daripada kondisi pemotongan yang lain karena daerah

moderatnya relatif lebih luas.

2.1.1.2. Mode Kegagalan Pahat

Selama pemotongan, pahat mengalami beban tegangan setempat yang tinggi,

suhu dan gesekan tinggi antara serpihan dan muka sadak pahat (Secondary deformation

zone) dan geseran muka sisi (rusuk) sepanjang permukaan pemesinan (Primary zone).

Hal tersebut terlihat pada Gambar 2.1.

Sumber: http://claymore.engineer.gvsu.edu (2004)

Gambar 2.1. Permukaan pemesinan dan bidang sadak A

B

Permukaan pemesinan Muka Sadak Pahat

Gerak relatif benda kerja terhadap tool

Bidang Geser Serpihan Gesekan


(29)

Karakteristik beberapa ragam aus pahat yang mungkin terjadi seperti pada

Gambar 2.2. Adapun aus pahat dikarakteristikkan dengan:

1. Pembentukan kawah (crater) dihasilkan dari suhu pemotongan dan aksi

serpihan yang mengalir sepanjang permukaan sadak (rake face)

2. Aus pada sisi tepi (flank) VB adalah aus sisi pahat berupa aus mekanis abrasif

yang terjadi pada sisi rusuk pahat karena perubahan bentuk radius ujung pahat

potong.

Sumber : Taufiq Rochim (1993)

Gambar 2.2 Kriteria mode kegagalan pahat aus sisi dan aus kawah

3. Perubahan bentuk plastik, keretakan termal, keausan ujung pahat, takikan

dalamnya pemotongan, Built Up Edge (BUE), patah rapuh (Brittle


(30)

Efek aus pahat ditinjau dari ukuran performa secara teknik adalah berkaitan

dengan konsekuensi menurunnya akurasi dimensi, meningkatnya kekasaran permukaan,

meningkatnya gaya potong, meningkatnya suhu, getaran yang meningkat, kualitas

komponen, dan meningkatnya ongkos produksi. Mode kegagalan pahat dan

mekanismenya dapat menyebabkan umur pahat berakhir lebih cepat (premature end).

Pengamatan kegagalan pahat digambarkan pada mekanisme aus pahat atau

kegagalan pahat, mode kegagalan, dan cacat yang terlihat. Ginting (2003)

menggambarkan kegagalan pahat yang lebih rinci yakni dibagai atas aus, deformasi

plastik dan patah rapuh sebagaimana yang diberikan pada Gambar 2.3 (a) dan (b).

(a)

Gambar 2.3. (a) Diagram spektrum kegagalan pahat (b) Ragam kegagalan pahat

A. Aus

(Wear)

B. Deformasi plastik

(Plastic Deformation)

C. Patah Rapuh

(Britlle Fracture)

Kegagalan Pahat

Aus sisi (Flank Wear). ISO 3685 – 1977 (E)

Aus kawah (Crater Wear) ISO 3685 – 1977 (E)

Penyerpihan (Chipping)

Pengelupasan (Flaking)

Retak (Cracking)

Patahan (Fracturing CatastrophicFailure)


(31)

(b)

Sumber: Armansyah Ginting (2003), David A.S & John S.A (1997) Gambar 2.3. (Lanjutan)

Ragam Kegagalan Pahat yang terjadi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Aus (wear), secara garis besarnya diklasifikasikan atas:

a. Aus kawah (crater wear)

Aus ini disebabkan oleh suhu pemotongan yang tinggi pada bidang kontak

antara serpihan dan pahat (rake face), dan pada tingkat tertentu terjadi

pelarutan secara kimia antara pahat dan benda kerja yang menyebabkan

pengikisan. Aus ini akan meningkatkan kerja sudut sadak pahat (face

edge) dan mengurangi gaya potong. Kedalaman kawah adalah parameter

yang banyak digunakan untuk mengavaluasi keausan kawah ( Rochim,


(32)

b. Aus tepi (Flank wear)

Aus tepi adalah bentuk aus pada sisi (flank) pahat potong disebabkan

perubahan bentuk radius ujung pahat oleh gesekan antara pemukaan

pemesinan benda kerja dengan sisi pahat karena kekakuan benda kerja.

Bidang aus didasarkan pada tebal bidang aus (flank wear land), harus

sejajar terhadap resultan arah potong. Tebal bidang aus merupakan

ukuran dari besarnya aus sisi .

Bentuk aus sisi serta pengukurannya ditentukan sesuai standar ISO

3685-1977 seperti Gambar 2.4 .

Sumber : ISO 3685 (1977)

Gambar 2.4 Aus Pahat

2. Deformasi Plastik (Plastic Deformation)

Akibat panas dan tekanan pemotongan yang meningkat bisa menyebabkan


(33)

diikuti kepatahan pahat. Akibat perubahan bentuk plastik dan panas serta tekanan

yang meningkat ini juga bisa menyebabkan terjadi Built-Up Edge (BUE). Built

Up Edge akan mengubah geometri pahat karena berfungsi sebagai mata potong yang baru dari pahat yang bersangkutan. BUE merupakan struktur yang dinamik,

sebab selama proses pemotongan, BUE akan tumbuh dan pada suatu saat lapisan

atas atau seluruh BUE akan terkelupas dan berulang dengan proses penumpukan

lapisan metal yang baru. BUE yang terkelupas sebagian akan terbawa geram dan

sebagian lain akan menempel pada benda kerja pada bidang transien serta pada

bidang yang telah terpotong. Permukaan akan menjadi lebih kasar dengan adanya

penempelan serpihan BUE yang relatif keras tersebut. Bila pemesinan dilakukan

pada benda kerja lunak, maka material benda kerja dapat mengikat pada pahat

potong dalam bentuk BUE seperti Gambar 2.5. Hal ini dapat meningkatkan

tekanan pahat dan menyebabkan permukaan pemesinan yang buruk.

Sumber : David A.S and John S.A (1997)


(34)

3. Patah Rapuh (Brittle Fracture)

Patah rapuh pahat dapat diklasifikasikan atas:

a. Penyerpihan (Chipping)

Setup pahat yang tidak kaku dan disebabkan oleh tidak konsistennya

tekanan potong, dapat menyebabkan penyerpihan pahat. Pemotongan

terputus–putus bisa juga jadi penyebab penyerpihan pahat atau patah.

b. Aus takikan (notch wear)

Terjadi akibat takik pada dalamnya pemotongan yang dapat menyebabkan

terjadinya memicu terjadinya kawah pada bagian pahat. Aus ini terjadi

pada bidang kontak (side cutting edge dan end cutting edge) antara benda

kerja dan pahat.

c. Aus ujung pahat (nose wear)

Saat pemesinan dilakukan, abrasif dan deformasi pada ujung pahat dapat

terjadi. Pada aus ujung pahat ukuran berubah dan permukaan finishing

benda kerja memburuk.

d. Retak (cracking)

Perbedaan suhu yang tinggi antara sudut potong (cutting edge)

menyebabkan meratanya tempat retak melingkar pada sudut potong pahat.

Retak berkelanjutan perlahan, mengarah terjadinya penyerpihan


(35)

Seiring perkembangan ditemukan satu jenis mode aus pahat lagi, yaitu coating

delamination. Coating Delamination merupakan pelepasan lapisan pada pahat pada saat permesinan berlangsung.

2.1.1.3 Pengamatan Aus Pahat

Metode pengamatan aus dan kegagalan pahat dapat dilakukan dengan dua

katagori yaitu pengamatan langsung dan pengamatan tidak langsung ( Kalpakjian, 1995).

1. Pengamatan langsung

Metode pengamatan langsung adalah pengamatan pengukuran secara

optik/mikroskopik terhadap kondisi aus pahat potong yang dilakukan

secara periodik dalam bentuk pengikisan sisi serta kawah pahat dan

temperatur pemotongan yang berkaitan dengan perubahan profil pahat. Cara

ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop atau SEM. Prosedur dengan

cara ini dilakukan pada kondisi pemotongan yang dihentikan pada interval

waktu tertentu guna dilakukan pengamatan profil kerusakan pahat secara

periodik (Kalpakjian, 1995).

2. Pengamatan tidak langsung

Pengamatan tidak langsung adalah pengukuran aus pahat yang dipengaruhi

oleh korelasi antara kondisi pahat dengan variabel gaya potong, daya, panas

yang terjadi dan getaran dan bukan akibat abrasif dan temperatur

pemotongan (Kalpakjian, 1995). Metode ini menggunakan teknik emisi


(36)

2.1.2. Mekanisme Aus Pahat

Mekanisme aus pahat pada turning dapat diklasifikasikan yaitu:

1. Proses Pengikisan (abrasive) berupa gesekan antara aliran material benda

kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat. Proses pengikisan

berbanding langsung terhadap jarak potong (cutting distance) dan tidak

tergantung pada suhu. Mekanisme pembentukan radius serpihan Ro juga

memungkinkan terjadinya aus abrasif pada pahat.

2. Proses Kimiawi

Dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup besar

beserta lingkungan kimiawi yang aktif (udara maupun cairan pendingin

dengan komposisi tertentu) dapat menyebabkan interaksi antara material

pahat dengan benda kerja. Permukaan material benda kerja yang baru saja

terbentuk (permukaan geram dan permukaan benda kerja yang telah

terpotong) sangat kimiawi aktif sehingga mudah bereaksi kembali dan

menempel pada permukaan pahat. Pada kecepatan potong yang rendah,

oksigen dalam udara pada celah-celah diantara pahat dengan geram atau

benda kerja mempunyai kesempatan untuk bereaksi dengan material benda

kerja sehingga akan mengurangi derajat penyatuan dengan permukaan pahat.

Akibatnya daerah kontak dimana pergeseran antara pahat dengan

geram/benda kerja akan lebih luas sehingga proses keausan karena gesekan


(37)

3. Proses Adhesi (adhesive) atau kerusakan patah rapuh adalah sebagai laju

proses yang terkait dengan suhu serta kondisi pemotongan. Pada tekanan dan

temperatur yang relative tinggi, permukaan metal yang baru saja terbentuk

akan menempel dengan permukaan metal yang lain. Proses adhesi tersebut

terjadi disekitar mata potong pada bidang geram and bidang utama pahat.

4. Proses Difusi atau Peresapan (Diffusion)

Pada daerah dimana terjadi pelekatan (adhesi) antara material benda kerja

dengan pahat dibawah tekanan dan temperatur yang tinggi serta adanya

aliran metal (geram dan permukaan terpotong relatif terhadap pahat) akan

menyebabkan timbulnya proses difusi. Dalam hal ini terjadi perpindahan

atom metal dan karbon dari daerah dengan kecepatan tinggi menuju kedaerah

dengan konsentrasi rendah. Kecepatan keausan karena proses difusi

dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

a. Daya larut (solubility) dari berbagai fasa dalam struktur pahat terhadap

material benda kerja

b. Temperatur

c. Kecepatan aliran metal yang melarutkan.

5. Proses Oksidasi

Pada kecepatan potong yang tinggi (temperatur yang tinggi) ketahanan

karbida atas proses oksidasi akan menurun. Karbida dapat teroksidasi bila

temperaturnya cukup tinggi dan tak ada perlindungan terhadap serangan


(38)

tidak tahan akan deformasi yang disebabkan oleh gaya pemotongan. Cairan

pendingin dalam batas-batas tertentu mampu mencegah terjadinya proses

oksidasi.

6. Proses Deformasi Plastik

Kekuatan pahat untuk menahan tegangan tekan merupakan sifat material

pahat yang dipengaruhi oleh temperatur. Hal inilah yang merupakan faktor

utama yang membatasi kecepatan penghasilan geram bagi suatu jenis pahat.

Penampang geram harus direncanakan supaya tekanan yang diderita

ujung/pojok pahat tidak melebihi batas kekuatan pahat untuk menghindari

terjadinya proses deformasi plastik.

2.2. Metode Pemesinan Terkini

2.2.1. Pemesinan Laju Tinggi (High-Speed Machining)

Pemesinan Laju Tinggi (High-Speed Machining) merupakan salah satu teknologi

modern dewasa ini, dimana dalam perbandingannya dengan proses pemotongan

konvensional dimungkinkan adanya peningkatan efisiensi, ketepatan, dan kualitas dari

benda kerja dan pada saat yang sama dapat menurunkan biaya-biaya dan waktu

pemesinan.

Konsep PLT pertama sekali dicetuskan oleh Dr. Solomon yang menyatakan

bahwa laju pemotongan dapat ditingkatkan hingga suhu pemotongan mendekati titik


(39)

pada kecepatan potong tertentu yang 5-10 kali lebih tinggi daripada permesinan

konvensional, permukaan chip pahat akan mulai menurun (Gambar 2.6).

Adalah tidak mungkin untuk memverikasi teori ini secara keseluruhan pada

hasil-hasil eksperimental dewasa ini. Terdapat penurunan temperatur yang relatif pada ujung

pemotongan yang dimulai pada kecepatan potong tertentu pada bahan material yang

berbeda.

Sumber : Dr. Solomon (1931)

Gambar 2.6. Grafik Fungsi Temperatur Chip VS Laju Pemotongan

Sebenarnya ada banyak cara untuk mendefenisikan HSM, beberapa diantaranya:

1. Pemesinan laju potong tinggi

2. Pemesinan laju rotasi tinggi

3. Pemesinan pemakanan tinggi

4. Pemesinan pemakanan dan laju potong tinggi


(40)

Dalam prakteknya, perlu dicatat bahwa HSM bukanlah sesederhana laju potong

tinggi saja. HSM seharusnya dianggap sebagai suatu proses dimana operasi-operasi kerja

didalamnya ditampilkan dengan metode-metode dan peralatan produksi yang sangat

spesifik. HSM bukan hanya pemesinan dengan laju spindel yang tinggi karena banyak

penerapan-penerapannya yang dioperasikan dengan laju spindel konvensional. HSM

sering digunakan untuk proses akhir (finishing) dari baja yang dikeraskan dengan laju

dan pemakanan tinggi.

Konsep PLT yang diindikasikan dengan laju pemotongan tinggi sebenarnya

masih bergantung kepada jenis bahan yang dipotong. Dengan kata lain nilai laju

pemotongan ditentukan pula oleh jenis bahan yang dipotong. Untuk paduan baja, laju

pemotongan ≥ 200 m/min dapat dikategorikan sebagai pemotongan laju tinggi pada operasi pembubutan (Schulz & Morikawa, 1992). Sedangkan untuk aluminium, laju

pemotongan ≥ 1000 m/min baru dapat dikategorikan sebagai pemotongan laju tinggi. Defenisi tentang proses pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) yang

dikemukakan oleh para ahli dan masing masing terdapat perbedaan namun sebagian

besar menyatakan bahwa kecepatan potong merupakan variable penentu terhadap

pendefenisian tersebut seperti yang dikemukakan oleh Solomon pada tahun 1931

menyatakan bahwa proses pemesinan kecepatan tinggi adalah proses pemesinan dengan

kecepatan potong sebesar 5–10 kali lebih besar daripada proses konvensional. Schulz

(1992) mengatakan bahwa proses pemesinan kecepatan tinggi ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan seperti diperlihatkan pada gambar 2.7.


(41)

Sumber : Schultz dan Moriwaki (1992)

Gambar 2.7 Kecepatan Potong pada Proses Laju Tinggi

2.2.2. Pemesinan Kering (Dry Machining)

Kepentingan terhadap kesehatan manusia dan ekologi telah membuat industri

pemotongan logam mengembangkan metode pemotongan yang bersahabat dengan

lingkungan dan kesehatan serta mempunyai tujuan memperbaiki efisiensi, mereduksi

biaya produksi, meningkatkan produktifitas dan meminimalkan siklus waktu dan secara

bersamaan pula memberikan kenyamanan terhadap lingkungan dan kesehatan kerja.

Badan administrasi keamanan dan kesehatan Amerika (OSHA) secara berkesinambungan

memperbaiki hukum–hukum baru yang berkaitan dengan manukfaktur dan dampak

lingkungan yang sehat. Salah satu perhatian yang utama pada industri pemotongan logam

adalah berkaitan dengan kesehatan bila menggunakan cairan pemotongan pada


(42)

pemotongan yang digunakan setiap tahun di Amerika (NPRA, 1991). Selain itu juga

telah diestimasi bahwa diantara 700.000 sampai 1.000.000 pekerja mengalami pengaruh

buruk karena cairan pemotongan di Amerika setiap tahunnya (Bennet, 1957). Secara

epidemik kajian menunjukkan bahwa untuk waktu yang panjang cairan pemotongan

dapat menyebabkan akibat yang lebih buruk dalam beberapa kasus yaitu berupa kanker.

Badan Riset Internasional untuk Kanker telah menyimpulkan bahwa pengaruh akibat

partikel cairan pemotongan yang digunakan merupakan yang menjadi salah satu

penyebab.

Pada lingkungan kerja, cairan pemotongan menghasilkan partikel berupa kabut

yang sangat halus dengan diameter dibawah 5,0 mikron dan dalam periode waktu yang

panjang biasa mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan berupa sakit paru dan

iritasi kulit serta pada lingkungan kerja.

Menurut Tonshoff dan Mohlfeld (1997), Sreejith dan Ngoi (2000), dan Canter,

(2003) pada umumnya pemesinan untuk memfabrikasi komponen–komponen automotif

dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining). Pada metode ini sejumlah

cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotong selama proses pemesinan dengan

tujuan menurunkan suhu pemotongan dan melumasi bagian-bagian pemesinan sehingga

diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu integritas permukaan (surface

integrity) yang baik . Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan

merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam


(43)

ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat (Ginting A,

2003).

Tonshoff dan Mohlfeld (1997), juga Sreejith dan Ngoi (2000) melaporkan bahwa

umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di

tanah. Selain itu, masih banyak praktek yang membuang cairan pemotongan bekas

langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang – undang

lingkungan hidup yang berlaku mencegah hal tersebut (Sreejith & Ngoi, 2000).

Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan kesehatan telah

merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan pemotongan untuk

pemesinan yaitu 0,5÷5,0 mg/m3 dan Metalworking fluid Standard Advisory Committee

(MWFSAC) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3

Dari tinjauan terhadap aspek biaya pemakaian cairan pemotongan , beberapa data

penelitian mengidentifikasikan bahwa ongkos penggunaan cairan pemotongan untuk

keperluan pemesinan mencapai (16–20%) dari ongkos produksi (Causton, 2002). Seco

(2004) melaporkan pula bahwa ongkos cairan pemotongan rata–rata adalah 15%

setahun dari total ongkos produksi. Selanjutnya Canter (2003) melaporkan bahwa

ongkos cairan pemotongan adalah 16% dari total ongkos produksi. (Canter, 2003).

Pilihan alternatif dari pemesinan basah adalah pemesinan kering, karena selain

tidak ada cairan pemotongan bekas dalam junlah besar yang akan mencemari lingkungan

juga tidak ada kabut partikel cairan pemotongan yang akan membahayakan operator dan

juga serpihan pemotongan tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan.


(44)

permukaan benda kerja dan pahat potong, kecepatan keluar serpihan, serta temperatur

potong yang tinggi dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan.

Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan

kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang

dihasilkan oleh pemesinan basah. Perihal ini secara kuantitatif menyangkut pengaruh

buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan kering tidak akan dihasilkan

pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak menghasilkan kabut partikel cairan

pemotongan.

Dari pertimbangan hal diatas pakar pemesinan mencoba mencari solusi dengan

suatu metode pemotongan alternatif dan mereka merumuskan bahwa pemesinan kering

(dry cutting) yang dari sudut pandang ekologi disebut dengan pemesinan hijau (green

machining) merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering

diharapkan disamping aman bagi lingkungan, juga bisa mereduksi ongkos produksi

sebesar 16-20% dari total ongkos produksi.

2.2.3. Pemesinan Keras (Hard Machining)

Proses pemesinan keras (Hard Machining) sama dengan bubut biasa, tetapi pada

proses pemesinan keras pemotongan dilakukan terhadap benda kerja dengan kekerasan

lebih besar dari 45 HRC. Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya diterapkan pada

proses bubut keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan karakteristik sebagai akibat

tingginya kekerasan material yang akan dipotong. Material yang keras memiliki sifat


(45)

itu maka pada proses bubut keras dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan

terhadap abrasif dibanding proses bubut biasa. Proses bubut keras dapat dilakukan

terhadap berbagai macam jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk

bantalan (bearing steel), hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan baja

tuang yang dikeraskan (Baggio,1996).

Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi

melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk inspeksi

karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama dimana proses

bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat digunakan dan tanpa

membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda. Bagaimanapun mesin untuk bubut keras

memiliki kebutuhan spasi ruangan yang lebih kecil dibandingkan mesin gerinda.

Dibutuhkan investasi yang lebih kecil untuk sebuah mesin bubut CNC dibandingkan

sebuah mesin gerinda presisi. Keuntungan yang sangat signifikan dari pahat potong

bermata tunggal (single point cutting tool) sebagaimana yang digunakan pada proses

bubut dapat digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang rumit, tidak

demikian halnya dengan proses gerinda.

Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras adalah

ratio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan terhadap umur dari

pahat tersebut harus rendah. Material yang khusus digunakan untuk proses bubut keras

adalah cubic boron nitride (CBN), Keramik, dan cermet. CBN adalah material yang

paling keras selain intan, dan sangat cocok digunakan pada proses bubut keras. Insert


(46)

CBN dengan serbuk titanium nitride sehingga dapat meningkatkan umur pahat menjadi

lima kali (Baggio, 1996).

2.3. Bahan Pahat

2.3.1. Syarat Dan Jenis-Jenis Bahan Pahat

Prinsip dasar pemesinan adalah kemampuan ketangguhan (toughness) pahat

terhadap benda kerja. Banyak perkembangan pada bahan pahat guna meningkatkan

kemampumesinan dimana geometri dan bahan pahat merupakan hal yang perlu di

pertimbangkan. Syarat bahan pahat yang harus dipenuhi mencakup:

(1) kekerasan terutama pengerasan karena panas, dengan tujuan untuk

menjaga suhu pemotongan dan mencegah perubahan bentuk plastik (Plastic

Deformation).

(2) ketangguhannya harus dapat menahan beban yang tiba–tiba.

(3) rendah sifat adhesi terhadap benda kerja untuk mencegah BUE.

(4) rendah penyerapan (solubility) pahat terhadap unsur benda kerja untuk

mencegah aus pahat.

(5) tahan aus untuk mendapatkan umur pahat yang panjang dan

(6) kemampuan kesetimbangan secara kimia terhadap pengaruh benda kerja

(Kalpakjian, 1995).

Kekerasan yang rendah dan daya adhesi yang tinggi tidak diinginkan sebab mata

potong akan terdeformasi, terjadi keausan tepi dan keausan kawah yang besar. Keuletan


(47)

potong maupun retak mikro yang menimbulkan kerusakan fatal. Pada umumnya

kekerasan dan daya tahan termal yang di pertinggi selalu diikuti oleh penurunan keuletan.

Berbagai penelitian dilakukan untuk mempertinggi kekerasan dan menjaga supaya

keuletan tidak terlalu rendah sehingga pahat tersebut dapat digunakan pada kecepatan

tinggi. Hal ini dapat dimaklumi karena peninggian kecepatan potong berarti menaikkan

produktivitas.

Pada mulanya untuk memotong baja digunakan baja karbon tinggi sebagai bahan

perkakas potong dimana kecepatan potong pada waktu itu hanya boleh mencapai sekitar

10m/menit. Berkat kemajuan teknologi, kecepatan potong ini dapat dinaikkan sehingga

mencapai sekitar 700m/menit yaitu dengan menggunakan CBN (Cubic Boron Nitride).

Jenis-jenis pahat yang di pakai pada proses pemesinan adalah:

1. Baja Karbon (High Carbon Steels)

2. HSS (High Speed Steels)

3. Paduan Cor Nonferro (Cast Nonferrous Alloys)

4. Karbida (Cemented Carbides)

5. Keramik (Ceramics)

6. CBN (Cubic Boron Nitride)

7. Intan (Sinteran Diamonds and Natural Diamonds)

Untuk menetapkan jenis pahat yang tepat, maka perlu pertimbangan pemilihan

berdasarkan pada sifat-sifat pahat yang berhubungan dengan kekerasan kekuatan dan


(48)

Sumber : Kalpakjian (1995)

Gambar 2.8 Tingkat kekerasan panas dan ketahanan aus pahat terhadap

kekuatan dan ketangguhan.

Sumber : Kalpakjian (1995)

Gambar 2.9 Tingkat kekerasan dan ketahanan aus pahat terhadap temperatur

Intan, CBN

Aluminium Oksida (HIP) Aluminium Oksida + 30%,

Titanium Karbida Silikon Nitride Carmet Karbida bersalut Karbida HSS K e ke ra s a n P a n a s d a n K e ta h a n a n A u s

Kekuatan dan Ketangguhan

0 200 400

55 60 65 70 75 80 85 90 95

600 800 1000 1200 1400

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

100 300 500 700

Temperatur (oF)

K e ke ra sa ( H R A ) C a rbo n T oo l S tea ls Carbida Ceramics

Cast Alloys H ig h S pe ed S te als H R C


(49)

Tabel 2. 1 Perbandingan sifat pahat

Bahan pahat Kecepatan Temperatur Kekerasan (HRA) potong kekerasan panas

(m/menit) (0 C )

Baja Karbon 10 300 60 HSS 25 – 65 650 83 – 86 Paduan Kobalt Cor 50 – 200 925 82 – 84 Karbida ÷ 650 1200 90 – 95 Keramik 330 – 650 > 2000 91 – 95 CBN 500 – 800 1300 4000 – 5000 HK Intan 300 – 1500 > 650 7000 – 8000 HK Sumber : Kalpakjian ( 1995) dan Rochim T( 1993)

2.3.2. Pahat CBN (Cubic Boron Nitride)

CBN termasuk jenis keramik. Diperkenalkan oleh GE (USA,1957,”Borazon”).

Dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar, 1500oC) sehingga serbuk graphit putih

Nitrida Boron dengan struktur atom heksagonal berubah menjadi struktur kubik. Pahat

sisipan CBN dapat dibuat dengan menyinter serbuk BN tanpa atau dengan material

pengikat Al2O3

Afinitas pahat CBN terhadap baja sangat kecil dan tahan terhadap perubahan

reaksi kimiawi sampai dengan temperatur pemotongan 1300

, TiN atau Co. Hot hardness CBN ini sangat tinggi. CBN dapat digunakan

untuk pemesinan berbagai jenis baja dalam keadaan dikeraskan (hardened steel), besi

tuang, HSS maupun karbida semen.

o

C (kecepatan potong yang

tinggi). Saat ini harga pahat CBN masih sangat mahal sehingga belum terdapat laporan

yang komprehensif mengenai pahat CBN. Oleh karena pertimbangan diatas maka pahat

dalam penelitian ini difokuskan pada CBN (Cubic Boron Nitride) untuk proses dengan


(50)

2. 4. Bahan Logam dan Bahan Rekayasa 2.4.1 Bahan Logam Ferro

Bahan logam ferro adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi (ferrous),

sedangkan unsur lain hanyalah sebagai unsur tambahan untuk mendapatkan sifat bahan

sesuai dengan aplikasi dalam penggunaannya.

Bahan logam ferro diantaranya adalah:

1. Besi Tempa (Wrought Iron)

2. Baja Karbon (Carbon Steel)

3. Baja Paduan

4. Baja dan Besi Tuang

2.4.2 Bahan Logam Non Ferro

Bahan logam Non Ferro adalah bahan yang memiliki unsur logam tetapi tidak

ada unsur besi (ferrous).

Bahan logam non ferro diantaranya adalah:

1. Aluminium

2. Magnesium dan paduannya

3. Tembaga dan paduannya

4. Nikel dan paduannya

5. Seng dan paduannya

6. Titanium dan paduannya

7. Timah hitam dan paduannya(Pb)


(51)

2.4.3 Sifat Dan Karakteristik Logam

Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat

kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam untuk

menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang diberikan dapat

berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun pembebanan dinamis (besar

dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis pada logam, antara lain: kekuatan

bahan (strength), kekerasan elastisitas, kekakuan, plastisitas, kelelahan bahan, sifat fisika,

sifat kimia, dan sifat pengerjaan. Kekuatan (strength) adalah kemampuan material untuk

menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa material seperti baja struktur, besi tempa,

alumunium, dan tembaga mempunyai kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama.

Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan maksimumnya, atau gaya terbesar persatuan

luas yang dapat ditahan bahan tanpa patah. Untuk mengetahui kekuatan suatu material

dapat dilakukan dengan pengujian tarik, tekan, atau geser. Kekerasan (hardness) adalah

ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan yang dapat berupa goresan atau

penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan suatu material untuk menahan takik atau

kikisan. Kekakuan adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan

bentuk atau deformasi setelah diberi beban. Kelelahan bahan adalah kemampuan suatu

bahan untuk menerima beban yang berganti-ganti dengan tegangan maksimum diberikan

pada setiap pembebanan. Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke

bentuk semula setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk.

Elastisitas merupakan kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula


(52)

mengalami beban yang berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi.

Plastisitas adalah kemampuan suatu bahan padat untuk mengalami perubahan bentuk

tetap tanpa ada kerusakan. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami

peristiwa fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk sifat-sifat

fisika adalah sebagai berikut: Titik lebur, Kepadatan, Daya hantar panas, dan daya hantar

listrik. Sifat kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa korosi.

Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan lingkungannya. Secara

garis besar ada dua macam korosi, yaitu korosi karena efek galvanis dan reaksi kimia

langsung.

2.4.4 Pemilihan Bahan Baja AISI 4140

Baja didefenisikan sebagai paduan antara besi (Fe) dan karbon, dengan

kandungan karbon tidak lebih dari 1,7%. Baja karbon yang memiliki satu atau lebih

unsur paduan disebut baja paduan (alloy steel) unsur paduan utama adalah : Chromium

(Cr), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molibdenum (Mo), dan Tungsten (W), unsur-unsur

paduan ini berpengaruh terhadap sifat mekanik baja (Alamsyah, 1993). Kekerasan adalah

salah satu sifat mekanik baja yang dapat dirubah melalui perlakuan panas (Heat

treatment), tapi tidak semua jenis baja dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan

panas. Kelompok material baja yang dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan

panas adalah kelompok baja perkakas (tool material).

Landing gear pada pesawat terbang adalah komponen peralatan pada pesawat terbang yang terbuat dari baja perkakas. Kekerasan komponen ini basanya berkisar antara


(53)

54 s/d 62 HRC. AISI 4140 memiliki kemampuan mesin, stabilitas dimensi saat

mengalami perlakuan panas (heat treatment), dengan kekerasan permukaan yang tinggi.

Pada proses perlakuan panas temperatur adalah variabel utama yang sangat berpengaruh

terhadap perubahan sifat mekanik bahan, dimana masing-masing bahan memiliki level

temperatur dan menggunakan media pendingin spesifik saat dilakukan proses perlakuan

panas. Untuk komposisi bahan AISI 4140 dapat dilihat pada tabel 2.2 dan mekanikal

properties dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.2 Mechanical Properties Bahan AISI 4140

Mechanical Properties Nilai

Elastis (N/mm2

Kekuatan Tarik (N/mm

) 864

2 )

Mulur (%) 16.4

976

Mampat (%) 61.6

Sumber: Material Test Certificate Suminsurya Mesindolestari

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Bahan AISI 4140

Unsur C Si Mn S P Ni Cr Mo Cu

Komposisi Kimia 0.42 0.32 0.85 0.004 0.009 0.16 1.08 0.25 0.20

Standar Spesifikasi AISI 4140 dengan kekerasan 29 HRC


(54)

2.5. Proses Pembubutan

Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk

mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong.

Selain itu proses pemotongan logam merupakan kegiatan terbesar yang dilakukan pada

industri manufaktur, proses ini mampu menghasilkan komponen yang memiliki bentuk

yang komplek dengan akurasi geometri dan dimensi tinggi. Prinsip pemotongan logam

dapat defenisikan sebagai sebuah aksi dari sebuah alat potong yang dikontakkan dengan

sebuah benda kerja untuk membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk

geram. Meskipun definisinya sederhana akan tetapi proses pemotongan logam adalah

sangat komplek.

Salah satu proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam adalah

proses bubut. Proses ini bertujuan untuk membuang material dimana benda kerja

dicekam menggunakan sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah sumbu,

alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja sehingga terjadi

pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu putar benda

kerja. Gambar 2.10 adalah skematis dari sebuah proses bubut dimana N adalah putaran

poros utama, f adalah pemakanan, dan a adalah kedalaman potong. Bagian-bagian serta

penamaan (nomenclature) dari alat potong yang digunakan pada proses bubut dijelaskan

pada Gambar 2.11. Radius pahat potong menghubungkan sisi dengan ujung potong


(55)

Gambar 2.10 Proses pembubutan

Sumber : Taufiq Rochim (1993)

Gambar 2.11. Penamaan (nomenclature) pahat kanan

n

a


(56)

Ada tiga parameter utama yang berpengaruh terhadap gaya potong, peningkatan

panas, keausan, dan integritas permukaan benda kerja yang dihasilkan. Ketiga parameter

itu adalah kecepatan potong (V), pemakanan (f), dan kedalaman potong (a). Kecepatan

potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan (m/min), pemakanan adalah

perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu putaran benda kerja dengan satuan

(mm/rev), kedalaman potong adalah tebal material terbuang pada arah radial dengan

satuan (mm).

2.5.1. Kondisi Pemesinan

Menurut Rochim (1993) pada setiap proses pemesinan ada lima elemen dasar

yang perlu dipahami, yaitu:

a. Kecepatan potong (cutting speed ) : V (m/min)

b. Kecepatan makan (feeding speed) : Vf (mm/min)

c. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm)

d. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min)

e. Laju pembuangan geram (material removal rate) : MRR (cm3/min)

Elemen dasar pada proses pembubutan dapat diketahui menggunakan rumus yang


(57)

Sumber : Taufiq Rochim (1993)

Gambar 2.12 Proses Bubut

Geometri benda kerja : do = diameter awal (mm)

dm = diameter akhir (mm) lt = panjang pemesinan (mm) Geometri pahat : kr = sudut potong utama (o)

γo = sudut geram (o)

Kondisi pemesinan: a = kedalaman potong

a = (mm)... 2.2

f = pemakanan (mm/putaran) N = putaran poros utama (rpm)


(58)

Dengan diketahuinya besaran-besaran di atas sehingga kondisi pemotongan dapat

diperoleh sebagai berikut:

a. Laju pemotongan

……….

2.3

Dimana d = diameter rata-rata

d =

(

mm)……….2.4

b. Laju pemakanan vf = f . N(mm/min)...2.5

c. Waktu pemotongan tc =

(

min)……….2.6

d. Laju pembuangan geram MRR = A.V(cm3

Dimana A = penampang geram sebelum terpotong

/min)………...2.7

A = f.a (mm2 MRR = V.f.a(cm

)………2.8

3

Sudut potong utama (principal cutting edge angle/Kr) adalah sudut antara mata

potong utama dengan laju pemakanan (Vf), besarnya sudut tersebut ditentukan oleh

geometri pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk nilai pemakanan (f) dan

kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan mempengaruhi lebar pemotongan

(b) dan tebal geram sebelum terpotong (h) sebagai berikut :

/min)……….2.9

Lebar pemotongan b =

(

mm)………...2.10

Tebal geram sebelum terpotong h =

(

mm)………...2.11

Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah :


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Tempat dan waktu pengujian dilakukan pada beberapa tempat seperti tertera

pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Lokasi Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Tempat Waktu

1 Persiapan bahan uji untuk di heat treatment Perb. Merbabu 1 bulan

2 Heat treatment Perb. Merbabu 3 minggu

3 Pengujian Politekinik 1.5 bulan

4 Pengukuran Aus tepi (flank wear/VBc) Politeknik 2.5 bulan

5 Pembuatan Laporan dan Analisa Medan 2 bulan

3.2 Bahan Dan Alat 3.2.1 Material Benda Uji

Material uji yang digunakan berupa bahan AISI 4140 yang direkomendasikan

sebagai Landing Gear pada pesawat terbang yang terbuat dari baja perkakas dengan

kekerasan berkisar 54 s/d 62 HRC. AISI 4140 memiliki kemampuan mesin

(machinability) yang baik, stabilitas dimensi saat mengalami perlakuan panas dan

memiliki kekerasan 55 HRC sesuai dengan kategori bahan yang dibutuhkan dalam


(60)

benda uji terlebih dahulu diberikan perlakuan panas (heat treatment) yang bertujuan

untuk manaikkan kekerasannya sehingga mencapai kekerasan sesuai yang dibutuhkan

yaitu sebesar 55 HRC. Dalam penelitian digunakan 3 batang AISI 4140 dengan diameter

75 mm dan panjang 245 mm.

Adapun komposisi sifat fisika dan kimia daripada AISI 4140 dapat dilihat pada

tabel 3.2 dan 3.3.

Tabel 3.2 Mechanical Properties Bahan AISI 4140

Mechanical Properties Nilai

Elastis (N/mm2

Kekuatan Tarik (N/mm

) 864

2 )

Mulur (%) 16.4

976

Mampat (%) 61.6

Tabel 3.3 Komposisi Kimia Bahan AISI 4140

Unsur C Si Mn S P Ni Cr Mo Cu

Komposisi Kimia 0.42 0.32 0.85 0.004 0.009 0.16 1.08 0.25 0.20


(61)

Gambar 3.1 Material Benda Uji

3.2.2. Material Pahat

Dalam penelitian ini, material pahat potong yang digunakan berupa pahat CBN

CB7015 produksi SANDVIK Coromant. Pahat ini dibuat dengan penekanan panas (HIP,

60 kbar, 1500oC) sehingga serbuk graphit putih Nitride Boron dengan struktur atom

heksagonal berubah menjadi struktur kubik. Bentuk dan ukuran sesuai standar ISO yaitu

CNMN 090304, dan pahat ini direkomendasikan untuk pemotongan baja dengan

kekerasan yang tinggi

Gambar 3.2 Geometri Pahat CBN


(62)

Tabel 3.4 Sifat Mekanik dan Thermal dari Pahat CBN

Sifat Nilai

Berat jenis (g/cm3) 3,48

Titik Lebur (oC) 2700

Kekuatan Patah (MPam0,5) 5

Kekerasan Knop (GPa) 43 – 47

Modulus Young (GPa) 600 – 800

Ekspansi Termal (10-6 K-1) 4,9

Konduktivitas Panas 150 – 700

Sumber : Karthick, 2009

Berdasarkan komposisi secara umumnya pahat CBN CB 7015 merupakan CBN tingkat

rendah dengan pengikat (binder) berupa TiCN dan Al2O3.

3.2.3 Pemegang pahat (holder)

Pemegang pahat yang digunakan adalah jenis DTGNR 2020M 16 ( 91⁰) yang dikhususkan untuk proses bubut

Gambar 3.3 Pemegang pahat( holder)

Keterangan Kode: D = Sisipan (insert) dipasang dengan penjepitan

T = Sisipan (insert) berbentuk segitiga (triangular)

G = Bentuk pemegang tipe G

N = Sudut bebas 0

R = Arah pahat ke kanan o


(63)

2020 = Tinggi dan lebar gagang (shank) masing-masing 20mm

M = Panjang pemegang pahat 150 mm

16 = Ukuran sisipan 16 mm

3.2.4. Peralatan

1. Mesin Bubut Emco Maximat V13

Mesin bubut Emco Maximat V13 yang digunakan terdapat di laboratorium

Politeknik Negeri Medan dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:

a. Putaran maksimum : 2500 putaran/menit

b. Daya : 15 kW

c. Diameter Penjepitan Maksimum : 158mm

d. Panjang Benda Kerja Maksimum : 255mm


(64)

2. Microhardness Tester

Microhardness Tester digunakan untuk mengukur kekerasan benda uji setelah mengalami proses perlakuan panas (Gambar 3.5). Dari hasil pengujian diperoleh

data kekerasan benda uji.

Gambar 3.5 Microhardness Tester

3. Profilometer Portable Taylor Hobson Surtronic 3+

Alat ini digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan benda kerja selama

percobaan. Kekasaran permukaan diukur di tiga lokasi di sekitar benda keliling.

Nilai kekasaran permukaan adalah rata-rata dari tiga poin yang diambil untuk


(65)

Gambar 3.6 Alat Pengukur Kekasaran Permukaan

4. Digital Microscope

Untuk mengambil data Gambar keausan yang terjadi pada pahat setelah proses

pemesinan digunakan USB Digital Microscope Cameras DINO-R-LITE yang

dilengkapi dengan Lensa dual Axis 27x/WO=8mm dan 100x/WO=2mm

Microscope lense.


(66)

5. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Peralatan SEM ini digunakan untuk pengamatan mode kagagalan pahat.

Gambar 3.8 Scanning Electron Microscopy (SEM)

3.3. Rancangan Eksperimental 3.3.1. Metode Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan pengambilan data dengan metode CCF

(cubic center of face) dengan 3 variabel monoguard dan 3 tingkatan High, Middle dan

Low. Adapun dari metode pengumpulan data akhirnya didapatkan 20 data sebagaimana


(67)

Tabel 3.5 Kondisi Pemotongan

Run V f a r Ra Tipe Pahat VB Tc

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 200 250 200 250 200 250 200 250 183 267 225 225 225 225 225 225 225 225 225 225 0.1 0.1 0.15 0.15 0.1 0.1 0.15 0.15 0.125 0.125 0.1 0.16 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.125 0.3 0.3 0.3 0.3 1 1 1 1 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 1.1 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 91 91 o 91 o 91 o 91 o 91 o 91 o 91 o 91 o 91 o 91 o 91 o o 91o 91o 91 91 o o 91o 91o 91o 91o CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015 CB7015


(68)

3.3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.9 Kerangka Konsep Penelitian Isu strategis industri

pemotongan logam

Pemesinan Keras HRC >>>>

Pemesinan Kering Cairan pemotongan<<<< Pemesinan Laju Tinggi,

Keras, dan Kering

Variabel bebas V, f, a = tidak konstan

tc = variabel pseudo-independent HRC, Cairan pemotongan (-)=konstan AISI 4140, CBN (CB7015)= konstan . Bubut = Konstan

Pemesinan Laju Tinggi v >>>>

Produktivitas Tinggi Keselamatan lingkungan Variabel terikat kualitatif: - Mode Aus Pahat - Mekanisme Aus Pahat

Perumusan Mode –Mode Aus Pahat

Perumusan Mekanisme Aus Pahat Variabel terikat kuantitatif: VB Mulai Selesai


(69)

3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis Kuantitatif

Dalam analisis kuantitatif dilakukan analisis terhadap nilai-nilai VB dan juga

pencatatan tc

3.4.2. Analisis Kualitatif

yang diperoleh selama proses pemesinan berlangsung, sehingga dapat

digambarkan kurva pertumbuhan aus yang terjadi.

Analisis Kualitatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Analisis Mode-Mode Kerusakan Pahat

b. Analisis Mekanisme Aus Pahat

Hasil analisis kualitatif dapat didapatkan dengan menggunakan bantuan SEM dan EDS.

3.5. Tahapan Pengamatan Dan Pengolahan Data Tahapan-tahapan pengolahan dan pengamatan data adalah:

1. Menyiapkan persiapan pengambilan data diantaranya adalah:

a. Mesin Bubut konvensional EMCO Maximat V13

b. Benda kerja AISI 4140

c. Pahat potong / insert CBN

d. Pemegang pahat/ tool holder

e. Microscope USB


(70)

3. Set up mesin dan uji jalan kemudian hentikan uji jalan mesin.

4. Kalibrasi pelurusan posisi benda kerja pada chuck mesin.

5. Ganti pahat sesuai dengan yang direncanakan untuk yang dipakai pada penelitian

6. Menyesuaikan diameter benda kerja pada putaran mesin (rpm) yang ada pada mesin

konvensional Emco Maximat V13

7. Memulai langkah pemesinan dengan menentukan putaran mesin (rpm), laju

pemakanan (f) dan kedalaman potong (a).

8. Menjalankan proses pemesinan sesuai dengan kondisi pemotongan.

9. Lakukan pengukuran dan pengamatan variabel dengan interval waktu pemesinan

setiap satu menit hingga mencapai tujuh menit (ISO-3658 1993 minimal lima menit).

10.Mengambil data keausan dengan mikroskop dengan cara sebagai berikut :

a. Setelah pemesinan diambil dengan panjang pemesinan (L) sesuai dengan benda

kerja maka pahat diletakkan diatas plestisin

b. Atur fokus sampai gambar keausan pahat terlihat jelas

c. Capture gambar lalu buka di file desktop

d. Setelah keausan terlihat, lalu ukur tingkat keausan dengan membuat garis.

Kemudian ukur ketebalan pahat yang ada digambar, lalu hasil pengukuran

keausan dibagi dengan hasil pengukuran ketebalan gambar dikalikan dengan tebal

yang sebenarnya adalah 4,7 mm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihatdengan


(71)

………..………

………...(3.1)

Dimana:

VB = Keausan pahat (mm)

tk1g = Tebal kaeausan pada gambar (mm)

tk2g = Tebal pahat pada gambar (mm)

ts = Tebal pahat yang sebenarnya (mm)

11.Pemotongan dihentikan bila aus tepi pahat mencapai VB yang diinginkan.

12.Buat peta mode kegagalan pahat dan teliti mekanisme aus yang terjadi dengan bantuan


(72)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Kegagalan Pahat Dan Kurva Pertumbuhan Aus 4.1.1 Analisa Kegagalan Pahat

Dari pengamatan dan didasarkan pada landasan teoritis didapati pengaruh

perubahan laju sayatan (f) dan kedalaman potong (a) sangat mempengaruhi kegagalan

pada pahat yang digunakan.

Analisa dari data hasil pengujian diperoleh dari kondisi pemotongan sesuai

menurut rencana perlakuan dan selanjutnya dilakukan analisa data yang mencakup

variabel-variabel penelitian berikut:

1. Variabel bebas berupa laju pemotongan (V), gerak makan (f), kedalaman

pemotongan (a) dan waktu pemotongan (tc

2. Variabel terikat yang berupa:

).

a. Variabel terikat kuantitatif berupa karakteristik aus sisi (VB)

b. Variabel terikat kualitatif berupa mode aus pahat dan mekanisme aus pahat.

Pengamatan data-data hasil pengujian ini dilakukan untuk menganalisa dan

mengetahui mode-mode kegagalan pahat yang terjadi dan untuk mengetahui mekanisme

kegagalannya secara makro dengan menggunakan mikroskop optik dan atau kegagalan


(73)

Jumlah percobaan yang dilakukan adalah kombinasi dari perlakuan kondisi

pemotongan seperti pada Tabel 3.5. Tetapi disebabkan oleh karena bahan benda kerja

dan terutama pahat CBN yang harganya relatif mahal, maka dari 20 data yang

seharusnya disediakan berdasarkan desain pengujian CCF, hanya 11 data valid yang

dapat dipaparkan sebagaimana pada Tabel 4.1. Sejumlah 9 data lainnya tidak dilakukan

dengan alasan bahwa:

a. Data 15 hingga 20 tidak dilakukan karena data tersebut hanyalah perulangan

dari data nomor 13.

b. Data 9 tidak dilakukan disebabkan laju pemotongan 182,9 m/menit belum

dapat dikatakan tergolong kepada proses pemesinan laju tinggi (min. 200

m/min menurut Schulz & Moriwaki, 1992) dan Aslan (2005).

c. Data 7 dan 8 sebenarnya telah dilakukan, namun tidak diperoleh pencatatan

waktu pemotongan maupun nilai aus tepi pahat (VB) yang valid dikarenakan

pahat mengalami premature fracture (pecah sesaat setelah memasuki daerah

pemotongan) dan keausannya dalam hal ini diwakili oleh data No. 10 yang

memiliki kecepatan potong paling tinggi V=267 m/min.

Dari semua data pengujian dikurangi dengan data-data pengujian yang tidak dilakukan


(74)

Adapun hasil kondisi pemotongan dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Kondisi Pengujian

Run V f a r ra Tipe Pahat VB Tc

1 200 0.1 0.3 0.8 91o

2 200 0.1 0.1 0.8 91

CB7015 0.31 32.10

o

3 200

CB7015 0.14 5.79

0.15 0.3 0.8 91o

4 225 0.1 0.7 0.8 91

CB7015 0.16 8.16

o

5 225 0.125 0.7 0.8 91

CB7015 0.14 8.39

o

6 225 0.125 1.1 0.8 91

CB7015 0.30 6.64

o

7 225 0.16 0.7 0.8 91

CB7015 0.20 7.35

o

8 250 0.1 0.3 0.8 91

CB7015 0.20 6.98

o

9 250 0.1 1 0.8 91

CB7015 0.30 9.60

o

10 250 0.15 0.3 0.8 91

CB7015 0.21 5.82

o

11 267 0.125 0.7 0.8 91

CB7015 0.10 1.87

o

CB7015 0.15 1.97

Dari pengamatan dan analisa memperlihatkan bahwa keausan pahat pada kondisi laju

maksimum terjadi pada kecepatan potong V=225 m/menit (f = 0,16 mm/rev; a = 0,7

mm; pahat 2 nomor 1), kecepatan potong V=250 m/menit (f = 0,1 mm/rev; a = 0,3 mm;

pahat 1 nomor 3) dan kecepatan potong V=250 m/menit (f=0,15 mm/rev; a = 0,3 mm;

pahat 3 nomor 4) serta pada kecepatan potong V=267m/menit (f = 0,125 mm/rev; a =


(75)

4.1.2 Kurva Pertumbuhan Aus

Laju aus sisi pahat potong adalah bentuk aus yang dominan terjadi dan diukur

secara sekuen selama percobaan permesinan, data-data ini dikumpulkan dari pengamatan

pahat CBN CB7015 seperti terlihat pada kurva pertumbuhan aus pada Gambar 4.1,4.2,

4.3 dan 4.4.

Kurva pertumbuhan aus dapat dibagi kedalam 3 fase yaitu :

1. Fase Awal (Initial Phase)

Fase awal merupakan fase yang umumnya disebabkan oleh keretakan mikro,

oksidasi permukaan, dan hilangnya lapisan karbon. Untuk ujung

potong baru, area kontak yang kecil dan tekanan kontak yang tinggi akan

menghasilkan tingkat keausan yang tinggi.

Setelah fase awal, kekasaran mikro akan mengalami perbaikan, pada fase ini,

ukuran aus sebanding (proporsional) dengan waktu pemotongan. Tingkat keausan

relatif konstan.

2. Fase Bertahap (Gradual Phase)

3. Fase Mendadak (Abrupt Phase)

Ketika ukuran aus meningkat pada titik absolut, kekasaran permukaan termesin

akan menurun, gaya potong dan temperatur akan meningkat dengan cepat, serta

tingkat keausan meningkat. Pada akhirnya pahat akan kehilangan kemampuan

potongnya.

Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik kurva pertumbuhan aus pada


(76)

Keterangan Gambar 4.1 :

Fase awal terjadi pada saat dimulainya pemotongan (VB = 0) sampai pada aus tepi (VB)

mencapai 0,08 mm dalam waktu 1 menit 38 detik. Fase bertahap terjadi dimulai dari nilai

VB = 0,08 mm sampai aus tepi (VB) mencapai ukuran 0,11 mm dalam rentang waktu

pemotongan diantara 1 menit 38 detik sampai 4 menit 51 detik. Sedangkan fase

mendadak terjadi mulai VB > 0,137 mm sampai aus tepi (VB) mencapai ukuran 0,178

mm dalam rentang waktu pemotongan diantara 5 menit 56 detik sampai 6 menit 30 detik. Gambar 4.1 Kurva Hubungan Aus sisi VB vs Waktu Potong tc


(77)

Keterangan Gambar 4.2 :

Fase awal terjadi pada saat dimulainya pemotongan (VB = 0) sampai pada aus tepi (VB)

mencapai 0,035 mm dalam waktu 1 menit 46 detik. Fase bertahap terjadi dimulai dari

nilai VB = 0,035 mm sampai aus tepi (VB) mencapai ukuran 0,06 mm dalam rentang

waktu pemotongan diantara 1 menit 46 detik sampai 4 menit 11 detik. Sedangkan fase

mendadak terjadi mulai VB > 0,06 mm sampai aus tepi (VB) mencapai ukuran 0,3 mm

dalam rentang waktu pemotongan diantara 4 menit 11 detik sampai 9 menit 38 detik. Gambar 4.2 Kurva Hubungan Aus sisi VB vs Waktu Potong tc


(78)

Keterangan Gambar 4.3 :

Fase awal terjadi pada saat dimulainya pemotongan (VB = 0) sampai pada aus tepi (VB)

mencapai 0,04 mm dalam waktu 27 detik. Fase bertahap terjadi dimulai dari nilai VB =

0,04 mm sampai aus tepi (VB) mencapai ukuran 0,064 mm dalam rentang waktu

pemotongan diantara 27 detik sampai 1 menit 22 detik. Sedangkan fase mendadak terjadi

mulai nilai VB > 0,064 mm sampai aus tepi (VB) mencapai ukuran 0,1 mm dalam

rentang waktu pemotongan diantara 1 menit 22 detik sampai 1 menit 52 detik. Gambar 4.3 Kurva Hubungan Aus sisi VB vs Waktu Potong tc


(79)

Keterangan Gambar 4.4 :

Fase awal terjadi pada saat dimulainya pemotongan (VB = 0) sampai pada aus tepi (VB)

mencapai 0,065 mm dalam waktu 28 detik. Fase bertahap terjadi dimulai dari nilai VB =

0,065 mm sampai aus tepi (VB) mencapai ukuran 0,081 mm dalam rentang waktu

pemotongan diantara 28 detik sampai 1 menit. Sedangkan fase mendadak terjadi mulai

nilai VB > 0,081 mm sampai aus tepi (VB) mencapai ukuran 0,145 mm dalam rentang

waktu pemotongan diantara 1 menit sampai 1 menit 58 detik.

Gambar 4.4 Kurva Hubungan Aus sisi VB vs Waktu Potong tc pada V=267 m/menit, a=0,7 mm, f=0,125mm/rev


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 4. Komposisi CB7015


(6)